• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Kekuatan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dalam Putusan MA No. 631 K Pdt.Sus 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Kekuatan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dalam Putusan MA No. 631 K Pdt.Sus 2012"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

A. Batasan-Batasan Putusan Ar bitr ase Inter nasional

Untuk dapat mengetahui kekuatan hukum putusan arbitrase internasional, terlebih dahulu perlu diketahui batasan-batasan sebuah putusan arbitrase dapat dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional. UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membedakan antara putusan arbitrase nasional dan putusan arbitrase internasional. Putusan arbitrase internasional menurut UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.53

1. “putusan yang dijatukan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Indonesia.”

Ada dua kategori dalam pasal 1 ayat 9 UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu :

Adapun yang dimaksud dengan putusan arbitrase internasional ialah putusan-putusan arbitrase yang dibuat oleh lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di

53

(2)

wilayah negara lain dari negara tempat diminta pengakuan dan pelaksanaan eksekusi atas putusan arbitrase yang bersangkutan.54

2.“putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.”

Suatu putusan arbitrase, meskipun dijatuhkan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila putusan arbitrase tersebut menggunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketanya, putusan arbitrase tersebut dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional.55

“yang dimaksud dengan putusan arbitrase asing adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu badan arbitrase ataupun arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, ataupun putusan suatu badan arbitrase atau arbiter Perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase asing, yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Keppres No. 34 tahun 1981 Lembaran Negara Tahun 1981 No. 40 tanggal 5 Agustus 1981.”

Sementara dalam PERMA No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing, ada perbedaan terminologi yang digunakan. PERMA No. 1 Tahun 1990 menggunakan frase “putusan arbitrase asing” yang mempunyai pengertian :

56

Melalui pengertian diatas dapat dilihat meskipun menggunakan istilah yang berbeda, namun pengertian putusan arbitrase internasional yang terdapat di UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah pengulangan dari PERMA

54

Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 375

55

Ibid, hal. 377

56

(3)

No. 1 tahun 1990. Apabila ditafsirkan dengan penafsiran argumentum a contrario, dapat dirumuskan bahwa putusan arbitrase nasional adalah putusan yang dijatuhkan di wilayah Indonesia berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, sepanjang putusan dibuat berdasarkan dan dilakukan di Indonesia.57

Berdasarkan konvensi ini, syarat utama sebuah putusan arbitrase dikatakan sebagai putusan arbitrase internasional adalah putusan arbitrase dibuat di luar negara-negara yang diminta pengakuan dan eksekusinya. Syarat lain yakni dimana perselisihan yang timbul, antara perorangan atau badan hukum. Faktor perbedaan kewarganegaraan tidaklah mutlak. Persengketaan bisa terjadi antara perorangan atau

Dalam Konvensi New York 1958 pasal 1 ayat 1 tercantum

“This Convention shall apply to the recognition and enforcement of arbitral awards made in the territory of a State other than the State where the recognition and enforcement of such awards are sought, and arising out of differences between persons, whether physical or legal. It shall also apply to arbitral awards not considered as domestic awards in the State where their recognition and enforcement are sought.”

(Konvensi ini berlaku pada pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase yang dibuat di wilayah suatu negara yang berbeda dari negara di mana pengakuan dan pelaksanaan putusan tersebut diminta, dan sengketa timbul antar perorangan, baik secara fisik maupun secara hukum. Konvensi ini juga berlaku pada putusan arbitrase yang tidak dianggap sebagai putusan nasional di mana pengakuan dan pelaksanaannya diminta.)

