• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rencana Pola Ruang. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu 4-1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rencana Pola Ruang. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu 4-1"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Rencana Pola Ruang

Rencana pola ruang berisi rencana distribusi subzona peruntukan yang antara lain meliputi zona lindung, zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya, zona perlindungan setempat, dan zona budidaya seperti zona perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran, industri, dan RTH, ke dalam blok-blok. Konsep rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam BWP dan perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan pelestarian fungsi lingkungan. Konsep rencana pola ruang dirumuskan dengan kriteria: a) Mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW;

b) Memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan;

c) Memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada BWP; termasuk dampak perubahan iklim; dan

d) Menyediakan RTH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.

Konsep rencana pola ruang RDTR BWP Sedayu terdiri atas: a. Zona lindung yang meliputi:

1) zona yang memberikan perlindungan terhadap zona dibawahnya yang meliputi zona resapan air;

2) zona perlindungan setempat yang meliputi: sempadan sungai, dan zona sekitar mata air;

3) zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan pemakaman;

4) zona suaka alam dan cagar budaya;

5) zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan tanah longsor, kekeringan, dan gempa bumi; dan

6) zona lindung lainnya. b. Zona budidaya yang meliputi:

1) Zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan tinggi (R2), sedang (R3), dan rendah (R4); zona perumahan juga dapat dirinci berdasarkan kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan tradisional, rumah sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah;

(2)

2) Zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret dan perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan sebagainya); 3) Zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta; 4) Zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi: sarana pelayanan umum

pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan umum kesehatan, sarana pelayanan umum olah raga, sarana pelayanan umum sosial budaya, dan sarana pelayanan umum peribadatan;

5) Zona industri, yang meliputi industri kecil,dan aneka industri;

6) Zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang antara lain meliputi zona pertanian, peternakan/perikanan.

Tabel 4.1. Klasifikasi Rencana Pola Ruang BWP Sedayu

No. Kawasan Zona Kode Sub Zona Kode

1. Kawasan Lindung

Sempadan PS Sempadan Sungai PS-1

Sempadan Rel Kereta Api PS-6 Ruang Terbuka Hijau RTH Taman Kelurahan/Desa RTH-3 Taman Kecamatan RTH-4 Pemakaman RTH-15 2. Kawasan Budidaya

Perumahan R Perumahan Kepadatan Tinggi R2

Perumahan Kepadatan Sedang R3 Perumahan Kepadatan Rendah R4 Perdagangan dan

Jasa

K Perdagangan dan Jasa Tunggal K-1 Perdagangan dan Jasa Deret K-3

Perakntoran KT Perkantoran Pemerintah KT-1

Perkantoran Swasta KT-2

Sarana

Pelayanan Umum

SPU Sarana Pendidikan SPU-1

Sarana Transportasi SPU-2

Sarana Kesehatan SPU-3

Sarana Peribadatan SPU-6

Industri I Industri Kecil-Menengah I-3

Aneka Industri I-4

Peruntukan Lainnya

PL Pertanian Tanaman Pangan PL-1A Pertanian Holtikultura PL-1B Peternakan/Perikanan PL-1C Peruntukan

Khusus

KH Militer/Kepolisian KH-1

Depo Migas Pertamina KH-5

Sumber: Analisis, 2014

4.1. Kawasan Lindung

Kawasan lindung yang ada di BWP Sedayu ada beragam jenis, yaitu: kawasan sempadan sungai, sempadan infrastruktur, dan sempadan mata air. Peningkatan pengetahuan untuk perencanaan makro wilayah beserta sosialisasi hukum khususnya mengenai kawasan lindung harus terus digemakan karena kebanyakan persoalan lingkungan hidup justru berawal dari ketidak mengertian masyarakat. Sanksi dari setiap pelanggaran terhadap perusakan, penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan

(3)

seolah-olah tidak cukup berarti untuk mendidik masyarakat. Rekayasa sosial dibutuhkan agar setiap orang dan sejak kecil diberikan etika untuk menghormati aspek-aspek lingkungan hidup.

4.1.1. Sempadan Sungai

Zona sempadan sungai adalah daerah di sepanjang aliran sungai. Sungai merupakan bentukan topografi yang fungsinya adalah sebagai penerima, penampung dan mengalirkan air dari wilayah hulu hingga ke hilir. Sempadan sungai di BWP Sedayu perlu dilestarikan dengan garis sempadan sungai. Lokasi-lokasi daerah sempadan sungai di BWP Sedayu antara lain sepanjang aliran Sungai Progo dan Sungai Konteng. Sungai Progo yang melalui tepian Dusun Tapen, Klangon, Kalijoho di Desa Argosari, dan Dusun Cawan, Bakal, Demangan Sungapan di Desa Argodadi. Sungai Konteng melalui Dusun Gubug, Jaten, Jurug, Gayam, Kelakan, Semampir, Sundi Kidul, Senowo, Sumberan, Selo Gedong, Sungapan, Desa Argorejo dan Argodadi.

Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang mempunyai kedalaman <3 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 m - 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan; Sungai yang mempunyai kedalaman > 20 m, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 30 m dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Mengacu pada Peraturan Bupati Bantul No. 35 Tahun 2011 tentang Garis Sempadan, maka penetapan sempadan di BWP Sedayu adalah:

1. Untuk Sungai Progo ditetapkan garis sempadan sungai sebesar 100 m dari tepi sungai.

2. Sungai Timoho, Krusuk dan Konteng ditetapkan sempadan sungainya 50 m dari tepi sungai.

Muka air maksimum

Garis longsoran

Muka air normal

Tepi sungai Sempadan sungai

(4)

Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai di BWP Sedayu sebagai berikut:

a. Tidak memberikan izin pendirian bangunan (IMB) pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun.

b. Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun, masih diperbolehkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.

c. Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan lahan secara luas seperti pemasangan papan reklame/pengumuman, pemasangan pondasi dan rentangan kabel listrik, pondasi jembatan, dan sejenisnya masih bisa diperbolehkan.

d. Kegiatan atau bentuk bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan.

e. Kegiatan lain yang memperkuat fungsi perlindungan kawasan sempadan sungai tetap boleh dilaksanakan tapi dengan pengendalian agar tidak mengubah fungsi di masa mendatang.

