• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT

LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN

LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

(Effect of Non-Genetic Factors on Birth Weight of Boer Goat at Research

Station for Goat Production, Sei Putih)

FERA MAHMILIA,M.DOLOKSARIBU danS.NASUTION

Loka Penelitian Kambing Potong , PO Box 1, Sungei Putih, Galang 20585, Sumatera Utara

ABSTRACT

A total of 90 Boer goat kids which were born in the period 2005 until 2009 had been observed at Research Institute for Goat Production in Sei Putih, North Sumatera. Data were then analyzed to identify the factors that affected birth weight. The result showed that birth weight was affected (P < 0.05) by parity and type of birth, but not by birth weight (P > 0.05) year of birth, season and sex kids.

Key Words: Boer Goat, Birth Weight, Non Genetic

ABSTRAK

Pengamatan dilakukan terhadap 90 ekor anak kambing Boer yang lahir dalam periode 2005 sampai akhir 2009 pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian kambing Potong Sei Putih, Sumatera Utara. Data kemudian di analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi bobot lahir tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot lahir dipengaruhi (P < 0,05) oleh paritas dan tipe lahir. Namun bobot lahir tersebut tidak dipengaruhi oleh (P > 0,05) oleh tahun kelahiran, musim saat kejadian kelahiran dan jenis kelamin anak. Kata Kunci: Kambing Boer, Bobot Lahir, Non Genetik

PENDAHULUAN

Performans ternak dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi antara keduanya (ABDULLAH, 2003). Interaksi genotipe dengan lingkungan dapat merupakan faktor yang berakibat baik (positif) terhadap performans hewan dan dapat juga berakibat buruk (negatif), tergantung pada lingkungan dan genotipe tertentu (MARTOJO, 1992). Interaksi genotipe dengan lingkungan tersebut merupakan masalah yang serius di bidang peternakan pada umumnya dan impor-eksport ternak pada khususnya. Interaksi ini dikatakan ada, jika ternak-ternak yang dipelihara pada lingkungan tertentu akan berubah tingkat produksinya saat dipelihara di lingkungan yang berbeda (NOOR, 2000). Sedangkan menurut KUMAR et al. (2007), keragaman kinerja kambing disebabkan oleh faktor genetik dan non-genetik, yang termasuk faktor non-genetik

adalah jenis kelamin, musim, tahun dan jenis kelahiran.

Kambing Boer merupakan satu-satunya kambing tipe pedaging yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat dan telah menjadi ternak yang teregistrasi selama lebih 65 tahun (TED dan SHIPPLEY, 2005). Kambing Boer memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi iklim, sistem produksi dan tipe pasture (ERASMUS, 2000). Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang dan dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang mengantung, berkepala coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Bobot badan Boer jantan dewasa dapat mencapai 120 – 150 kg pada saat umur 2 – 3 tahun. Betina dewasa (2 – 3 tahun) akan mempunyai berat 80 – 90 kg. Boer betina mampu melahirkan anak tiga kali dalam dua tahun. Kambing ini dapat mencapai bobot 35 –

(2)

45 kg pada umur 5 – 6 bulan dengan rataan pertambahan bobot tubuh antara 0,2 – 0,4 kg per hari. Tetapi bobot tersebut akan sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk dan ransum pakan induk.

Sejak tahun 1987, kambing Boer telah diimpor oleh Selandia Baru, Kanada, Jerman, Meksiko, Australia, Inggris, India, Perancis, Malaysia, Denmark, Hindia Barat, Belanda dan hampir setiap negara bagian di Amerika Serikat (BOER GOATS HOME, 2003). Pada tahun 2005 Loka Penelitian Kambing Potong Sei putih telah mendatangkan kambing Boer dari Australia dalam rangka mengembangkan program pembentukan kambing unggul melalui pendekatan perkawinan silang (cross breeding) antara pejantan kambing Boer dengan kambing Kacang.

Penelitian ini bertujuan mempelajari berbagai pengaruh non-genetik terhadap bobot lahir kambing Boer yang ada di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih. Materi awal yang digunakan adalah 14 ekor kambing Boer betina dan 5 ekor pejantan yang didatangkan dari Australia tahun 2005. Data yang digunakan pada tulisan ini adalah pengamatan dari tahun 2005 sampai akhir 2009. Selama 5 tahun pengamatan telah lahir 90 ekor anak. Anak kambing dipelihara bersamaan dengan induk sampai anak lepas sapih atau berumur 3 bulan.

