• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

Pada saat ini terdapat beberapa teknologi yang digunakan untuk membentuk perangkat lunak yang fleksibel dengan prinsip modular, yaitu prinsip M-V-C (Model-View-Controller) [19] yang memisahkan sebuah perangkat lunak ke dalam tiga lapisan (layer) terpisah, dan component based software yang memisahkan sebuah perangkat lunak ke dalam beberapa bagian dengan saling kebergantungan yang kecil. Kedua teknologi tersebut dapat digunakan oleh system analyst untuk membuat perangkat lunak yang lebih fleksibel sehingga mudah diubah dalam memenuhi strategi bisnis yang berubah.

Upaya untuk membentuk portofolio aplikasi yang sesuai strategi bisnis dapat dilakukan dengan menggunakan enterprise architecture framework, seperti Zachman Framework [32], Enterprise Architecture Planning dari Steven H. Spewak [28], atau Business System Planning dari IBM [2]. Enterprise architecture framework membantu arsitek sistem informasi menentukan portofolio aplikasi organisasi dengan melihat fungsi-fungsi dan data-data yang dibutuhkan oleh organisasi tersebut. Setelah portofolio aplikasi ditetapkan arsitek dapat menentukan urutan pengerjaan bagian-bagian aplikasi dengan menentukan prioritas berdasarkan waktu, atau kebergantungan sebuah perangkat lunak terhadap data yang dibuat oleh perangkat lunak lainnya dalam portofolio aplikasi tersebut.

Ketiga pendekatan di atas dapat digunakan dalam proses membangun sistem informasi yang dapat dimodifikasi untuk disesuaikan dengan perubahan strategi bisnis. Tetapi masalah yang muncul pada proses merespon perubahan strategi bisnis oleh sistem informasi biasanya tidak hanya bersumber pada rancangan portofolio aplikasi, atau teknologi modular yang diterapkan pada setiap perangkat lunak, tetapi juga dari faktor-faktor lain dari organisasi yang berhubungan dengan jenis organisasi, model bisnis organisasi, pembentukan strategi bisnis, budaya

(2)

komunikasi organisasi, model portofolio aplikasi yang sudah dipakai, atau sistem pengadaan portofolio aplikasi. Faktor-faktor tersebut perlu ditemukan (diidentifikasi) sehingga dapat melengkapi proses rekayasa sistem informasi organisasi yang dapat beradaptasi terhadap perubahan strategi bisnis, selain menggunakan pendekatan-pendekatan teknologi yang sudah ada, seperti M-V-C, component based software, atau service oriented architecture.

Penelitian ini berusaha melakukan eksplorasi untuk menemukan aspek-aspek tersebut menggunakan sebuah kasus tertentu.

I.2 Perumusan Masalah

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses rekayasa (pengembangan dan perawatan) sistem informasi sehingga sistem informasi tersebut dapat beradaptasi terhadap perubahan strategi bisnis? Apa saja yang dapat dilakukan oleh organisasi untuk mengatasi faktor-faktor tersebut?

I.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu:

1. Menemukan faktor-faktor yang perlu diperhatikan yang mempengaruhi kemampuan sistem informasi beradaptasi terhadap tuntutan perubahan yang dikenakan padanya. Tujuan penelitian dijawab pada bab IV.7.

2. Membuat usulan pendekatan daur hidup sistem informasi untuk menjawab faktor-faktor yang ditemukan pada tujuan pertama. Tujuan penelitian dijawab pada bab V.

Sistem informasi yang menjadi topik studi dibatasi pada sistem informasi yang dikembangkan secara mandiri oleh organisasi tersebut. Konteks penelitian dibatasi pada Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya.

I.3 Metodologi Penelitian

Setiap tujuan penelitian yang dinyatakan pada bab I.2 dijawab menggunakan metode yang berbeda.

(3)

1. Tujuan pertama akan dijawab melalui proses analisis yang menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan filosofi post-positivism, dan interpretif.