Pentingnya perlindungan mata air minimal 200 meter mengelilingi tepian mata air merupakan pengetahuan tentang perencanaan makro sebuah wilayah yang belum menjadi kebutuhan sehingga banyak rumah yang dibangun justru mendekati sumber mata air. Banyak mata air yang berada di tanah penduduk yang dapat diprediksikan pekarangan itu akan semakin mengecil karena pola bagi waris, akibatnya tidak akan lama lagi setiap mata air akan dikelilingi dengan perumahan.

Beberapa mata air yang ada di BWP Sedayu perlu segera dilestarikan dengan penanaman pohon pelestari air seperti Gayam, Aren dan Ficus Sp. Lahan sekitar tepi mata air berbentang 200 m harus bebas dari bangunan dan dipadati dengan pepohonan pelestari air. Mata air yang perlu dilindungi adalah: Tuk Krantil, Tuk Sumurgede, Tuk Gayam, Tuk Tirtomulyo, Tuk Porong, Tuk Murtelu, Tuk Gunungpolo.

4.1.2. Sempadan Rel Kereta Api

Zona sempadan rel kereta api adalah kawasan yang berada sepanjang garis rel kereta api yang dibatasi oleh sempadan rel kereta api luar berupa pengamanan rel kereta api, yang dalam hal ini dikelola oleh Perumka. Beberapa wilayah di BWP Sedayu khususnya di bagian utara yang dilintasi oleh jalan rel kereta api lintas selatan Pulau Jawa antara lain di Dusun Tapen, Botokan, Jaten, Jurug dan Sedayu di Desa Argosari dan Dusun Panggang, Watu, Samben dan Sengonkarang di Desa Argomulyo. Kawasan sempadan rel kereta api di BWP Sedayu dibatasi oleh batas luar ruang milik jalan rel kereta (RUMIJA) yaitu sesuai dengan sumbu rel kereta api; ruang manfaat jalan rel kereta api (RUMAJA); dan ruang pengawasan jalan rel kereta api (RUWASJA). Sempadan rel kereta api merupakan daerah yang bebas bangunan dan tidak boleh dilanggar demi keselamatan para pengguna kereta api ataupun para penghuni bangunan permukiman

(5)

tersebut. Beberapa bentuk aturan untuk pengelolaan sempadan jalan rel kereta api, antara lain:

o Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus;

o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul;

o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan;

o Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api;

o Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan.

Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak > 11 m;

o Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m;

o Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur–angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.

Tabel 4.2. Zona Perlindungan Setempat (PS) di BWP Sedayu (Ha) Zona

PS

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

PS-1 37,47 37,36 9,17 18,08 30,52 40,91 44,53 69,80 37,47 4,28 - 329,62

Sumber: Rencana, 2014

4.1.3. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, tipologi RTH kota adalah RTH Publik dan RTH Privat, dimana RTH Publik pengelolaannnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, dan RTH Privat pengelolaannya oleh masyarakat. Dalam peraturan tersebut terdapat ketentuan kawasan ruang terbuka hijau perkotaan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan yang terdiri dari Ruang Terbuka Hijau publik 20% (dua puluh persen) dan Ruang Terbuka Hijau privat 10% (sepuluh persen).

(6)

1) Fasilitas berupa ruang terbuka hijau telah ditentukan paling rendah 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan, meliputi 20% (dua puluh persen) ruang terbuka hijau publik dan 10% (sepuluh persen) ruang terbuka hijau privat. Untuk itu perlu ditentukan RTH pada pekarangan rumah, halaman kantor, taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, hutan kota, jalur hijau, sempadan sungai dan pemakaman.

2) Lahan berupa Pekarangan rumah, dengan memanfaatkan prosentasi lahan yang tidak terbangun atau luas RTH minimum yang diharuskan adalah luas lahan dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat. Secara teoritis tiap anggota keluarga dapat diimbangi dengan dua pohon dewasa, maka jumlah pohon pelindung yang harus disediakan 1-3 pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput, tergantung besar kecilnya rumah/pekarangan.

3) Halaman Perkantoran, Pertokoan dan Tempat Usaha ditetapkan mempunyai KDB 70%-90% sehingga diperlukan penambahkan tanaman dalam pot; Perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB diatas 70%, memiliki minimal 2 (dua) pohon kecil atau sedang yang ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm; Persyaratan penanaman pohon pada perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB dibawah 70%, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, dan ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan.

4) RTH Taman RT, sesuai dengan SNI ditetapkan dengan luas minimal 1 m2 per penduduk, atau mempunyai luas minimal 250 m2. Lokasi berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani GSB minimal 10 meter.Luas area yang ditanami (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

5) RTH Taman RW, luas taman minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius < 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Selain ditanami berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

6) RTH Taman Kelurahan ditetapkan mempunyai luas minimal 0,30 m2 per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Selain ditanami berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung dari jenis

(7)

pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.

7) RTH Taman Kecamatan dengan luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m2. Lokasi berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Selain ditanami berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif.