Kambing induk diberi pakan berupa hijauan dan konsentrat (± 1,25% bobot hidup). Komposisi nutrisi konsentrat terdiri dari protein kasar (16%) dan energi dapat dicerna 2700 kkal/kg BK. Bahan konsentrat menggunakan dedak halus, tepung jagung, bungkil kelapa, tepung ikan, bungkil kedelei, mineral dan garam. Air minum disediakan setiap saat. Ternak dikeluarkan untuk digembalakan jam 11.00 sampai 15.30 WIB. Pada jam 16.00 WIB diberikan pakan hijauan. Pemberian obat cacing dilakukan setiap 2 bulan sekali.

Pencatatan data meliputi; tanggal lahir, jenis kelamin anak, litter size (jumlah anak yang lahir dalam satu kali kelahiran), bobot

lahir (penimbangan yang dilakukan sesaat setelah anak lahir dan dibersihkan serta belum disusui induknya). Data yang di analisis adalah tahun dan musim saat kejadian kelahiran, paritas, jenis kelamin dan tipe kelahiran. Tahun kelahiran dikelompokkan menjadi 5 kelompok; 1) 2005; 2) 2006; 3) 2007; 4) 2008; dan 5) 2009. Kejadian kelahiran dikelompokkan menurut musim yaitu: 1) akhir musim hujan (Januari – Maret); 2) awal musim kemarau (April – Juni); 3) akhir musim kemarau (Juli – September); dan 4) awal musim hujan (Oktober – Desember). Sedangkan kelompok paritas dibagi dalam 6 kelompok yaitu: 1) kesatu; 2) kedua; 3) ketiga; 4) keempat; 5) kelima; dan 6) keenam. Seluruh parameter pengamatan di analisis dengan uji rata-rata menggunakan prosedur ”General Linear Models (GLM) dari paket program Statistical Analisis System (SAS)” versi 6 (1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahun kelahiran

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa tahun kelahiran tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap bobot lahir anak (Tabel 1). Sesuai dengan BHARATHIDHASAN et al. (2009), bahwa kelahiran tidak berpengaruh signifikan terhadap bobot lahir. Adanya perbedaan signifikan dalam bobot lahir diantara ternak yang lahir di masa yang berbeda mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam manajemen, pemilihan pejantan dan kondisi lingkungan (THIRUVENKADAN et al., 2008). Dalam kondisi pemeliharaan di Sei Putih, ketiga hal tersebut tidak ada perbedaan, artinya baik manajemen yang dilaksanakan, breed pejantan dan kondisi lingkungan adalah sama.

Musim saat kelahiran

Dari hasil analisis statistik, ternyata musim saat terjadinya kelahiran juga tidak berpengaruh terhadap bobot lahir dari anak kambing Boer yang dilahirkan. Sesuai dengan BHARATHIDHASAN et al. (2009), bahwa musim saat kelahiran tak berpengaruh signifikan terhadap bobot lahir. Bertolak belakang dengan PAUL et al. (1990) yang melaporkan bahwa bobot lahir signifikan

(3)

dipengaruhi oleh musim kelahiran. Namun bila dilihat dari angka pada pengamatan (Tabel 1) adanya kecendrungan bahwa bobot lahir yang lebih berat terjadi pada anak yang lahir di akhir musim kemarau (Juli – September) yaitu sebesar 2,88 kg. Hal ini dapat dimengerti karena perkawinan terjadi antara bulan Februari dan April, yang merupakan peralihan antara akhir musim hujan ke awal kemarau, dimana pada saat tersebut diduga kambing induk masih mendapatkan kesempatan untuk mengkonsumsi hijauan yang lebih baik dibandingkan dengan musim lain. Sesuai dengan pernyataan THIRUVENKADAN et al. (2008) bahwa kondisi lingkungan yang menguntungkan dan ketersediaan pakan diawal kebuntingan akan berkontribusi dalam

menghasilkan bobot lahir yang lebih berat pada saat lahir.

Paritas

Paritas berpengaruh (P < 0,05) terhadap bobot lahir anak kambing Boer. Bobot lahir terendah terjadi pada paritas keenam dan diikuti oleh paritas pertama, walaupun paritas pertama tersebut tidak berbeda dengan paritas dua sampai dengan paritas lima Sesuai dengan hasil pengamatan THIRUVENKADAN et al. (2008), paritas mempengaruhi bobot lahir, dimana bobot lahir terendah terjadi pada paritas pertama dan meningkat seiring dengan peningkatan paritas sampai paritas kelima.