2. Tujuan kedua akan dijawab melalui proses sintesis dengan menggunakan metodologi design science research.

I.4. Metodologi Tahap Analisis

I.4.1 Alasan Penggunaan Metode Kualitatif

Proses penelitian kualitatif adalah proses yang induktif. Proses penelitian kualitatif membangun variabel, kategori, dan konsep dari data-data yang dikumpulkan, dan tidak menggunakan data-data tersebut untuk menguji hipotesa.

Berbeda dengan pendapat dari filosofi positivism bahwa dunia selalu sama dan berulang sehingga dapat diprediksi dan dianalisis secara obyektif melalui observasi dan pengukuran, filosofi post-positivism berpendapat bahwa dunia tidak selalu sama dan berulang (setiap obyek penelitian memiliki perbedaan konteks), dan setiap orang memiliki pendekatan yang subyektif terhadap dunia termasuk para peneliti [29]. Pandangan subyektif ini seringkali terdapat dalam konstruksi sosial yang dipertukarkan antar orang seperti pemahaman pribadi, dan pemahaman bersama (shared meaning) terhadap sebuah situasi. Hal ini sejalan dengan filosofi penelitian interpretif yang memiliki asumsi bahwa pengetahuan bisa didapatkan melalui konstruksi-konstruksi sosial seperti bahasa, kesadaran (consciousness), shared meaning, dokumen, dan artifak lain [18]. Hal ini berarti bahwa pengetahuan tidak hanya bisa didapat melalui proses observasi dan pengukuran terhadap realita, tetapi dengan memanfaatkan tacit knowledge yang dimiliki oleh setiap orang dalam sebuah konteks tertentu.

Penelitian interpretif tidak mendefinisikan lebih dulu variabel independen, dan dependen seperti halnya penelitian kuantitatif, atau penelitian yang didasari oleh filosofi positivism, tetapi memfokuskan pada pembentukan pola pikir manusia saat sebuah situasi berkembang. Studi interpretif berusaha memahami sebuah

(4)

fenomena melalui arti yang diberikan oleh orang-orang pada fenomena tersebut. Penelitian interpretif pada sistem informasi selalu diarahkan untuk “producing an understanding of the context of the information system, and the process whereby the information system influences and is influenced by the context” [18].

Kondisi di atas berbeda dengan studi kuantitatif yang didasari oleh positivism. Studi kuantitatif menentukan hipotesa di awal studi. Hipotesa itu sendiri didasarkan pada teori-teori yang telah ada sebelumnya. Proses penentuan kesimpulan dilakukan menggunakan metode deduksi melalui proses observasi, pengukuran, atau manipulasi terhadap variabel-variabel yang didapatkan dari hipotesa tersebut. Pada prinsipnya studi kuantitatif adalah proses pengujian hipotesa yang telah ditentukan di awal studi (hypothetico-deductive).

Dengan memperhatikan prinsip dari setiap filosofi penelitian di atas, maka tahap analisis pada penelitian ini lebih tepat dilakukan dengan menggunakan studi kualitatif interpretif karena topik penelitian ini:

1. Berhubungan dengan konteks sistem informasi yang beragam (berbeda) antara sebuah organisasi dengan organisasi lain.

2. Memanfaatkan konstruksi-konstruksi sosial seperti bahasa, dan shared meaning yang dimiliki oleh setiap orang dalam organisasi tersebut.

Studi ini juga tidak ingin dibatasi lebih dulu oleh hipotesa seperti halnya studi kuantitatif karena studi ini bersifat eksploratif dan menggunakan proses induksi dalam mengambil kesimpulan analisis. Dengan tidak adanya hipotesa di awal analisis diharapkan dapat mengungkap aspek-aspek sesungguhnya (aspek how, why, dan what) melalui tacit knowledge, dan persepsi yang dimiliki oleh setiap orang dalam konteks tersebut.

I.4.2 Jenis Metode Analisis yang Digunakan

Penelitian kualitatif memiliki beragam metode penelitian, misalnya phenomenology, ethnography, action research, critical study, grounded theory, atau case study. Setiap metode penelitian memiliki proses pendekatan dan hasil studi yang berbeda sesuai dengan tujuan studi.

(5)

Model penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan dari metode grounded theory dengan case study.

