• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Mediator Hakim Dalam Proses Mediasi Pada Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Tanjungbalai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Mediator Hakim Dalam Proses Mediasi Pada Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Tanjungbalai)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI

A. Pengertian Mediasi dan Ruang Lingkup Mediasi

1. Pengertian Mediasi

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi

merupakan proses negosiasi pemecahan masalah, dimana pihak luar yang tidak

memihak (impartial) bekerjasama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari

kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi

hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang

dikuasakan kepadanya.11

Istilah Mediasi secara etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak

ketiga sebagai Mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan

menyelesaikan sengketa para pihak.“ Berada di tengah” juga bermakna Mediator

harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan

sengketa. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang

bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust)

dari para pihak yang bersengketa.12

11

Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 10.

12

(2)

Penjelasan Mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan

kepada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk

menyelesaikan perselisihannya, dimana hal ini sangat penting untuk membedakan

dengan penyelesaian sengketa lainnya seperti Arbitrase, Negosiasi, Adjudikasi

dan lain-lain.

Pengertian Mediasi secara etimologi tersebut diatas masih sangat umum

sifatnya, belum menggambarkan secara konkret esensi dan kegiatan mediasi

secara menyeluruh, untuk itu perlu diuraikan pengertian mediasi secara

terminologi yang diungkapkan para ahli.

Pengertian mediasi secara terminologi yang diungkapkan para ahli antara

lain :

1. Gary H. Barnes menyatakan mediasi adalah proses untuk menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak netral. Peranan pihak netral adalah kolektif, untuk mengindentifikasi masalah-masalah yang dipersengketaan dan untuk mengembangkan proposal untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Tidak seperti arbitrase, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutus setiap sengketa, melainkan mediator dapat mengikuti pertemuan-pertemuan rahasia dan pembahasan khusus bersama dengan pihak-pihak yang bertikai.13 2. Cristoper W. Moore menyatakan “mediasi adalah intervensi dalam

sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing-masing pihak dalam seluruh sebuah persengketaan”.14

3. Mark E. Roszkowski menyatakan “mediation is a relatively informal process in which a neutal third party, the Mediator, helps to resolve a dispute. In many respect, therefore, Mediator facilitates the

13

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar pengadilan, (Bandung: PT Citra AdityaBakti, 2003), hlm. 240.

14

(3)

process”.15

4. Jacqualin M. Nolan Haley menyatakan “mediation is generally indestood to be a short-term structured, task-oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement. Unlike the adjudication process, where a third party intervenor imposes a decision, no such compulsion exist in mediation. The mediator aids the parties in reaching a consensus. It is the parties themselves who shape their agreement”.

(Terjemahan bebas : Mediasi adalah suatu proses informal yang di dalamnya terdapat suatu pihak ketiga yang netral, Mediator, membantu ke arah memecahkan suatu perselisihan. Dalam banyak hal, karena itu Mediator dapat dianggap sebagai negosiasi terstruktur dimana Mediator memfasilitasi proses).

16

(Terjemahan bebas : Mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan penengahan biasanya dipahami untuk menjadi struktur singkat, tugas yang diorientasikan, para pihak memiliki andil dalam proses. Membantu para pihak bekerja dengan suatu pihak ketiga netral, Mediator, untuk menjangkau suatu persetujuan yang bisa diterima. Tidak sama dengan proses putusan hakim, dimana pihak ketiga memaksakan suatu keputusan, tidak ada paksaan seperti itu di dalam penyelesaian sengketa dengan mediasi. Mediator menopang para pihak di dalam mencapai suatu kesepakatan.Di mana para pihaklah yang menentukan sendiri kesepakatan di antara mereka).

Dari keempat pendapat para sarjana di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa mediasi adalah suatu proses untuk menyelesaikan sengketa, melalui

perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-intervensi)

dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Keberadaan pihak ketiga (dalam

hal ini Mediator) bertujuan untuk membantu para pihak bersengketa mencapai

suatu kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.

Pengertian Mediasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Sebagai

proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihansebagai

15

Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 13.

16

(4)

penasehat”.17 Pengertian dari segi bahasa tersebut mengandung tiga unsur penting,

yaitu:18

1. Mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa

yang terjadi antara dua pihak atau lebih.

2. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak

yang berasal dari luar pihak yang bersengketa.

3. Pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak

sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam

mengambil keputusan.

Pengertian mediasi dapat diklasifikasikan ke dalam tiga unsur penting

yang saling terkait satu sama lain. Ketiga unsur tersebut berupa; ciri mediasi,

peran mediator, dan kewenangan mediator.Dalam ciri mediasi tergambar bahwa

mediasi berbeda dengan berbagai bentuk penyelesaian sengketa lainnya, terutama

dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti arbitrase.Dalam mediasi,

seorang meditor berperan membantu para pihak yang bersengketa dengan

melakukan indentifikasi persoalan yang dipersengketakan, mengembangkan

pilihan dan mempertimbangkan alternatif yang dapat ditawarkan para pihak untuk

mencapai kesepakatan. Mediator dalam menjalankan perannya hanya memiliki

kewenangan untuk memberikan saran atau menentukan proses mediasi dalam

mengupayakan penyelesaian sengketa. Mediator tidak memiliki kewenangan dan

peran menentukan dalam kaitannya dengan isi persengketaan, ia hanya menjaga

17

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), hlm. 569.

18

(5)

bagaimana proses mediasi dapat berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan

dari para pihak.19

Dari pengertian-pengertian diatas dan dari peraturan perundang-undangan

yang berlaku, maka secara garis besar kita dapat menggali beberapa asas hukum

sebagai dasar penyelesaian sengketa melalui mediasi:

Secara yuridis, pengertian mediasi diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan

Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 (PERMA No. 1 Tahun 2016), secara tegas

memberikan pengertian “mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh mediator”.

Defenisi yang terdapat di dalam PERMA ini tidak jauh berbeda dengan

defenisi para ahli.Namun, PERMA ini menekankan bahwa yang lebih penting

dalam sebuah mediasi adalah mediator.Mediator harus mampu mancari

alternatif-alternatif penyelesaian sengketa tersebut.Apabila para pihak tidak menemukan

lagi jalan keluar untuk menyelesaikan sengketa tersebut maka mediator tersebut

harus dapat memberikan solusi-solusi kepada para pihak.Solusi-solusi tersebut

haruslah merupakan kesepakatan bersama dari para pihak yang bersengketa dan

peran mediator sebagai penengah jelas menjadi penentu keberhasilan mediasi.