Tabel 1. Bobot lahir kambing Boer berdasarkan tahun dan kejadian kelahiran, paritas, jenis kelamin serta tipe lahir

Peubah n Rataan bobot lahir (kg)

Tahun kelahiran 2005 16 2,61 ± 0,43a 2006 12 2,65 ± 0,65a 2007 18 2,88 ± 0,58a 2008 14 2,84 ± 0,92a 2009 30 2,63 ± 0,59 a Kejadian kelahiran

Akhir musim hujan (Januari – Maret) 22 2,61 ± 0,39a

Awal musim kemarau (April – Juni) 17 2,62 ± 0,55a

Akhir musim kemarau (Juli – September) 33 2,88 ± 0,57a

Awal musim hujan (November–Desember) 18 2,62 ± 0,61a

Paritas Kesatu 27 2,57 ± 0,51ab Kedua 16 2,86 ± 0,99a Ketiga 18 2,79 ± 0,61a Keempat 17 2,84 ± 0,77a Kelima 8 2,74 ± 0,75a Keenam 4 2,10 ± 0,51b Jenis kelamin Jantan 50 2,73 ± 0,51a Betina 40 2,69 ± 0,52a Tipe lahir Tunggal 31 3,00 ± 0,61a Kembar 2 59 2,56 ± 0,59b

(4)

Jenis kelamin

Jenis kelamin anak juga tidak berpengaruh (P > 0,05) terhadap bobot lahir. Bobot lahir anak jantan dan anak betina masing-masing adalah 2,73 ± 0,51 kg dan 2,69 ± 0,52 kg. Namun secara angka bobot lahir anak jantan lebih tinggi 1,49% dibandingkan dengan anak betina. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh BHARATHIDHASAN et al. (2009), bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap bobot lahir kambing Barbari, walau anak jantan 4,35% lebih berat dibandingkan dengan anak betina.

Perbedaan laju pertumbuhan prenatal antara anak jantan dan anak betina diduga menjadi penyebab tingginya bobot lahir anak jantan meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. HARESIGEN (1983) menyatakan bahwa faktor jenis kelamin fetus mempengaruhi pertumbuhan sebelum kelahiran. Hormon estrogen yang dihasilkan betina akan membatasi pertumbuhan tulang pipa dalam tubuh (NALBANDOV, 1980), sehingga laju pertumbuhan betina terbatas. Disamping itu ukuran plasenta jantan yang lebih besar dari betina menyebabkan fetus jantan berkesempatan memperoleh zat makanan yang cukup banyak dibandingkan dengan betina. Sehingga pertumbuhan prenatal jantan lebih beasar, yang pada akhirnya akan lahir anak dengan bobot yang lebih berat.

Tipe kelahiran

Berdasarkan hasil analisis, rataan bobot kelahiran anak tunggal lebih berat (P < 0,05) dibandingkan dengan tipe kelahiran kembar. Pada pengamatan ini bobot lahir anak tunggal 1,56 kg lebih berat dibandingkan dengan kelahiran kembar dua. Tidak berbeda dengan hasil pengamatan BUCKETT (1979), bahwa kelahiran tunggal lebih berat 1 sampai 1,4 kg dibandingkan dengan kelahiran kembar dua. Keadaan ini dapat diduga bahwa pada masa pertumbuhan prenatal atau fetus selama dalam kandungan, fetus tunggal memperoleh makanan lebih banyak dari induknya dibandingkan dengan fetus kembar. Hal ini dapat terjadi karena pada fetus kembar terjadi persaingan dalam memperoleh zat makanan. Dengan demikian laju pertumbuhan masing-masing individu fetus selama dalam kandungan

mengalami hambatan. Hal ini akan menyebabkan bobot lahir anak kembar menjadi lebih rendah dibandingkan dengan anak tunggal. Peningkatan jumlah anak sekelahiran cendrung diikuti oleh penurunan laju pertumbuhan sebelum lahir sehingga bobot anak yang lahir menjadi rendah (HAFEZ, 1980).

