• Tidak ada hasil yang ditemukan

SETELAH KONFLIK BERLALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SETELAH KONFLIK BERLALU"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

SETELAH KONFLIK BERLALU

Olch

.A dnan Abdullah

UNIVERSIT AS SYIAH KUALA

PUSAT PENELITIAN ILMU SOSIAL DAN BUDA Y A

DARUSSALAM - BANDA ACEH

(2)

Studi ini dilaks-,:1ak~n ri::lla""1",ubt.:!1f!'-"!.n den&an program pengc!!! 'h:.tng?n peneliti2n pada PuS;!\; P~nelitian llmu Sosial dan Bu -daya (PPI~B) Universitas Syi?r. Kuala. Kegiatan lapangan se-l~ma sepuluh hari, terk?it der£an proyek Post-Conflic~ Psy-cho Social Needs J...-'~essment, 1:;erlangsung tanggal 2-11 Pebru ?ri 2006 pada sepuluh k?'ffinunF di KabuPQten Pidie. Sebagian dari informasi ~an :a~2 1ap~~~an tersebut dikembangkan men

-jadi naskah penelit;i?n ini.

Kesempatan berada di lapangan memung:kinkan karni untuk menj~ring data, mencari kater-ori-kategori dan ciri-ciri un -tuk m?sing-masing kategori d2ri data yang terjaring. Sel a n-jutnya, antara satu kategori dengan kategori lainnya diban -ding-bandingkan dan dalam batas-batas t ertentu dilakukan analisis dan abstraksi untuk kemudian ditarik kesimpulan yang relevan. Diskusi dengan sesama peserta peneliti, ber

-jumlah sembilan orang, serta konsultasi dengan Kepala PPJSB Unsyiah telah memungkinkan karni untuk lebih mengarahkan pe -nelitian kepada sasaran yang lebih tepat.

Pelaksanaan penelitian ini dimungkinkan antara l ain k~ rena bantuan dari banyak pihak. r'lelalui kesempatan ini kami menyampaikan u~apan terima ka~ih kepada Prof. Dr. Bahrein T. Sugih~in, MA, Kepala PPISB-Unsyiah, yang mempercayai se -kaligus membimbing k~i sebagai salah seorang peserta pro -gram tahun 2006. Ucapan terima kasih juga kami samnaikan ke

.

-pada jajaran kerja Sekretariat PPISB-Unsyiah di bawah koor-dinasi Saudara Abdurrahman, SH, MA, selaku Sekretaris.

Se1arna berada di lapangan, kami menerima bantuan dari seluruh anggota Tiro Pene1iti yang terdiri atas Adnan Abdul-lah, Zulkifli Arif, Ramli A. Dally, Abdullah Ahmad'; Cut Mal dawati, Rita Mahyuni, dan Safrizal Taher. Untuk mereka se

(3)

mua tertuju ucapan terima kasih. Ter~ma kasih serupa juga disampaikan kepada pimpinan desa, informan, dan responden dari ke~epuluh kampung yang dijarlikan lokasi penelitian ini . Kecuali ucapan terima kasih, melalui kesernpa"trl.n ini , sec2ra nrib~di maupun selaku ketu~ tim, juga rnchon dic2af kan atas berbagai sikap kasar atau nerilaku y3ng ~uran~ pantas selama berada di lapangan. Akhirnya, kepada Allah S\vt jua, kita berserah diri .

Banda ceh, 19 Febaruari 2007 Adnan A bdu llah

, iii

(4)

DAFT.lR 1~1 E::ila.T.3n KAT.A P~~NG~NTAR

..

i i DAFTAR IS1

..

..

..

..

..

,

-,

".

Bab PENG ··N~AR

.

.

..

..

l KOIIFLIY.

ACEH

..

..

8 Nilai Merdeka

.. ..

..

8

Tidak Ada Konsesi Politik

.. ..

.. .. ..

12

Operasi Jaring Ner;:lh

..

.

.

..

..

16

PASCA KONFLIK

..

..

.

.

..

.. ..

..

..

22 Kesatuan Hidup Setempat

..

..

.. ..

.. ..

22 Terlepas Dari Kepompong Keluarga

..

27

Keberdayaan Sumber Produksi

.

..

33

PENUTUP

..

.

.

..

.

.

..

..

38

BAH,N BACAAN

.

..

..

..

. .

..

••

..

..

..

43

."

iv

(5)

PENGANTAR

Kearifan lama dalam memprediksikan keberlanjutan suatu fen2 mena s05ia1 agaknya kembali teruji kebenarannya, paling ti -dak untuk skala komunitas Aceh. Kearifan yang dimaksud ter -ungkap dalam butir ujaran: "Pa-t ujeuen nyang hana oirang, pat prang nyang hana reuda". Ungkapan ini lebih kurang ber -makna: "Kapan hujan yang t idal<: teduh, dan kapan pula per ang yang tidak pernah mereda". Dengan menggunakan analogi geja -la alam, para arifin masa lampau merumuskan prediksi-predi~ si untuk memperkirakan keberlanjutan fenomena 505ia1 pada masa mendatang. Analogi yang demikian sebetulnya berakar p~ da kedalaman pengetahuan keislaman serta pengalaman selama kurun waktu yang panjang.

Agama Islam mendorong para pemeluknya untuk mengamati apa-apa yang ada di langit dan di bumi serta peristiwa-pe -ristiwa yang terjadi di sana (Surah Iunus ayat 101, seperti yang dikutip Baiquni. 1995:4), Mengamati alam semesta menyi ratkan makna "membaca ayatullah" yang dapat digunakan untuk merinci dan menguraikan serta menerangkan ayat-ayat dalam al-Quran yang merupakan garis besar. Dalam al-Quran, alam semesta sert~ proses-proses yang terjadi dan terkait dengaE nya juga dinyatakan sebagai ayat Allah (Baiqun1. 1990:~) ,

Dalam hal ini hujan. dalam ungkapan di atas, merupakan sa -lah satu proses yang terjadi dalam alam semesta. Para arif -in masyarakat Aceh tidak hanya sekedar melihat gejala alam tersebut dengan fikiran yang kosong, tetapi juga dengan pe~

hatian pada kebesaran dan kekuasaan Allah swt . Bagi para arif!n, ayatullah tersebut merupakan sunatullah yang berla -ku pad a alam semesta.

Jati diri Aceh umumnya dikenal karena kepiawaaannya da lam mengelol~ Bllasana konflik, dltaklukkan atau menaklukkan

(6)

2 dengan konsekuensi menang atau kalah. Sejak pertama kali tampil di pentas sejarah, Aceh dikenal sebagai "Ilamuri- de-cam yang kekuatannya bangki t bernyala-nyala di m8sa perangll.

Begitulah lebih kurang makna sebuah prasasti tua Tanjore p~ da tahun 1030. Iring-iringan kapal perang Cola di bawah ko -mando Rajindracola I yang muncul tiba- tiba di Sungai folusi berhasil merebut Kota Palembang serta menangkap rajanya seE ta mernbawa harta kekayaan kerajaan tanpa mendapat perlawan-an yang berarti. Angkatan laut Cola, juga dengan lelu8sa bergerak ke utara menyerang seluruh kerajaan di pantai Sum~ tera serta pantai barat Malaysia. Hanya di Lamari, sebuah kampung kecil tidak jauh dari Banda Aceh, angkatan laut Co -la mendapat per-lawanan sengit. Pengalaman perlawanan itulah yang mereka nukilkan dalam bentuk prasasti tersebut (Raliby: 1980:29l.

Pad a masa jayanya, Aceh juga mampu menampilkan perpad£ an yang amat serasi tiga pilar keagungan sebagai bangsa yang berdaulat: kekuasaan, peperangan, dan perdagangan. Dalam m~ sa pemerintahan Sultan Iskandarmuda. wilayah kekuasaan Ke-sultanan Aceh menjangkau pantai barat daD timur serta bagi -an selat-an Pulau Sumatera, dan menaklukkan Semenanjung Ma]!.§: ka. Dalam era yang sama, Aceh juga berhasl1 membangun hu -bungan dagang dengan negara-negara luar, jauh maupun dekat. Di abad ke-17, Aceh bukaD hanya pusat perdagangan dan keku-atan militer. tetapi juga sebuah kota "metropoli tant! yang mempunyai segala sesuatu dan kebudayaan untuk mengembangkan gaya hidup yang menyenangkan, membuka peluang yang banyak bagi kegiatan olah rag~, hiburan, dan kemegahan. Segalanya menampakkan kebesaran dan su8sana adikodrati dari sang pe-nguasa (Reid, 2005:134-5). Berbagai kemajuan dan kemegahan yang pernah dicapai pada masa jayanya itu memberikan jati

diri tersendiri bagi Aceh sebagai Serambi Mekah. yang dalam perkembangan berikutnya menjadi beban kuItural yang sangat

(7)

3

berat untuk disandangnya.

Mulal dari dekade ketiga terakhir abad ke-19, Aceh te£ perangkap ke dalam suasana peperar.gan yang silih berganti dan nyaris tanpa henti, dimulai dengan penaklukan oleh Be

-landa, kemudian berlanjut dengan pendudukan Jepang, dan se

-terusnya bergelut dengan konflik politik selama era Indone -sia Merdeka. Periode awalnya, kemelut politik ter~cbut ber

-skala lokal, yang kereudian dikenal dengan Peristiwa Cumbok.

Pacta periode berikutnya, kemelut politik tersebut meningkat menjadi perjuangan 1deo10g1, yang dikenal dengan Peristiwa

DI/TI! dan berakhir dengan win-win solution. Pertengahan t~ hun 1970-an, kemelut politik di Aceh l ebih meningkat lagi

menjadi perjuangan berdimensikan keadilao. Dalam ungkapan Makarim, Aceh menuntut keadilan di ujung bedi1 GAM (Makarim

2005:4).

Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki~ Fin1andi~. 1ag1-1ag1 memper1ihatkan ketepatan prediksi, ban

wa hujan tetap akan mereda daD suasana pe rang akan tetap mencapai k11maks dengan perdamaian. Walaupun demikian. per -damaian tidaklah berarti bahwa segala-galanya sudah be ra -khir. Berhentinya hujan lebat, untuk jangka waktu tertentu meninggalkan bekas-bekas berupa bintlk-bintik air yang mene

tes dari dedaunan. air sungai yang keruh, dan tanah yang lembab. Begitu pula dengan meredanya suasana perang. Paling tidak perlu diperhitungkan jumlah manusia dan harta yang menjadi korban, banyaknya fasilitas umum dan fasilitas so si

al yang musnah, serta dendam kesumat yang membutuhkan sas~ an penyalurannya. Di antara serpihan- serpihan yang masih tersisa, ada yang segera menjadi Birna dl samping banyak la yang mengendap untuk jangka waktu yang lama. I

Penel1tian inl terutama dimaksudkan untuk rnenemukan

pu

(8)

-4 tik antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh

Merdeka berlalu, khususnya yang terkalt dengan keutuhan k~

s~tuan hidup setempat, kemantapan kehidupan keluarga. ser

-ta produktivitas sl~ber daya ekonomi. Data untuk peneliti

-an ini didapatkan dari hasil penelitian Department of Soci

a1 Medicine-Harvard Nedical School. Amerika Serikat. Awal tahun 2006, Department of Social Nedicine bersama- saDla de -nean Pusat Pengembangan Studi Ka ... asan Uni versi tas Syiah KB, ala mengadakan suatu penelitian lapangan di tiga kabupaten

Pidie, Bireuen, dan Aceh Utara. Penelitian tersebut dila -tarbelakangi tujuan untuk mempelajari dampak konflik ber-senjata di daerah Aceh sejak akhir tahun 1976, yang terfo

-kuskan pada Psychological Needs Affected by the Conflict.

Kegiatan penelitiannya berhasil menjaring data dari 596

orang responden dan 75 orang informan, di antaranya 237

orang responden dan 32 orang informan terjaring di Kabupa_

ten Pid1e (Grayman, 2006:12-14).

Menurut Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Kanada

di Jakarta (Grayman, 2oo6:iii). rekomendasi yang dihasil

-kan pe~eIitian yang dikemukakan di atas tidak hanya memi

-Iiki manfaat yang besar, namun juga mampu menjawab kebutuh

an yang ada. Dari hasil penelitian itu dapat diperoIeh in-formasi yang diperIukan untuk membuat keputusan ten tang pe

ranan pelayanan kesehatan di dalam mendukung proses reinte grasi pihak-pihak yang bertikai semasa konflik. Kecuali itu, penelitian tersebut juga merekomendasikan pentingnya kemitraan di antara pihak pemerintah, lembaga-Iernbaga 1n

-ternaslonal, kalangan akademis, dan juga tokoh-tokoh masya rakat di daIam menciptakan perdamaian di daerah Aceh.

Temuan penelitian seperti dikemukakan di atas, yang amat berkesan adalab bahwa para anggota masyarakat, rdi ket1

-ga daerah penelit1an telah men-galami perist1wa traumatik yang mengerikan dan terakumulasi daIam t1ngkat yang cukup

(9)

5 tinggi sebagai akibat kekerasan. Hal ini ditunjukkan dengan contoh konkrit, yaitu bahwa 78% dari total sampelnya menya

-takan pernah mengalami suasana pe~anF dan 32% lainnya meny~

takan bahwa mereka terpaksa melariKan dirl dari bahaya pe

-rang tersebut. Kecuali itu, 8% responden perempuan telah k~

hilangan suami akibat konflik, 5% dari total sampel menyat~

kan anaKnya terbunuh saat konflik, 41% dari total respcnden

responden menyatakan anggota keluarga atau temannya telah

terbunuh, 33% lainnya menyatakan keluarga atau temannya di

-culik atau hilang, 45% menyatakan bahwa hartanya disita atau dimusnahkan, serta 33% mengalami pemerasan atau ~eram­

pasan (GFayman, 2006 :3).

Kecuali temuan-temuan penelitian yang dikemukakan di atas, penelitian lapangan tersebut juga menjaring beberapa

informasi lain yang bersifat sampingan, terutama ten tang pengalaman pemimpin masyarakat, persep5i masyarakat terha -dap LSM, kesepakatan perdamaian, program pengembangan kese

-jahteraan sasial, pentingnya inavasi dan evaluasi, serta p~ ranan keluarga sebagai sumber daya set empat yang paling pe~

ting daIam memberikan peIayanan terhadap mereka yang meng -alami gangguan kejiwaan. Bermacam informasi yang dikernuka

-kan terakhir ini agaknya masih memberi peluang untuk diana -li5i5 daIam konteks penelitian yang lain, khususnya untuk mengkaji dampak soaial yang terkait dengan konflik. Peluang

yang dimaksud adaIah keutuhan unit-unit kesatuan hidup se

-tempat, kemantapan keluarga, dan kondisi sumber daya produ~

si lokal.

Ketiga bidang permasalahan yang dikemukakan di atas, yaitu keutuhan masyarakat, kemantapan keluarga, dan kebera

-daan sumber daya produksi, se lain berdimensi jangka panjang juga berdampak terhadap upaya pengadaan dan pengelolaan ke",.',

-butuhan psikhoBosial masyarakat yang terkena dampak konflik.

(10)

6

dikemukakan itu merupakan prasyarat yang juga perlu

terle-bih dahulu ditata dan dikelola secara bersamaan dengan peme

nuhan kebutuhan pSikhososial.

Ruang lingkup pengkajian terhadap ketiga bidang perma

-salahan sosial yanp dikemukakan di atas lebih dibatasi ha -nya pad a satu daerah penelitian, yaitu Kahupaten Pidie,

se-mata-mata karena pertimbangan praktiS. Saat penelitian 1a

-pangan awal tahun 2006, saya mendapat tugas sebagai enumer~

tor di Kabupaten Pidie. Ketika itu, ada sepuluh buah kam

-pung yang dijadikan lokasi penelitian. Kesepuluh kampung

tersebut saya kelompokkan ke dalam dua kategori , yaitu lima, buah kampung tergolong "daerah basis GAMII dan lima karnpung

lainnya "daerah terimbas konflik". Pertimbangan yang lain

adalah lebih mudah dikunjungi kembali, bila diperlukan data

tambahan untuk lebih memperdalam ana1i5i5'.

Penjaringan data di lapangan dilakukan oleh tujuh

orang enumerator dari Universitas Syiah Kuala dan Dinas

Ke-sehatan Kabupaten Pidie serta Kota Banda Aceh, dengan meng

-gunakan kuesioner Post-Conflict Psycho-Social Needs Assess

-ment sebagai pedoman wawanearanya. Dengan eara yang sama t~

tapi menggunakan kuesioner yang berbeda juga dijaring info£ masi dari plmpinan kampung, pemuka agama, ketua pemuda, to

-koh wanita~ dukun dan bidan, serta TNT dan TNA. Penen~an responden dilakukan mengikut l angkah-langkah yang berikut. Pertama, dengan menggunakan Daftar Keluarga yang tersedia

pada kepala kampung atau kantor keeamatan, dip~lih lebih kE

rang 25 kepala keluarga seeara aeak.

Langkah berikutnya, pewawaneara mendatangl setlap ke1u

arga yang terpl1ih dan menentukan salah satu anggota kelua£ ga yang berumur 17 tahun ke atas sebagai responden r yaitu dengan eara menggunakan Tabel Pemi1ihan Acak khusus,. . Dalam hal Ini, pertama sekali dieatat seeara berurut nama-Dama

(11)

7

keluarga yang memberikan informasi. Kemudian dengan cara

un

dian dipilih salah satu di antara namcr urut tersebut serta m~nghubungk~n namer yang t.erpilih i tu dengan aneka terakhir

dRri namer urut kuesioner. Angka y~np, terdapat pada petak yp.ng mempertemukan namer urut anggota keluarga yang terpi

-lih (baris:) denE;an bilangan terakhir nomor kUesioner (kolorr.) itu]zh yang dijadikan respond en. Bila yang bersangkutan ti -dak bersedia diwawancarai, atau tidak mungkin diwawancarai karena tidak berada di rumah selama sehari itu, maka pemi

-lihan sampel dialihkan ke rumah di sebelahnya, dengan meng

-ulang kembali proses yang sama. Penelitian lapangan berlang

sung se1ama 2-12 Februari 2006 yang mencakup sepuluh kam

-pung di Kabupaten Pidie.

Hasil wawancara yang sudah terekam ke dalam kuesioner

selanjutnya diolah ION Post- Conflict Psycho-Social Needs

Assessment Project. Beberapa di antara hasil wawancara' yang

sudah diolah i tu. sebagaimana yang sudah dipublikasikan da

-lam naskah Penelitian Kebutuhan Psikhososial Masyarakat

yang Terkena Dampak Konflik di Kabupaten Pidie, Bireuen dan

Aceh Utara, saya analisis lebih lanjut, sehingga berwujud

(12)

KOtITLIK ACEH

Nilai Nerdeka

Hujan yang sudah mereda dan pe~ang yang telah terkonsialia

-si dalam wujud Kerukur.an Rakyat Aceh, serta suasana D~ul Harb telah berganti menjadi Darussalam, pada pertengahan tg hun 1970-an bergolak kembali . Tampaknya, dan ini sering murr cuI ke permukaan, ketidakberdayaan dalam bersaing mendapat

-kan peluang tertentu, suasana hati sebagai bangsa terjajah,

merasa dikhia~ati dan disepelekan, mengkristal menjadi sebg ah faktor pemicu: IIbuya krueng teudeng-deng, buya tamong meuraseuki", yang bermakna bahwa masyarakat setempat terma

-ngu-mangu, karena yang mendapat kesernpatan ~~nyalah para pendatang.

Suasana hati yang dikemukakan di atas justru meluas

de

lam periode 1968-1978, yang oleh Ibrahim Abdu11ah (1977 :13) dikategorikan sebagai periode peralihan bagi Aceh, terutama ditinjau dari segi pembangunan, yang ke dalamnya juga tercg kup masalah perubahan pola kepemimpinan daerah. Dalam periQ de inl Aceh telah banyak mengalami perubahan, terutama da-lam bidang 1aolasi sikap dari yang bersitat agak tertutup ke sikap mental yang jauh 1ebih terbuka. Ha1 ini erat hu

-bungannya dengan tarepilnya golongan teknokrat, terutama le

-wat Universitas Syiah Kuala, yang menjalin kerja sama de

-ngan golo-ngan bisnis, ulama, ml11ter, dan pemimpin formal pemerlntahan umumnya.

