• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Belut Sawah

Belut sawah biasanya hidup di tempat yang berlumpur tetapi pada kolam budidaya belut ditempatkan pada tong besar. Belut diberi media irisan batang pisang yang berfungsi melindungi diri dari sinar matahari langsung. Ukuran dan berat belut sawah (Monopterus albus) yang dijadikan sampel disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Ukuran dan berat belut sawah (Monopterus albus) sampel

No. Parameter Satuan Nilai

1. Panjang cm 42,63 ± 2,03

2. Diameter cm 1,05 ± 0,13

3. Lingkar badan cm 5,07 ± 0,37

4. Berat G 62,27 ± 8,59

Keterangan: sampel 30 ekor belut sawah

Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh data belut (Monopterus albus) yang terdiri dari beberapa parameter yaitu panjang, diameter, lingkar badan, dan berat. Belut memiliki panjang rata-rata 42,63 cm, diameter rata-rata 1,05 cm, lingkar badan rata-rata 5,07 cm, dan bobot rata-rata 62,27 g. Perbedaan ukuran dan bobot dari belut dipengaruhi oleh pertumbuhan. Menurut Metusalach (2007),

pertumbuhan suatu biota dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah habitat, musim, suhu perairan, jenis makanan yang

tersedia, dan faktor lingkungan lainnya sedangkan faktor internal adalah umur, ukuran, jenis kelamin, kebiasaan makan, dan faktor biologis lainnya.

Belut yang telah diukur kemudian dipreparasi dan hanya bagian daging belut yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Daging belut dipisahkan ke dalam dua bagian, yaitu daging segar dan daging goreng. Daging segar belut berwarna putih kemerahan karena sedikit tercampur darah dengan aroma spesifik

belut tanpa bau amis. Daging belut yang digoreng berwarna kecoklatan. Daging segar dan goreng kemudian dicacah kecil-kecil dan dibungkus dengan

aluminium foil dan dimasukkan ke dalam lemari pendingin untuk mencegah proses kemunduran mutu.

(2)

4.2 Rendemen

Rendemen merupakan persentase bagian tubuh pada bahan baku yang dapat dimanfaatkan, semakin tinggi nilai rendemen suatu bahan baku maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Perhitungan rendemen didasarkan pada persentase perbandingan bobot contoh dengan bobot total. Belut yang digunakan pada penelitian ini memiliki rendemen yang berbeda berdasarkan perlakuan yang diberikan yaitu belut segar dan belut goreng. Rendemen belut terdiri dari rendemen daging, kepala, jeroan, kulit, dan tulang. Nilai rendemen belut sawah segar disajikan pada Gambar 9.

55,09 10,12 9,69 10,39 14,72 0 10 20 30 40 50 60

Badan Kepala Jeroan Kulit Tulang

%

Gambar 9 Rendemen belut sawah segar

Belut sawah segar yang dibudidayakan di Desa Cipambuan, Bogor berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa rendemen terbesar terdapat pada

daging 55,09 %, tulang 14,72 %, kulit 10,39 %, kepala 10,12 %, dan jeroan 9,69 %. Komposisi rendemen daging yang besar menunjukkan bahwa belut

merupakan salah satu bahan baku yang menjanjikan untuk diolah lebih lanjut.

Rendemen tulang belut memiliki proporsi yang relatif tinggi yaitu sebesar 14,72 %. Hal ini dikarenakan tulang pada belut memanjang dari bagian akhir

kepala sampai pangkal ekor belut. Tulang ikan dapat dimanfaatkan lebih lanjut karena memiliki kandungan kalsium. Daging belut yang telah diprerasi kemudian digoreng.

(3)

Perlakuan penggorengan menyebabkan terjadinya penyusutan atau kehilangan berat (lost) sebesar 26 %. Pada waktu proses penggorengan berlangsung, terjadi pengurangan kadar air pada daging belut. Bersamaan dengan keluarnya air dari belut, komponen zat gizi lain juga berkurang yaitu protein, lemak, vitamin dan mineral. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai rendemen pada daging.