1. Grounded Theory

Grounded theory adalah metode yang paling sistematis dibandingkan dengan metode penelitian kualitatif lainnya. Bila metode-metode penelitian kualitatif lainnya seperti phenomenology dan ethnography tidak menekankan perlu adanya teori yang dihasilkan pada akhir studi, maka metode grounded theory berusaha menghasilkan teori tertentu. Grounded theory mulai membentuk teori setelah didapatkan kondisi “saturasi”, yaitu tidak adanya kategori baru yang muncul dari iterasi penggalian data dengan konteks yang berbeda-beda. 2. Case Study

Case study adalah sebuah konsep penelitian yang menggunakan satu kasus sempit, atau satu konteks tertentu sebagai obyek studi. Perhatian utama dalam case study adalah penelitian terhadap obyek tunggal (yang bisa berupa gabungan beberapa obyek) dengan menggunakan metode yang sesuai untuk obyek tersebut. Dalam pemahaman ini generalization memang bukan tujuan utama hasil studi. Metode case study pada studi kualitatif adalah upaya eksplorasi yang bertujuan menemukan sebanyak-banyaknya variabel yang bisa digali dari konteks tersebut.

Penelitian pada tahap analisis ini akan menggunakan langkah-langkah yang digunakan oleh grounded theory dalam mengumpulkan dan menganalisa data. Penelitian ini juga menggunakan sebuah konteks spesifik sebagai obyek studi yaitu Perpustakaan Universitas Kristen Petra. Penelitian ini tidak akan berusaha mendapatkan kondisi saturasi dari keseluruhan kemungkinan konteks yang dibutuhkan oleh grounded theory, melainkan hanya kondisi saturasi pada konteks spesifik yang telah disebutkan di atas. Karena penelitian ini dibatasi pada sebuah konteks spesifik, maka penelitian ini juga tidak akan menghasilkan sebuah teori final, melainkan akan melakukan eksplorasi untuk mendapatkan sebanyak mungkin variabel yang berhubungan dengan kemampuan adaptasi dari sistem informasi pada konteks tertentu tersebut.

(6)

I.4.3 Metode Analisis

Metode analisis menggunakan langkah-langkah dari grounded theory. Metode grounded theory selalu dimulai dari sebuah konteks atau situasi penelitian tertentu. Tugas peneliti adalah memahami apa yang terjadi pada konteks tersebut. Metode analisis yang didasarkan pada metode grounded theory ditunjukkan pada gambar I.1.

Gambar I.1 Metode analisis

Proses analisis terdiri atas beberapa iterasi pengumpulan data dan analisa data hingga terjadi theoretical saturation. Theoretical saturation adalah sebuah kondisi dimana proses pengumpulan data dan analisa data tidak menghasilkan konsep, atau kategori baru sehingga dianggap sudah dapat dilaksanakan pembentukan substantive theory. Substantive theory adalah teori yang dibangun dengan

(7)

memanfaatkan data-data empiris, konsep, dan kategori yang dikumpulkan pada setiap iterasi.

Proses dimulai dengan pembuatan hipotesa mengenai kategori, atau konsep apa yang dibutuhkan dalam pembuatan teori yang menjawab tujuan penelitian. Hipotesa awal tidak boleh bersifat spesifik dan harus bersifat cukup luas untuk tidak memberikan arah pada hasil tertentu, dan tetap memberikan peluang bagi partisipan memberi jawaban yang disukainya. Hipotesa untuk iterasi berikutnya boleh bersifat lebih spesifik yang biasanya digunakan untuk memperjelas konsep, atau kategori tertentu yang muncul dari iterasi sebelumnya.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan proses perekaman atas setiap wawancara. Data rekaman dapat diubah menjadi skrip wawancara melalui proses transcribing. Dari skrip wawancara dilakukan proses identifikasi poin-poin penting yang disampaikan oleh partisipan. Hasil identifikasi inilah yang digunakan dalam proses coding dalam proses analisis data. Metode pengumpulan data lainnya adalah memeriksa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan hipotesa pada iterasi tersebut.