IISurat Peunyata Atjeh Sumatra Meurdehkall yang di tuliS'

dan diumumkan oleh Teungku Hasan Ditiro pada tanggal ~ De

-sember 1976 membuka babak baru konflik yang bernuansa mem-perjuangkan keadi1an. Tanggal ~ Desember dipilih bukan seca

<. -ra kebetulan atau keterpaksaan, tetapi karena mengandung

(13)

9

makna ~imbolis dan nilai sejarah. Pada tanggal 3 Desember

1911 Wali Neugara Aceh Sumatera yang terakhir, Teungku

C!"ik V,::tt Ditiro f'yahid dalam pe:-tempur<1n di medan perang

'lue Er.ct, Tanr,se. BaRi Bel~nd~, tnngRrtl 4 Desember 1911 ~erupak~n hari pert~ma Neugara Aceh Meurdehka hilang keda~

l.~trlnnY<l, yai tu seperti yanp dinyatnkan oleh Kolonel H.J. Schmit, ~inglima Belanda dalam peperangan di Alue Bhot te~

~pbut. Tetapi pernyataan itu, menurut Teungku Hasan Ditiro

(1985:18), tidak benar, karena perjuangan mempertahankan

kedaulatan Aceh Meurdehka masih tetap berlanjut di bawah

pimpinan pahlawan-pahlawan Aceh yang lain, dan medan pepe

-rangannya beralih ke tempat lain, ke daerah-daerah Pase,

Paya Bakong, Samarkilang, Bakongan, dan bahkan kembali me

-luas meliputi seluruh Aceh pada saat rakyat secara seren

-tak mengusir Belanda pada bulan ~taret 1942, menjelang ma

-suknya Jepang.

Surat Pernyataan Aceh-Sumatra Merdeka yang ditujukan

kepada bangsa-bangsa di dunia, antara lain berisi pernyat~

an:

we

,

the people or Acheh, Sumatra, exercising our right

ot self-determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby

declare ourselves free and independent from all politi

cal control of the foreign regime of Jakarta and the

-alien people of the island of Java (Ditiro, 1978:46). Sejak saat itulah genderang perang mulai ditabuh dan Ang -katan Aceh Merdeka terbentuk. Mulanya terkesan sebagai su~

tu gerakan yang tidak dipersiapkan secara berencana. Penem

pilannya lebih bersitat agitasi: me~asang bendera merah

bergambang bulan bintang, menyebarkan informasi tertuIis

daIam bentuk selebaran, membentuk Kabinet Neugara Atjeh,

publikasi Surat Peunyata Atjeh Meurdehka ke berbagai nega -ra Iuar oleh Perwakilan Neugara Atjeh Meurdehka di New

,.

(14)

10 Stockholm, Tokyo, Peking, Canberra, dan negara-negara ang

-gota PBB di Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika La~in (Ditiro 1985:22).

Terbentuknya Anl;katan AC'eh Herdeka menaapa. .. perila-.ian pers luar negeri, seperti AFP dari Perancis, Haute dari Inggris, The Straits Times dari Singapura, beriLa Harian dari Kuala Lumpur, Far Eastern Economic Review dari Hong

-kong, dan Bintang Timur dari Pulau Pinang (Ditiro, 1985: 23). Umumnya kalangan per~ luar negeri tersebut mengoment~

ri keberadaan Angkatan Aceh Merdeka sebagai sebuah ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebalik

-nya, pers daIam negeri menanggapinya dengan sikap acuh tak acuh, karena mereka menganggap tidak ada alasRn bagi rak

-yat ~ceh untuk mendukung dan bersimpati kepada mereka.

Bahkan Zainal Abidin (1977:49) meluncurkan tulisannya di majalah Selecta dengan nada sinis dan mempertanyakan hu

-bungan Teungku Basan Ditiro dengan Agen CIA, KGB, atau RRC.

Tulisan Zainal Abidin yang dimaksud diawali dengan alinea pertama:

Hasan Tiro rnemilih dan mengangkat seorang Wali Negara Istilah lain untuk jabatan presiden. Orangnya •• • dia sendiri. Dia angkat pula dirinya sebagai Menteri Luar Negeri dan Menteri Hankam. Memang hebat orang bernama Hasan ini. Kalau kuat, kalau tidak takut di~inBgal ka wan-kawannya seorang diri di tengah hutan, semua ja

--batan barangkali mau diborongnya. Kasihan yang lain dan takut pula diterkam macan, dibagi-baginya juga ja batan itu kepada pengikut-pengikut utamanya •.• (1977:

49) •

Lebih lanjut, Zainal Abidin menyebutkan beberapa na

-ma yang ditempatkan sebagai menteri, termasuk e~pat orang dokter dan seorang insinyur tamatan USU Medan, di samping lainnya yang tidak jelas latar belakang pendidikan dan pg kerjaannya. Penulis tersebut merasa aneh, karena nama-na

-I

ma yang disebutkan itu mau menerimanya, meski hanya jaba! an tatamorgana. Hanya 1a tidak heran kalau dua nama yang

(15)

11 masin€"-rnR;sing di!)ebut sebFlgai 1'1enter i Perhubungan dan Pang lima, Kcrena sebelumnya yang satu bekerja sebagai agen se -buah oerusahaan bis di Nedan dan yang satu lagi beke!'ja sg ba,ai pf'r.jual 11\an -.11 k;:.nnpungnya. '!'et:opi lainnya, yang ce.r

dE!5 ct::!.knya, 5a1;n penglihatannya, dan cerah mClsa masa de

-pannya, dipertanyakan Zainal Acidin, mengapa mereka ~urut terpengaruh~ Ilmu pelet apa y?ng digunakan Teungku Hasar. Ditiro, :ehingpa mereka terpikat. Tampaknya penulis yang

satu inl 'tidak membiarkan pertanyaannya mengambang, tidak berjawab. Lantas dihubungkannya keterlibatan mereka dalam Angkatan Aceh Merdeka dengan alasan karena acta hubungan f§ mili atau sekolah mereka dibiayai Teungku Hasan Ditiro.

Pandangan seperti disebutkan di atas juga dikemukakan

oleh "inngeir Hiorth (seperti yang dikutip Ali. 1986:4).

Dalam tulisannya yang berjudul: IIFree- Aceh: An Impossible Dream? 11, Hiorth mengemukakan bahwa gerakan Aceh Merdeka t,i

dak mencapai kemajuan apapun. Teungku Hasan Ditiro tidak pernah didukung oleh lebih dari 50 orang bersenjata. Bah -kan terkesan padanya, bahwa Teungku Hasan Ditiro hanya me -mimpin orang-orang buron. Karena itu Hiorth cenderung ber-kesimpulan bahwa deklarasi Aceh Merdeka setelah sembilan tahun tidak menampakkan hasil apapun. Faktor penyebabnya antara lain dihubungkan dengan tidak adanya imbauan keis

-laman sehingga tidak mendapat dukungan kaum ulam? dan rak-yat, serta kekuatan aparat keamanan yang jauh melebihi ke -kuatan 50 orang pengikut gerakan Aceh Merdeka. Demikianlah lebih kurang kesan Hiorth tentang Angkatan Aceh Merdeka s~ perti yang dikutip Fachry Ali.

Perjuangan untuk mendapatkan kembali Hak Menentukan Nas1b Diri-Sendiri atas dasar ex injuria jus non oritur:

hak tidak berasal dari kebatilan, keadilan tidak bfsa

1a-hir dari kejahatan, yang menjadi thema perjuangan ~Angkatan

(16)

12 Tidak hanya dalam bentuk penghinaan, tetapi juga pengorba~

an harta dan nyawa. Hingga der-gan tanggal 15 September

1978, sebanyak 22 or,qng pengikut .r ngka'tan Aceh f<1erdel:a d1 -bunuh tenpa me1a1ui proses pengadilan (Tabel 1). flereka

syahid seba.gai syuh2da Gelombang Pertama perjuangan menda -patknn kernbali Hak ~enentukan Nasib Diri-Sendiri (Ditiro, 1985:50). Akan tetani . nilai perjuangan sebuah cita-cita ti

-dak semata-mata didasRrkan pada korban yang harus diberi -kan. Seperti yang dikatakan oleh Teungku Hazan Ditiro

(1985: i1), bahwa: llyum saboh-saboh barang kon j ipen teuntee uleh peue nyang jeuet ta peugot deungon barang nyan, teuta pi uleh pactum yurn geutanyoe tern bayeue keu barang nvan" .. Pengertiannya dalam bahasa Indonesia lebih kurang demikian:

"Nilai sesuatu benda atau jasa tidak d1 tentukan oleh untUk

apa barang itu dipergunakan, tetapi oleh tingkat harga yang ki ta bersedia membayarnya If. Henghadapi tekanan yang semakin keras dari Pemerintah Republik Indonesia, Angkatan Aceh r~erdeka merubah strategi perjuangannya. Dalam keadaan yang semakin terdesak, pada t angga1 10 Januari 1977 Teung

-ku Hasan Ditiro meninggalkan Aceh. Sejak saat itu tidak terdengar lagi adanya perlawanan atau gejala-gejala gerak

-an Aceh Merdeka dalam skala yang signifikan, paling tidak berdasarkan pengamatan Fachry Ali (1986:4).

Tidak Ada Konsesi Politik

Hingga pertengahan tahun 1977, Pemerintah Repub1ik Indone -sia belum menetapkan status formal terhadap kelompok Ang -katan Aceh Merdeka. Masing-m~sing pejabat negara mengguna-kan sebutan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain nya saat membicarakan gerakan yaag berkembang di daerah Aceh pertengahan tahun 1970-an itu. Angkatan Aceh M~rdeka

,

adalah nama yang mereka lekatkan sendiri. Sampai dengan tanggal 6 Juni 1977 menhankam maupun Mensesneg, menurut su

(17)

Tabe1 1: AnegotA AnGl~:'1.t;tn flceh r'!(:rrl~k;} yanp Dihunuh :)e.iClK T;roJr:l r!r~

4 Desember 1976 Hinr;f,r1 Denp'<'ln 15 Snptemhpr lq78

Nama l'mur

1

.

M

.

Daud Hueen

2. Tengku Syamaun 55

3. Abdur Razak Makam 18

4. M. Daud Unoe 66

5.