20

1. Asas perwakilan, asas ini merupakan asas yang sangat mendasar

dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, karena dalam

penyelesaian sengketa melalui mediasi pembicaraan secara langsung

antara para pihak yang bersengketa selalu dihindarkan, baik dalam

proses tawar-menawar maupun musyawarah untuk menentukan

19

Ibid.,hlm. 6-7

20

(6)

keputusan yang diambil, semua pembicaraan dilakukan melalui

perantara mediator yang telah dipilih dan disepakati oleh para pihak

yang bersengketa. Mediator dapat berasal dari daftar mediator yang

dimiliki oleh pengadilan atau mediator di luar daftar pengadilan.

Sedangkan seseorang yang dianggap mampu menjadi mediator

apabila telah mengikuti pelatihan atau pendidikan mediasi melalui

lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung.

2. Asas musyawarah, asas ini merupakan tindakan bersama antara para

pihak yang bersengketa untuk mengambil suatu pendapat bersama

yang bulat atas permasalahan yang dihadapi para pihak. Dalam

penyelesaian sengketa melalui mediasi asas musyawarah merupakan

hal yang mendasar dalam setiap pengambilan keputusan.

Masing-masing para pihak yang bersengketa diberikan hak yang

seluas-luasnya untuk menyampaikan apa yang ia rasakan dan mengharapkan

apa yang ia inginkan kepada pihak lain melalui perantara mediator.

Para pihak dalam penyelesaian sengketa ini tidak mengenal adanya

intimidasi, paksaan maupun tekanan dari pihak manapun dan yang

paling penting adalah diharapkan para pihak saling menerima dan

bersedia mengalah untuk mencapai suatu kesepakatan bersama.

3. Asas mufakat, asas ini mengajarkan bahwa perbedaan-perbedaan

kepentingan pribadi di antara para pihak yang bersengketa haruslah

diselesaikan dengan cara perundingan, antara seorang dengan orang

lain yang bersengketa. Perundingan ditujukan kepada pihak-pihak

(7)

prinsip dan pendirian dari masing-masing pihak. Dengan melakukan

tawar menawar keinginan diharapkan sampai pada persamaan dan

kesepakatan mengenai apa yang dikehendaki oleh masing-masing

pihak. Dalam mewujudkan proses tawar-menawar tersebut

masing-masing pihak harus saling bersikap menerima dan memberi dengan

ikhlas hati untuk sampai kepada persamaan kehendak bersama. Asas

ini sangat berperan dan tampak jelas dalam penyelesaian sengketa

melalui mediasi, dimana setiap keputusan yang diambil dalam proses

mediasi merupakan hasil dari proses tawar menawar yang kesemuanya

dilakukan melalui kesepakatan dalam perundingan. Artinya para pihak

yang bersengketa tidak ada yang tetap mempertahankan haknya secara

absolut, hal ini tidak lain untuk mencapai kesepakatan bersama antara

para pihak dalam mengemukakan pendapat dan keinginannya.

Kesepakatan untuk mengambil keputusan harus dilakukan dengan

bebas tanpa ada paksaan dan tekanan dalam bentuk apapun dan dari

siapapun, sehingga kesepakatan bersama yang dicapai melalui mediasi

merupakan kesepakatan yang benar-benar bersumber dari hati

masing-masing pihak yang bersengketa. Untuk itu, peran mediator harus

betul-betul netral hanya berusaha semaksimal mungkin dalam

membantu membimbing dan mengarahkan para pihak yang

bersengketa untuk mencapai konsensus bersama.

4. Asas kepatutan, merupakan asas yang mengarah kepada usaha untuk

mengurangi jatuhnya perasaan seseorang karena rasa malu yang

(8)

itu, asas kepatutan ini memusatkan perhatiannya kepada cara

menemukan penyelesaian sengketa yang dapat menyelamatkan

kualitas dan status pihak-pihak yang bersangkutan dengan

sebaik-baiknya. Penyelesaian sengketa melalui mediasi akan menyelamatkan

harkat dan martabat para pihak yang bersengketa dengan lebih baik,

hal ini dikarenakan tidak ada para pihak yang dikaitkan dan

dimenangkan oleh keputusan mediasi. Keputusan mediasi

semata-mata merupakan hasil kesepakatanpara pihak, yang merupakan solusi

terbaik untuk menghindarkan para pihak dari rasa malu

ditengah-tengah masyarakat.

5. Asas tertutup, untuk menjaga kehormatan dan kedudukan para pihak

yang bersengketa maka dalam proses penyelesaiannya tertutup untuk

umum, terkecuali para pihak menghendaki lain.

6. Asas terbuka untuk umum, artinya anggota-anggota masyarakat dapat

hadir atau mengamati, atau masyarakat dapat mengakses informasi

yang muncul dalam proses mediasi. Namun asas terbuka untuk umum

ini hanya untuk menyelesaikan sengketa publik, seperti sengketa

lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen,

pertanahan dan perburuhan.

7. Asas mediator aktif, setelah mediator ditinjau maka langkah awal

yang wajib dilakukan mediator adalah menentukan jadwal pertemuan

untuk penyelesaian proses mediasi. Kemudian mediator wajib

mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan

(9)

yang terbaik bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan

para pihak dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang

tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat

membantu para pihak dalam menyelesaikan perbedaan. Namun harus

diingat kebebasan mediator disini hanya berdasarkan kesepakatan para

pihak yang bersengketa, artinya mediator hanya memberi semangat

kerja serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak

dapat memaksakan kehendaknya dalam menyelesaikan sengketa

tersebut, apalagi berpihak ke salah satu pihak.

8. Asas para pihak bebas memilih, dimana para pihak yang bersengketa

memiliki kebebasan untuk memilih mediator dari daftar mediator yang

dimiliki oleh pengadilan atau memilih mediator di luar daftar

pengadilan.

