• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Polonia Tahun 2016"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice. (Sarwono, 2004)

2.1.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan ”hasil tahu” dari manusia dan ini terjadi setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, poster, majalah dan surat kabar.

(2)

kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi. (Notoatmodjo, 2003)

Menurut Notoatmodjo (2003) , pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: 1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami {Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi hams dapat menjelaskan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya. Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata keria, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan satu sama lain.

(3)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan suatu teori.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu cerita yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003)

2.1.1.1.Cara Memperoleh Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara Tradisional untuk Memperoleh Pengetahuan

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum dikemukakannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara – cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi:

a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba – coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya peradaban. Cra coba –

(4)

apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba – salah/coba – coba.

Metode ini telah digunakan orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari – hari, banyak sekali kebiasaan – kebiasaan dan tradisi – tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan – kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telor, dan sebagainya.

Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan – kebiasaan ini seolah – olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin – pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi

(5)

pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan berusaha untuk mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.

d. Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan – pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat kesimpulan. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan – pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi. Sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan – pernyataan umum kepada yang khusus.

2. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular

(6)

diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode berpikir induktif yang dikembangkan oleh Bacon ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen. Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan – pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni:

a. Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.

b. Segala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.

c. Gejala – gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala – gejala yang berubah – ubah pada kondisi – kondisi tertentu.

Berdasarkan hasil pencatatan – pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri – ciri atau unsur – unsur yang pasti ada pada sesuatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip – prinsip umum yang dikembangkan oleh Bacon ini kemudian dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berpikir deduktif – induktif – verivikatif seperti dilakukan oleh Newton dan Galileo. Akhirnya lahir suatu cara melalukan penelitian, yang dewasa ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah (scientific research method). (Notoatmodjo, 2005)

2.1.2. Sikap (Attitude)

(7)

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pendangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

1. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada

2. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan. Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya.

(8)

perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi. (Notoatmodjo, 2005)

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi :

a. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.

(9)

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual berkenaan dengan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat pribadi diri sendiri. Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentukkecenderungan untuk bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluativ yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu : 1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat evaluativ 3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allport (1954), bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude), dalam penentuanberpikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain,, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003)

(10)

2.1.3. Tindakan (Practice)

Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimilus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2002).

Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan adalah :

1. Persepsi (Perception), Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

(11)

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmojo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaotu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap keyakinan, dan nilai, berkanaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

2.2. Perilaku Pencegahan Penyakit

(12)

Kurt Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2009) merumuskan suatu model hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan sikap yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkunga dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

(13)

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003) menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.

2. Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku menghindar (Romauli, 2009).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5 tingkatan yaitu (Maryati, 2009):

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

(14)

2) Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja yang hamil diluar nikah, yang terkena penyakit infeksi akibat seks bebas dan Pelayanan Keluarga Berencana.

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah terhadap penyakit – penyakit tertentu.

2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat – tempat umum dan ditempat kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan – bahan yang bersifat karsinogenik, bahan – bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (Early Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC, kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang – orang yang pernah berhubungan dengan penderita berpenyakit menular.

6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus. d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

(15)

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.

e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1) Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan mengikutsertakan masyarakat.

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk bertahan.

3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha – usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.3. Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santono (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

(16)

saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

Menurut friedman (1998), tipe-tipe keluarga antara lain (1) Keluarga inti atau Konjugal yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua ayah pemberi nafkah, keluarga inti

terdiri dari suami, isteri dan anak mereka, baik anak kandung maupun anak adopsi, (2) Keluarga orientasi atau keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan darah seperti kakek/nenek, bibi, paman dan sepupu.

Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

2.3.1 Dukungan Sosial

(17)

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek bagi pihak penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga dikemukana oleh Soronson (dalam Smet, 1994) yang menyataka bahwa dukungan sosial adalah adanya trensaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umumnya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai dan dicintai.

(18)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasl dari orang yang memilki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa informasi tingkah laku tertentu ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.3.2. Klasifikasi Dukungan Sosial

Menurut Cohen & Syne (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 katagori yaitu:

1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasn bagaimana seseorang bersikap.

2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnyya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.

3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung bersifat fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain.

4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini membentuk penilaian yang positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, maupun umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan sters.

(19)

penilaian dan bantuan instrumental. Ciri-ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi dapat berupa saran-saran, nasihat dan petunjuk yang dapat dipergunakan korban dalam memncari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.

2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati dapat yang dapt meyakinkan korban bahwa dirinya diperhatikan orang lain.

3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.

4. Bantuan instrumental berupa meteri seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk baiya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari-hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.

Munurut Wangmuba (2009) dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.

Menurut House dan Depkes (2002) yang dikutip oleh ninuk (2007), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu:

1. Dukungan Emosional

Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

2. Dukungan Penghargaan

(20)

3. Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.

4. Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk. 2.4. Campak

2.4.1. Pengertian Campak

Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala seperti demam, batuk, coryza/pilek, konjungtivitis dan bintik-bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-biruan dengan dasar kemerahan di daerah mukosa pipi (bercak koplik). Tanda khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga sampai ketujuh, dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh, berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan pengelupasan kulit berwarna kecoklatan (Unicef& Depkes, 2005)

2.4.2. Etiologi Campak

Penyakit ini disebabkan oleh virus campak, merupakan virus RNA berserat negatif yang terselubung (ber-envelope), anggota genus Morbilivirus, famili Paramyxoviridae. Virus RNA serat negatif mengkode dan mengemas transkriptase sendiri, tetapi mRNA hanya disintesis pada saat virus tidak berselubung berada di dalam sel yang diinfeksi. Replikasi virus terjadi sesudah sintesis mRNA dan sintesis protein virus dalam jumlah banyak.

2.4.3. Gejala Campak

(21)

berwarna putih, yang merupakan tanda diagnostik dini penyakit campak yang disebut Kopliks Spots. Koplik menemukan spot kecil dengan ukuran 1-3 mm berwarna merah mengkilat, dan pada titik pusatnya berwarna putih kebiruan.

2.5. Vaksin Campak

Imunisasi campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dari galur hidup dengan antigen tunggal yang dibiakkan dalam embrio ayam. Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak, yaitu (Unicef dan Depkes. 2005)

a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B).

b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan artinya virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium.

2.5.1. Sifat-sifat Vaksin

Seperti virus campak, virus vaksin campak sangat stabil bila disimpan pada suhu antara -70°C dan -20ºC. berdasarkan persyaratan WHO, paparan panas terhadap lyophilized vaksin campak pada suhu 37°C selama satu minggu tidak boleh mengurangi geometric mean titer (GMT) virus melebihi 1 log10. dosis minimum yang harus disuntikkan adalah 1000 unit infeksi. Kehilangan kemampuan vaksin untuk menyusun potensinya kembali sebanyak 50% bila berada pada suhu 20ºC selama 1 jam, dan seluruh potensinya akan hilang bila berada pada suhu 37°C selama 1 jam. Vaksin sangat sensitif terhadap sinar matahari, oleh karena itu ia harus disimpan dalam botol gelas yang berwarna. Disarankan untuk menyimpan vaksin ditempat gelap dengan temperatur 2º-8°C dan harus digunakan dalam waktu 6 jam, efek samping yang akan terjadi adalah demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Unicef dan Depkes. 2005).

2.6. Imunisasi

(22)

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Menurut BKKBN yang dikutip Hanum Marimbi (2010) Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukan kuman atau produk kuman yang sudah di lemahkan atau sudah di matikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut di harapkan tubuh dapat menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh.

Imunisasi Dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis, campak dan hepatitis B ( Maryunani , 2010).

2.6.2. Tujuan Imunisasi

Adapun Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :

1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu didunia.

2. Melindungi dan mencegah penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak.

3. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbilitas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. 4. Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan

kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.

(23)

Imunisasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : 1. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah di lemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri contohnya imunisasi polio, campak.

2. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah zat anti yang didapat dari luar tubuh misalnya dengan suntikan bahan atau serum yag mengandung zat anti dari ibu selama dalam kandungan.pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang digununakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi ( Maryunani, 2010).

2.6.4. Jenis - Jenis Imunisasi Dasar

Ada lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara lain : 1. Imunisasi BCG

Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis dan Pemberian frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali, tidak perlu di ulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang di hasilkan tinggi terus.

a). Usia Pemberian

Pemberian imunisasi di anjurkan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan dilakukan tes mantoux (tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum.

(24)

Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.

c). Efek samping imunisasi

Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher di bagian bawah biasanya, akan sembuh sendiri. d). Kontra - indikasi imunisasi

Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan uji Mantoux positif.

2. Imunisasi DPT

Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu: difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah di hilangkan sifat racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid).

a). Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muscular (i.m).

b). Efek Samping Imunisasi

(25)

c). Kontra - indikasi Imunisasi

Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai atau kelainan saraf baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak-anak yang sedang demam yang mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi seperti penyakit asma.

3. Imunisasi Polio

Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.

a). Pemberian imunisasi

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan,mengingat adanya Pekan Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.

b). Usia pemberian

Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan berikutya pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.

c). Cara pemberian imunisasi

Cara pemberian imunisasi polio melaui oral / mulut (oral poliomyelitis vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui suntikan disebut (inactivated poliomyelitis vaccine/IPV).

(26)

Hanya sebagian kecil mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot, kasusnya pun sangat jarang.

e). Kontra - indikasi Imunisasi

Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam tinggi (diatas 38 C). Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio demikian juga anak dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.