8) RTH Taman Kota dengan luas taman minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Dapat berbentuk lapangan hijau yang dilengkapi fasilitas rekreasi dan oleh raga, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 80% - 90%. RTH Hutan Kota mempunyai Luas areal yang ditanaman 90-100% dari luas total hutan kota. Bentuk dapat bergerombol/menumpuk, menyebar, atau bentuk jalur. 9) Ruang Terbuka Hijau untuk Jalur Hijau Jalan, penempatan tanaman antara 20–30%

dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. 10) RTH Fungsi Tertentu seperti RTH Sempadan Rel Kereta Api.

11) RTH pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total area pemakaman.

Tabel 4.3. Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) di BWP Sedayu (Ha) Zona

RTH

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

RTH-3 - 0,19 - - - - 0,55 2,08 - - - 2,81

RTH-4 32,38 15,97 6,56 14,83 11,51 8,82 4,37 18,54 13,14 8,83 0,07 135,03 RTH-15 0,60 2,22 0,84 1,23 0,65 0,89 0,88 1,20 1,42 0,70 0,34 10,98

Sumber: Rencana, 2014

4.1.4. Cagar Budaya

Cagar budaya yang ada di BWP Sedayu dapat ditetapkan dari peninggalan bangunan yang mempunyai nilai histori, berumur lebih dari 50 tahun, mewakili arsitektur yang unik, atau mewakili kejamakan dari arsitektur tradisional yang masih ada. Rumah Cagar Budaya yang telah ditetapkan dalam perkembangannya dapat mengalami perubahan baik perubahan fungsi dari rumah tinggal menjadi kantor, museum, gudang dan lain sebagainya, berubah menjadi fasilitas publik maupun komersial. Perubahan ini berdampak kepada perubahan spasial (peruangan) dan perubahan elemen fisiknya. Selain itu perubahan terjadi pula pada susunan ruang dengan penyekatan-penyekatan, perubahan Tipologi Bangunan dan Fungsi bangunan, fungsi jalan, dan fungsi pelataran. Arahan untuk pengendalian fungsi cagar budaya di BWP Sedayu, antara lain:

(8)

1) Penetapan peraturan terakait konservasi cagar budaya 2) Pengendalian cagar budaya terhadap dampak bencana 3) Pengelolaan dan perawatan yang dilakukan secara berkala

4) Pengendalian terhadap kegiatan diluar fungsi utama yang lebih menjanjikan secara ekonomi dan sebagai kawasan sebagai tempat tujuan wisata.

Perubahan ini cenderung memutuskan kearifan budaya lokal/Jawa dan meningkatnya luas bangunan atau koefisien dasar bangunan. Oleh karena itu dibutuhkan pedoman agar perubahan tersebut masih menjaga kontinuitas visual atau kontinuitas budaya material.

4.1.5. Kawasan Rawan Bencana

BWP Sedayu seperti wilayah lain di Kabupaten Bantul juga mempunyai potensi terjadinya bencana. Ancaman bencana tersebut adalah:

1) Adanya rawan longsor di pinggiran Sungai Progo dan Koteng yang disebabkan karena adanya pengikisan tanah oleh sungai, daerah yang terkena pengikisan ini adalah Dusun Demangan.

2) Rawan terhadap bencana gempa bumi, daerah yang mengalami bencana gempa paling parah di BWP Sedayu tahun 2006 adalah Dusun Sungapan dan Dusun Senowo (dalam jalur sesar Opak dan Progo).

3) Adanya alih fungsi lahan pada daerah pertanian yang produktif menjadi lahan terbangun. Ini dikarenakan lahan pertanian kering, tidak teraliri oleh saluran irigasi sehingga dimanfaatkan sebagi lahan terbangun. Peralihan ini dapat mengakibatkan pencemaran air maupun tanah.

4) Kawasan rawan kekeringan di Kabupaten Bantul terdapat di sebagian BWP Sedayu. Strategi memantapkan dan upaya menyelamatkan manusia serta kegiatan hidupnya terutama pada kawasan rawan bencana meliputi:

a) mengendalikan pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis dan ancaman bencana;

b) memanfaatkan kawasan rawan bencana yang terlarang untuk dibangun sebagai ruang terbuka hijau; dan

c) merencanakan pola ruang yang mewadahi prinsip-prinsip mitigasi bencana, antara lain berupa penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana dari permukiman penduduk.

4.2.

Kawasan Budidaya

4.2.1. Perumahan

Zona perumahan yang lokasi menyebar di 3 sub bagian wilayah BWP Sedayu dapat dibedakan antara perumahan baru yang dihuni masyarakat pendatang dan pada umumnya bekerja di KPY Yogyakarta, sehingga pendatang dapat pula sebagai komuter antara Sedayu – Yogyakarta. Yang kedua, tipe perumahan yang dihuni oleh masyarakat setempat

(9)

yang bentuk rumahnya telah mengikuti kecenderungan rumah-rumah kota, dan yang ketiga adalah perumahan tradisional yang dihuni masyarakat setempat tetapi bentuk rumahnya tetap masih mempertahankan rumah tradisional Jawa.

Lokasi perumahan yang berada di wilayah administrasi BWP Sedayu harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, dengan kriteria sebagai berikut:

a. kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas bangunan pada area bandara, daerah dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;

b. kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di atas ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam. Pengenalan program STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dapat mereduksi terjadinya penyakit akibat lingkungan yang kotor; c. kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas),

kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia);

d. kriteria keindahan/keserasian/keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh sungai/kali dan sebagainya; e. kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan

fisik/pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;

f. kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana-utilitas lingkungan; dan

g. kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/lokal setempat.