4.3 Komposisi Kimia Daging Belut Sawah

Analisis mengenai komposisi kimia suatu bahan pangan sangat penting dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut. Analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi kimia dari suatu bahan baku yaitu menggunakan analisis proksimat. Analisis proksimat adalah suatu analisis untuk mengetahui kandungann gizi yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Komposisi kimia meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak (Winarno 2008). Komposisi kimia belut sawah segar dan goreng disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia daging belut sawah segar dan goreng Komposisi kimia rata-rata (%) Segar Goreng Basis basah (%) Basis kering (%) Basis basah (%) Basis kering (%) Kadar air 78,90 0 23,47 0 Kadar abu 0,33 1,56 3,15 4,12 Kadar protein 15,90 75,32 55,47 72,48 Kadar lemak 0,12 0,58 11,52 15,05 Kadar karbohidrat 4,75 22,54 6,39 8,35

Semua bahan makanan memiliki kandungan kadar air yang berbeda-beda. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno 2008). Air dalam bahan dapat mempengaruhi nilai gizi bahan pangan sehingga perlu dilakukan perhitungan komposisi kimia bahan berupa abu, protein, lemak, dan karbohidrat tanpa adanya pengaruh air.

Komposisi kimia pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi perubahan

komposisi kimia pada belut segar dan belut setelah penggorengan.

Komposisi kimia yang paling banyak terdapat pada belut adalah protein. Belut segar memiliki kandungan air yang tinggi sedangkan kadar abu dan lemak

(4)

makanan seperti halnya pada belut. Proses penggorengan pada belut menaikkan komposisi kimia berupa abu dan lemak sedangkan air, protein, dan karbohidrat mengalami penurunan. Perhitungan karbohidrat pada daging belut segar dan goreng dilakukan dengan metode by difference.

4.3.1 Kadar air

Air merupakan komponen dasar dari suatu bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua jenis makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan kadar air dalam bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 2008). Kandungan air dalam produk perikanan diperkirakan sebesar 70-85 % (Nurjanah dan Abdullah 2010).

Kadar air pada belut segar sebesar 78,90 % sedangkan kadar air pada belut goreng mengalami penurunan menjadi 23,47 %. Tingginya kadar air dalam bahan diduga karena kemampuan suatu bahan untuk mengikat air yang disebut dengan

water holding capacity (Pearson dan Dutson 1997). Tingginya kadar air karena adanya air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat biasa dan keaktifan penuh (Winarno 2008).

Kandungan air belut yang telah digoreng mangalami penurunan, hal ini karena penggorengan dapat menyebabkan penguapan. Penguapan air akan semakin besar dengan semakin besarnya luas permukaan serta dengan semakin besarnya kandungan lemak. Terbebasnya air dalam jaringan dan terjadinya penyerapan medium minyak untuk mengisi kekosongan jaringan daging

menyebabkan teksturnya menjadi lembek (Zaitsev et al. 1969 dalam Suwandi 1990).

Penurunan kadar air yang terkandung dalam produk akibat perlakuan penggorengan disebabkan oleh terlepasnya molekul air dalam bahan. Hal ini berhubungan dengan pengaruh suhu yang diberikan yaitu semakin meningkat suhu maka jumlah rata-rata molekul air menurun dan mengakibatkan molekul berubah menjadi uap dan akhirnya terlepas dalam bentuk uap air (Winarno 2008).

4.3.2 Kadar abu

Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan

(5)

menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk

mengevaluasi nilai gizi suatu bahan pangan. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau yang dikenal sebagai kadar abu (Winarno 2008).

