• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Terrestrial Pada Penentuan Posisi Hilal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aspek Terrestrial Pada Penentuan Posisi Hilal"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Sehari Astronomi: Aspek Teoritis dan

Observasi Astronomi Visibilitas Hilal

Observatorium Bosscha-ITB, Lembang 27 Mei 2006

_____________________________________________________

Aspek Terrestrial

Pada Penentuan Posisi

Hilal

S.Siregar

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Bandung

(2)

Aspek Terrestrial Pada Penentuan Posisi Hilal

Oleh

S.Siregar

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung

Abstrak

Ketelitian dalam menentukan posisi Bulan merupakan syarat penting dalam telaah hilal. Tulisan ini membahas beberapa koreksi astronomis yang diperlukan dalam mereduksi data observasi, seperti presesi, nutasi dan paralak terhadap pengamatan Bulan, maupun benda langit lainnya. Aspek ini perlu diperhatikan sebelum konklusi akhir tentang penampakan hilal diambil

Kata Kunci

: Astrometri-Segitiga Bola

1. Pendahuluan

Banyak teknik yang telah digunakan orang untuk mengamati benda langit. Teknik maupun instrument yang diaplikasikan umumnya bergantung pada macam informai yang ingin diperoleh. Jika benda langit itu adalah Matahari, Bulan maupun anggota Tata Surya lainnya maka kecerlangannya akan sangat menentukan kuantitas informasi yang bisa disadap. Kecerlangan, bergantung pada albedo, jarak benda langit dari Matahari

dan posisi relatifnya terhadap pengamat. Disamping itu kedudukan benda langit setiap hari juga berubah terhadap bintang-bintang latar belakang, untuk Bulan dapat mencapai 130 dan 10 bagi Matahari. Keterangan fisik mengenai benda langit dapat diperoleh dari telaah pada rentang gelombang visual, radio, sinar-X ataupun infra merah. Walaupun ada perbedaan pada saat kita mereduksi data dari masing-masing rentang panjang gelombang, tapi teknik dasar untuk memperkecil galat pengamatan untuk tiap lokasi pengamat sebagai fungsi dari ruang dan waktu adalah sama. Telaah mengenai penentuan awal bulan Qomariyah, penentuan waktu shalat serta rumus segitiga bola yang dibutuhkan untuk menghitung posisi benda langit antara lain pernah dibahas dalam Almanak Hisab dan Rukyat Departemen Agama misalnya; Depag(1981)

2. Refraksi

Sinar yang berasal dari suatu medium dengan indeks bias n1 dan memasuki medium n2 akan mengikuti kaedah Snellius n1 Sin i1 = n2 Sin i2 dalam hal ini i1 dan i2 adalah sudut datang dan sudut bias. Dengan demikian, seorang pengamat di permukaan Bumi hanya melihat posisi semu benda langit, sinar yang datang dari medium yang mempunyai indek bias lebih kecil dari medium pengamat akan melihat benda langit tersebut pada jarak

(3)

zenith yang lebih kecil, dengan asumsi atmosfer merupakan bidang sejajar dapat ditunjukkan bahwa indeks refraksi dapat dinyatakan oleh persamaan (Acker and Jaschek, 1986);

(

)

(

)

T P Tan Tan R 0038 , 0 962 , 0 760 067 , 0 3 , 58" 3 − − = ζ ζ (1)

Dalam hal ini, ζ= jarak zenith, P= tekanan atmosfer [mm Hg] dan T = temperature [0 C] Pada rentang gelombang radio, refraksi sangat ditentukan oleh frekuensi yang digunakan. Atmosfer bawah memberikan efek lebih besar dari anomali optik. Partikel bermuatan listrik di ionosfer akan membiaskan sinyal yang dipancarkan oleh pengamat. Jika N adalah kerapatan elektron persentimeter kubik dan υ menyatakan frekuensi yag kita gunakan dalam Herzt, maka konstanta dielektrik dapat dihitung dari pernyataan ;

2 1 2 81 1 ⎥⎦⎤ ⎢⎣ ⎡ − = υ N n (2)