Penataan kawasan budidaya perumahan dapat dikendalikan dengan pengaturan fungsi dan perpetakan pekarangan. Semakin kecil sebuah pekarangan maka akan semakin tinggi pemilik tanah melanggar peraturan tentang kawasan tersebut. Perpetakan bangunan dimaksudkan untuk menjaga agar batas pekarangan lebih jelas, sehingga pengaturan pembangunan dapat dilaksanakan dengan mudah. Perpetakan juga membantu pemiliknya untuk menjaga kebersihan dan memperjelas teritorinya. Rencana perpetakan bangunan dimaksudkan untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk

(10)

kawasan BWP Sedayu dan efesiensi pemanfaatan ruang. Rencana perpetakan hanya diberlakukan terhadap terjadinya fragmentasi/pemecahan tanah, baik karena di jual maupun karena pewarisan. Klasifikasi perpetakan diatur sebagai berikut:

 klasifikasi I (> 2500 m2);  klasifikasi II (1000 – 2500 m2);  klasifikasi III (600 – 1000 m2);  klasifikasi IV (250 – 600 m2); dan  klasifikasi V (100 – 250 m2).

Pengaturan secara umum permukiman di BWP Sedayu agar sesuai dengan kriteria penataan ruang adalah sebagai berikut:

1) Kecukupan sarana prasarana umum yang dihitung dari jumlah penduduk, luas wilayah dan penyebarannya. Fasilitas tersebut adalah:

a. Fasilitas pendidikan, b. Fasilitas kesehatan, c. Fasilitas perdagangan, d. Fasilitas kesehatan, e. Fasilitas peribadatan,

f. Fasilitas sosial berupa gedung serba guna.

2) Bagi perumahan baru tetap mempertimbangkan perumahan berimbang (1:2:3) agar supaya tipe mewah, menengah dan sederhana sesuai dengan arahan agar terciptanya kerukunan berbagai lapisan penghasilan penghuninya.

3) Tersedianya Ruang Terbuka Hijau sebanyak 30% dari luas perumahan atau permukiman. Ruang terbuka Hijau ini termasuk dengan tersedianya makan seluas minimal 0,01% dari luas perumahan.

4) Memperhatikan selubung bangunan yang terdiri dari:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Klasifikasi arahan kepadatan bangunan di kawasan BWP Sedayu diatur sebagai berikut:

 koefisien dasar bangunan (KDB) tinggi (60-80%) untuk klas lahan I,  koefisien dasar bangunan (KDB) menengah (40-60%) untuk klas

lahan II,

 koefisien dasar bangunan (KDB) rendah (20-40%)untuk klas lahan III,  koefisien dasar bangunan (KDB) sangat rendah (10-20%) untuk klas

lahan I dan II.

b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB). penetapan ketinggian bangunan di BWP Sedayu adalah:

 KLB ditetapkan tidak lebih dari bangunan 4 lantai (walk up apartment). Apabila bangunan lebih dari 4 lantai maka harus menyediakan pengurangan resiko kebakaran secara mandiri.

(11)

 KLB pada jalur jalan arteri ditetapkan bangunan satu sampai dengan 4 lantai dengan memperhatikan bentuk nuansa arsitektur Jawa.  KLB pada kawasan di sekitar situs budaya ataupun monumen yang

berjarak 60 meter dari bangunan pagar maka arahan KLB adalah KLB rendah, dengan batas ketinggian bangunan maksimal 12 meter.  KLB sekitar lahan pertanian, akan didorong pengembangannya agar

bangunan bertingkat sehingga mengurangi pembangunan yang mempersempit area pertanian.maka arahan KLB pada kawasan ini sedang. Adapun batas ketinggian bangunan maksimal 15 meter.  Klasifikasi ketinggian bangunan maksimum di Kawasan BWP Sedayu

diatur sebagai berikut:

 ketinggian bangunan sangat rendah dengan tidak bertingkat dan bertingkat maksimum dua lantai (KLB maksimum = 2 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 7 (tujuh) meter dari lantai dasar; dan

 ketinggian bangunan rendah dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai (KLB maksimum = 3 x KDB) dengan tinggi puncak bangunan maksimum 15 (lima belas) meter dan minimum 10, 5 (sepuluh koma lima) meter dari lantai dasar.

c. Koefisien Dasar Hijau (KDH). Koefisien dasar hijau adalah lahan dalam pekarangan yang tidak terbangun. Prosentasenya merupakan kebalikan dari KDB (Koefisien Dasar Bangunan). Apabila KDB ditetapkan 30% maka KDH menjadi 70%.

d. Koefisien Tapak Basement (KTB). Pembuatan basement di dasar bangunan seringkali untuk fungsi parkir, ruang servis dan kolam renang. Besarnya basement dalam suatu bangunan dipertimbangkan untuk tidak melebihi luasan lantai dasar bangunannya, hal ini dipertimbangkan agar terdapat lahan untuk meresapkan air ke dalam tanah. Persyaratan lainnya harus ada ventilasi yang sempurna untuk menghilangkan emisi kendaraan ataupun gas CO, ataupun CO2 yang berasal dari generator set. Pembuatan void atau mekanisme elektronik atau manual juga dapat dipilih untuk mengeluarkan emisi kendaraan yang sering menggenang di ruang basement. Jadi Koefisien Tapak Basement dapat ditetapkan 1 artinya luasan basement sama dengan luasan lantai dasar bangunan.

e. GSB dan Jarak Bebas Bangunan. Rencana garis sempadan mencakup :  Sempadan muka bangunan, di ukur dari as jalan pada sisi yang

(12)

jalan disesuaikan dengan ruang pengawasan jalan yang diukur dari as jalan, diatur sebagai berikut:

 untuk jalan arteri primer tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter;  untuk jalan arteri sekunder tidak kurang dari 20 (dua puluh) meter;  untuk jalan kolektor primer tidak kurang dari 15 (lima belas) meter;  untuk jalan lokal primer tidak kurang dari 10 (sepuluh) meter; dan  untuk jembatan tidak kurang dari 100 (seratus) meter ke arah hulu

dan hilir.