Mineral dalam bahan makanan ditentukan dengan pengabuan sehingga tidak mengandung nitrogen yang terdapat dalam protein (deMan 1997). Kadar abu pada belut segar adalah 1,45 % dan pada belut goreng adalah 4,12 %.Kandungan kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan yang bervariasi, baik macam maupun jumlahnya. Kandungan mineral dalam suatu bahan dapat meningkat ketika proses penggorengan karena minyak mengandung natrium atau kalium yang jumlahnya kurang dari 1 ppm (Choe dan Min 2007). Minyak kelapa sawit juga mengandung posfor, besi, dan cuprum (Hasibuan dan Nuryanto 2011). Kandungan abu dan komponennya tergantung pada jenis bahan dan proses pengabuannya (Sudarmadji dan Suhardi 1989 dalam Jacoeb et al. 2008).

Manusia memerlukan berbagai jenis mineral untuk metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas-aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan kerja enzim, memelihara keseimbangan asam basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel serta memelihara kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan (Almatsier 2006).

4.3.3 Kadar protein

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2008). Nilai protein yang terkandung dalam ikan berkisar antara 15-25 % (Nurjanah dan Abdullah 2010).

Kandungan protein segar dan goreng yang diperoleh dari hasil penelitian adalah 15,90 % dan 55,47 %. Kandungan protein menurut basis basah meningkat, hal ini dikarenakan terikatnya kandungan air dalam bahan sehingga protein naik secara proporsional. Komposisi kimia protein akan berbeda setelah dihilangkan

(6)

kadar airnya yaitu belut segar sebesar 75,32 % dan belut goreng sebesar 72,48 %. Kandungan protein mengalami penurunan akibat pemanasan. Suwandi (1990) menyatakan bahwa pemanasan dapat menyebabkan protein terkoagulasi dan terdenaturasi sehingga menjadi tidak larut.

Protein daging bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah (denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Pemanasan dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Reaksi-reaksi tersebut diantaranya adalah denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna dan pemutusan ikatan peptida. Perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan protein terkoagulasi dan terhidrolisis secara sempurna (Winarno 2008).

4.3.4 Kadar lemak

Lemak merupakan senyawa organik yang terdapat di alam yang tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut organik non polar dan merupakan

komponen utama dalam jaringan adipos (Arvanitoyannis et al. 2010).

Lemak berfungsi sebagai sumber energi, pembentuk jaringan adipose, asam-asam lemak esensial (Gaman dan Sherrington 1992), pembentuk struktur tubuh, menghemat pemakaian protein sebagai energi, pengemulsi, prekursor, dan penambah cita rasa (Suhardjo dan Kusharto 1987).

Proses penguraian lemak dan minyak dapat menyebabkan perubahan sensoris pada makanan misalnya warna dan aroma. Kerusakan lemak dan minyak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno 2008). Kandungan lemak segar dan goreng berdasarkan basis basah adalah 0,12 % dan 11,52 % sedangkan menurut basis kering adalah 0,58 % dan 15,05 %. Kandungan lemak belut segar dan belut goreng berbeda karena pada proses penggorengan ada pengaruh suhu dengan memakai minyak. Proses penggorengan dapat menambah kandungan lemak dan memperbesar penguapan (Zaitsev et al. 1969 dalam Suwandi 1990) karena minyak merupakan lemak cair (Winarno 2008).

Kandungan minyak yang masuk pada 100 gram bahan adalah 24 ml dengan proses penggorengan 180 °C selama 5 menit. Kandungan minyak ini dihitung

(7)

berdasarkan hasil pemakaian minyak sebelum dilakukan penggorengan dan setelah dilakukan penggorengan. Kandungan lemak ini akan mempengaruhi proporsi lemaknya sehingga lemak pada ikan yang telah digoreng akan lebih tinggi daripada ikan segar karena proses penggorengan dapat menyerap 40 % minyak (deMan 1997).

4.3.5 Analisis karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama. Jumlah kalori yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal. Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen yang terdapat di alam. Karbohidrat memiliki peranan dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Dalam tubuh, karbohidrat berfungsi mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008).