57

(4)

badan hukum dengan kewarganegaraan yang sama tetapi diselesaikan oleh badan arbitrase luar negeri.58

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suatu putusan arbitrase akan dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase internasional atau asing jika putusan arbitrase tersebut diputuskan di luar wilayah territorial hukum Republik Indonesia. Sepanjang putusan arbitrase tersebut diputuskan diluar wilayah Republik Indonesia, maka dikualifikasikan sebagai putusan arbitrase internasional atau asing. Wilayah hukum suatu negara itu termasuk kawasan tertentu yang menurut hukum internasional dianggap sebagai bagian dari wilayah hukum negara yang bersangkutan. Jadi, untuk menentukan apakah putusan arbitrase itu merupakan putusan arbitrase internasional, didasarkan pada prinsip kewilayahan dan hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa arbitrase tersebut.59

Pemakaian hukum yang digunakan juga termasuk ke dalam dasar pembedaan apakah putusan arbitrase tersebut merupakan putusan arbitrase nasional atau putusan arbitrase internasional. Kalau menggunakan hukum asing sebagai dasar penyelesaian sengketanya, walaupun putusan dijatuhkan di dalam wilayah hukum Republik Indonesia, putusan arbitrase tersebut tetap merupakan putusan arbitrase internasional. Sebaliknya, walaupun para pihak yang bersengketa itu bukan kewarganegaraan Indonesia, tetapi menggunakan hukum Indonesia sebagai dasar penyelesaian sengketa arbitrasenya, maka putusan arbitrase tersebut merupakan putusan arbitrase nasional, bukan putusan arbitrase internasional.60

58

Ibid, hal. 376

59 Ibid. hal. 377 60

(5)

B. Asas-asas yang melandasi ber lakunya Putusan Ar bitr ase Inter nasional

Asas-asas atau “ beginselen” merupakan dasar-dasar material ataupun sendi-sendi maupun arah bagi pembentukan kaidah hukum secara dinamis. Asas-asas hukum tersebut membentuk isi kaidah hukum yang dibentuk atau dirumuskan oleh pihak-pihak yang berwenang melakukan kegiatan tersebut. Tanpa asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya.61

1. Final and Binding

Begitu pula dengan putusan arbitrase internaisonal, asas-asas yang melandasi berlakunya sebuah putusan arbitrase dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, antara lain :

Dalam Konvensi New York 1958 dikatakan bahwa

“each contracting state shall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the awards is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall not be imposed substantially more onerous conditions or higher fees or charges on the recognition or enforcement of arbitral awards to which this Convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arbitral awards.”62

(Setiap negara penandatangan wajib mengakui putusan arbitrase sebagai

putusan yang mengikat dan melaksanakannya sesuai dengan aturan procedural di wilayah di mana putusan itu akan diandalkan, sesuai dengan kondisi yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut ini. Tidak boleh ada pemberlakuan kondisi yang lebih berat atau pengenaan biaya yang lebih tinggi sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase

61

Soerjono Soekanto, Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 64

62

(6)

sesuai dengan Konvensi ini, dibandingkan dengan kondisi yang diberlakukan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase domestik.)

Menurut Yahya Harahap, pasal ini mengatur asas yang menyatakan setiap putusan arbitrase :63

a. Mengikat (binding) para pihak sebagai putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

b. Final, dalam arti merupakan putusan tingkat akhir dan tidak ada upaya banding atau kasasi terhadapnya

c. negara yang diminta untuk melaksanakan, harus menjalankan eksekusi putusan.

Berdasarkan pasal ini berarti setiap negara anggota Konvensi harus mengakui putusan arbitrase internasional sebagai putusan yang mengikat dan mempunya ekseskusi terhadap para pihak.64

Dalam pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1990 dengan tegas mengakui bahwa setiap putusan arbitrase yang diajukan permintaan pengakuan dan eksekusinya di Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase yang berkekuatan hukum tetap.65

63

M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 27

64 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal. 130 65

Ibid. hal. 131

(7)

menolak atau menyatakan pemberian eksekutornya tidak dapat diterima, kecuali putusan tersebut melanggar asas-asas yang ditentukan.66