Pada studi kualitatif secara umum dikenal theoretical sampling, yaitu proses pemilihan partisipan berdasarkan kebutuhan pembangunan teori pada iterasi tersebut. Setiap iterasi dapat menggunakan partisipan-partisipan yang berbeda. Dengan melihat natur dan metode dari studi kualitatif, maka tidak disarankan menggunakan partisipan yang terlalu luas, atau tidak berhubungan dengan hipotesa yang sedang diproses pada iterasi tersebut.

Analisis data meliputi langkah note-taking, coding, dan memoing.

Note-taking adalah proses mengidentifikasi hal-hal kunci (key issues) selama proses data collection di atas. Selama proses wawancara peneliti berkonsentrasi pada hal-hal yang menjadi tekanan oleh partisipan. Hal-hal kunci akan dicatat, dan digunakan untuk mempertajam pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Hal-hal kunci yang didapatkan selama note-taking juga akan digunakan untuk menemukan

(8)

kategori, dan sub kategori dari data yang dikumpulkan dalam setiap iterasi data collection. Walaupun begitu hal-hal kunci tidak boleh membatasi munculnya kategori, dan sub kategori baru yang mungkin ditemukan dalam proses coding.

Coding artinya menentukan kode, atau label setiap indikator yang ditemukan pada hasil wawancara. Indikator adalah poin-poin penting yang muncul dari hasil wawancara yang dapat digunakan untuk membentuk konsep yang membangun teori. Peneliti dapat meletakkan kode angka atau kode warna, dan label yang diidentifikasi pada setiap hasil wawancara. Menggunakan hasil wawancara yang berkode tersebut kemudian peneliti berusaha membuat kaitan antara paragraf, dan antara hasil dari iterasi berbeda menggunakan metode hermeneutic dan semiotic.

Proses coding terdiri dari beberapa tahap yang dapat terjadi bersamaan pada iterasi yang berbeda.

a. Open coding

Open coding adalah proses mengidentifikasi konsep-konsep yang muncul dari hasil wawancara melalui proses identifikasi indikator. Indikator yang terdapat pada data diidentifikasi, diberi label konsep, dan diklasifikasikan. Beberapa konsep dapat dimasukkan ke satu kategori. Sifat-sifat dari kategori (yang nantinya akan menjadi sub kategori) juga diidentifikasi dari setiap kategori. Proses penentuan sifat adalah dengan menentukan nama sub kategori yang cocok untuk tiap sifat yang berhasil dikenali. Pada proses ini peneliti tidak boleh dipengaruhi oleh teori-teori apa pun. Setiap konsep, sub kategori, dan kategori yang muncul pada tahap ini murni berasal dari data-data empiris yang dikumpulkan. Peneliti harus membebaskan diri dari pengaruh teori-teori yang sudah ada sebelumnya (extant theory).

b. Axial coding

Axial coding adalah langkah selanjutnya setelah open coding. Pada axial coding digunakan paradigma pengkodean, yaitu sebuah cara untuk mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antar kategori, dan antara kategori dan sub kategori. Hasil dari axial coding adalah kategori, konsep, dan relasi antar kategori dan konsep yang menunjukkan penjelasan dan pemahaman

(9)

yang bertujuan menjelaskan fenomena yang sedang diteliti. Pada tahap ini dilakukan upaya validasi hubungan (relationship) antar kategori yang ditemukan dalam axial coding, dan memperbaiki teori yang terbangun dengan mengembangkan kategori baru, memasukkan kategori ke kategori lainnya, atau mengintegrasikan kategori dengan kategori lainnya.

Proses axial coding meliputi:

1. Memberi makna pada data-data yang dikumpulkan.

2. Menghubungkan sub kategori ke kategori inti menggunakan coding paradigm.

3. Menghubungkan kategori-kategori pada level dimensi. Misalnya kategori ‘motivasi’ memiliki dimensi antara tidak termotivasi, hingga sangat termotivasi.

4. Validasi hubungan antar kategori terhadap data.

5. Revisi lebih lanjut pada teori yang dibuat dengan menggunakan coding paradigm.

c. Selective coding

Selective coding adalah upaya untuk mengidentifikasi kategori inti (core category) dan secara sistematis menghubungkannya dengan kategori-kategori lain dalam upaya pembentukan teori.