 Sempadan samping dan belakang bangunan, diukur dari batas persil sisi yang bersangkutan. Sempadan samping dan belakang bangunan yang berbatasan dengan persil tetangga ditetapkan sebagai berikut:

 untuk bangunan deret sampai dengan ketinggian 3 (tiga) lantai dapat berimpit;

 untuk bangunan tunggal tidak bertingkat dapat berimpit atau bila berjarak minimal adalah 1,5 (satu setengah) meter.

 Sempadan sungai. Sempadan sungai/RTH diatur sebagai berikut:  garis sempadan sungai/RTH bertanggul di luar kawasan

perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; dan

 garis sempadan sungai/RTH bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

Secara khusus, zona perumahan di BWP Sedayu ditetapkan berdasarkan karakteristik eksisting kawasan, ketersedian fasilitas pendukung permukiman dan pengurangan resiko bencana. Pengaturan perumahan secara khusus adalah:

1. Perumahan dengan kepadatan tinggi (100-1000 rumah/ha) ditempatkan di daerah yang mempunyai bangkitan cukup besar, seperti: zona perdagangan dan jasa, zona industri, zona campuran.

2. Perumahan kepadatan sedang (40-100 rumah/ha) ditetapkan di zona permukiman yang telah ada sebelumnya dan berada di daerah pertanian atau di perbukitan. 3. Perumahan dengan kepadatan rendah (10-40 rumah/ha) ditetapkan di daerah

yang berdekatan dengan daerah rawan bencana termasuk jarak yang aman untuk Depo Pertamina Rewulu.

4. Perumahan atau bangunan di zona perdagangan dan jasa atau terletak di jalan arteri harus mempertimbangkan selubung bangunan sebagai berikut:

a. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY No. 40 tahun 2014, setiap bangunan memberikan nuansa tradisional Jawa, dengan pengaturan selubung bangunan maka parkir area, penanaman pohon perindang, iklan dan

(13)

kabel listrik/telekomunikasi dapat ditata lebih baik. Pengaturan selubung bangunan dipertimbangkan:

 Dengan menarik sudut 45 derajat dari as jalan maka dapat diperkirakan ketinggian bangunan yang langsung berhadapan dengan jalan raya.

 Pengaturan jarak kiri dan kanan bangunan dipertimbangkan kemudahan aksessibilitas kendaraan untuk masuk ke pekarangan dibelakang bangunan. Selain itu dipertimbangkan kemudahan kendaraan pemadam kebakaran menjangkau perumahan lapis kedua atau lapis ketiga dari jalan raya.

b. Tampilan bangunan ditetapkan sebagai berikut:

 Penggunaan material pelingkupbangunan harus mengekspresikan bahan logam, batu, bata, kayu, bambu dan sebagainya secara jujur.

 Penggunaan material eksterior berupa material pasangan bata dapat diekspos maupun diplester. Penggunaan cat yang diijinkan terbatas pada warna-warna netral dan tidak dominan yaitu putih, dan tidak diperbolehkan menggunakan warna-warna mencolok-mendominasi pada tampilan fasad bangunannya. Penggunaan material modern seperti besi, kaca, baja, stainless steel, alumunium composit dan sejenisnya total tidak melebihi 25% dari fasad bangunannya.

 Penggunaan secara jujur bahan bangunan bahan logam, batu, bata, kayu, bambu dan sebagainya, dapat digunakan untuk material penutup jalan dan tanah (ground cover) pada ruang terbuka publik maupun privat (pekarangan rumah) untuk memperkuat karakter kawasan;

 Arahan material untuk jalur pedestrian, perkerasan pekarangan adalah menggunakan paving block yang dikombinasikan dengan biopori. Selain conblok, grassblok juga dapat dikombinasi dengan batu alam seperti batu kali atau batu andesit untuk memperkuat karakter kawasan;

 Apabila menggunakan pagar, material dan bentuk pagar harus menyesuaikan dengan bentukan bangunan yang ada (tidak terasa asing) dan tidak diperbolehkan menggunakan pagar yang terbuat dari material modern seperti baja, besi tempa, stainlesssteel dan sejenisnya. Material yang diperbolehkan adalah batu bata, batu alam dan kayu/bambu serta tanaman hidup. Ketinggian pagar yang diijinkan maksimal 1,5 m dengan garis sempadan pagar sebesar 4 m dari tepi batas ruang milik jalan.

 Rumah baru mengacu pada surat keputusan Gubernur DIY mengacu pada tampilan arsitektur tradisional Jawa. Bangunan bernuansa budaya daerah diwujudkan dengan menerapkan:

(14)

a) Adapun ragam hias yang umumnya menjadi ciri dari bangunan bernuansakan daerah, yaitu:

o Ragam hias stilisasi unsur flora terdiri dari: lung-lungan, patran, tlacapan, saton, wajikan, nanasan,kebenan, mlathen, waluhan, padma, mayangkara

o Ragam hias stilisasi unsur fauna terdiri dari: kemamang, naga, burung garuda, slira (biawak, ayam jago).

o Ragam hias stilisasi unsur alam terdiri dari: gunungan, mega mendhung, banyu tumetes.

o Ragam hias stilisasi unsur keagamaan kepercayaan terdiri dari: makutho, sorotan, praban, padama, putri mirong, waluhan,candhen, mlathen.