Kandungan karbohidrat pada ikan biasanya sangat sedikit yaitu berkisar antara 0,1-1 % (Nurjanah dan Abdullah 2010). Analisis by difference menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat belut segar berdasarkan basis basah adalah 4,75 % dan belut goreng adalah 6,39 % sedangkan berdasarkan basis kering belut segar adalah 22,54 % dan belut goreng adalah 8,35 %. Kandungan karbohidrat yang cukup besar pada belut menandakan bahwa belut dapat menyumbang kebutuhan energi yang besar. Kandungan energi yang dapat

disumbangkan dari belut segar sebesar 90,16 kkal dan belut goreng sebesar 25,35 kkal.

4.3.6 Asam lemak

Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang pada satu ujungnya mempunyai gugus hidroksil (COOH) dan pada ujung lainnya memiliki gugus metil (CH3) (Almatsier 2006). Nilai asam lemak

yang terdapat pada daging belut segar dan goreng didapatkan dengan cara membandingkan retention time standar asam lemak dengan retention time sampel yang diuji. Menurut Mcnair dan Bonelli (1988), retention time adalah waktu sejak penyuntikan sampai mencapai puncak maksimum.

Kandungan asam lemak jenuh pada belut segar adalah 25,2 % dan belut goreng adalah 35,53 %. Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal pada belut

(8)

segar adalah 14,7 % dan belut goreng adalah 36,51 %. Kandungan asam lemak tak jenuh jamak pada belut segar adalah 12,40 % dan belut goreng adalah 12,88 %. Variasi asam lemak pada organisme perairan dapat dipengaruhi oleh pergantian musim, letak geografis, salinitas lingkungan (Ozyurt et al. 2006), dan perlakuan yaitu hidup bebas di alam atau dibudidayakan (Kandemir dan Polat 2007).

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Penggorengan dapat meningkatkan ataupun menurunkan kandungan asam lemak jenuh pada belut. Diagram batang profil asam lemak jenuh pada belut sebelum dan setelah proses penggorengan dengan tiga kandungan tertinggi disajikan pada Gambar 10.

2,24 12,83 5,13 0,94 29,9 3,82 0 5 10 15 20 25 30 35

Miristat Palmitat Stearat

%

Gambar 10 Diagram batang profil asam lemak jenuh pada belut sawah: ( ) sebelum; ( ) setelah

Kandungan asam lemak jenuh yang paling tinggi pada belut segar dan goreng adalah asam palmitat dengan nilai masing-masing adalah 12,83 % dan 29,90 %. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al. (1994) yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh paling banyak pada belut segar. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu 15-50 % dari seluruh asam-asam lemak yang ada (Winarno 2008).

Asam palmitat juga merupakan komponen utama dalam asal lemak jenuh yaitu 53-65 % dari total asam lemak jenuh (Ozugul dan Ozugul 2007). Kandungan asam lemak palmitat yang meningkat setelah proses penggorengan

(9)

dapat disebabkan oleh tercampurnya asam palmitat yang berasal dari minyak dan penurunan kadar air. Kandungan asam palmitat pada minyak kelapa sawit sekitar 42,6 % (Abiona et al. 2011). Kandungan asam palmitat yang meningkat sesuai dengan penelitian yang dilakuakan oleh Alireza et al. (2010) yaitu asam palmitat pada minyak dapat meningkatkan setelah proses deep fat frying.

Kandungan asam stearat dan miristat mengalami penurunan setelah proses penggorengan. Proses penggorengan akan menghasilkan senyawa-senyawa karbonil. Hal ini didukung oleh penelitian Gladyshev et al. (2006) tentang pengaruh pengolahan terhadap kandungan asam lemak jenuh ikan salmon (Oncorhynchus gorbuscha) yang menyatakan bahwa senyawa-senyawa karbonil yang terbentuk selama pengolahan berasal dari pembentukan produk-produk lipida yang teroksidasi. Diagram batang profil asam lemak tak jenuh pada belut sebelum dan setelah proses penggorengan dengan tiga kandungan tertinggi disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Diagram batang profil asam lemak tak jenuh pada belut sawah: ( ) sebelum; ( ) setelah

Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal yang paling tinggi pada belut segar dan goreng adalah asam oleat dengan nilai masing-masing 11,54 % dan 35,85 %. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al. (1994) yang menyatakan bahwa asam oleat merupakan asam tak lemak jenuh

11,54 4,22 2,14 35,85 10,45 0,18 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Olea t Linolea t Ara kidona t

(10)

paling banyak pada belut segar. Asam oleat merupakan asam lemak paling banyak dalam asam lemak jenuh tunggal yaitu 52-79 % dari total asam lemak tak jenuh tunggal (Ozugul dan Ozugul 2007).