Dari pernyatan ini dapat ditinjau beberapa hal;

1. Pada saat Matahari sedang aktif kerapatan elektron menjadi lebih besar, dalam hal 81N > υ2 sinyal radio tidak dapat lagi meninggalkan ataupun memasuki atmosfer

2. Dalam hal tidak terdapat cukup banyak partikel di ionosfer atau dipenuhinya 81 N ≤ υ2 maka sinyal akan dibelokkan, sesuai dengan kaedah Snellius yaitu nρ Sin i = konstan, dimana ρ adalah radius kelengkungan lapisan tersebut dn i sudut sinyal datang

Dengan memperhitungkan refraksi pada altitude dan azimuth pengamat dan diketahuinya jam sideris lokal maka posisi intrinsik benda langit tersebut dapat ditentukan baik dalam koordinat horizon maupun ekuatorial

3. Presesi dan Nutasi

Untuk keperluan praktis biasanya diandaikan bidang ekliptika dan ekuator relatif tetap terhadap bintang latar belakang. Akibat gravitasi Matahari dan Bulan pada bola Bumi yang tidak bulat sempurna, sumbu rotasi Bumi akan berpresesi dengan kemiringan sudut ε =230,5 sambil bergasing dengan periode sekitar 25770 tahun. Ekliptika akan tetap diam dan vernal ekuinok γ bergeser mundur sepanjang ekliptika dengan laju 50” pertahun. Peristiwa ini disebut dengan luni solar precession (θ). Dengan kaedah segitiga bola dapat ditunjukkan bahwa jika posisi benda langit (α,δ) sedangkan (α1,δ1) menyatakan kedudukannya akibat luni-solar precession maka dapat dihitung;

(

ε ε α δ

)

θ α

α1− = Cos +Sin Tan Tan (3)

α ε θ δ

(4)

Selain itu perturbasi planet pada lintasan Bumi juga akan mengakibatkan berubahnya orientasi bidang ekliptika, peristiwa ini dalam astronomi disebut planetary precession. Akumulasi peristiwa presesi akibat Matahari, Bulan dan planet dikenal dengan nama general precession atau disingkat presesi saja. Andaikan posisi benda langit dinyatakan dengan (α,δ) pada epoch 2000. Ekuator, ekliptika serta titik vernal ekuinok dianggap sebagai referensi, untuk pengamatan setelah waktu sembarang t (dalam tahun), koordinat ekuatorial dari objek tersebut harus dikoreksi dengan χ dan ε yang besarnya dapat dihitung dari pernyataan;

χ = 50,2564” + 0,000222” t (5) ε = 23027’08”,6 – 0,4684” t (6) Dan (α,δ) harus dikoreksi dengan kedua faktor diatas ;

(

θ ε

)

θ ε α δ α

α1− = Cosl + Sin Sin Tan (7)

α ε θ δ

δ1− = Sin Cos (8)

Dalam hal ini, l adalah planetary precession, l = 0”,13 dengan memisalkan; m = θ Cos ε - l dan n = θ Sin ε , kita peroleh;

δ α θ α α1− =m+ Sin Tan (9) α δ δ1− =nCos (10)

Masing-masing m dan n berubah terhadap waktu, yaitu;

m = 3,07327s +0,0000186s(t-2000) (11) n = 20,0426” -0,000085”(t-2000) (12) Untuk kurun waktu pengamatan kurang dari 5 tahun persamaan (9) dan (10) cukup

ditambah dengan variasi tahunan. Bila t diambil sebagai satuan tahun dan

dt dα

, menyatakan berubahnya α terhadap waktu maka;

δ α α Tan nSin m dt d + = (13) Laju perubahan dt dα

perabad didefinisikan sebagai variasi sekular s dalam α dengan mengabaikan perubahan dalam s itu sendiri kita mempunyai;

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ + + + = dt d Sec nSin dt d Tan nCos dt dn Tan Sin dt dm s 100 α δ α δ α α 2δ δ (14)

(5)

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − 200 0 0 st dt d t α α α (15) Hal yang sama untuk deklinasi benda lngit tersebut dapat kita hitung dari pernyataan;

⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ = dt d nSin dt dn Cos s' 100 α α α (16) ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − 200 ' 0 0 t s dt d t δ δ δ (17) Indeks nol pada persamaan (15) dan (17) menyatakan evaluasi dilakukan pada epoch awal dan t selang waktu pada pengamatan berikutnya.