o Ragam hias stilisasi unsur benda lain terdiri dari: kepetan, panahan, truntum, bongkak.

b) Varian atap juga menjadi ciri khas dari bangunan bernuansa budaya, seperti: atap tajug, atap joglo, atap limasan dan atap kampung serta atap panggang pe. Atap ini selain menciri ciri khas juga kehadirannya merupakan penanda bangunan yang didirikan di daerah tropis lembab. Jadi tampilan dari bangunan akan terlihat “spacious and shady” (meruang dan teduh). Secara rinci varian atap adalah:

o Varian atap Tajug: tajug pokok, lawakan, lambang teplok, lawakan lambang gantung, semar tinandhu, semar sinongsong (tajug soko tunggal)

o Varian atap Joglo: Joglo Jubungan, lawakan, sinom, trajumas, semar tinandhu, lambang sari, lambang teplok, lambang gantung, mangkurat, pengrawit, hageng.

o Varian atap Limasan terdiri dari: limasan jebengan, lawakan, lawakan pengapit, sinom, trajumas, srotong, pacul gowang, gajah ngombe, gajah njerum, gajah mungkur, klabang nyander, cere gancet, semar tinandhu, gotong mayit, lambang sari, lambang teplok lambang gantung, mangkurat, pengrawit.

o Varian atap Kampung terdiri dari: kampung Jompongan, pacul gowang, srotong, dara gepak, klabang nyander, trajumas, gotong mayit, gajah njerum, cere ganjet, lambang teplok, lambang teplok semar tinandhu, semar pinondhong.

o Varian atap Panggang Pe terdiri dari: Panggang Pe Pokok, gedhang selirang, empyak setangkep, trajumas, ceregancet, barengan.

(15)

 Apabila rumah berkembang menjadi fungsi lain dan perlu menambahkan reklame, informasi ataupun aktivitas lain selain, maka dibutuhkan aturan agar reklame atau tempelan pada bangunan di Kawasan inti tidak dominan dengan memperhatikan kaidah estetika dan etika. Misalnya pagar tidak diperuntukan untuk menjemur pakaian dan makanan. Pot tanaman dan sekitarnya tidak digunakan untuk toilet, bangunan lama tidak dikembangkan dengan tempelan-tempelan yang tidak dikonsultasikan terlebih dulu sehingga berkesan kumuh.

Tabel 4.4. Zona Perumahan di BWP Sedayu (Ha) Zona

R

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

R-2 98,35 - 20,22 55,77 56,74 16,39 74,53 - 31,70 35,66 - 389,37 R-3 32,96 55,63 1,17 40,92 8,26 45,87 121,61 155,31 125,46 21,29 15,79 624,27 R-4 23,88 19,61 32,37 0,72 1,12 51,66 - 41,09 18,21 122,26 63,09 374,01

Sumber: Rencana, 2014

4.2.2. Perdagangan dan Jasa

Zona perdagangan dan jasa di BWP Sedayu ditetapkan sepanjang jalur jalan arteri. Dapat diprediksikan bahwa setiap rumah di sepanjang jalan ini akan berubah fungsi menjadi toko, minimarket atau usaha jasa. Bangunan dapat berupa bangunan deret atau tunggal. Karena lokasi ini berhimpit dengan jalur pipa gas maka pengawasan dan pemantauan garis sempadan jalan harus rutin dilakukan. Berbeda dengan garis sempadan lainnya, di sisi utara jalan arteri tidak boleh ditanam pepohonan, mendirikan bangunan dan dilarang membakar di atas jalur pipa. Zona perdagangan dan jasa dapat dikatagorikan pula sebagai area tempat berkumpulnya PKL, pasar tradisional, swalayan, super market dan sebagainya; untuk itu pengaturan parkir off street harus dilakukan agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas. Struktur pelayanan perdagangan dan jasa terdiri atas:

 Skala regional; berupa pusat-pusat perdagangan dan jasa,  Skala kecamatan; berupa pertokoan,

 Skala lingkungan, berupa toko lingkungan.

Zona perdagangan dan jasa terletak di sepanjang jalan arteri masuk dalam wilayah administrasi Desa Argosari, Argorejo dan Desa Argomulyo. Zona perdagangan dan jasa juga membujur dari arah Selatan atau Pedes sampai dengan Puluhan di Utara. Lokasi ini telah dimulai dengan banyaknya pertokoan dan usaha jasa. Beberapa pemicu bangkitan zona perdagangan dan jasa karena fungsi jalan arteri, zona industri, zona pendidikan dan pariwisata.

(16)

Tabel 4.5. Zona Perdagangan dan Jasa di BWP Sedayu (Ha) Zona

K

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

K-1 - - - - - 0,29 - - 0,29

K-3 50,00 46,75 18,25 21,58 20,89 22,05 39,22 45,57 14,22 6,55 19,19 304,29

Sumber: Rencana, 2014

4.2.3. Perkantoran

Zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran swasta; Untuk perkantoran pemerintah telah tersedia kantor administrasi yang dilengkapi dengan gedung serba guna. Zona perkantoran dapat pula muncul dari perubahan rumah tinggal menjadi perkantoran swasta. Selain itu zona perkantoran swasta dapat dibangun pada zona perdagangan dan jasa, dan dapat pula terintegrasi dengan zona pemanfaatan industri. Setiap kantor harus melengkapi dengan tempat parkir karyawan di dalam halaman, parkir diluar halaman (off site) hanya diperuntukkan bagi tamu atau hanya digunakan untuk menaikan dan menurunkan tamu.