Kandungan asam lemak oleat dan linoleat yang meningkat setelah proses penggorengan dapat disebabkan oleh tercampurnya asam oleat dan linoleat yang berasal dari minyak dan penurunan kadar air. Kandungan asam oleat pada minyak kelapa sawit sekitar 30,91 % dan asam linoleat sebesar 9,23 %. Kadar asam lemak

oleat dan linoleat dapat meningkat selama proses penggorengan (Abiona et al. 2011). Asam oleat memiliki fungsi di dalam tubuh adalah sebagai

sumber energi, sebagai zat antioksidan untuk menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol dan media pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kekurangan asam oleat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada penglihatan, menurunnya

daya ingat serta gangguan pertumbuhan sel otak pada janin dan bayi (Peddyawati 2008).

Asam lemak tak jenuh linoleat adalah asam tidak jenuh ikatan majemuk yang esensial untuk tubuh. Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang tidak bisa disintesa oleh tubuh kita karenanya perlu diberikan dari luar melalui makanan. Di dalam tubuh asam linoleat berperan dalam pertumbuhan, pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol dan menurunkan tekanan darah. Defisiensi asam linoleat dapat menyebabkan kemampuan reproduksi menurun, gangguan pertumbuhan dan rentan terhadap infeksi (Iskandar et al. 2010).

Kandungan asam arakidonat mengalami penurunan setelah proses penggorengan. Hal ini dapat disebabkan oleh dekomposisi oksidatif pada asam lemak tidak jenuh selama proses pemanasan pada suhu tinggi lebih mudah terjadi karena ikatan rangkapnya lebih mudah diserang oleh oksigen (Winarno 2008). Rahman et al. (1994) menyatakan bahwa asam arakidonat adalah prekursor prostaglandin dan thromboxan yang akan mempengaruhi proses pembekuan darah dan membawa ke jaringan endotel selama penyembuhan luka. Asam arakidonat juga memainkan peran dalam pertumbuhan.Diagram batang profil EPA dan DHA pada belut sebelum dan setelah proses penggorengan dengan tiga kandungan tertinggi disajikan pada Gambar 12.

(11)

Gambar 12 Diagram batang profil EPA dan DHA pada belut sawah: ( ) sebelum; ( ) setelah

Asam lemak linolenat merupakan prekursor asam lemak omega-3 yang dijumpai dalam tubuh manusia yaitu EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid). Menurut Ozugul dan Ozugul (2007) keragaman komposisi asam lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, ketersediaan pakan, umur, habitat dan ukuran. Kandungan DHA yang lebih tinggi pada belut yang diuji sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Razak et al. (2001) yaitu kandungan minyak dari belut memiliki kandungan DHA yang lebih tinggi daripada EPA.

Kandungan EPA dan DHA setelah proses penggorengan mengalami perbedaan yaitu EPA yang mengalami kenaikan setelah proses penggorengan

sedangkan DHA mengalami penurunan setelah proses penggorengan. EPA merupakan turunan oksidatif dari asam arakidonat (Lily 2009). Asam arakidonat dapat mengalami oksidasi selama proses pemananasan

(Winarno 2008). Kenaikan EPA setelah proses pemanasan dapat disebabkan oleh perubahan asam arakidonat menjadi EPA akibat proses pemanasan.