9. Asas ketelitian, dimana kesepakatan yang telah terjadi di antara para

pihak yang bersengketa ditandatangani secara tertulis, namun sebelum

kesepakatan tersebut ditandatangani oleh para pihak, mediator wajib

memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari adanya

kesepakatan yang bertentangan dengan hukum.

10. Asas kepastian hukum, asas ini memberikan kepastian kepada para

pihak yang bersengketa, dimana setelah terjadi kesepakatan maka para

pihak wajib membuat klausul pencabutan perkara atau pernyataan

perkara telah selesai. Untuk itu, para pihak harus menghormati

substansi kesepakatan yang telah mereka buat, sebagaimana layaknya

(10)

hakim untuk memberitahukan bahwa telah dicapainya kesepakatan

dan hakim dapat mengukuhkan kesepakatan sebagai suatu akta

perdamaian sebagai bentuk kepastian hukum bagi para pihak.

2. Ruang Lingkup Mediasi

Ruang lingkup mediasi merupakan konflik atau sengketa yang terjadi

antara manusia cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya.Konflik dan

persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah

privat.Konflik dalam wilayah publik berkaitan erat dengan kepentingan umum, di

mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum

tersebut.21

21

Syahrizal Abbas, Op.Cit.,hlm. 21.

Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorangan, harus

diselesaikan secara hukum melalui penegakan aturan pidana di pengadilan.Dalam

kasus pidana, pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat dilakukan

tawar-menawar (bargaining) dengan negara sebagai penjelma dan penjaga kepentingan umum. Dalam dimensi ini, seorang pelaku kejahatan berkonflik atau bersengketa

dengan Negara, dan ia tidak dapat menyelesaikan sengketanya melalui melalui

penyelesaian atau kompensasi kepada negara. Contoh si A melakukan korupsi. Si

A tidak dapat dibebaskan dari hukuman dengan alasan ia sudah mengembalikan

sejumlah uang yang ia korupsi kepada negara. Tindakan si A bukan hanya

merugikan negara dalam bentuk material, tetapi juga sudah mengganggu

kepentingan umum dan negara berkewajiban untuk menjaga dan mempertahankan

kepentingan umum tersebut. Dalam hukum Islam, kepentingan umum yang

dipertahankan negara melalui sejumlah aturan pidana dikenal dengan

(11)

Lain halnya dengan wilayah hukum privat, di mana titik berat kepentingan

terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi).Dimensi privat cukup luas

cakupannya yang meliputi dimensi hukum keluarga, hukum warisan, hukum

kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain.Dalam dimensi hukum

privat atau perdata, para pihak yang bersengketa melalui jalur hukum di

pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan.Hal ini sangat dimungkinkan karena

hukum privat/perdata, titik berat kepentingan terletak pada para pihak yang

bersengketa, bukan negara atau kepentingan umum.Oleh karena itu,

tawar-menawar dan pembayaran sejumlah kompensasi untuk menyelesaikan sengketa

dapat terjadi dalam dimensi ini. Dalam Hukum Islam, dimensi perdata

mengandung hak manusia (haqqul ‘ibad) yang dapat dipertahankan melalui kesepakatan damai antar para pihak yang bersengketa.

Mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa memiliki ruang

lingkup utama berupa wilayah privat/perdata.Sengketa-sengketa perdata berupa

sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis, lingkungan hidup

dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan melalui jalur

mediasi.Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dapat ditempuh di

pengadilan maupun diluar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan,

maka proses mediasi tersebut dijalankan sesuai dengan prosedur hukum acara

Pengadilan, sedangkan bila mediasi dilakukan di luar pengadilan, maka proses

mediasi tersebut merupakan bagian tersendiri yang terlepas dari prosedur hukum

acara pengadilan.22

22

(12)

Mengenai ruang lingkup mediasi di Pengadilan diatur dalam Pasal 2

Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yaitu :

Pasal 2

1) Ketentuan mengenai Prosedur Mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama.

2) Pengadilan di luar lingkungan peradilan umum dan peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menerapkan Mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini sepanjang dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata

dapat diselesaikan oleh pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang

didasarkan pada iktikad baik dengan mengenyampingkan penyelesaian secara

litigasi di Pengadilan Negeri (pasal 6). Ketentuan dalam pasal ini memberi ruang

gerak mediasi yang cukup luas, yaitu seluruh perbuatan hukum yang termasuk

dalam ruang lingkup perdata.Bahkan undang-undang ini memberikan penegasan

ruang lingkup yang berbeda antara arbitrase dan mediasi.

B. Tujuan dan Manfaat Mediasi

Mediasi merupakan penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan

pihak ketiga yang netral dan tidak mempunyai kewenangan dalam mengambil

keputusan dalam sengketa tersebut. Adapun tujuan dan manfaat dari mediasi

sebegai berikut :

1. Tujuan Mediasi

Tujuan dilakukannya mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para

(13)

mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang permanen

dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan

kedua belah pihak pada posisi yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau

pihak yang dikalahkan (win-win solution).23

2. Manfaat Mediasi

Dalam mediasi para pihak yang

bersengketa pro aktif dan memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan

keputusan. Mediator tidak memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan,

tetapi ia hanya membantu para pihak dalam menjaga proses mediasi guna

mewujudkan kesepakatan damai meraka.

Mediasi juga bertujuan untuk menekankan tentang upaya perdamaian di

Pengadilan dan juga sebagai penyempurna dari peraturan-peraturan yang dulu

tentang adanya pelembagaan perdamaian yang selama ini upaya damai di

Pengadilan seakan-akan hanya sebagai formalitas saja bukan sebagai anjuran yang

ditekankan oleh undang-undang dan juga sebagai landasan hukum pengadilan

dalam penyelesaian perkara dan mediasi ini diambil ketika para pihak

menghendaki sengketa diselesaikan secara damai.

Manfaat mediasi adalah para pihak bisa mencapai kesepakatan secara adil

dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal, dimana para pihak

belum mencapai kesepakatan, juga ada manfaat yang dirasakan oleh kedua belah

pihak. Manfaat tersebut adalah kesediaan para pihak bertemu dalam proses

mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasi akar persengketaan dan

mempersempit perselisian diantara mereka.Hal ini menunjukkan adanya

23

(14)

keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum

menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.

Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti tidak

mungkin diwujudkan dalam kenyataan.Modal utama penyelesaian sengketa

adalah keinginan dan iktikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan

mereka.Keinginan dan iktikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan

pihak ketiga dalam perwujudannya.Mediasi merupakan salah satu bentuk

penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan

keuntungan (manfaat) antara lain:24

1) Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan

relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke

Pengadilan atau ke lembaga arbitrase.

2) Mediasi bukan terfokus pada hak-hak hukumnya saja, tetapi

perhatiannya lebih kepada kepentingan para pihak secara nyata dan

pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka.

3) Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara

langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan

mereka.

4) Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan control

terhadap proses dan hasilnya.

5) Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu

menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak

yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.

24

(15)

6) Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir

selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang

dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan atau arbiter pada lembaga

arbitrase.

Perkara yang berhasil didamaikan oleh mediator, hasilnya harus dilaporkan

kepada Ketua Majelis.Perkara yang sifatnya perseorangan seperti perceraian,

Ketua Majelis membuat produk penetapan pencabutan yang dituangkan dalam

amar penetapan.Sedangkan perdamaian yang objeknya harta, Majelis Hakim

membuat produk penetapan pencabutan berisi akte perdamaian. Akte perdamaian

yang dibuat oleh hakim yang diwujudkan dalam putusan perdamaian mempunyai

manfaat sebagai berikut:

1) Keputusan perdamaian langsung mempunyai kekuatan hukum yang

tetap (in kracht van gewijsde)

Pasal 185 KUH Perdata menentukan bahwa semua putusan

perdamaian yang dibuat dalam sidang, Majelis Hakim akan mempunyai

kekuatan hukum tetap seperti putusan Pengadilan lainnya dalam tingkat

penghabisan. Putusan perdamian itu tidak bisa dibantah dengan alasan

kekhilafan mengenai hukum atau alasan salah satu pihak telah

dirugikan oleh putusan perdamaian itu.Dalam pasal 130 ayat (2) HIR

ditentukan pula bahwa jika perdamaian tetap dapat dicapai maka pada

waktu itu pula dalam persidangan dibuat putusan perdamaian dengan

menghukum para pihak untuk mematuhi persetujuan damai yang telah

(16)

Ketentuan lain yang terdapat pada pasal 1861 KUH Perdata

menentukan bahwa suatu keputusan perdamaian yang diadakan atas

alasan surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu (oleh pejabat yang

berwenang) adalah menjadi batal. Kemudian pasal 1862 KUH Perdata

juga menegaskan bahwa suatu perdamaian mengenai sengketa yang

sudah diakhiri dengan suatu keputusan Hakim yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, tetapi putusan perdamain tersebut tidak

diketahui oleh pihak-pihak yang bersangkutan atau salah satu dari

mereka maka putusan perdamaian itu adalah batal. Namun jika putusan

yang tidak diketahui oleh para pihak itu masih dapat dimintakan

banding, maka perdamaian adalah sah.

2) Tertutup untuk upaya banding dan kasasi

Putusan perdamain itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

maka bagiannya tertutup untuk adanya upaya banding atau

kasasi.Artinya bahwa putusan itu sejak ditetapkan/dijatuhkan oleh

Hakim, maka sudah melekat, pasti dan tidak ada penafsiran lagi,

langsung dapat dijalankan kapan saja diminta oleh pihak-pihak yang

melaksanakan perdamaian itu.

Upaya hukum yang dipergunakan oleh pihak yang merasa

dirugikan dengan putusan perdamaian itu adalah dengan mengajukan

perlawanan ke pengadilan dalam bentuk derden verzetatau partai verzet. Dengan derden verzet yaitu apabila yang menjadi objek putusan perdamaian itu bukanlah milik para pihak yang membuat persetujuan

(17)

barang itu telah lama diagunkan kepada pihak lain atau barang itu telah

diletakkan padanya conservatorbeslag atau sita eksekusi untuk kepentingan pelawan. Sedangkan pelawan dalam bentuk partai verzet

dapat dilakukan dengan alasan adanya cacat formal atau cacat materiil

yang melekat pada putusan perdamaian itu. Misalnya bahwa putusan

perdamaian itu tidak berdasarkan kesepakatan bersama atau tidak

mengakhiri keseluruhan dari sengketa disebabkan ada hal lain yang

belum diselesaikan, atau isi putusan perdamaian itu menyimpang dari

kesepakatan atau juga bahwa putusan itu telah dilaksanakan secara

sukarela atau permintaan eksekusi masih premature.

3) Mempunyai kekuatan eksekutorial

Semua keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap pastilah mempunyai kekuatan hukum mengikat, kekuatan

hukum eksekutorial dan mempunyai kekuatan nilai pembuktian.

Kekuatan hukum mengikat adalah untuk para pihak yang

membuat kesepakatan perdamaian itu, juga mengikat bagi pihak ketiga

atau orang yang mendapatkan hak dan manfaat dari putusan perdamaian

itu. Adapun tentang kekuatan hukum eksekusi adalah karena putusan itu

dapat langsung dieksekusi apabila ada pihak-pihak yang membuat

persetujuan perdamaian itu enggan melaksanakan persetujuan secara

suka rela, maka bagi pihak yang merasa dirugikan atas sikap ini dapat

meminta pengadilan yang membuat putusan perdamaian itu untuk

melaksanakan eksekusi, misalnya berupa sejumlah uang, hal ini sangat

(18)

dalam isi perjanjian perdamaian. Adapun tata cara eksekusinya adalah

sama dengan eksekusi putusan pengadilan lainnya yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya jika keputusan perdamaian

itu mengandung eksekusi rill, maka berlakulah sepenuhnya kekuatan

Pasal 200 ayat (11) HIR dan Pasal 1033 Rv. Apabila menyangkut

eksekusi pembayaran sejumlah uang, maka berlaku kekuatan Pasal

195-200 HIR, dan sekitarnya mengandung pelaksanaan suatu perbuatan,

maka berlaku sepenuhnya ketentuan pasal 225 HIR.