Tabel 4.6. Zona Perkantoran di BWP Sedayu (Ha) Zona

KT

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

KT-1 - 0,15 0,24 2,57 0,76 - 0,66 0,82 - - - 5,20

KT-2 - - - - 0,04 - - - - - - 0,04

Sumber: Rencana, 2014

4.2.4. Industri

Hakekaktnya keberadaan sebuah industri tidak boleh menghasilkan polutan, merusak daya dukung lahan dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Kegiatan industri di BWP Sedayu terselenggara di beberapa tempat, yaitu:

a) Zona peruntukan industri di jalan arteri bagian Barat. b) Kawasan Peruntukan Industri Sedayu-Pajangan. c) Zona industri mebel.

d) Zona industri sarung tangan.

e) Serta industri kecil yang diselenggarakan di perumahan penduduk.

Industri yang tersebut yang tidak terikat dalam Kawasan Peruntukan industri harus melengkapi aktivitasnya dengan pengelolaan samapah dan limbahnya, sehingga tidak menimbulkan polutan baik bahan pencemar tanah, air, maupun udara. Bagi industri yang masuk dalam kawasan peruntukan industri, telah disediakan sarana pengelolaan sampah dan limbahnya sehingga zero pullatan. Untuk kawasan peruntukkan industri juga perlu dipertimbangkan zona industri 70% dari luas lahan, ruang terbuka hijau 10%, dan sarana prasarana lainnya 10%, sarana perumahan, perkantoran dan perdagangan masuk dalam 10% luas lahan. Untuk industri rumah tangga pada hakekatnya limbah dan sampah yang dihasilkan harus dikelola dengan benar.

(17)

Tabel 4.7. Zona Industri di BWP Sedayu (Ha) Zona

I

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

I-3 - - - - 0,05 - - - 0,05

I-4 0,44 1,12 - 2,22 - 2,84 - 2,06 0,01 2,06 223,16 233,93

Sumber: Rencana, 2014

4.2.5. Sarana Pelayanan Umum 1) Inland Port Yogyakarta

Sebagai salah satu sarana transportasi bagi kepentingan bongkar muat barang, maka keberadaannya tidak menimbulkan gangguan lalu lintas. Ukuran jalan, peredam kebisingan dan debu harus diperhatikan.

2) Fasilitas Kesehatan

Walaupun fasilitas kesehatan relatif tercukupi dengan adanya fasilitas kesehatan di BWP Sedayu, dengan jumlah praktek dokter dan kedekatan dengan rumah sakit di Yogyakarta, namun basis kesehatan sebagai tanggung jawab tiap individu perlu dikembangkan. Dalam penjagaan kesehatan di masyarakat diperlukan penyelenggaraan: a) Kegiatan Penyehatan Lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini agar masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sarana air bersih, jamban keluarga, sarana sanitasi secara mandiri serta mampu memelihara dan mengembangkannya.Lokasi kegiatan ini terutama diarahkan di rumah-rumah penduduk yang bermasalah dengan pola penataan bangunan dan lingkungan sanitasinya.

b) Kegiatan Perbaikan Perumahan Permukiman. Tujuan utama program ini adalah untuk meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman agar layak huni dan sesuai dengan standard rumah sehat.Kegiatan fisik berupa pemugaran rumah dan prasarana perumahan.Sedangkan kegiatan non fisiknya berupa penyuluhan pola hidup sehat maupun tentang rumah dan lingkungan sehat.

Sarana kesehatan di BWP Sedayu menurut data Kecamatan Dalam Angka 2013 meliputi posyandu, puskesmas pembantu, puskesmas, dan apotek. Ketersediaan di kawasan ini sudah cukup merata karena di masing-masing wilayah setidaknya telah tersedia beberapa sarana didalamnya, namun belum ada balai pengobatan di BWP Sedayu. Kebutuhan akan sarana kesehatan penting guna menunjang kebutuhan penduduk akan hidup sehat, sehingga di BWP Sedayu perlu terdapat rumah sakit umum minimal rumah sakit tipe D dengan fasilitas ruang inap pasien. Perhitungan kebutuhan sarana kesehatan berdasar standar di atas, untuk sarana kesehatan di BWP Sedayu rata-rata tidak membutuhkan penambahan karena jumlah sarana yang tersedia sudah mencukupi untuk jumlah penduduk di akhir tahun.

(18)

3) Fasilitas Olah Raga

Sarana dan prasarana Olah Raga sangat diperlukan bagi pengembangan minat dan bakat masyarakat, terkait dengan penjagaan kesehatan raga dan jiwa. BWP Sedayu belum optimal dalam menumbuh kembangkan aktivitas olah raga sebagai kebutuhan manusia, karena masih berorientasi pada event/pementasan maupun hobi, belum menjadi aktifitas kegiatan pembinaan yang rutin dilaksanakan.Meskipun demikian, sarana dan prasarana baik jumlah dan variasinya cukup representatif, demikian pula fasilitas untuk berolah raga warga di BWP Sedayu. Lapangan olah raga umumnya dipunyai tiap desa yang juga digunakan untuk anak sekolah berolah raga, tempat tersebut juga digunakan untuk beribadah pada saat hari besar keagamaan dan juga tempat pertunjukan keliling.

Dari sisi ketersediaan fasilitas untuk olah raga masyarakat, falisitas olah raga bulu tangkis dan volley ketersediaannya cukup memadahi. Hal ini sangat wajar karena olah raga jenis ini cukup diminati oleh masyarakat, serta tidak memerlukan area yang luas, bahkan satu lapangan bisa digunakan untuk dua jenis olah raga ini sekaligus. Jenis kedua adalah kelompok olah raga sepak bola, meski fasilitas untuk olah raga ini memerlukan area yang cukup luas, namun minat masyarakat sangat tinggi.