Asam lemak esensial seperti DHA (docosahexaenoic acid) sensitif terhadap sinar, suhu dan oksigen, hal inilah yang menyebabkan kandungan DHA pada belut mengalami penurunan. Hal ini didukung oleh penelitian Arias et al. (2003) tentang pengaruh metode pengolahan yang berbeda terhadap komposisi kimia dan

(12)

kandungan asam lemak Sardine pilchardus yang menyatakan bahwa kandungan DHA mengalami penurunan setelah dilakukan pengolahan dengan panas.Ozugul

et al. (2006) menyatakan bahwa DHA sangat penting bagi perkembangan otak

dan mata juga dalam mencegah penyakit kardiovaskular. Kandungan asam lemak belut dan minyak goreng secara lengkap disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan asam lemak pada belut sawah (Monopterus albus)

Asam Lemak Belut Segar (% w/w) Belut Goreng (% w/w) Minyak Kelapa Sawit* Asam lemak jenuh

Capric (C10:0) 0,02 0,02 - Undecanoic (C11:0) 0,02

-

-

Lauric (C12:0) 1,93 0,17 - Tridecanoic (C13:0) 0,53

-

-

Myristic (C14:0) 2,24 0,94 0,88 Pentadecanoic (C15:0) 0,72 0,06 - Palmitic (C16:0) 12,83 29,90 42,6 Heptadecanoic (C17:0) 0,85 0,13 - Stearic (C18:0) 5,13 3,82 8,13 Arachidic (C20:0) 0,28 0,32 0,29 Heneicosanoic (C21:0) 0,07 - - Behenic (C22:0) 0,26 0,06 - Tricosanoic (C23:0) 0,10 - - Lignoceric (C24:0) 0,22 0,11 -

Asam lemak tak jenuh tunggal

Myristoleic (C14:1) 0,04 - - Palmitoleic (C16:1) 1,88 0,33 - Cis-10-Heptadecanoic (C17:1) 0,40 0,06 - Elaidic (C18:1n9t) 0,18 0,08 - Oleic (C18:1n9c) 11,54 35,85 30,91 Cis-11-Eicosenoic (C20:1) 0,54 0,19 0,35 Nervonic (C24:1) 0,12 - -

Asam lemak tak jenuh jamak

Linoleic (C18:2n6c) 4,22 10,45 9,23 g-Linoleic (C18:3n6) 0,19 - - Linolenic (C18:3n3) 1,13 0,28 - Cis-11,14-Eicosedienoic (C20:2) 0,74 0,13 0,26 Eicosentrienoic (C20:3n6) 0,72 0,04 - Eicosentrienoic (C20:3n3) 0,58 0,04 - Arachidonic (C20:4n6) 2,14 0,18 - Docosadienoic (C22:2) 0,07 0,02 - EPA (C20:5n3) 0,29 1,42 - DHA (C22:6n3) 2,32 0,32 -

(13)

Perubahan asam lemak di dalam metabolisme tubuh baik berupa desaturasi dan elongasi disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Metabolisme asam kemak

Sumber: O’Keefe (2002)

4.3.7 Kolesterol

Kolesterol merupakan substrat yang tidak larut air untuk pembentukan beberapa zat esensial, yaitu sintesa asam empedu yang penting untuk penyerapan lemak serta hormon seperti testosteron, estrogen, dihydroepidanrosterone, progesteron dan kortisol. Bersama-sama dengan paparan sinar matahari, kolesterol dibutuhkan untuk menghasilkan vitamin D. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati tetapi jika produksi kolesterol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh arteri (Colpo 2005).

Analisis kandungan kolesterol dilakukan untuk mengetahui kandungan kolesterol pada belut. Hasil analisis kandungan kolesterol belut segar dan belut goreng disajikan pada Gambar 14.