Tengku Sulaiman Abdull,h

3G

6. M. Taleb Abu Ma- e 35

7. Tengku Aneuk Mahmud "'alad 48

fl. Abubakar Padni ,5

9. Usman Ali 36

10. Usman Sjam"un 40

ll. Ubit 35

12. Zainuddin '>7

13. Pawanr: ~u1Himan Uhit 4Q

14. Waki Tjut Hanan Sobi 45

15. Geutjhik Abdur ~.hmnn 48

16. ~hmad Gani ~asjid 45

17. Tengku M. Thaib Has.n 46

18. Hasballah 18

19. Pang Beuransah Usman ":)5

20. Zakaria Hamzah 35

21. Sayed Amin 60

22. Lukman Yu"uf dan Ibu 02

J eba tar.! lherah Pe-nton Lnbu Gubernur Tani~n8 Tiro G lumpanl; I,hee Glumpanr, Lhee PORi Lhok Tiro Tj ro Tiro GeunparR Provinsi P~:-e Provin~i Pa~'C' P;1rtang Ti.ii Provinr-i Bnt.l"!f' Tl jl'!' rrovin~~l ;):1-:,1;" ].1 il'i~ P~gao,.ln.i ~:~!lr~h'1 t,;.", "~ Simpanr: Lr.p.e Beureu-~~l Tiro \'lee Glee Glumpang Lh:-.e Glum1)::lng Lh'"?9 'l'::! r;r i:ct) l'5 .CC .:...-,','"' ')3.1(' . .:. '17 25.1r:.1'07 25.1(' . ~ '177 ')"' • 'l) . ! n77 ry·. ~ ' . "'7 '1'';,. 1. . T! ()~ .Ol. '7° ('Ir- .01 . "70 '] .(,' ,170 2?C: . 7~ ) .... r' .17" ·'7

.

~ rl . 17° "

:?,

0 1 ')~, ,

.

I ' ,'/1-' (I (, I~i n: 2t . '.:(.i'~" 2( .' f . '~in. 2!"' .Qc,. ' (/'lC1 01.'" . ~r:?O ('.1 • ("~: . 1 1'70 p<r~(1 . 1· 1°

~umber: Tengku Hagan M. ili tiro, 1978. 'l'he DrClm~ of i\ch('flnC!·-; 'I i:· ~2 7.',-10 77 : a Play in VIII Acts, ~1iniptry of Education .,it;.te o~ J.c~e;~f n;'. ' r

f-'

(18)

14 rat kabar IdA:::iPADA yang terbit di Hectan, belum bersedia m~

n~nggapi isu Negara Aceh Merdeka yang diberitakan bebera

-Dn media maSSB di Jakarta. Begitu pula dengan Kepala Star Kopkr'!.mtip vang men~atakan bahwa "terlalu pagi untuk meni -1a1 apa yanB disebut "Deklar-asi Aceh r'lerdeka 11 .. Sementara i"'tu ~1enteri Luar Negeri menganggap bah ... Ja mereka yang ma

-sih mau mengadakan gerakan seperti Aceh Merdeka adalah oranp-orang yanr "mimpi ". Pangdam I/Iskandarmuda menilai

bahwa Deklarasi Aceh r-terdeka merupakan usaha pihak ketiga yang ingin memecah belah persatuan bangs a, dengan mengadu domba antar suku bangs a dan agama .. Karena itu Pangdam T/ I skandarmuda menyebutnya sebagai tindakan subversi yang diduga berasal dar i sisa-sisa PKl yang bertujuan menteror masyarakat, menirnbulkan kekacauan, dan ingin menimbulkan pemberontakan 4

Pada kesempatan lain, seperti yang tertulis dalam Ta juk Rencana surat kabar KOMPAS terbitan tanggal 9 Juni 1977. Kepala Star Kopkamtip menilai "Dek1arasi Aceh Merd~

ka n sebagai gerakan separatis dan subversi. Surat kabar KOMPAS sendiri mengemukakan bahwa kecuali penelitian dari aspek hukum, kasus tersebut juga memerlukan pengamatan m~ nurut politik dan pertumbuhan masyarakat, karena jika di -lihat dari proses sejarah bangsa, adalah anakronisme ba h-wa gerakan sernacam itu masih juga ada sekarang ini. Se

-lang beberapa hari kemudian, Burat kabar ANALISA yang te£ bi t di Medan rnemuat seruan Henteri Luar Negeri Republik Indonesia, agar tidak melayani dan tidak menyiarkan kegi

-atan-kegiatan yang dilakukan oleh Teungku Hasan Ditiro yang te1ah mendek1arasikan Aceh Merdeka. Lagi-1agi pada kesempetan berikutnya Kepala Stat Kopkamtip menegaskan,

bahwa apa yang disebut gerakan Aceh Merdeka hanyalah

.

tin-dakan avonturir separatis-subversif yang tidak didukung sesuatu kekuatan (KOMPAS. 13.06.1977). Menhankam/Pangab

(19)

juga menga"takan bah ... a peris"t;iwa J..ceh dilakukan gerombolan pengacau, saat ditanya wartawan KOMPAS tanggal 13.12.1977 terkait dengan peristh:? terbunuhnya seoranr- Amerika y;:,ng bekerja pada Proyek LNG .4run .. 'tt,gr,a1 2Q .. ll.1977 ..

Dalam proses perjalnnan .... ,dktu ocri kutnya, seoutfln un tuk Angkatan Aceh !'ierdeka semakin kdbur. Pada su[:J1.u kese!!!, patan di bulan Desember 1986 ?angdam I/vukit Barisan me -nyebutnya sebagai Gerakan Pengacau Iiar Hasan ?iro (li-PLH'll) Menurut wartawan KONPAS, sebutan demikian agaknya l.erkCii t dengan realitas bahwa sejak 1983 GPLHT tidak 1agi menjadi perhatian rnasyarakat dan aparat keamanan tetap melakukan penumpasan. Sejak tahap awal, menurut surat kabar KOMPAS,

gerakan itu berhasil ditekan oleh Kodam I/Iskandarmuda (sebelum diintegrasikan ke da1am Kodam I/Bukit Barisan) .

Hingga pertengahan tahun 1990-an. Pangdam I/Bukit Barisan belum menemukan sebutan yang tepat untuk mengidentifikasi kan gerakan "Aceh ~lerdeka" karena terlihat rnasih cende -rung dengan sebutan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan). Se -butan demiki~n agaknya dikaitkan dengan pandangan bahwa tindakan mereka sudah di luar batas tlperikemanusiaan", mg nurut kriteria Kodarn IjBukit Barisan. Keberadaan gerakan 1/ Aceh ~1erdeka 11 seki tar tahun 1990-an mulai pula di hubung

-kan dengan kasus ganja di Aceh (KOMPAS. 1.1.1990). Karena itu pula, salah seorang pejabat pemerintah berkesimpulan bahwa gangguan kemanan di Aceh tidak ada kaitannya dengan masalah poljtik, tetapi semata-mata tindakan murni krimi

-oal.

Pernyataan-pernyataan yang menenangkan dari pejabat -pejabat pemerintahan, tiba-tiba berubah deogan pernyataan baru yang terkesan seperti halilintar di siang hari yang cerah. Surat kabar KOMPAS (12. 7.1990) menurunkan s~buah

berita bahwa anggota ABRI akan lebih banyak ditempatkan di Aceh, untuk lebih meningkatkan daya tahan "lIlasyarakat

(20)

16

menghadapi berbagai gangguan kriminal sepertl yang terjadi

n?ca saat itu.

l\:"'ta putu::: ta!'lp:::tknya ba~: kelu8r saat Gubernur Aceh l'f,;hJG.?p Prt;S~ 'en Republik lr::!onesia tc:.r.ggal :3 Januari

lY~;l dj Istaf1;)' !'1erdeka un1:uk r.elaporkan 'te!1tang masalah ke

"~an"n di Aceh (SERAMBI INDOI":.;IA, 4 .1.1991). Pada kesem

-Di:1t?.n i tu Presj den menegaskan bah""'a perr.erin1..ah tidak akan

MPDberikan konsesi politik apapun kepada para tokoh GPK di t.ceh. Dengan rnereka yang mC;:.sih berada di luar negeri h.§. r~s diputuskan hubungannya dengan Indonesia. Presiden juga

mengatakan bahwa Indonesia jangan dijadikan lahan untuk m~ nRnam bibi t-bibit gerakan pengacau keamanan yang datang d~ r i luar negeri. Sejak saat itu konflik Aceh terus berlarut.

Tetapi apa yang sesungguhnya terjadi di Aceh dalam tahun

-tahun berikutnya tidak banyak diketahui, karena media

mas-sa tidak mengungkapkannya.

Operasi Jaring Merah

Operasi Jaring Merah merupakan sandi yang digunakan untuk kegiatan operasi militer di Aceh, yang diberlakukan sejak tahun 1989 hingga 1998. Saat itu aktivitas Gerakan Aceh f-1erdeka kembali meningkat, setelah mereda selama lebih ku -rang sepuluh tahun. Keberadaan Gerakan Aceh Merdeka boleh dikatakan sepi dari pemberitaan media massa maupun media elektronika. Akan tetapi setelah Pemilu dan menjelang Si

-dang Umum MPR 1989, tiba-tiba Gerakan Aceh Merdeka bang -kit kembali dalam bentuk serangan dadakan terhadap Polsek dan Koramil, terutama di Kabupaten Aceh Utara dan Pidie.

Pemerintah Pusat segera meresponsnya dengan mengirimkan

puluhan ribu pasukan. Tidak kurang dari 36 Orpol dan Or

-mas di Aceh memberikan dukungan terhadap kebijaka~

,.

peme -rintah dalam mengatasi gangguan keamanan dan ketertiban di

(21)

-17

lah terlanjur melakukan tindakan kriminal. ~2mbali ke

ja-lar. :iang benar secara sadar dan ikhlas (Harian j.nali sa,

7.7.

10

0

0

).