C. Prinsip-Prinsip Mediasi

Dalam berbagai literatur ditemukan sejumlah prinsip mediasi.Prinsip dasar

(basic principles) adalah landasan filosofis dari diselenggarakannya kegiatan mediasi.Prinsip atau filosofi ini merupakan kerangka kerja yang harus diketahui

oleh mediator, sehingga dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosfi

yang melatarbelakangi lahirnya institusi mediasi.25

1. Prinsip Kerahasiaan (confidentiality)

David Spencer dan Michael

Brogan merujuk pada pandangan Ruth Carlton tentang lima prinsip dasar mediasi.

Lima prinsip ini dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi. Kelima prinsip

tersebut adalah; prinsip kerahasiaan (confidentiality), prinsip sukarela (volunteer),

prinsip pemberdayaan (empowerment), prinsip netralitas (neutrality), dan prinsip solusi yang unik (a unique solution).

Kerahasiaan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa segala sesuatu yang

terjadi di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan pihak-pihak

25

(19)

yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh

masing-masing pihak. Demikian juga sang mediator harus menjaga kerahasiaan dari isi

mediasi tersebut, serta sebaiknya menghancurkan seluruh dokumen diakhir sesi

yang ia lakukan. Mediator juga tidak dapat dipanggil sebagai saksi di pengadilan

dalam kasus yang penyelesaiannya melalui mediasi.Masing-masing pihak yang

bertikai diharapkan saling menghormati kerahasiaan tiap-tiap isu dan kepentingan

masing-masing pihak.Jaminan ini harus diberikan masing-masing pihak, sehingga

mereka dapat mengungkapkan masalahnya secara langsung dan terbuka.Hal ini

penting untuk menemukan kebutuhan dan kepentingan mereka secara nyata.

2. Prinsip Suka Rela (volunteer).

Masing-masing pihak yang bertikai datang ke mediasi atas keinginan dan

kemauan mereka sendiri secara sukarela dan tidak ada paksaan dan tekanan dari

pihak-pihak lain atau pihak luar. Prinsip kesukarelaan ini dibangun atas dasar

bahwa orang akan mau berkerja sama untuk menemukan jalan keluar dari

persengketaan mereka, bila mereka datang ketempat perundingan atas pilihan

mereka sendiri.

3. Prinsip Pemberdayaan (empowerment)

Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke

mediasi sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah

mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka

inginkan.Kemampuan mereka dalam hal ini harus diakui dan dihargai dan oleh

karena itu, setiap solusi atau jalan penyelesaian sebaiknya tidak dipaksakan dari

(20)

masing-masing pihak, karena hal itu akan lebih memungkinkan para pihak untuk

menerima solusinya.

4. Prinsip Netralitas (neutrality).

Di dalam mediasi, peran seorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya

saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang bersengketa. Mediator

hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau tidaknya mediasi. Dalam

mediasi, seorang mediator tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang

memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau mendukung pendapat dan

penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.

5. Prinsp solusi yang unik (a unique solution).

Bahwasannya solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai

dengan standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas. Oleh karena

itu, hasil mediasi mungkin akan lebih banyak mengikuti keinginan kedua belah

pihak, yang terkait erat dengan konsep pemberdayaan masing-masing pihak.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa mediasi memiliki karakteristik

yang merupakan ciri pokok yang membedakan dengan penyelesaian sengketa

yang lain. Karakteristik tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

• Dalam setiap proses mediasi terdapat metode, di mana para pihak

dan/atau perwakilannya, yang dibantu pihak ketiga sebagai mediator

berusaha melakukan diskusi dan perundingan untuk mendapatkan

keputusan yang dapat disetujui oleh para pihak.

• Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses

(21)

• Mediasidapat juga digambarkan sebagai suatu sistem di mana mediator

yang mengatur proses perundingan dan para pihak mengontrol hasil

akhir, meskipun ini tampaknya agak terlalu menyederhanakan kegiatan

mediasi.

D. Kewenangan dan Tugas Mediator

Mediator memiliki sejumlah kewenangan dan tugas dalam menjalankan

proses mediasi. Mediator memperoleh tugas dan kewenangan tersebut dari para

pihak, dimana meraka ‘mengizinkan dan setuju’ adanya pihak ketiga

menyelesaikan sengketa. Kewenangan dan tugas mediator terfokus pada upaya

menjaga dan mempertahankan proses mediasi. Mediator diberikan kewenangan

oleh para pihak melakukan tindakan dalam rangka memastikan bahwa mediasi

sudah berjalan sebagaimana mestinya. Mediator juga dibekali dengan sejumlah

tugas yang harus dilaksanakan mulai dari awal sampai akhir proses mediasi.26

1. Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar

Adapun yang menjadi kewenangan mediator yaitu :

Mediator berwenang mengontrol proses mediasi sejak awal sampai akhir.

Ia memfsilitasi pertemuan para pihak, membantu para pihak melakukan negosiasi,

membantu membicarakan sejumlah kemungkinan untuk mewujudkan kesepakatan

dan membantu menawarkan sejumlah solusi dalam penyelesaian sengketa. Pada

dasarnya, mediator hanyalah mendorong para pihak untuk lebih proaktif

memikirkan penyelesaian sengketa mereka.Mediator mengawasi sejumlah

kegiatan tersebut melalui penegakan aturan mediasi yang telah disepakati

26

(22)

bersama.Ia memiliki kewenangan mengajak para pihak kepada kesepakatan awal,

jika salah satu pihak melanggar kesepakatan sebelumnya. Misalnya, pada tahap

pertemuan pertama disepakati bahwa para pihak tidak akan melakukan interupsi

(menyela), ketika salah satu pihak melakukan presentasi. Jika dalam pelaksanaan

ditemukan salah satu pihak melakukan interupsi/menyela, maka mediator

berwenang menegaskan aturan tersebut.

Demikian pula jika para pihak sudah terlalu jauh melakukan pembicaraan,

sehingga melenceng dari kesepakatan-kesepakatan awal, maka mediator

berwenang mengarahkan dan mengambil pembicaraan para pihak pada ketentuan

yang telah disepakati sebelumnya.Mediator harus cermat mengawasi langkah

kegiatan para pihak dan berusaha maksimal menegakkan aturan mediasi yang

telah disepakati bersama. Kewenangan mediator mengontrol dan menjaga

tegaknya aturan, akan membuat mediasi lebih efektif dan efisien dalam mencapai

sasaran penyelesaian sengketa.

2. Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi;

Mediator berwenang menjaga dan mempertahankan struktur dan

momentum negosiasi.Esensi mediasi terletak pada negosiasi, di mana para pihak

diberikan kesempatan melakukan pembicaraan dan tawar-menawar dalam

menyelesaikan sengketa.Sebelum menjalankan negosiasi para pihak sudah

memetakan permasalahan pokok yang dipersengketakan, kepentingan

masing-masing pihak, kemungkinan tawar-menawar kepetingan, dan pilihan-pilihan yang

mungkin dicapai.Dalam hal ini mediator menjaga dan mempertahakan struktur

(23)

dalam pembicaraan dan negosiasi mereka tidak keluar dari struktur yang telah

dibangun bersama.

3. Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi.

Dalam proses mediasi sering ditemukan para pihak sangat sulit berdiskusi

secara terbuka. Mereka mempertahankan prinsip secara ketat dan kaku, terutama

pada saat negosiasi. Ketika mediator melihat para pihak tidak mungkin lagi diajak

kompromi dalam negosiasi, maka mediator berwenang menghentingkan proses

mediasi. Mediator dapat menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu

atau penghentian untuk selamanya (mediasi gagal). Ada dua pertimbangan penghentian mediasi yang dilakukan oleh mediator.Pertama, ia menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu, guna memberikan kesempatan kepada

para pihak memikirkan kembali tawar-menawar kepentingan dalam penyelesaian

sengketa. Para pihak dapat memikirkan mana kepentingan yang mesti

dipenuhi,karena prinsip mediasi bukanlah untuk mencapai menang kalah.

Mediator menghentikan proses mediasi dengan mempertimbangkan keretakan

hubungan yang lebih parah bila proses mediasi tersebut dilanjutkan. Jika

penghentian mediator untuk menjembatani kembali proses mediasi mereka.

Kedua, mediator menghentikan proses mediasi dengan mempertimbangkan hampir dapat dipastikan tidak ada celah yang mungkin dimasuki untuk diajak

negosiasi dari kedua belah pihak. Para pihak sudah menegaskan prinsip dan

tuntutan masing-masing secara emosional, sehingga bila proses mediasi

dilanjutkan dapat diprediksi akan tetap tidak efektif, menghabiskan waktu yang

tidak bermanfaat dan pada akhirnya akan menuai kegagalan.

(24)

1. Tugas pertama yang dilakukan mediator adalah mendiagnosis konflik atau

sengketa. Mediator dapat mendiagnosis sengketa sejak pramediasi, yang

bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk persengketaan, latar belakang,

penyebabnya dan akibat dari persengketaan bagi para pihak. Atas dasar

diagnosis sengketa mediator dapat menyusun langkah negosiasi, mencari

alternatif solusi, mempersiapkan pilihan yang mungkin ditawarkan kepada

kedua belah pihak dalam penyelesaian sengketa.

2. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak.

Dalam proses mediasi, para pihak diberikan kesempatan untuk

menyampaikan persoalan sengketa mereka secara terbuka, sehingga

masing-masing pihak dapat mendengarnya. Mediator juga mengarahkan

para pihak untuk menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka dalam

persengketaan tersebut.27

3. Menyusun agenda merupakan tugas mediator yang cukup penting, karena

agenda memperlihatkan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh kedua

belah pihak dalam menjalankan mediasi. Penyusun agenda ini harus Dalam praktiknya para pihak tidak

menyampaikan secara sistematis dan runtun pokok sengketa dan

kepentingan masing-masing. Oleh karenanya, mediator bertugas

mengidentifikasi dan menyusun secara sistematis pokok persengketaan

dan kepentingan masing-masing pihak. Indentifikasi dan sistematika ini

sangat penting untuk menjadi pedoman para pihak dalam proses mediasi.

Sistematika ini juga akan memudahkan mediator dalam menyusun

sejumlah agenda.

27

(25)

diberitahukan kepada kedua belah pihak oleh mediator. Dalam agenda

mediasi memuat sejumlah hal antara lain; waktu mediasi, durasi waktu tiap

pertemuan, tempat mediasi, para pihak yang hadir, mediator, metode

negosiasi, persoalan pokok yang dipersengketakan dan hal-hal lain yang

dianggap perlu oleh kedua belah pihak.

4. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi. Dalam proses mediasi,

mediator harus memperhatikan komunikasi yang terjadi antar kedua belah

pihak. Ia harus memastikan apakah komunikasi tersebut telah berjalan

dengan lancar. Mediator bertugas membantu para pihak untuk

memudahkan komunikasi mereka, karena dalam praktik banyak ditemukan

para pihak malu atau enggan untuk mengungkapkan persoalan dan

kepentingan mereka.28

5. Mediator harus menyusun dan merangkaikan kembali tuntutan (positional claim) para pihak menjadi kepentingan sesungguhnya dari para pihak. Hal ini penting digambarkan oleh mediator, karena posisi para pihak dalam

mediasi bukan berada pada sikap bersikukuh dengan tututannya, tetapi

lebih mengarah kepada kepentingan rill yang diinginkan.

Sebaliknya, banyak juga para pihak yang terlalu

berani menyampaikan pokok sengketa dan tuntutannya, sehingga

kadang-kadang menyinggung pihak lain. Mediator harus mampu mengendalikan

komunikasi para pihak, agar mediasi bisa berjalan dan tidak menimbulkan

gangguan perasaan pihak lain, yang dapat menghambat proses mediasi

selanjutnya.

28

(26)

6. Mediator bertugas mengubah pandangan egosentris masing-masing pihak menjadi pandangan yang mewakili semua pihak. Mediator secara arif

menyakinkan para pihak untuk saling memahami posisi pihak lain,

sehingga pandangan mereka dapat didekatkan dengan menanggalkan

egonya masing-masing. Contohnya, apabila dua orang tua

mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan si anak. Kedua orang tua

sama-sama berkepentingan agar anak mereka tumbuh dan berkembang

dengan baik, dan si anak tetap menginginkan keterlibatan dua orang tua

dalam kehidupannya.