4) Fasilitas Sosial Budaya

Strategi untuk pemeliharaan dan pelestarian budaya serta pencegahan dampak negatif kegiatan manusia terhadapnya meliputi:

a) mengelola budaya dengan memadukan kepentingan pelestarian budaya masyarakat Sedayu, cagar budaya peninggalan kerajaan, dan pariwisata budaya;

b) mengelola kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dengan mengembangkan pariwisata rekreasi dan pendidikan;

Jenis kesenian yang berkembang di BWP Sedayu adalah seni suara, seni tari, ketoprak, Jathilan dan karawitan. Jenis-jenis kesenian tersebut masih dikembangkan oleh masyarakat, sehingga seni dan kebudayaan mendapatkan tempat cukup strategis untuk dikembangkan di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Untuk mewujudkan kesinambungan aktivitas budaya maka dibutuhkan fasilitas budaya yang memadai, pada umumnya merupakan gedung serbaguna yang dipunyai tiap kantor desa.

5) Fasilitas Peribadatan

Mayoritas pendduk BWP Sedayu memeluk agama Islam, sehingga diperlukan sarana peribadatan seperti Musholla dan Masjid. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan fasilitas peribadatan di BWP Sedayu khususnya untuk masjid masih dibutuhkan 2 buah di akhir tahun perencanaan, sedangkan kebutuhan Musholla telah tercukupi.

(19)

Tabel 4.8. Zona Sarana Pelayanan Umum di BWP Sedayu (Ha) Zona

SPU

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

SPU-1 1,94 1,84 1,70 0,95 12,60 0,81 0,78 1,29 0,27 0,32 0,07 22,58 SPU-2 - - - 9,81 - - - 9,81 SPU-3 0,03 0,02 0,20 - 0,03 0,07 0,38 0,12 0,21 0,33 0,06 1,44 SPU-6 0,38 0,11 0,12 0,07 0,49 0,14 0,65 0,39 0,96 0,76 0,08 4,15 Sumber: Rencana, 2014 4.2.6. Peruntukan Lainnya

Peruntukan lahan BWP Sedayu masih terdapat banyak pemanfaatan ruang yang berupa kegiatan pertanian baik pertanian tanaman pangan, pertanian hortikultura, perikanan serta peternakan. Kegiatan-kegiatan ini akan tergabung di dalam zona peruntukkan lainnya dengan sub zona pertanian. Kegiatan pertanian ini masih diperbolehkan selama bukan kegiatan yang mengganggu kebutuhan warga seperti kegiatan peternakan mengeluarkan polusi udara. Selain itu, dengan adanya kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan maka sub zona pertanian perlu dipertahankan di BWP Sedayu.

Tabel 4.9. Zona Peruntukan Lainnya di BWP Sedayu (Ha) Zona

PL

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

PL-1A 42,24 146,53 81,60 0,26 56,70 71,45 12,76 42,82 3,17 - 15,24 472,75 PL-1B 17,76 7,32 6,18 8,45 6,62 45,41 0,15 15,80 55,68 153,87 24,34 341,58

PL-1C - 0,17 - - - - 0,80 - - - 1,19 2,16

Sumber: Rencana, 2014

4.2.7. Zona Peruntukan Khusus

Zona Hankam dan Depo Pertamina Rewulu yang merupakan tempat penimbunan BBM dan lokasi pendistribusian, dalam penataan ruang dibutuhkan zona penghijauan sebagai zona penyangga. Terkait lokasinya dekat dengan jalan arteri, maka beberapa lokasi telah digunakan sebagai permukiman dan ditetapkan sebagai perumahan kepadatan rendah.

Tabel 4.10. Zona Peruntukan Khusus di BWP Sedayu (Ha) Zona

KH

Blok I Blok II Blok III

Jumlah I.1 I.2 I.3 I.4 I.5 II.1 II.2 II.3 III.1 III.2 III.3

KH-1 - - 0,01 - 0,03 - - - 0,04

KH-5 - - 15,78 - - - 15,78

(20)

Gambar

Tabel 4.1.  Klasifikasi Rencana Pola Ruang BWP Sedayu
Tabel 4.3.  Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) di BWP Sedayu (Ha)  Zona
Tabel 4.4.  Zona Perumahan di BWP Sedayu (Ha)  Zona
Tabel 4.6.  Zona Perkantoran di BWP Sedayu (Ha)  Zona
+4

Referensi

Dokumen terkait

Saran dari penelitian pengembangan ini adalah (1) bagi guru maupun siswa supaya lebih teliti dalam menggunakan program kuis interaktif tipe fill in the

Faktor pendukung dan penghambat dalam setiap proses pembelajaran itu pasti ada tapi bagaiamana cara menyelesaiakan dan menanggapi masalah tersebut untuk

Apabila diketahui atau diyakini terdapat pesawat udara yang sedang mengalami unlawful interference, penyelenggara pelayanan lalu lintas penerbangan harus merespon dengan

Bahwa Penggugat dan Tergugat telah menyetujui dan menyepakati atas harta- harta tersebut pada pasal 4 Akta Perdamaian ini adalah benar harta warisan peninggalan ayah

lebih besar dari pada , sehingga kita dapat meyakini bahwa akan terjadi sebuah gempa bumi di kota Zadia pada suatu saat dalam 20 tahun ke depan.. Peluang terjadinya sebuah gempa

Berdasarkan data yang ada dapat disimpulkan bahwa kriteria prestasi belajar afektif siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa lembaga

dilihat dari data hasil matering selama 1 tahun di tahun 2015, dimana data yang dihasilkan dari data 1 bulan dari januari sampai desember 2015, untuk nilai temperatur