4. Imunisasi Campak

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.

a). Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali. b). Usia pemberian imunisasi

Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita, jika sampai usia 12 bulan anak harus di imunisasi campak MMR (Measles Mumps Rubella).

c). Cara Pemberian Imunisasi

(27)

Biasanya tidak terjadi reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek keerahan / bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.

e). Kontra - indikasi imunisasi

Kontra-indikasi pemberian imunisasi campak pada anak yaitu penyakit akut yang disertai demam, penyakit gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, kerentanan tinggi dengan protein telur, kanamisin dan eritromisin (antibiotik)

5. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh (Marimba, 2010)

a). Pemberian imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali. b). Usia pemberian imunisasi

Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir dengan keadaan kondisi bayi dalam keadaan baik, tidak ada gangguan dalam paru-paru dan jantung dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan.

c). Cara Pemberian imunisasi

Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan daerah bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

(28)

Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang yaitu berupa keluhan nyeri pada tepat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari.

f). Tanda keberhasilan

Tidak ada tanda klinis yang dapat di jadikan patokan, tetapi dapat dilakukan pengukuran keberhasilah melalui pemeriksaan darah dengan memeriksa kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarB-nya diatas 1000, berarti daya tahanB-nya 8 tahun, diatas 500 tahan lima tahun, diatas 200 tahan 3 tahun tetapi bila angkanya diatas 100, maka dalam setahun akan hilang sementara bila angka nol berarti bayi harus disuntik ulang tiga kali lagi. ( Maryunani , 2010).

2.6.5 Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi secara lengkap.

Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi secara lengkap adalah tuberculosis, difteri, pertusis tetanus, polio, campak dan hepatitis B.

1. Tuberkulosis

Tuberkulosis yang di singkat TBC atau TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Pada anak penyakit ini sukar dikenal, biasanya keluhan yang sering didapat hanya nafsu makan yang menurun sehingga berat badan sukar naik (menurun). Pada umunnya organ yang di serang adalah paru-paru, akan tetapi dapat juga menyerang hampir semua organ tubuh. Penularan melalui pernapasan, percikan ludah waktu batuk, bersin, melalui udara yang mengandung kuman TBC dan pada anak-anak sumber infeksi umunya berasal dari penderita TBC dewasa (Marimbi, 2010).

2. Difteri

(29)

putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas, penularan umumnya melalui udara.

3. Pertusis

Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk seratus hari adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Gejalanya khas menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah batuk di akhiri dengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi memalui udara (batuk/bersin) ( Marimbi, 2010)

4. Tetanus

Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi system urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (trimus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung, kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha (Marimbi, 2010).

5. Hepatitis B

(30)

kandungan. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi bisa juga di tularkan dari ibu ke bayi. ( Maryunani, 2010)

6. Polio

Penyakit polio adalah penyakit menular yang sangat berbahaya yang menyerang syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan total hanya dalam hitungan jam. Gejala awal penyakit penyakit polio adalah, demam, rasa lelah, pusing, muntah, kekakuan dileher dan rasa ngilu di bagian tungkai.Penyakit ini disebabkan oleh virus polio menyebar melalui tinja orang yang terinfeksi, penyakit ini belum ada obatnya.

7. Campak

Penyakit campak (dikenal juga sebagai penyakit rubella, campak sembilan hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruang kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam, bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga kemudian menjalar kemuka, dan angota tubuh lainnya. Penyakit ini di sebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan melalui udara atau kontak langsung dengan penderita.

2.7.Kerangka Teori

Seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada control perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2009).

(31)

(behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu

1. Faktor – faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya.

2. Faktor – faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana - sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. 3. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.8. Kerangka Konsep.

Berdasarkan kerangka teori diatas untuk menyelesaikan masalah dan tujuan penelitian maka dibentuk kerangka konsepsional dapat digambarkan sebagai berikut:

(32)

2.9. Variabel Penelitian

2.9.1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan,sikap, pendidikan dan dukungan keluarga yang akan dilihat hubungannya.

2.9.2. Variabel Dependen (Terikat)

Referensi

Dokumen terkait

Sumber: Data sekunder yang diolah... Aneka

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya perusahaan dalam menciptakan kondisi kerja yang aman dan tenang sehingga dapat mencegah dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan jumlah anak dengan keikutsertaan wanita pasangan usia subur dalam penggunaan MKJP di Desa Mangga Dua

Hubungan antara uang saku, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, aktivitas fisik dengan densitas energi konsumsi, status gizi dan daya ingat

Peneliti berkeinginan untuk mengatasi permasalahan absensi tersebut dengan memanfaatkan metode data mining, khususnya metode market basket analysis, untuk mendeteksi

PRA UN SMK 2017 Universitas Gunadarma Akreditasi Institusi Peringkat “A” dan STMIK Jakarta STI&K Akreditasi Institusi Peringkat “B” 14 Penggunaan konjungsi yang tidak tepat

Metode yang digunakan adalah dengan metode sosialisasi dan kuisioner pada masyarakat sekitar kawasan hutan untuk menghimpun pendapat dan keinginan masyarakat terhadap sistem

Hal ini didukung dari hasil penelitian oleh Hidayah (2013) yang berjudul "Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Kecerdasan Emosional Anak Usia Prasekolah (4-6 Tahun) Di