7. Mediator bertugas dan berusaha mengubah pandangan parsial (berkutat defenisi tertentu) para pihak mengenai suatu permasalahan ke pandangan

yang lebih universal (umum), sehingga dapat diterima oleh kedua belah

pihak. Misalnya klaim 60% dari suatu properti dapat dilihat sebagai

kebutuhan pembagian yang adil dengan melihat kontribusi sebelumnya

dan kebutuhan masa depan. Dengan menyampaikan figur tertentu,

mediator membuka proses mediasi dengan pihak lain yang lebih banyak.

8. Memasukkan kepentingan kedua belah pihak dalam pendefenisian

permasalahan.29

29

Ibid, hlm. 123

Contoh persengketaan mengenai kewenangan antara

dewan sekolah dengan kepala sekolah. Kedua pihak ini masing-masing

mengklaim memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan

menjalankan kegiatan di sekolah. Dalam hal ini, mediator dapat

menyarankan solusi melalui pendefenisian dan pembagian kewenangan.

(27)

keputusan di sekolah dan kepala sekolah memiliki kewenangan

menetapkan keputusan akhir dalam hal pengelolaan administrasi sekolah.

9. Mediator bertugas menyusun prosisi mengenai permasalahan para pihak

dalam bahasa dan kalimat yang tidak menonjolkan unsur emosional.

Bahkan ia juga dapat menyusun sejumlah pertanyaan yang dapat

meyakinkan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka secara lebih

adil dan terbuka.

10.Mediator bertugas menjaga pernyataan para pihak agar tetap berada dalam

kepentingan yang sesungguhnya (underlain interest) dan tidak berubah menjadi suatu tuntutan (claim) yang kaku, sehingga pembahasan dan negosiasi dapat dilakukan dalam kerangka yang saling menguntungkan

para pihak.

Adanya perbedaan kekuatan dari para pihak dalam proses mediasi yang

dapat menimbulkan ketidaknyamanan salah satu pihak, maka mediator berupaya

mengatasi melalui cara-cara sebagai berikut:

a. Menyediakan suasana yang tidak mengancam,

b. Memberikan setiap pihak kesempatan untuk berbicara dan

didengarkan oleh pihak lainnya secara lebih leluasa,

c. Meminimalkan perbedaan di antara mereka dengan menciptakan situsi

informal,

d. Perilaku mediator yang netral dan tidak memihak, sehingga

memberikan kenyamanan tersendiri; dan

(28)

Pertemuan secara terpisah dengan para pihak dapat lebih meyakinkan

pihak yang lemah akan posisi mereka, sehingga mediator dapat berupaya

mengatasinya melalui saran dan pendekatan yang dapat melancarkan proses

penyelesaian sengketa. Proses mediasi dan keahlian mediator menjadi sangat

penting dalam kaitannya dengan pencegahan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Adapun selaku mediator, dibutuhkan beberapa keterampilan sehingga

mediator dapat memimpin jalannya mediasi dengan baik dan dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya jalan damai.Yang dimaksudkan dengan keterampilan

adalah padanan kata skill dalam Bahasa Inggris. Seseorang yang bernama Boulle mengklasifikasikan keterampilan mediator ke dalam empat jenis, yaitu:30

1. Keterampilan Mengorganisasikan Mediasi

Seorang mediator harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan

proses mediasi sehingga proses mediasi dapat berjalan dengan baik.

Keterampilan mengorganisasikan mediasi mencakup kemampuan untuk

membantu para pihak menentukan siapa juru runding para pihak,

terutama untuk sengketa-sengketa yang melibatkan orang banyak,

kemampuan merencanakan dan menyusun jadwal pertemuan, menata

ruang pertemuan dan tempat duduk para pihak, menggunakan alat-alat

bantu tulis seperti penggunaan OHP, whiteboard, laptop, dsb. Penentuan

atau pemilihan juru runding dilakukan sebelum proses mediasi

berlangsung. Jika mediator dilakukan oleh dua orang atau lebih, para

mediator harus mampu mempersiapkan rencana pembagian tugas di

antara mereka.Misalnya pada saat satu orang mediator bertugas

30

(29)

memimpin jalannya mediasi, maka mediator lainnya dapat melakukan

tugas-tugas lain, yaitu meringkas dan menuliskan pandangan dan titik

temu perbedaan pandangan para pihak di atas whiteboard.

2. Keterampilan Berunding

Karena pada dasarnya mediasi adalah perundingan, maka seorang

mediator yang baik harus memiliki keterampilan untuk berunding atau

bernegosiasi.Keterampilan berunding mediator mencakup

kemampuan-kemampuan untuk memimpin dan mengarahkan pertemuan-pertemuan

mediasi sesuai agenda dan jadwal.Kemampuan memimpin pertemuan

mencakup menentukan dan mengatur lalu lintas pembicaraan dan kapan

mengadakan kaukus dengan salah satu pihak.

Selanjutnya, keterampilan yang lebih penting lagi adalah bahwa mediator

harus mampu memahami dan menerapkan teknik-teknik perundingan

bertumpu pada kepentingan (interest-based negotiation) dan menghindari penggunaan teknik perundingan posisional (positional-based negotiation).Dengan pengetahuan ini, seorang mediator berupaya menggiring para pihak untuk berunding yang dapat memenuhi

kepentingan para pihak. Tentang bagaimana melaksanakan perundingan

berbasiskan kepentingan dapat dipedomani dan dipahami kiat-kiat yang

dikembangkan oleh Fisher dan Ury yang terkenal dengan konsep PIOC

yang merupakan singkatan dari People (orang), Interests (kepentingan),

Options (pilihan-pilihan), dan Criteria (kriteria, patokan).31

31

(30)

Selanjutnya, konsep PIOC menurut Ury dan Fisher perlu diuraikan pada

bagian ini untuk memahami konsep perundingan berdasarkan

kepentingan.Konsep People mengandung arti bahwa para pihak dalam bermediasi tidak boleh memfokuskan pada orang, tetapi memfokuskan

pada masalah sengketa yang harus dipecahkan atau diselesaikan. Konsep

orang bisa bersifat individual atau kelompok atau bangsa.Betapa

bencinya perasaan satu pihak kepada pihak lainnya, perasaan itu harus

dikontrol atau ditekan kalau tidak mungkin sama sekali dihilangkan

karena perundingan yang memfokuskan pada diri orang cenderung

menimbulkan emosional yang tinggi sehingga merusak suasana mediasi

dan pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan mediasi sebelum para

pihak membahas pokok persoalan. Para pihak harus menyadari bahwa

kehadiran mereka dalam proses mediasi adalah untuk memecahkan

persoalan bukan untuk menyerang diri seseorang atau lawannya.