Dengan penegasan ini maka pengadilan tidak berwenang untuk mempermasalahkan materi putusaan. Tugas pokok pengadilan dalam melaksanakan fungsi eksekutor hanya meneliti apakah putusan arbitrase internasional tersebut melanggar asas-asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental.67

Hal yang dimaksud dengan “melanggar asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental” adalah putusan arbitrase tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, suatu hal dikatakan melanggar ketertiban umum apabila di dalamnya terkandung sesuatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa. Jika dihubungkan dengan putusan arbitrase internasional, maka putusan yang dikatakan melanggar asas atau aturan formal yang bersifat serius dan fundamental adalah putusan yang bertentangan dengan pasal-pasal undang-undang dan peraturan suatu negara.68

Sementara itu, UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak mencantumkan secara eksplisit mengenai kekuatan final and binding putusan arbitrase internasional. Namun, menurut Susanti Adi Nugroho, kekuatan final and binding suatu putusan arbitrase internasional tergambar

66 Susilawetty, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ditinjau dalam Perspektif

Perundang-undangan, (Jakarta : Gramata Publishing, 2013), hal. 46

67

Ibid, hal. 47

68 Arfiana Novera, Meria Utama, Dasar-dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase, (Malang :

(8)

dalam Pasal 68 ayat 1 UU Arbitrase Internasional, yaitu : “Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi.” Dinyatakan dalam pasal ini, putusa arbitrase internasional yang diakui dan dilaksanakan di Indonesia tidak dapat diajukan banding atau kasasi, ini sesuai dengan prinsip final and binding yang dimiliki oleh sebuah putusan arbitrase internasional.69

2. Resiprositas

Asas resiprositas berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara negara yang menjatuhkan putusan dengan negara Indonesia tentang pengakuan dan pengeksekusian putusan arbitrase internasional. Apakah sekiranya suatu putusan arbitrase dijatuhkan di Indonesia, kemudian diminta pengakuan dan ekseskusi di negara lain maka negara tersebut juga akan menghormati, mengakui serta melaksanakan eksekusi.70

Asas resiprositas ini merupakan pencerminan prinsip kedaulatan hukum maupun negara dan bangsa Indonesia dan penghormatan prinsip saling menghormati diantara sesama bangsa dan negara di dunia ini. Asas ini

Asas ini tercermin dari Pasal 66 huruf a UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan : “Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.”

69 Susanti Adi Nugroho, Op.cit, hal. 426 70

(9)

juga merupakan merupakan pencerminan nilai-nilai hukum internasional yang berlaku secara universal dan diakui keberadaannya oleh seluruh negara-negara di dunia dan berlaku dalam semua bidang kehidupan antar bangsa.71

Dalam Konvensi New Yok 1958 juga dikatakan bahwa “any state may on the basis of reciprocity declare that it will apply the Convention to

recognition and enforcement of awards made only in territory of another

Contracting State.” 72

3. Putusan Arbitrase Internasional Hanya untuk Sengketa Hukum Perdagangan (setiap Negara berdasarkan asas resiprositas, menyatakan bahwa Negara tersebut akan melaksanakan pengakuan dan pelaksanaan putusan yang dibuat di negara peserta yang lainnya.)

Selanjutnya dalam Lampiran Keppres No. 34 tahun 1981 tanggal 5 Agustus 1981 dikeluarkan deklarasi yang merujuk kepada ketentuan Pasal 1 ayat 3 Konvensi New York 1958 “the Government of the Republic of Indonesia declares that its will apply the Convention on the basis of

reciprocity.”(Pemerintah Republik Indonesia menyatakan akan

melaksanakan Konvensi tersebut berdasarkan asas resiprositas.)

Asas ini harus diperhatikan pengadilan pada saat hendak memberikan permintaan eksekutor. Dalam Pasal 3 PERMA No. 1 tahun 1990 juga menyatakan bahwa putusan arbitrase yang diakui dan yang dapat dilaksanakan eksekusinya di wilayah hukum Republik Indonesia, hanyalah putusan yang memenuhi asas resiprositas.