Dal?.m sur?t pernyataan ber~Ll.ma y'"!nf, di tanrkt

:le=-

~2

Orma:=; yang dikemukakan di atas, disebutkan b:ihw2 nctr.ta

-ngunan yang sedanr dilaksan?kan di Aceh pada prinsipr.y2.

bertujuan untuk mewujudkan masy~rak?~ adil dAn makmur

yang merata material dan spiritual berdasark~n PAnc8sila

dan uun 1945. Pembangunan tersebut akan dapat terlaysana

dengan baik dan sukses, apabila kondisi dan situasi keaman

an staoil. Karena itulah, pimpinan Ormas Aceh menghimbau

agar Pemerintah bersama-sama dengan ~emerintah Daerah Aceh

segera memulihkan keamanan dan ketertiban dengan menempuh

langkah-langkah kebijaksanaan yang euukatif, persuasif, in

formati!, agamis, dan manusiawi. Untuk itu Orrnas siap rnem

-bantu Pemerintah Daerah yang tUjuannya adalah untuk mensuk

seskan pembangunan. Kecuali itu, dalam surat pernyataan

bersama tersebut, Ormas Aceh juga meminta agar masyarakat luas tetap waspada terhadap usaha-usaha pemecah belah per

-satuan dan kesatuan bangsa serta tetap memberikan dukungan

sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah Aceh. Pernyataan seru

-pa juga disampaikan oleh tiga partai politik dan Majelis

U1ama Indonesia Daerah Aceh (Harian Ana1isa,

7.7

.

199

0

).

Kondisi keamanan di Aceh pada hari-hari berikutnya

ti

dak banyak yang diketahui, karena media massa sama sekali

tidak memberitakannya. Selama periode DOM (Daerah Operasi

Militer), Aceh menjadi daerah tertutup untuk informasi- in

-formasi tertentu. Umumnya pengetahuan mengenai kondisi ke

-amanan di Aceh menyebar melalui pemblcaraan dari mulut ke mulut pada pertemuan-pertemuan secara tatap muka, bila ke

-adaan di sekelilingnya dianggap aman dari pendengaran pi

-hak ketiga. Meunasah dan kedai-kedai kopi yang biasanya

(22)

le

masa DOM tidak 12gi dijumpai suasana seperti itu. Rata-ra

-t~ warga sctempat berusaha menghindari tempat-tempat yang

r!:!m.?1 seperti itu, untuk menghindarj bila sesewaktu ada pg

tro] i ap:'1rat k~.:m;:u ... :m .. Kecu!'lli 1 tu, flenduduk kota

kecamat-<?In at.qupun kabupat·-:.n umumnya mengetnhui tenta.'1g meningkat

-nya gangguan keama~an di suatu lingkungan pemukiman dengan

melihat penduduk va~~ berbondonF-bondong meninggalkan kam

-pungnya, pergi mer.,r.ungsj ke te:1p:;,t-tempat yang dipandang

lebih aman. Nereka meninggalkan rumah tanpa berpenghuni f

hart? benda tanoa ada yanp menjaganya, ternak dan tanaman

pertanian tanpa acta yang merawatnya, hanya karena semata

-mata untuk menyelamatkan jiwa dan keluarganya. Setelah be

-beraoa lama berada di penguny,sian, dan keadaan dianggap s~

dah lebih aman, mereka kembal i ke kampung dan mendapati rg

mahnya dalam keadaan atau ha~gus terbakar, serta semua ha£

ta kekayaannya hilang dijarah oleh pihak-pihak yang tidak

teridentifikasi.

Krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonegia pe!

tengahan tahun 1997, yang berdampak pada pergeseran kepe

-mimpinan nasional, membawa suasana baru bagi kondisi kea

-manan di daerah Aceh. Keterpurukan ekonomi dan moneter

yang "diratapill rata-rata rBkyat Indonesia, tampaknya meI'!!

pakan blessing in disguised bagi rakyat Aceh umumnya, kar~

na harga beberapa produk pertanian melambung tinggi dan

status DOM dicabut. Pemerintah Nasional membuka dialog de

-ngan mRsyaraka~, berbagai tindak kekerasan dan kejahatan

semasa DOM dibongkar satu per satu dan diberitakan secara

terbuka di berbagai media massa dan media elektronika, seE

ta tuntutan-tuntutan tertentu disampaikan kepada pem~rin­

tah. Sejak itulah masyarakat umum mengetahui betapa inten

-sitnya penderitaan yang ditanggung rakyat Aceh semasa DOM,

tanpa ada yang peduli, sehingga seorang penyair diri Meula

(23)

19

Indonesia-ku?U, pada suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh Aceh Recovery Forum di Medan, akhir tahun 2005.

IINama tidA.k mengubah hakikat sesuatull, cuatu kaeda.~

Vshul Fiqh, tampaknya berlaku untuk k~su~ kon~lik '11 ~cph .

Pp.ncabut:1n status ror·~ tidak se!'ta ffil'rta nnn.':'eri"!: :!ar. ::-:lk

-Yrtt Aceh beral<hir. Tindak kekeraS2.'1 dan jumlah korbar. se

-m~kin bQrfluktu3si r.zengikuti arah kcbi jakan rem('rint;d: d~

lam menFelola konflik Aceh setelah masa :.(:~t·:. r~r;dek~-2:n

penyelesaian ke?manan di Aceh pas ca OON dF!.la~ g.~ ri:;;

ny;:) dapat dibedakan menja":i delapan periode, denge:.n tuas! jumlah korban seperti dikemukakan dala~ Tabel itu:

:11..: k-2 , v, J:";"

1. Periode Pasca

roM

,

terhi tung sejak tanggal 8 -""-bUstus

1996 hi ngga dengan 31 !1esem},,,,,, 1 <)99,

2. Periode Sebelum Jeda Kemanusiaan, yang berlangsung se

-jak i Januari sampai dengan 1 Juni 2000,

3. Periode Masa Jeda Kemanusiaan, yaitu sejak 2 Juni 2000

hingga dengan 15 Januari 2001,

4. Masa Moratorium, yaitu sejak 16 Januari hingga dengan

15 Februari 2001,

5. Masa Damai Melalui Dialog I, sejak 16 Februari hingga

dengan 28 Februari 2001.

6. Masa Damai melalui Dialog 11, sejak 1 f1aret sampai de

-ngan 21 Maret 2001,

7. Periode Zona Aman. yaitu sejak 22 Maret hingga dengan

31 Maret 2001,

8. Masa Damai Melalui Dialog Ill, terhitung sejak tanggal

1 April sampai dengan 6 April 2001.

Menghadapi suasana kemelut yang terus berlanjut. ken

da~i pun menghadapi banyak kr1tlkan, Pemerintah Republik

Indonesia menempuh kebijaksanaan lain, yaitu mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2001. lnpres ini diumumkan ber1aku

(24)

Tabel 2: Rekapitu1asi Tindak Kekerasan Pasca

roM

,

r1asa Jeda Kemanusia8n, Masa Moratorium, dan Masa Damai Me1a1ui Dialog :

08 Agustus 1998 - 08 April 2001

Tewas Penyiksaan

Periode Pencu Pemba

Pemer Kontak

Sipil GAM TNI Sipil

GAM

TNI likan karan ka~a<ln ~,(!n-jatR

1. Pasca Dam 471 86 209 1 41 157 1. 321 2. Sebe1um Jeda 398 50 196 43 90 790 7 3. J eds Kemanu slaan 429 67 97 817 5 219 342 1.472 < lfl 4. Moratorium 54 15 13 95 27 14 197 16 5. Damai-Dia1og 43 2 2 101 18 '19 9 6. Damai-Di alog 128 10 13 75 40 12 ?,9P 3(, I I 7. Zona Aman 8 2 1 6 9 1

8. Damai-Dia1og

III 17 1 1 14 3 1 32 6

Jum1ah 1. 540

95

262 1.507 6 396 617 4. 0f, 12 228

Sumber: Forum Pedul1 Hak Asasl Manusia (FPHAM)

seperti yang dikutip Nadjamuddin Oemar, 200l. "0 pe r:'1si :-:.il~ t.~I~ Akar I;Rf~[ll",

'_KOMPAS, Terbitan 1~ April.

"-'

(25)

21 tampaknya ingin mempe:-lihatkan kesan bahwa penanganan kon-flik Aceh dilakukzn secara simultan dengan masalah-rnasalah J"lolitik, ekonomi, hUKUc:., sosial, keaM."lnan dan ketertiban

IT:d$:"o'ar"!K :t, m.~

I

,:

t.,.~ !"''''rt? rem rar.e:H:. ;';ul?i d~ri l;';akil I-r!:

f:iden, 17 i'~enteri, Panrlin:;z: TNl, Kapolri, Gubcrnur Aceh,

dan f'emua Bup:lti di Aceh dikerahkan ur,tuk menyelesaikan kont) ik Acer: secara komprehem:d f. PadL1 pihak lain, der:.gan

dikf>luRrkannya InprE's l':Olr.or 4 Tahun 2001 tersebut, maka Pf

nyelesaian mel('-1ui Jeda Kem;'!nusiaan pacta tahun 2000 serta Nor:::ttorium dalam bentuk penghen'tian kekerasan awal tahur: 2001, sudah dihentik~n Pemerintah (Harian KOMPAS, 15.4. 2001). Kebijaksanaan baru ini didasarkan pacta pertimbangan bahwa penyelesaian melalui Jeda Kemanusiaan dengan maksud agar tidak menimbulkan korban di kalangan rakyat AC;Jh, me

-nurut Pemerintah Republik Indonesia, justru dimanfaatkan

Gerakan Aceh Merdeka untuk mengganggu, menyerang, serta m~

nimbulkan korban jiwa di kalangan aparat keamanan. Sement~

ra itu, berita tentang kontak senjata antara aparat keam~

an dan Gerakan Aceh Merdeka serta korban yang berjatuhan terus muncul di media massa.