Sebaliknya, betapa terpukau satu pihak dengan pihak lawan,

kekagumannya tidak boleh membutakan mata hati, bahwa kehadiran

dirinya dalam mediasi adalah untuk memperjuangkan kepentingan

dirinya atau orang-orang yang diwakilinya dalam proses mediasi. Jika

seorang juru runding sampai terpukau pada diri lawan tunding karena

berbagai sebab (misalnya karena kecantikan, ketampanan, tutur kata

manis, dulu pernah kenal, perlakuan yang baik di luar sesi perundingan),

maka dia dapat dimanipulasi oleh lawannya sehingga kalau pun dicapai

sebuah kesepakatan damai, mungkin kesepakatan itu tidak optimal

(31)

Konsep Interests (kepentingan) mengandung perngertian bahwa juru runding dalam perundingan harus memfokuskan bagaimana meraih atau

mewujudkan kepentingannya dengan juga memenuhi kepentingan pihak

lawan.Para pihak harus bersama-sama memikirkan dan mencari

penyelesaian yang dapat memenuhi kepentingan bersama.Kesulitan satu

pihak menerima usulan karena usulan itu belum memenuhi

kepentingannya harus juga dipikirkan dan dibahas bersama oleh pihak

lainnya.Dalam perundingan yang berbasiskan kepentingan berlaku

ungkapan “masalah anda adalah juga masalah saya” dan bukan

sebaliknya “masalahmu adalah bukan masalah saya”.

Konsep Options (opsi atau piihan) mengandung pengertian bahwa para pihak jangan hanya memfokuskan pada satu opsi penyelesaian untuk

sebuah masalah.Jadi dalam perundingan berbasis kepentingan, tidak

berlaku ungkapan satu opsi penyelesaian untuk satu masalah, tetapi justru

sebaliknya, beberapa opsi untuk satu masalah.Oleh karena itu, seorang

mediator harus mampu mendorong para pihak untuk dapat menemukan

dan membahas sekurang-kurangnya dua atau lebih opsi-opsi

penyelesaian atas satu masalah.Jika satu masalah hanya diatasi dengan

satu opsi penyelesaian, maka para pihak cenderung terperangkap dalam

perundingan tawarmenawar yang posisional dan menggiring mereka ke

jalan buntu.Tugas mediator untuk mendorong para pihak memikirkan dan

mencari beberapa opsi untuk sebuah masalah.Selanjutnya, tiap opsi

dibahas untuk menentukan opsi mana yang secara maksimal dapat

(32)

Konsep Criteria (kriteria,patokan,ukuran) mengandung pengertian bahwa para pihak dalam meminta atau mengusulkan sesuatu harus didasarkan

pada kriteria atau ukuran berdasar kriteria. Kriteria objektif antara lain,

dapat bersumber dari ilmu pengetahuan, harga pasar dan hukum.

3. Keterampilan Memfasilitasi Perundingan

Keterampilan memfasilitasi perundingan mencakup beberapa

kemampuan, yaitu (1) kemampuan mengubah posisi para pihak menjadi

permasalahan yang harus dibahas, (2) kemampuan mengatasi emosi para

pihak, dan (3) kemampuan mengatasi jalan buntu.Kemampuan mengubah

posisi para pihak menjadi masalah-masalah yang harus dibahas

bersama.Misalnya, mantan sepasang suami istri yang memperebutkan

hak perwalian anak.Masing-masing merasa paling berhak atas perwalian

anak. Jika hak yang dikedepankan, akan cenderung menggiring mantan

suami atau istri sama-sama mengklaim sebagai pihak yang paling berhak

atas perwalian anak. Jika menghadapi masalah seperti ini,mediator tidak

boleh dipengaruhi oleh para pihak untuk membahas masalah hak karena

masalah penentuan hak tidak dapat diselesaikan melalui mediasi, tetapi

melalui pengadilan. mediator harus mendorong dan membujuk para

pihak agar bersedia membahas kemungkinan-kemungkinan bagaimana

kebutuhan atau kepentingan suami atau istri sama-sama dapat dipenuhi.

Jika mediator mampu mendorong suami atau istri untuk menyadari dan

memahami bahwa kepentingan utama mereka adalah sama-sama ingin

melihat kebahagiaan anak mereka, maka disitu ada peluang untuk

(33)

terhadap anak mereka setelah perceraian tanpa harus terjebak membahas

siapa yang paling berhak.

4. Keterampilan Berkomunikasi

Menurut Boulle keterampilan berkomunikasi mencakup beberapa

keterampilan, yaitu keterampilan komunikasi verbal, mendengar secara

efektif, membingkai ulang, komunikasi nonverbal, kemampuan bertanya,

mengulang pernyataan, melakukan parafrase, menyimpulkan, membuat

Referensi

Dokumen terkait

kegagalan mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang. 3) Untuk mengetahui faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau.. tidak hadir untuk bermediasi dalam

Pendekatan agama dalam proses mediasi dapat dijadikan sebagai salah satu upaya yang dilakukan para mediator untuk menasehati suami istri yang bersengketa. Nilai-nilai agama

Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut diatas penulis menyimpulkan proses Mediasi dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kisaran sangatlah sesuai dengan

9 Meskipun skripsi ini membahas tentang peranan hakam dalam menyelesaikan perkara syiqaq tetapi tidak dikaitkan dengan peranan mediator sebagai upaya mediasi yang

Diwajibkannya mediasi khususnya dalam sengketa perkawinan seperti perceraian membawa manfaat yang besar bagi para pihak, karena melalui mediasi akan dicapai

Mediasi yang berlangsung di Pengadilan Agama Tulungagung dalam hal perkara perceraian merupakan proses komunikasi secara primer yang artinya bahwa proses penyampaian

Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian sengketa pembagian harta. bersama

Kedudukan mediator dalam penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Semarang sangat menentukan karena berhasil tidaknya mediasi tergantung profesionalitas dari mediator untuk