71

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.cit, hal. 132

72 Pasal 1 ayat 3 Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral

(10)

Pembatasan pengakuan Indonesia terhadap putusan arbitrase internasional hanya meliputi sepanjang yang berkaitan dengan hukum dagang. Untuk menentukan apakah suatu kasus tersebut termasuk dalam lingkup hukum dagang atau tidak akan berpatokan kepada ketentuan sistem tata nilai hukum di Indonesia, bukan berpatokan pada sistem tata nilai hukum negara tempat di mana putusan dijatuhkan.73

Asas ini menegaskan bahwa putusan arbitrase internasional yang dapat diakui dan dieksekusi oleh Pengadilan Indonesia hanya putusan yang menyangkut persengketaan yang timbul dalam bidang hukum dagang menurut hukum Indonesia.74

Ketentuan ini merupakan penegasan dari pasal 1 ayat 3 Konvensi New York 1958 yang menyatakan “It may also declare that it will apply the Convention only to differences arising out of legal relationships whether

contractual or not, which are considered as commercial under the national

law of the State making such declaration.”( Ia juga dapat menyatakan bahwa ia akan menerapkan Konvensi hanya untuk sengketa-sengketa yang timbul dari hubungan-hubungan hukum, apakah yang lahir dari kontrak atau bukan, yang dianggap sebagai komersial di bawah hukum nasional dari Negara

Asas ini tercermin dalam Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan “Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.”

73 Susilawetty,Op.cit, hal. 48 74

(11)

yang membuat deklarasi semacam itu. ) Dalam note Konvensi New York 1958, ditegaskan bahwa pada umumnya para negara peserta Konvensi New York 1958 membatasi hanya menaklukkan diri terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sepanjang mengenai persengketaan perjanjian “bisnis” dan “perdagangan”.75

a. Perniagaan

Untuk mengetahui apakah suatu kasus termasuk dalam ruang lingkup hukum dagang atau tidak, patokan yang dipakai adalah sistem tata nilai hukum Indonesia, bukan pada sistem tata nilai hukum negara tempat di mana putusan dijatuhkan. Penjelasan pada Pasal 66 huruf b UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan batasan mengenai yang dimaksud dengan “ruang lingkup hukum perdagangan” adalah kegiatan-kegiatan antara lain bidang :

b. Perbankan c. Keuangan

d. Penanaman modal e. Industri

f. Hak kekayaan intelektual 4. Ketertiban Umum

Pengakuan atau eksekusi putusan arbitrase internasional tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dari negara di tempat di mana diminta eksekusinya. Jadi apabila putusan arbitrase internasional bertentangan dengan ketertiban umum di Indonesia maka permintaan eksekutornya harus

75

(12)

ditolak.76

Sesuatu melanggar ketertiban umum menurut Sudargo Gautama diartikan sebagai sesuatu yang dianggap bertentangan dengan ketertiban umum suatu negara, apabila di dalamnya terkandung suatu hal atau keadaan yang bertentangan dengan sendi-sendi dan nilai-nilai asasi sistem hukum dan kepentingan nasional suatu bangsa.77

Beberapa alasan yang fapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa suatu putusan arbitrase internasional bertentangan dengan ketertiban umum, antara lain :78

a. Suatu putusan arbitrase dapat dikatakan bertentangan dengan ketertiban umum, jika dalam proses pemeriksaannya salah satu pihak tidak diberikan kesempatan untuk didengar dengan cukup sebelum keputusan diambil.

b. Arbiter atau majelis arbiter dalam memberikan putusannya ternyata bersifat berat sebelah atau impartiality.

c. Arbiter atau majelis arbiter dalam memberikan putusannya tidak disertai dengan alasan-alasan ataupun dasar-dasar hukum yang menjadi pertimbangannya.

d. Apabila dalam prosedur pengambilan putusan arbitrase tidak sesuai dengan hukum acara yang disepakati para pihak atau putusan diambil dengan melanggar hukum acara arbitrase yang telah disepakati para pihak.