Memoing adalah upaya peneliti untuk menyatukan seluruh kategori, sub kategori, dan hubungan-hubungan antara kategori ke dalam sebuah teori. Memoing berjalan secara terus menerus, dan terjadi lintas iterasi. Setiap kali peneliti melihat adanya hubungan antara kategori, peneliti dapat menulis pada sebuah memo. Dan kumpulan memo akan digunakan untuk membentuk teori tersebut. Memo akan selalu berkembang dan dikoreksi sesuai dengan kategori yang ditemukan dalam coding.

Prinsip utama dalam grounded theory adalah perbandingan secara konstan antara data (wawancara dan data lain) dengan yang data lain (wawancara dan data lain) baik dalam iterasi yang sama, maupun iterasi yang lain. Tugas utama peneliti adalah mengidentifikasi kategori-kategori yang muncul dari data empiris. Setiap

(10)

kategori dapat memiliki properti, yang nantinya menjadi sub kategori. Dalam proses perbandinan tersebut, teori dibentuk. Kemudian teori dibandingkan kembali kepada data. Proses pengumpulan data, identifikasi kategori, dan perbandingan kategori dilakukan secara iteratif dan berkesinambungan.

I.4.4 Konteks Analisis I.4.4.1 Setting

Penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya telah mengembangkan sistem informasi perpustakaan secara mandiri sejak tahun 1988 yang disebut sebagai SPEKTRA (Sistem Informasi Perpustakaan Universitas Kristen Petra). Sistem informasi tersebut masuk dalam jenis otomasi sistem. Peningkatan jenis sistem informasi dari otomasi sistem ke sistem informasi manajemen sedang dilakukan mulai 3 tahun yang lalu. Pada saat ini terdapat dua varian besar sistem informasi yang dikembangkan, yaitu iSPEKTRA (berbasis web) untuk penggunaan internal, dan New SPEKTRA (berbasis personal computer) untuk dijual pada perpustakaan lain.

I.4.4.2 Actors

Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian adalah kepala perpustakaan, kepala bidang layanan, koordinator divisi software development, koordinator divisi system development, dan seluruh programmer dalam lingkup perpustakaan Universitas Kristen Petra. Selain partisipan-partisipan di atas tidak menutup kemungkinan akan meminta keterangan tambahan dari para mantan kepala perpustakaan, dan orang-orang lain yang terlibat dalam pengembangan sistem informasi yang menjabat sejak tahun 1988 hingga peneltian ini dilakukan.

I.4.4.3 Events

Menggunakan metode grounded theory, fokus dari penelitian diarahkan pada wawancara dan analisa dokumen yang membahas perubahan strategi dan rencana pelaksanaan strategi bisnis, pengaruhnya pada sistem informasi yang

(11)

dikembangkan, dan rencana dan laporan pengembangan sistem informasi di perpustakaan.

I.4.4.4 Processes

Perhatian khusus juga diberikan pada proses pengembangan sistem informasi termasuk didalamnya pertimbangan-pertimbangan dalam perancangan perangkat lunak, proses pengkodean perangkat lunak, proses implementasi di lapangan, dan proses perawatan sistem informasi tersebut.

I.4.4.5 Questions

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara berpusat pada penemuan tentang faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan sehingga sebuah sistem informasi mampu beradaptasi terhadap perubahan strategi organisasi.

1. Apakah perubahan strategi bisnis perpustakaan?

2. Bagaimana perubahan itu mempengaruhi sistem informasi (tuntutan apa yang diberikan pada sistem informasi)?

3. Apakah sistem informasi dapat memenuhi tuntutan perubahan yang berasal dari perubahan strategi bisnis?

4. Apakah masalah-masalah yang muncul dalam proses perubahan sistem informasi yang menghambat kemampuan sistem informasi beradaptasi?

I.4.5 Verifikasi Hasil Analisis I.4.5.1 Validasi Internal

Untuk memastikan validasi internal beberapa langkah akan dilaksanakan:

1. Melakukan triangulation of data. Data akan dikumpulkan melalui beberapa sumber meliputi beberapa wawancara, dan analisa beberapa dokumen.