Berbarengan dengan meningkatnya konflik di Aceh, Pem~

rintah Repub1ik Indonesia melekatkan sebutan baru untuk G~

rakan Aceh Nerdeka, yai tu Gerakan Separatis Aceh (GSA). L~ gi-1agi nama tidak mengubah hakekat sesuatu. Kekuatan Ge

-rakan Aceh Merdeka semakin bertambah. Kekuatan militer Ge

-rakan Aceh Merdeka diidentifikasi memiliki kekuatan perso

-nil 4.869 orang, di antaranya 804 orang merupakan kader m! litan yang dilatih di Libya dan 115 orang lainnya dilatih di Filipina (Harian KO'~AS. 15.4.2001). Strategi perjuang

-an yang digunakan Gerakao Aceh Merdeka adalah Perang Geril

ya. Dari sudut pandang militer, kUnci untuk memenangkan , ge

-rilya terletak pada rakyat. Tampaknya kebijaksanaan yang baru in±pun tidak menyelesaikan masalah kontlik di Aceh,

(26)

P.'3CA KCrFLIK

'1' i tik [; 8.mplin, yang digt.:.:-: _::2n .l~ IJr peneli 7.i

O!:' .11: _ ad:-,.L -::.

ulli t-uni t kesatuan hidup .set~rr.pi:.t dl Kabupater. 1- idle, yal

tu krtmpunj!_ .;.ebany.:!k s~~l.iluh k2!'!':::';"Wf: yanr. menyebt!.= p~d? del<ipBn ',,'ilClY3.h kec!-!m<::t2r. dipil:'r, seC:1ra acak. ntuK tUJ!:

an penelitiAn ini, seperti yanF pernah alkemuk~kan sebe

-JW:lnya, kesepuluh kampur:g i1.U dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu kampune-kampung yanR tergolong sebagai

lIdaerah basis" GAM dan kampung-kanpunp: yang terimbas ko

n-flik . Dengan berbagai variasi tingkat intensitas pengala~

an konf11k, ke dalam kelompok daerah basis termasuk Cot

Geureuphai, Kumba, Didoh, Kule, dan Cot Gunduek. Kecuali

Cot Gunduek, 10kasi keempat kampung yang lain bersempadan

dengan kawasan hutan. Meunasah Cot Gunduek yang terletak lebih kurang lima kilometer di sebelah barat daya SigIi,

ibu kota Kabupaten Pidie berada di lingkungan pemukiman

yanr, lebih ramai, seTta memiliki aksesibilitas wilayah d~

ri keempat penjuru. Kelima kampung daerah basis itu memi

-Iiki "orang dalamll yang melindungi dan dilindungi warga

masyarakat setempat.

Anggota Gerakan Aceh Merdeka tidak memoangun serang

-an terhadap pas-pas TNT-Folri di daerah basis, kar ena di kampung itu TN!-Polri tidak menempatkan pasukannya. Bila ada patroli ke kampung itu, anggota Gerakan ."_r:eh Merdeka

berusaha menghindari diri. Kampun~-kampung tersebut lebih dimanfaatkan anggota Gerakan Aceh Merdeka sebagai t empat

bersembunyi. Karena biasanya pasukan TNI-Polri bergerak

dari arah tertentu, maka gerakan mereka mudah dipanta~, dan anggota Gerakan Aceh Merdeka dengan leluasa meIolos

-kan diri. Saat penyisiran, kampung-kampung yang tergolong

(27)

"

23 daerah basis ini mendapat perl".~:u':ln kasar, pemegang KTP d§. ri kampung-kampunp, terse but dicuri~~i, dan bila bepergian ke J.u?r daerah diperlukan kpte:-a:JF-dn khusus. Perlakuan

de-!C,ikian mendorong warga kar.:punf'" :;.'~;d-l;ir-:i berusia muda per

-ri dan mcnetap di daerah lain c:.:?':'; b~rGe.bung dengan angp,o

-~_:. Gerakan Aceh "'~erdeka. Pendur!Ur: Yi..A[)f: lebih memilih tet<!.r:

.... jnp;gal di kcmpung umurnnya sud:-:r. ~lap fisik maupun ment1-!1

t~ntuk me ne rima perlakuan kasar 2p-;r. t keamanan. Saat pen},!

r:i rfln mereka diliputi suasana h2.ti yang takut, tetapi men

-j~di tegar kembali setelah apara~ keamanan me;;inggalkan m~

reka.

Kedua, kelompok kampung yang terimbas konflik. Ke da -lam kelompok ini termasuk Meunasah Tutong, Neunasah r-iee, Heunasah Puuk, Alue Cot Seupeng, dan Lingkok. Kelima kam

-pung ini tidak memiliki "orang dalam", atau bila ada angg,£

ta Gerakan Aceh Merdeka yang berasal dari kampung ini, me

-reka biasanya bergerak di luar. Kampung-kampung ini umum -nya di jadi kan .. shock therapy 11 oleh apara t keamanan, a tau

lokasi pencegatan convoy TNI-Polri oleh anggota Gerakan Aceh Merdeka, serta latar belakang penyerangan pes aparat keamanan, dan sasaran pungutan dana oleh pihak-pihak yang

berkonflik. Setiap terjadl kontak senjata, kampung-kampung

ini menjadl sasaran penylsiran aparat keamanan. Secara fl -sik maupun mental, warga masyarakat di I\.ampung 1nl "belum

siap" menerima perlakuan keras dari pihak-pihak yang ber

-kanflik. Saat terjadi kontak senjata, atau warga mereka

menjadi karban, mereka ketakutan dan meninggalkan beban

mental dalam jangka waktu relatlf lama. Karena itu, warga

masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental, trau

-ma ataupun stress, umumnya dijumnai di kampung-kampung

~

-yang te-rimbas konflik ini.

1-Tekanan fisik dan mental serta harta di daerah basis

(28)

ek-24

S01UR ",';::!rp;rt masyarakat, terutam<i. laki-laki riew!1sa, an"';ara

lain ke !\;enan, JRkr!.rta, dan ~;:1.1a:vsia. Di ka:npunp: kebanyat :'!nny'" h~:~v2!. ./..inggal ':.:.ll'1k- 8nak, pe r-empuan , d::tn lelaki usia

1 [.'';:1:'. orr'~"i y::!F· t~nl!1p'k n:",~ "l·"1:11ui rl1 ::'::'l::..ti,"ln inl,

-":. -J~v.:i (70%), re!"~!'7:pU2n (4 ~-;), ';~r; pCn:U\~' (S7%) me-:-up.:: k:1n kp.lompok-kelonp:)k da] <ur, kcr:uni ta:,,; PLUe yan~ relatif

l~hjh men1eritA akibnt tr~uma ~~n~ t~rkait 1enran konflik

(Gr::tymac, '001': :4f.) . Hamnir r;e,-:;;-> infonnan di lokasi pene -liti3.n rr.<:-nyebutk3n b.'1hv.'a ketiy:-'- k,~lornpok komunitas ter~e­

but ~enAnr.~ng beb~n traurn3 p~C? m~~a konf1ik. Seor~nR p~

muda berusia 28 tahun di s~lah satu 101<a5i penelitjan me -nr.emukakan, bahwa suasana konf1ik sudah dialaminya sejak sebelurn ia bersekolah di SD, dan hinega sekarang masih t~

tap terbayang jenazah yang ter~elak begitu saja di

halam-Rn meunasah di kampungnya.

Kecurigaan dan perlakuan kasar yang mudah saja ditim

pakan pada penduduk laki- l aki maupun perempuan di lokasi -lokasi penelitian ini menimbulkan kecenderungan pada ma

-sing-mRs:'ng warga masyarakFlt untuk bersikap "menarik diri 11

untuk tidak memperhatikan persoalan orang lain, tanpa ke

-cuali termasuk dengan anggota kerabat sendiri. Ini merup~ kan salah sa tu pertanda bahwa keutuhan masyarakat berada dalam kondisi merenggang. Kepompong keluarga dan masyara

-kat tidak lagi seutuhnya memberikan perlindungan ~erhadap manusia Pidie. Berulang kali informan dari kesepuluh kam

-pung yang menjadi titik sampling penelitian ini ffienguca~­

kan perkataan "nafsi- nafsi" saat mereka mengemukakan si

-kap masyarakat terhadap jirannya yang rnengalami kesulitan

atau mendapat perlakuan kasar dari pihak lain. Masing-ma -sing orang berusaha mencari kesematan diri dan keluarga -nya. Karena itu, sikap "nafsi- nafsi" menyiratkan kecende

,-

-rungan egoisme, tanpa perhatian untuk orang lain (Gray -man (2006:,(7). Sikap "nafsi-nafsi ll i ni t erutama tersirat

(29)

25

dalam ... ujud keenganan warga kampung untuk menempatkan diri

~pbagai pemimpin.

Rata- rata informan Kunci mengemukakan bahwa kegiatan

pefJdidikc.;~ D2.gi anak-anak sane:,H -":erf,ange:u selama m"3sa ket [like Dem;an berat hati, para ibc me13rane anqknYi3 pergi

ke sekolah, jika pada malarn harinya terdengar tembnkan

atau ketika pagi hJ.rinya acta penyi~iran yang dilakukan ap~

rat keamar.an di sekitar kampunr mereka. Guru juga lebih

bersikap untuk tetap tinega1 di rumahnya rnasing- masing te

-nimbang pergi ke sekolah melaksanakan tugas mengajarnya.

Kondisi yang serupa juga terlihat pad a kegiatan pengajian

yang umumnya berlangsung pada sore hari . Dilokasi- lokasi

penelitian yang terpencil, anak-anak masih menyimpan pera

-saan takut saat mendengar suara mobil yang datang ke kam

-pung mereka. Urnumnya mereka menjauh ketakutan saat kender~

an mendekati mereka.

Suasana konflik yang berlarut-larut menyebabkan Kabu

-paten Pidie mengalami kelangkaan pemimpin yang berwibawa.

Rata- rata lelaki dewasa yang masih tinggal di kampung- kam

-pung yang menjadi lokasi penelitian ini enggan menjadi ke

-pala kampung karena mereka harus berhadapan dengan berma

-cam intimidasi dari luar yang sar-gat mempengaruhi dan meng, kan mental mereka. Salah seorang informan per.elitj~n ini

mengemukakan bahwa orang yang paling menderi ta di kampung

dalam rn2sa kon£lik ini adalah kepala kampung. Menurut in

-fOTIn2..n ini, kepala kampung adalah IIsidroe geuchik keu dua

nanggroell, yang berarti seorang kepala kampung untuk dua

pemerintahan, yang masing-masing mengaku 8ama berdaulat.