4. Aberasi

Adanya selang waktu dari sumber cahaya yang dipancarkan dan yang diterima oleh pengamat, menyebabkan terjadinya pergesaran sudut semu dari sebuah bintang. Perubahan sudut untuk anggota Tata Surya cukup kecil karena jaraknya hanya dalam orde menit. Untuk Bulan sekitar 1 detik, namun demikian untuk pengamatan dengan presesi tinggi tentu hal ini perlu juga diperhatikan. Akibat revolusi Bumi maka bintang-bintang akan bergeser posisinya sebesar k = 20”,47, ini disebut konstanta aberasi. Faktor ini harus diperhitungkan terutama kalau observasi itu dilakukan dengan cara fotografi. Jika (α1,δ1) dan (λ1,β1) menyatakan posisi bintang dalam koordinat ekuatorial dan ekliptika setelah mengalami aberasi maka dapat diuraikan sebagai berikut;

1. Dalam koordinat ekuatorial;

Dd Cc+

= −α

α1 dan δ1 −δ =Cc'+Dd'

Dalam hal ini;

Θ − = kCos Cos C ε dan D= kSin− Θ δ αSec Cos c 15 1

= dan d SinαSecδ

15 1 = δ α δ

αCos Sin Sin Tan

c'= − dan d'=CosαSinδ

Besaran C dan D merupakan fungsi dari longitud Matahari Θ dalam Nautical Amanak diberikan dalam bentuk Log C dan log D (Bessel day numbers)

(6)

(

λ

)

β λ λ1− =−kSec Cos Θ−

(

λ

)

β β β1 − =−kSin SinΘ−

Dalam hal benda langit tersebut merupakan anggota Tata Surya efek aberasi ini harus diperhitungkan terhadap latar belakang bintang-bintang apabila pengamatan itu dilakukan dengan cara fotografi. Selain itu dapat ditunjukkan (Smart and Green,1977) jika v kecepatan relatif pengamat dan benda langit dan c kecepatan cahaya maka pergeseran sudut pengamat terhadap benda langit tersebut adalah Δξ = 206265(v/c)Sinξ dimana ξ adalah sudut bias antara objek dan pengamat

5. Paralak Geosentrik

Secara teoritis arah benda langit akan berbeda posisinya bila diamati dari stasiun pengamat yang berbeda. Dalam mereduksi data observasi kedudukan benda langit itu umumnya dinyatakan dalam koordinat geosentrik. Untuk bintang tidak banyak pengaruhnya, lain halnya bagi Matahari, Bulan dan planet. Ilustrasi pada gambar 3 menjelaskan pengaruh paralak pada pengamatan benda langit. Dengan memperhatikan gambar 3 dan mempergunakan hubungan goniometri dan memasukkan koreksi paralak geosentrik dapat ditunjukkan (vide;Roy, 1988)

(

)

(

)

(

−Θ

)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + Θ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − ' ' ' ' ' ' ' ' α φ ρ δ α φ ρ α α Cos Cos r Cos Sin Cos r Tan (16)

(

)

(

)

(

δ γ

)

φ ρ γ γ δ φ ρ δ δ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − ' ' ' ' ' ' ' ' Cos Sin r Sin Sin Sin r Tan (17)

(

)

(

)

[

+ −Θ

]

− = 2 / ' ' 2 1 ' α α α α φ γ Cos Cos Tan Tan (18)

(

)

(

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − + = − γ γ δ φ ρ δ δ Sin r Cos Sin r rCos ' ' ' 1 ' ' (19) φ φ Tan a b Tan 2 2 '= (20)

(7)

Dalam hal ini a,b adalah radius ekuator dan radius polar Bumi. Karena jarak Bumi-Bulan ≈ 60 kali radius Bumi, maka dengan memasukkan data yang telah diketahui diperoleh untuk Bulan│α – α’ │ ≈ 10 sedangkan untuk benda langit diluar Tata Surya kita, koreksi ini tidak diperlukan. Makin dekat jarak benda langit itu ke Bumi pengaruh paralak semakin besar.