2. Member checking. Partisipan akan dilibatkan selama proses data analysis. Dialog terus menerus akan dilakukan dengan para partisipan untuk memastikan bahwa interpretasi peneliti terhadap data yang didapatkan dari wawancara dan analisa dokumen adalah benar.

(12)

I.4.5.2 Validasi Eksternal

Untuk menjamin validasi eksternal (kejelasan terhadap generalization) peneliti akan menjelaskan hal-hal yang mengancam validasi ekternal. Ancaman terhadap validasi eksternal ini disebutkan pada bab IV.8.2.

I.4.6 Pelaporan Hasil Analisis

Laporan hasil analisis dilakukan dengan menggunakan diagram yang mempresentasikan kategori-kategori yang didapatkan dari open coding, dan menggunakan hubungan yang didapatkan dari axial coding. Diagram akan dibentuk untuk menjelaskan konsep utama yang menjadi hasil studi. Narasi juga akan diberikan untuk memberikan penjelasan mengenai makna dari setiap kategori dan sub kategori, dan penjelasan mengenai hubungan yang melingkupi kategori-lategori tersebut.

1.5 Metodologi Tahap Sintesis

Tahap sintesis menggunakan metodologi design science research. Pada prinsipnya metodologi ini berusaha menghasilkan pengetahuan melalui proses pembuatan artifak (proses pembangunan dan evaluasi artifak melalui beberapa iterasi berulang) [3]. Harus ada artifak yang dihasilkan di akhir penelitian. Artifak dapat berupa construct (istilah-istilah konseptual dalam sebuah domain tertentu), model (sebuah proposisi yang menggambarkan hubungan antar construct), method (sekumpulan langkah untuk memanipulasi construct sehingga model solusi dihasilkan), instantiation (upaya pengaplikasian construct, model, dan method di dunia nyata), atau better theory (revisi pengetahuan yang sudah ada yang dihasilkan dari proses yang mirip dengan experimental natural sciences).

Metode design science research ditunjukkan pada gambar I.2. Metode diawali dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Tahap selanjutnya adalah proses pembentukan usulan solusi untuk menjawab masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada (existing knowledge / theory base). Pada proses development artifak akan dibangun

(13)

berdasarkan usulan-usulan yang dibuat sebelumnya. Evaluasi berusaha mengetahui kelayakan artifak dalam menyelesaikan masalah melalui metode observasi (case study, field study), analisis (static analysis, architecture analysis, optimization, dynamic analysis), eksperimen (controlled experiment, simulation), pengujian (functional / black box, structural / white box), atau deskriptif (informed argument, scenarios) [16].

Gambar I.2 Metode sintesis

Sumber: ---, Design Research in Information Systems, http://isworld.org/researchdesign/, diakses pada tanggal 5 Februari 2007 1.6 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini bukanlah sebuah teori final baik untuk tujuan penelitian pertama, maupun untuk tujuan kedua. Untuk menghasilkan teori final, pada tahap analisis dibutuhkan konteks-konteks penelitian yang bervariasi sehingga dapat mengidentifikasi keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan sistem informasi beradaptasi terhadap perubahan strategi bisnis. Karena pada penelitian ini baru digunakan satu konteks penelitian saja, maka syarat kondisi saturasi sesungguhnya yang dibutuhkan oleh metode grounded theory pada tahap analisis belum dipenuhi. Penelitian ini dapat dianggap berupa penelitian awal dalam upaya menghasilkan keseluruhan faktor, dan usulan daur hidup sistem informasi yang dapat menjawab faktor-faktor tersebut.

Gambar

Gambar I.1 Metode analisis
Gambar I.2 Metode sintesis

Referensi

Dokumen terkait

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

NIP.. في طلخا نف ملعت : ةلاسرلا فاونع دهعلدا حلافلا راد كي أ فاكنوسكنوس تاراهم في ةيبرعلا ةغللا ملعت ىلع بلاطلا ةردق تُستح لىإ ةساردلا