Dikatakan demikian, karena kepala kampung menghadapi situ~

si yang menempatkan dirinya pada posisi yang terjepit. ka

-rena rnasing-masing pihak yang bertikai menganggap para pe

-mimpin des a bertanggung jawab atas berbagai hal yang terjg

(30)

ur.r.:k~pan y."lnv. le1>ii: siobolik, su.s.sana h."".ti demiki?n dinya

-t8kan seb::::'C;3i: 1I~:::!boh klah doa ~eunf"urah ". Y.epal<.l krunpung qcapkn) j mepcl~~n.'it te~;""''''-an 1F;ar r.: ,"'bE'rikan in; c:r."!: 'I~i menr,e

-Di :-:lnta!'R y.f'r::la '..:lffiJlunr a'i,-, y:uw meti tc:-bunuh, ~A.n­

na dik ... tClhui 81a~3.r pe!1yebabny:t .-eperti yrmF dikemUKc.kan oleh cecr20r geu~=-.':'k yanr 11iG.~ i!. ::::-..:c:::. llsi<lnya, ;d r-:-kira 26 tahun. Kep:1J!l karr:pmr r!i Pidie urr:..:r.:r.ya .1aki-l;:::}-:i -:-·,.:..n(! ber

-llsia ar:;:;k lanjut. Penoahulunya, y'1l1h sebetulnya lebih pan

-tas, har;ya mampu bcrtahan beber?pe. bulan karena tidal< sane:

gup menf,hadapi tek2.nar: yan~ t erlalu berat, dan akhirnya

tanggune jawab untuk kedudukan itu diberikan kepadanya. B~

gi pemuda kampunr i tu eendiri, menF.rlr.IO tanggung jawab ke

-pemimpinan kampung sangat berbahaya, karena lelaki berusia muda seperti dia sangat berkemun~kinan dicurigai dan meng

-alami perlakuan kasar. Kesediaan informan semata-mata kar~

na merasa kasihan dengan nasi b .... 'arga masyarakat yang tidak

ada pemimpin yang bertanggung ja ... ab mengurus berbagai pe~

soalan merek2. Lagi pula sebelum konflik, beberapa genera

-si kepemimpinan sebelurnnya, adalah dari garis keturunannya.

Ayahnya dibunuh pada masa OO~it dan ia menye1arnatkan diri dengan berhijrah ke Malaysia. Garis darah dan pengalaman

-nya selama hampir sepuluh tahun di ~1alaysia, memberikan k£ beranian kepadanya.

Informan lain, Pang1ima Gera~an Aceh Merdeka tingkat

lokal semasa konflik, bersikap lebih real~stis terhadap perIrtkuan kasar dan hijrahnya laki-laki ke Iuar negeri pa

-da masa DOM. Ketika Agresi Belanda akhir dekade 1940- an,

menurut informan inl, hanya ada tiga orang terpelajar dari

Pidie yang pergi menuntut ilmu dan menetap di luar negeri.

Ketiga mereka itu adalah Teungku Hasan Muhammad Dit iro

yang tinggal di Amerika Serikat dan kemudian pindah ke Sw~

(31)

keada-an terjajah se1ama 1ebih kurang 125 tahun. Lainnya ada1ah

Pr0f.Dr. Teu~l IRkandar yanr hiduD di Negeri Belanda kemu

-·~i-::.!'1 pintiar. ke Na12:v~i~ ~an E"un",...I.. D.'1russ?l?c, be~ha5il

"'~r.pil SAbfll'!<!l ahli s~~""ra !':~layu ::ez-inr,kat intern:1.sional.

L'~in'1y l :Wi adal;qh Dr. Ily2.~ 1smail yanr menetap di Y..ota

\:a""ila dan rnenjadi d~ I i yenf! rlikaf,umi. ::iekarang laki- laki

Pirlir! dan :.ceh lainnya sud?h mer:yeb.:.y kemana-mrtna dan t i

-d:'lk terbilang jumlahnya. Hampir pad? semua negara, orang

Aceh ~ek;rrang dijumpai. KeIak merek<l akan rnenjadi " pang_ kai 11 (modal) bagi banpJd tnya Aceh di masa depan. Mereka g£

gal mendapatkan pendidikan kualitas lokal dan kesempatan kerja di Aceh, tetapi dalam suasana konflik telah merambah keRempatan pendid~kan dan pengalaman kerja di be=bagai ne

-p;a ra maju.

Terlepas Dari Kepompong KeJ.uarga

F>1anusia adalah sua.tu peristiwa tempo-tempat, produk waktu dan ruang (Jacob, 1992:22). Rumah tangga dan 1ingkungan ma syarakat sekitar merupakan kepompong (inkubator, rahirn) temp?t manusia beraktivitas. Kepompong melindungi dan setl ap waktu berubah sesuai dengan tempat, yaitu sejak dari ra him, keluarga, dan masyarakat. Suasana kon£lik yang ber-langsunr selama hampir 30 tahun menyisakan pengaruh yang mepdalam pad a rata-rata responden penelitian ini. Dari ki -sah yan~ diceriterakan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti, terungkapkan bahwa banyak laki-laki dan pe -rempuan yang diinterogrtsi secara kasar, diintimidasi, di -paksa memberikan informasi yang tidak mereka ketahui, ser

-ta dipukul. Perlakuan lain yang lebih kasar, seperti dice -riterakan informan pad a ketiga lokasi penelitian yang ter -golong sebagai daerah b2Sis, adalah pencekikan dengan kan

-tong plastik, pelecehan seksual di depan umum, ditenggela~ kan ke dalam septiktank atau saluran limbah kotor, dibakar

(32)

28

hidup-hidup, serta dipaksa melukai atau melecehkan -ceman

atau oraml-oranB yaoft dicintai (lihat juga Graymar:, 2006:

:6 0"" 15).

tlei\Crilpa tnforr!:~.rJ p~'I"._:;.mpu ,r r,-=r,""'1!'i; "_'<: ,..;.~~!". ~·'?:-:g'...lc.;,L.!ar!

m~rekA bcrsama An;1k- H.n<::.kllya Yi-:.lir: t::ipdk2-n !!!.;;r.y.:;;.k!:i~~an sa.:';.t

Ruami ~tau anaknya yang laki-1aki disiksa, y.emuai;:!n dibu

-nllh. In~ormasi 1;)in, y'lnf' lj:::.~ .... ,,;' 1,;;':' :.:~- _ : ..;:- : ::" :.j JIC .... f"

-..l.'1;,t..?.pkan b,~h""'a ;0% dari total merer<il tt~rpa.ksa melarikan

diri dari rumah y:mp dibakar dan ~I;'~ mcnYGt:::kar: suami mere

-ka terbunuh atau diculik, serta ,nak niareka tt':'ounuh atau hili1flg, dan 21% menyatakan anggotG keluarga atau teman te~

bunuh. Res"Donden yang sama juga mengemukakan bam.'a mereka

kehilangan tempat tingga1 (14%), kekurangan bahan makanan

dan berada di tempat pengungsian selama konf1ik (71%), se£

ta tidak mendapat akses pelayanan !{esehatan S2at saki t .

Seorang infonnan perempuan, tokoh .. "I ani ta seternpat men

ceriterakan penga1amannya bersama jiran sekampung yang la

-in, lebih kuran~ dua tahun yang 1a1u, mereka dipaksa me

-ninggalkan rumah dan kampung mereka supaya pergi mengungsi

ke sebuah mesjid di ibu kotA provinsi. Sewaktu kembali, mg

reka menemukan rumah dalam keadaan rusak, atap seng penuh

dengan lubang ditembusi peluru, perabotan rumah porak po~

randa dan rusak, harta pribadi hilang dicuri. Saat me1ihat

kondisi demikian, 1.a menjerit- jerit: IItidak ada satu pi

-I'ingpun yang tinggal, semua hancur ••• ". Seorang perempuan lain, berurnur sekitar 60-an tahun, menyimpan sejum1ah uang untuk biaya menunaikan ibadah haji ke Nekah pada tahun me.!!:

datang, menceriterakan bahwa mereka dipaksa untuk pergi d~

ngan pakaian yang hanya melekat di badan. Ketika mereka

kembali ke rurnah, semua yang ditinggalkan sudah lenyap.

Responden penelitian yang lain lagi yang diwawancarai

di daerah basis, lain pula ceriteranya. Seke1ompok tentara

(33)

-29

dah ke rumah tetangga di sebelah. Selama tiga malam bertu

-rut- turut oereka diganggu oleh syetan, dan secara membabi

-but~ r.lelepe:~kan te~bakan aTah ke bubungan atap sf'hingga m~

!'linf'p:~l}:a'" banyak lubang. Seru(.; b:.lrang hancur. :1ufl~n:va me-T"nka h::'l.!1~,r2; menembalt: bayangan V'.nr melintas di den::ln mereka.

Pqd~ giliran berikutnva mereka mendengar suara tembakan sg

perti dalam pertp,:mpuran lay~knya di f:.emak-~emay. di bela

-k~mf" rumah. Mcreka pun siap mer.lbal::~.snya dengan rnc!epaskan tembakan ar8h ke rlinding. Dengan pengalaman demikian sela

-m<=!: tip.rr r1alam, pada hari berikutnya mercka pindah ke tem

-nnt lain.

Bagi warga masyarakat Aceh umumnya, tanpa kecuali ter

masuk pula yang bermukim di Kabupaten Pidle. rumah merupa

-kan bangunan dengan sekat berlapis untuk sampai ke wilayah

paling pribadi dalam kehidupan mereka, yaitu kamar tidur

dan ruang dapur. Tiap rumah paling tidak memiliki tiga ka

-mar tidur, yaitu m~sing-masing diperuntukkan bagi pasangan

suami-isteri, anggota rumah tangga perempuan, anggota ru

-mah tangga laki-laki, sedangkan untuk dapur disediakan se

-buah ruang lain di belakang atau di sa~ping bangunan induk.

Suasana konflik menghancurkan semua itu dan mengakibatkan

wilayah pribadi dalam wujud bangunan rumah, hilang makna

-nya. Sekat-sekat pemisah ruangan antara anggota rumah tan£

ga pere~puan dan laki-laki, atau antara mertua dan menantu

yang berbasiskan perasaan malu untuk bertatap pandang, se

-akan-akan telah diruntuhkan. Suasana kehidupan anomi demi

-kian sang at jelas terlihat pada kehidupan di tempat- tempat

pengungsian. Berminggu, bahkan ada yang berbulan-bulan, m~

reka hidup di pengungsian dalam suasana yang tidak normal,

nilai-nilai kewibawaan keluarga memudar, dan sekat-sekat

hUbungan antar anggota rumah tangga menjadi berantakan.