6. Kesimpulan

Untuk memperkecil efek terrestrial perlu diperhatikan beberapa hal berikut; 1. Ketahui benar galat instrumentasi dan hindarkan personal error

2. Lakukan koreksi refraksi sebelum mengkonversi data sudut jam,deklinasi dan lintang pengamat

3. Konversi waktu sipil dan waktu sideris, bila diperlukan

4. Transformasikan sudut jam dan deklinasi dengan bantuan waktu sideris 5. Koreksi faktor aberasi

6. Masukkan koreksi paralak geosentrik dengan menggunakan jarak objek sebagai data masukan

Algoritma lengkap dapat disusun untuk menentukan fase Bulan. Dengan memperhitungkan semua faktor diatas dapat dibuat suatu prosedur standar untuk menghitung; bulan baru, kuartir pertama, bulan penuh maupun kuartir terakhir, sebagai contoh dapat kita gunakan cara Meeus(1978)

Daftar Pustaka

Acker,A and Jaschek,C., 1986 Astronomical Methods and Calculations, John Willey and Sons,Ltd, Singapore

Alamanak Hisab dan Rukyat., 1981 Badan Hisab dan Rukyat, Departemen Agama Meeus,J., 1979 Astronomical Formulae For Calculator, Monografien Over Astronomie

en Astrophysica Vereniging Voor Terrenkunde, Brussel,4,33 Roy,A.E., 1988 Orbital Motion, JW Arrowsmith Ltd,Bristol

Smart,WM and Green, R,M., 1977 Textbook on Spherical Astronomy, Cambridge University Press, London

(8)

Gambar 1 Posisi semu benda langit akibat adanya refraksi terlihat lebih tinggi dari horison sebenarnya

Gambar 2. Perubahan kutub utara langit dan ekuator akibat luni solar precession. Garis tebal bidang ekuator sekarang, garis putus menyatakan bidang ekuator masa datang

(9)

Gambar 3. Gerak rotasi dan presesi bola Bumi

Gambar 4. Kedudukan benda langit dalam koordinat toposentrik dan geosentrik, ( jam sideris lokal φ dan φ’ masing-masing lintang toposentrik dan lintang astronomi

Gambar

Gambar 2. Perubahan kutub utara langit dan ekuator akibat luni solar precession.
Gambar 4. Kedudukan benda langit dalam koordinat toposentrik dan geosentrik, ( jam  sideris lokal φ dan φ’ masing-masing lintang toposentrik dan lintang  astronomi

Referensi

Dokumen terkait

B-S Pambuka: Sederengipun monggo kita aturaken raos puji syukur kita dumateng Allah SWT, ingkang sampun paring rahmat lan karunianipun dumateng kita sedaya!. Saengga kita

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa smart timer sebagai alat pengukur waktu dan kecepatan layak

AINUL YAKIN BAHRONI JL MT HARIYONO GG I 004 001 MANGKUJAYAN 388 KEVIN SURYA PUTRA CIPTA JAYA TANIAGO JL... SUITUBUN

Tablet hisap ekstrak kulit manggis yang optimum diperoleh dengan proporsi 22.04% maltodekstrin dan 39,41% sukrosa dan tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan

bahwa dalarn rangka mendukung dan meningkatkan mutu pendidikan khususnya para siswa pendidikan dasar agar dapat mengembangkan potensi dirinya dan dapat melanjutkan

pendidikan kesehatan sedangkan dalam iklim organisasi yang mengenai struktur: 65% perawat mau melakukan pertemuan diruangan secara teratur untuk membahas asuhan

Menurut dick (1989:121) kekuatan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, antara lain adalah: 1) kekuatan maksimal, yaitu kekuatan otot dalam kontraksi yang

Pendapatan responden di Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto menjadi tolak ukur dalam kajian kondisi sosial ekonomi pekerja yang diakibatkan dari keberadaan industri