76

Susilawetty, loc.cit

77 Suleman Batubara, Orinton Purba, Op.cit, hal. 151 78

(13)

Asas ini terdapat dalam pasal 66 huruf c UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan “Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.”

Asas ini juga terdapat dalam pasal 3 ayat 3 PERMA No. 1 tahun 1990 yang menyatakan hal yang sama. Dalam Konvensi New York 1958 tentang penolakan pemberian eksekusi juga dituliskan “ the recognition of enforcement of the award would be contrary to the public policy of that

country.”79

C. Kekuatan Hukum Putusan Ar bitr ase Inter nasional di Indonesia dalam Per spektif Hukum Inter nasional dan Hukum Nasional

(pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan menjadi bertentangan dengan kebijakan publik di negara itu.)

1. Hukum Internasional

Pasal 3 Konvensi New York 1958 menuliskan

“Each contracting state shall recognize arbitral awards as binding and enforce them in accordance with the rules of procedure of the territory where the award is relied upon, under the conditions laid down in the following articles. There shall nor be imposed substantially more onerous conditions or higher feel or charges on the recognition or enforcement of arbitral to which this convention applies than are imposed on the recognition or enforcement of domestic arbitral awards.”

79 Pasal 5 ayat 2 huruf b Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral

(14)

(Setiap negara penandatangan konvensi wajib mengakui putusan arbitrase sebagai putusan yang mengikat dan melaksanakannya sesuai dengan aturan prosedural di wilayah di mana putusan itu akan dilaksanakan, sesuai dengan kondisi yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut ini. Tidak boleh ada pemberlakuan kondisi yang lebih berat atau pengenaan biaya yang lebih tinggi sehubungan dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase sesuai dengan Konvensi ini, dibandingkan dengan kondisi yang diberlakukan untuk pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase domestik.)

Pasal 3 Konvensi New York mewajibkan negara peserta untuk mengakui putusan arbitrase yang dibuat di luar negeri mempunyai kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum nasional di mana keputusan tersebut akan dilaksanakan. Namun, pengakuan dan kewajiban hukum tersebut tidak lepas dari asas resiprositas atau asas timbal balik antar negara yang bersangkutan dengan negara peserta konvensi. Kesediaan negara untuk mengakui dan mengeksekusi putusan arbitrase internasional harus berlaku timbal balik dengan pengakuan dan kerelaan negara lain tersebut, mengeksekusi putusan arbitrase internasional. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional tersebut harus dilandaskan pada hubungan bilateral atau multilateral yang dimiliki negara-negara yang bersangkutan dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.80

UNCITRAL juga menyatakan kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional dalam pasal 17 H “An interim measure issued by an arbitral tribunal shall be recognized as binding, and unless otherwise provided by the

arbitral tribunal, enforced upon application to the competent court,

80

(15)

irresepective of the country in which it was issued, subject to the provisions

of article 17 I.” (putusan sementara yang diterbitkan oleh pengadilan

arbitrase harus diakui sebagai mengikat, kecuali ditentukan lain oleh pengadilan arbitrase, diberlakukan sesuai pengadilan yang berwenang, terlepas dari mana putusan tersebut diterbitkan, sesuai ketentuan pasal 17 I).

Kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional juga tertulis dalam ICSID Article 53 ayat 1“ The award shall be binding on the parties and shall not be subject to any appeal or to any other remedy except those provided for

in this convention each party shall abide by and comply with the terms of the

award except to the extend that enforcement shall have been state pursuant to

the relevant provisions of this convention. ( (Putusan tersebut mengikat

pihak-pihak dan tidak tunduk pada upaya hukum banding dan perbaikan lain kecuali yang disediakan oleh konvensi ini. Para pihak harus patuh dan mengikuti peraturan yang terdapat dalam putusan kecuali sejauh bahwa penegakan harus sudah tinggal sesuai dengan ketentuan yang relevan dari konvensi ini.) Article 53 ayat 1 ICSID ini sejalan dengan kekuatan mengikat yang terdapat dalam Konvensi New York 1958 dan UNCITRAL