(14)

Gambar 14 Kandungan kolesterol belut sawah: ( ) basis basah; ( ) basis kering

Kandungan kolesterol rata-rata belut segar adalah 30,15 mg/100 gram dan belut goreng adalah 170,44 mg/100 gram. Selama proses pengolahan terjadi perubahan terhadap komponen lemak, yaitu asam lemak dan kadar kolesterol. Proses penggorengan dapat menambah kandungan lemak dan memperbesar penguapan (Zaitsev et al. 1969 dalam Suwandi 1990)karena minyak merupakan lemak cair (Winarno 2008). Pada proses penggorengan, volume minyak yang masuk ke dalam 100 gram bahan adalah 24 ml yang didapatkan dari selisih volume minyak sebelum dan setelah penggorengan. Kandungan lemak yang bertambah pada bahan pangan dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolesterol pada bahan tersebut. Abiona et al. (2011) menyatakan kandungan asam lemak jenuh pada minyak kelapa dapat meningkatkan kandungan kolesterol pada bahan yang digoreng. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak kelapa sebesar 59,24 %.

Minyak kelapa sawit yang digunakan mengandung pitosterol. Pitosterol mengandung 28-29 atom steroid alkohol. Pitosterol dan kolesterol

memiliki struktur yang sama tetapi pitosterol memiliki tambahan metil atau etil pada rantai cabangnya. Pitosterol utama dalam minyak kelapa sawit adalah

sitosterol 350-410 µg/g minyak, campesterol 140-180 µg/g minyak, stigmasterol 70-100 µg/g minyak, dan avenasterol 0-30 µg/g minyak (Tabee 2008).

30,15 170,44 142,89 222,71 0 50 100 150 200 250 segar goreng %

(15)

Liebermann - Buchard Colour Reaction yang digunakan dalam menghitung

kadar kolesterol pada sampel merupakan metode dengan tahap ekstraksi. Metode ini menghitung kadar kolesterol dan sterol lain yang terkandung dalam

bahan (Kenny 1952). Hal ini memungkinkan terhitungnya sterol lain dalam bahan selain kolesterol. Sterol lain yang terhitung dapat berasal dari sterol-sterol yang terdapat dalam minyak goreng. Variasi kolesterol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu air, lokasi geografis, dan musim (Sampaio et al. 2006). Perbandingan kadar kolesetrol belut dengan komoditas perikanan lain disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan kolesterol beberapa komoditas lainnya No. Jenis makanan Kolesterol (mg/100 g)

1. Fresh water clam 125

2. Short necked clam 76

3. Hard clam 69

4. Japanese oyster 76

5. Scallap 50

6. Udang 132

7. Kepiting 53

8. Telur ayam (kuning telur) 1030

9. Daging sapi 54

10. Tuna 50

11. Skipjack 64

Gambar

Tabel 3 Komposisi kimia daging belut sawah segar dan goreng  Komposisi  kimia rata-rata  (%)  Segar  Goreng Basis basah (%) Basis kering (%) Basis basah (%)  Basis kering (%)  Kadar air   78,90  0  23,47  0  Kadar abu   0,33  1,56  3,15  4,12  Kadar protei
Gambar 12 Diagram batang profil EPA dan DHA pada belut sawah:
Tabel 4 Kandungan asam lemak pada belut sawah (Monopterus albus)
Gambar 13 Metabolisme asam kemak

Referensi

Dokumen terkait

a) Dengan naiknya derajat korelasi di antara variabel-variabel bebas, penaksir-penaksir OLS masih bisa diperoleh, namun kesalahan- kesalahan baku (standard

PP ini berdampak luas pada berbagai aspek seperti efek domino (saling berpengaruh dan berkaitan), yaitu orang tua menjadi kurang memprioritaskan PAUD bagi anak balitanya,

Mrpk salah satu cara pengumpulan data pd penelitian kualitatif, tp dpt jg digunakan pd studi kuantitatif.. Contoh : Pengamatan kondisi rumah, Pelayanan IUD, dll Keuntungan : Hasil

And he proceeded to relate what had happened — how the Sword of Leah had been shattered in their escape from the Pit and its Shadowen, how the Federation had tracked them to the Jut

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelasaikan pembuatan karya ilmiah dalam bentuk

Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan penyertaan, tuntunan, pertolongan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas salep ekstrak daun sirsak pada luka yang terinfeksi bakteri Staphylococcus aureus dan untuk mengetahui perbedaan efektivitas

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan oleh peneliti pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa peneliti telah berhasil melakukan