Rumah tempat tinggal secara sangat jelas mendapat peE

(34)

7

,

d~n syariat sebagai wilayah kertaulatan kelt:arg~ batih. 1\P

-d:=iulat2r. inilah yanr. membedak""r. ar:t:'3.ra b2nguncn rr.eunasar,

(r:1lr.:;U) -!;:r: r um:ch trCITI?t tinf"c;~l. Banf.llf:an mo.un':'f'ah "'ic~k

... " ... ur' u" 'ar~- k-m~ung y-r'r 1 '.lVl' - J 0"'' ".,.n ... -· .... -~t D,rC"'--···"

lh.;",.". L r Vri /_.- .~"r. c. " _ ' 0 , ,.r . ~r;,,"!-,_~ _ ,. __ :- .... " ' . buk:1f; di !ieuna~ah, "-etapi dj rurr:ar:. l;;;rJ, ... r-' k<:.Jr;~unF' lair: ...

-1,:-: tiri~_k bera)ar.p.n untuk bert)U<1t 5e ... ,er.~1ng-wenanr: "i r.:eU:~2

-~<":h k~mT'UnF lain. Siau:l s;:ji1 yanr: b'?:::'3da di dalali: :=a.<i"tu L.:2.

ngunan r.lpunar:ah, i;; 2KCin am;: n ~.Ll'lindunp; d.!ri r,rll p;rruar: si.,:}

papun, splama ia berperilaku ses!lai denr,c:n adat scterr.J);'I:'.

Demikian pul a denttan rumah te!1p::tt tir.ggal, yanr diakul se

-bagai wilayah berdaulat bagi perempuan. Sepprti yang per -nah dikemukakan Eebelumnya, bahwa semEsa konflik, kedzula1

an kedua wilayah komunal maupun pribadi itu dihancurkan

oleh pihak-pihak y~ng bertikai. Jenazah w2rga kampung yang

dibunuh atau didatangkan dari kampung lain, tanpa dike ta

-hui identitas pelakunya, dicampakkan begitu saja di halam

-an meunasah. Penduduk kampung yang saat jaga malam ketahu

-an tertidur oleh aparat keamanan yang berpatroli, diperla

-kukan secara kasar di halRffian meunasah, misalnya disiram

dengan air, dipaksa berendam di dalam kolam, ataupun dima

-sukkan ke dalam comberan.

Perlakuan yang relatif sama dengan apa yang

dikemuka-kan di atas, juga terjadi di lingkungan bangunan rumah te~

pat tinggal. Selain dari anggota rumah tangga, hanya tamu

yang diundang untuk sua tu upacara siklus hidup, atau kepe~ tingan kekerabatan yang lain, yang diterima di rumah dan khusus di serambi depan. Orane luar yang lain hanya diteri

ma pacta balai-balai di samping atau di kolong rumah. Pada

masa konflik, di ba .... ·ah tatapan mata tak berdaya isteri dan

anak-anaknya yang masih di bawah umur, orang-orang .. 'luar

yang tidak diundang dan biasanya juga tldak jelas jati di

(35)

31 SURmi 2t3U laki-laki dewasa, bahkan kadang-Kbdang diikuti denr.;an pcrr.cunuhan. j{e~ewen:1ng-wenangan tt.::-rh&dap kedaulatan

wilrry."'!h r;r ih t~r.lj "- - inp,.f'!al t.:r::ur:; tt"!.:jadi saat peoghuninya f;':'Carl r.'k: i :"'!:"L,:! n.: t:..: .... '<-!r a!1C,~mar, ket Ikl~-i:r. eli ririn.r KI':'

~~mpnt-:.'::!:'·', t pt;nf,:t;:-:f'~"ian y..;ng sud;~r. dir'-·r:caJ;3.k.~p, \>Jal~u­

pur. t:lr:pa Dt"rsinpan, "ebelun;n'y,~.

~el:"!rr." n;::~"" r:o:-::lik. lebih-lebir. ~eJ;:k filbt rlakuy.?!,".

-l1y:l r;tatu~ !JJE, r.1."..:.!'"v::!raknt ..I:'idie r.wngalami proses pemif:ki!!

MO lahi~~ ~;,upur. b.:.tin, ilmu rnau;mn h3rta, fisik maupun ne!!

t;'!:l, sert::? individu maupur. kOffiuni tas. Karena i tu, bukan tanpa beralasan kalau penyair dari Iyjeulaboh, yang perr.c.h disebutkan sebelumnya, mempertanyakan apakah Indonesia ini masih ada? Indonesia dalam pengertian suatu integrasi yang

hamonis antara .... ·ilayah kekuasaan, pemerin'tahan yang berk,!!

asa, dan rakyat yang berdaulat. Pada ffiasa konflik, saat

berhrtdapan dengan Inconesia, rakyat Aceh u~umnya mengiden

-tikkan dirinya seperti berada di depan kaca rias. Se1uruh

penampilan fisiknya tampak di kaca, tetapi dalam makna yang

bertolak belakang. Karena itu, penduduk di lokasi-lokasi

penelitian semasa DOM 5ebetulnya dalam keadaan siap fisik, mental, maupun spiritual. Karena itu pula, setiap kebijak

-sanaan yang diberlakukan pemerintah, mereka hadapi dengan

bersikap diam, karena mereka arif rnemahami makna yang ter

-sirat di balik itu. Seperti bercermin, sisi tubuh sebelah

kiri terlihat di kaca sebagai bagian kanan. Begitu pula dg

ngan kebijaksanaan yang bertujuan untuk melindungi rakyat,

cenderung difahami sebagai kebijaksanaan yang mengorbankan

rakyat, dan rakyat sendiri sudah siap menerima perlakuan

kasar betapapun tingkat intensi tasnya. r-1ereka juga sangat

menyadari, bahwa saat diperlakukan secara kasart tidak ada

kekuatan lain, termasuk diri maupun kcluarganya, y~ng mam

-pu melindunginya. Kepompong keluarga maupun masyarakat, s~

(36)

'2

Seorang responden, berusia 33 tahun, menceriterakan

perlakuan kasar yang dialaminya pada ~asa DO~. Sebeluo Sta tus !X>M diberlakukan akhir dek:::de lQ80-anr p~n:lmpi).q;: c'1.n

nertumbuhan b:.:.dannY·2 t~rgolcnr ::ecoagai anal<. r.:U::':"1 y :1.- - -.;-;:

-pan, badannya tegap, dan tinr;r::inY:l layak untuy; mpr.~i!d :~n

tara sungguhan. KOl";:i~i fiRiv. oieI:1ikirln tarlpaknY:1 "'id~k t~r

Inlu bermanfaat bA:f.i dirinya, k:3.rena :1cmasa

rot<

i,~ ~"'n!";:;t

dicurigai oleh aparat keamanan y<'.ng berpatroli kC' kam;:mnC'"

tempat ting~aln:va. Seti?p k;j.)i adt=\ patroli, i~ mpn.iadi ;'3.

-saran penyiksaan. Adakalanya ia dibawa ke semak- spmak di

perbatasan kampungnya, agar penduduk yang lain tidak mend~

ngar suara jeritannya SBat aparat keamanan menyiksanya bc£

=amai-ramai . Pada kesempatan lain ia didorong sehingga

ja-tuh tertelungkup, lalu beramai-rarnai aparat keamanan meng

-hunjamkan gagang senapan ke punggungnya yang diras~kan se

-bagai setandan kelapa muda jatuh menimpanya, dan setelah

Itu ia

tidak sadarkan diri. Dengan rona wajah yang seakan

-akan tanpa menyimpan rasa dendarn apapun, ia menunjukkan ke

tubuhnya yang kurus dan dadanya terasa sakit, katanya. Em

-pati dengan ceritera dan penampingnya, saya melanjutkan

bertanya, mengapa ia tidak bergabung saja dengan Gerakan

Aceh Merdeka atau berhijrah ke Malaysia, seperti kawan-ka

-wannya yang lain. Untuk peluang pertama ia beralasan tidak

tertarik dengan per~uangan demikian, sedangkan untuk pilih

an kedua ia tidak memiliki keterampilan lain di luar usaha

tani. Namun mengataSi semuanya itu, ia tidak s~~pai hati

meninggalkan kedua orang tuanya dalam keadaan uzur karena

sakit. Karena itu, setiap saat ia Aiap me ne rima perl akuan

kasar, betapapun ukuran skalanya.

Kepompong keluarga dan kepompong sosial masyarakat Pi

-die memang sudah pecah berhamburan, tetapi bukan berarti

bahwa mereka telah hilang segala-galanya. Mereka masih mem

Gambar

Tabel  2 :  Rekapitu1asi  Tindak  Kekerasan  Pas c a  roM ,  r1asa  Jeda  K emanusia8n ,  Masa  Moratorium ,  dan  Masa  D a mai  Me1a1ui  Dialog :

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi SM Rimbang Baling sangat memprihatinkan saat ini, dan sangat disayangkan jika pada akhirnya, pemasalahan yang terjadi di kawasan konservasi menyebabkan

1) Proses ini dimulai dari pelanggan yang memesan Catering Ummi Nisa kepada pemilik dengan menentukan tanggalnya. 2) Setelah itu jika pemilik Catering menyetujui pesanan

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Nomor 7 Tahun 2001 tentang Retribusi dan Sewa Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

DSS : suatu sistem berbasis komputer interaktif yang membantu pengambil keputusan memanfaatkan data dan model untuk menyelesaikan masalah unstructured.. DSS menggabungkan sumber

Online audio book rental service offer the best deals on the audio books world today ˘ Unlimited rental, No due dates, an enormous variety of downloadable audio books, cheap prices

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati tingkat kematangan gonad (TKG) kerang Totok Betina secara makroskopis dan mikroskopis.. BAHAN

ANALISIS MAJAS METAFORA, METONIMI D AN SINEKD OKE YANG TERD APAT PAD A NOVEL SWORD ART ONLINE KARYA: REKI KAWAHARA BERD ASARKAN TEORI LINGUISTIK KOGNITIF Universitas

&#34;roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh klien &#34;roses pengeluaran sputum dari paruparu, bronkus dan trakea yang dihasilkan oleh