2. Hukum Nasional

(16)

Penyelesaian Sengketa, sebagai berikut:81

a. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.

b. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.

c. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

d. Putusan arbitrase internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara, dalam PERMA No. 1 tahun 1990, putusan arbitrase internasional yang dapat memiliki kekuatan hukum di Indonesia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:82

a. Putusan ini dijatuhkan oleh suatu Badan Arbitrase ataupun perorangan di suatu Negara yang dengan Negara Indonesia ataupun bersama-sama dengan Negara Indonesia terikat dalam suatu konvensi internasional

81

pasal 66 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

82

(17)

perihal pengakuan serta Pelaksanaan Arbitrase Asing. Pelaksanaan didasarkan atas azas timbal balik (resiprositas).

b. Putusan-putusan Arbitrase tersebut dalam ayat (1) di atas hanyalah terbatas pada putusan- putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup Hukum Dagang.

c. Putusan-putusan Arbitrase Asing tersebut dalam ayat (1) di atas hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan-putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

d. Suatu putusan Arbitrase Asing dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh Exequatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Syarat-syarat yang tercantum dalam UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sama dengan syarat-syarat dalam Perma No. 1 tahun 1990. Setiap putusan arbitrase internasional yang dapat diakui di Indonesia, harus berasal dari negara yang memiliki hubungan bilateral atau multilateral dengan Indonesia dalam hal pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional, sengketa yang diselesaikan dalam putusan tersebut juga harus merupakan sengketa yang dalam hukum Indonesia dianggap sebagai sengketa dalam hukum perdagangan, tidak melanggar ketertiban umum dan dapat dilaksanakan apabila telah mendapat eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Menurut Huala Adolf, meskipun kekuatan hukum putusan

arbitrase internasional di Indonesia telah di atur dalam undang-undang,

pemerintah tetap harus berupaya agar putusan arbitrase yang di buat di

luar negeri harus dihormati dan dilaksanakan. Penghargaan dan

(18)

minim sekali, sehingga dibutuhkan banyak peranan pengadilan sebagai

alat pengontrol agar putusan arbitrase internasional benar-benar dapat

dilaksanakan di dalam negeri.

83

No.

Tabel No. 1 Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase Internasional

Putusan Arbitrase

Internasional

Hukum Internsional

Huku m Nasional

1.

Final and binding

Pasal 3 Konvensi New

(19)

1958

Alternatif

Penyelesaian

Sengketa

Pasal 3 ayat 3

PERMA No. 1 tahun

1990

Sumber diolah dari norma hukum internasional dan nasional mengenai putusan

Gambar

Tabel No. 1 Kekuatan Hukum Putusan Arbitrase Internasional

Referensi

Dokumen terkait

Periode tahun 1990-an, mulai tumbuh kesadaran dalam diri perempuan perupa untuk memanfaatkan karya seni rupa sebagai media ekspresi mengungkapkan berbagai persoalan gender yang

Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui zonasi daerah yang rawan terhadap kebakaran di Kecamatan Mariso yang terbagi menjadi tiga zona yaitu zona tingkat

Spiral & double-loop wire binding ( Jilid ring spiral Kawat) Jilid spiral ini tersedia dengan bergai jenis ukuran dari yang kecil sampai besar tergantung ketebalan kertas

Therefore, the learning process of vocational school students is particularly purposes at preparing thegraduates to gain supporting skills of any careers

[r]

Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama, di mana seorang anak berinteraksi adalah sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulainya suatu proses

Jakarta, September 11, 2007 – PT Indosat Tbk (“Indosat” or “the Company”) announced today that Indosat fully paid its syndicated loan to Bank Mandiri, BCA and BNI amounting