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa faktor non-genetik yang mempengaruhi (P < 0,05) bobot lahir kambing Boer pada Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih adalah paritas dan tipe lahir, tetapi tidak dipengaruhi oleh tahun kelahiran, musim saat kejadian kelahiran dan jenis kelamin anak.

DAFTAR PUSTAKA

ABDULLAH, M.A.N. 2003. Kelenturan Fenotipik Ternak sebagai Respon terhadap Lingkungan Pengantar Falsafah Sains. PPS/S3. IPB. http://rudyct.com/pps702-ipb/07134/agus_nas rhri.htm. (29 Maret 2010)

BHARATHIDHASAN,A.,R.NARAYANAN,P.GOPU, A. SUBRAMANIAN, R.PRABAKARAN and R. RAJENDRA.2009. Effect Non Genetic Factors on Birth Weight, Weaning Weight and Pre weaning Gain of Barbari goat. Tamilnadu. J. Vet. Anim. Sci. 5(3): 99 – 103.

BOER GOATS HOME. 2003. The history of boer goat. www.boergoatshome.com (29 Maret 2010).

BUCKETT, M. 1979. Introduction to Livestock Husbandry. Second edition. A Wheaton & Co Ltd., Great Britain.

ERASMUS, J.A. 2000. Adaptation to various environments and resistance to disease of improved Boer goat. Small Rum. Res. 36: 179 – 187.

HAFEZ. 1980. Reproduction in Farm Animal. Second Ed. Lea Febiger. Philadelpia.

HARESIGEN, W. 1983. Sheep Production. First published butterths. London.

KUMAR,A.,U.SINGH danA.TOMAR. 2007. Early growth parameter of Kutchi goats under organized farm. India Vet J. 83: 105 – 106. MARTOJO, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik

Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi

(5)

Pusat antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

NALBANDOV, A.V. 1980. Fisiologi Reprroduksi pada Mamalia dan Unggas. Cetakan pertama. Edisi ketiga. UI-Pres, Jakarta.

NOOR,R.R.2000.Genetika Ternak. Cetakan ketiga. Penebar Swadaya, Jakarta.

PAUL,S.,B.B.SAHU,D.SINGH danP.S.RAWAT. 1990. Effect of Season Birth, Weaning Age and Concentrate Supplementation on Growth and Chevon Production. India J. Anim. Prod. Management 6(4): 182 – 186.

SAS. 1987. SAS/STAT. Guide for Personal Computer, version 6 Edition. SAS institute, Inc, cary, Nc.

TED dan L. SHIPLEY. 2005. Mengapa harus memelihara kambing Boer daging untuk masa depan. Malang, Indonesia. http://www.boer indonesia.com.cc/mengapa-boer-html (29 Maret 2010).

THIRUVENKADAN, A.K., K. CHINNAMANI, J. MURALIDHARAN and K. KARUNANITHI. 2008. Effect Non Genetic Factors on Birth Weight of Mecheri Sheep of India. Livestock Research for Rural Development.

Gambar

Tabel 1.  Bobot lahir kambing Boer berdasarkan tahun dan kejadian kelahiran, paritas, jenis kelamin serta  tipe lahir

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Seksi Perdagangan dan Aneka Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyiapan bahan perumusan dan penyebaran kebijaksanaan teknis,

Multi-temporal RADARSAT-2 polarimetric SAR data for urban land-cover classification using an object-based support vector machine and a rule-based approach, International

umat Kristiani dengan intensitas yang belum pernah terjadi dalam sejarah gereja. 8 Kelaparan spiritual dalam hati banyak orang ditengarai sebagai penyebab

Setelah diperoleh pemikiran desain, selanjutnya akan dikembangkan suatu nuansa yang tercipta dari pengaplikasian tema ramah lingkungan pada elemen pembentuk ruang maupun

Ground Control Point (GCP) dan data Digital Elevation Model (DEM) [1]. Ketelitian hasil koreksi geometrik citra sangat bergantung pada jumlah GCP yang dilibatkan dalam

• Deflasi Agustus 2017 di Nusa Tenggara Timur terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada tiga dari tujuh kelompok pengeluaran, dimana kelompok

Dari Tabel 6 dan 7 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk seluruh sistem rotary pendulum (untuk.. menstabilkan sudut

positif seperti efisiensi, sistem konvensional juga menetapkan tujuan normatif yang berakar dari perpektif relijius yang menekankan pada peranan dari kepercayaan terhadap Tuhan