PROPOSAL
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PENCERNAAN : APPENDICITIS
DI RUMAH SAKIT SANTO BORROMEUS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir pada Prodi DIII Keperawatan
Oleh
Lia Yuliani
NIM : 30140112014
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS PADALARANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya, maka peneliti
dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Pencernaan : Appendicitis” ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Sr. Sofie Gusnia Saragih.,CB.,BSN.,M.Kep selaku Ketua STIKes Santo Borromeus.
2. Dr. Widjajanti MM, selaku Direktur Rumah Sakit Sekarkamulyan Cigugur – Kuningan yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmunya.
3. Dr. Suryanto selaku Direktur Rumah Sakit Santo Borromeus yang memberikan ijin dalam
pengambilan kasus di Rumah Sakit Borromeus.
4. Ns. Maria Yunita Indriarini, M.Kep.,Sp.Kep.MB, selaku Kepala Program Studi DIII
Keperawatan STIKes Santo Borromeus.
5. Ns. Susanti Niman, Sp.Kep.J selaku Koordinator Mata Ajaran Pengantar Riset Keperawatan. 6. Seluruh staff kependidikan khususnya bagian perpustakaan yang telah memberikan pinjaman
buku-buku kepada penulis sebagai referensi dari penyusunan penelitian ini.
7. Suami, anak – anak, orang tua dan adik yang selalu memberikan dukungan dan semangat
serta doa selama penulis menjalani pendidikan di STIKes Santo Borromeus Bandung.
8. Teman-teman Dionisius Class atas kerjasama dan dukungan selama menyelesaikan proposal
ini.
9. Bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah i
Penulis menyadari dalam penyusunan Proposal Studi Kasus ini masih banyak kekurangan.
Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan dalam penulisan Proposal.
Penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membacanya. Akhir kata, peneliti mengucapkan selamat membaca.
Bandung, januari 2015
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasia jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10 - 30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2002). Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi abses, peritonitis bahkan shock dan perforasi. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi terjadi secara umum 24 jam pertama setelah awitan nyeri.
Angka kematian yang timbul akibat terjadinya perforasi adalah 10-15% dari kasus yang ada, sedangkan angka kematian pasien apendisitis akut adalah 0,2% - 0,8%. yang berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibatintervensi tindakan (Sjamsuhidayat, 2005).
Pengobatan apendisitis dapat melalui dua cara yaitu operasi dan non operasi pada kasus ringan apendisitis bisa sembuh hanya dengan pengobatan tetapi untuk apendisitis yang sudah luas infeksinya maka harus segera dilakukan operasi apendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Smeltzer, 2002). Pembedahan segera dilakukan untuk mencegah rupture, terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga parut ( peritonitis ) (Smeltzer,2002).
Peradangan pada apendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan keperawatan
operasi.Melihat komplikasi tersebut penulis tertarik untuk membahas tentang perawatan pada klien pre dan post operasi apendiktomi dan dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post operasi apendiktomi.
Perawat berperan penting dalam merawat pasien dengan masalah pencernaan terutama dengan apendiktomi. Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopi. (D
Pengkajian ini memungkinkan perawat mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi dasar dan memberikan kerangka kerja untuk mendeteksi beberapa intervensi yang dapat menunjukkan perubahan/perbaikan status system pencernaan. Riwayat pasien harus dimulai dengan informasi tentang adanya penyakit sering kali, bila pasien sangat lemah, maka informasi lebih banyak diperoleh dari saudara atau teman dekat. Penyakit pada sistem pencernaan : apendiktomi sering disertai nyeri pasca operasi.
Intervensi secara umum terhadap pasien Pada kasus klasik apendiksitis akut, gejala-gejala permulaan adalah sakit atau perasaan tidak enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah. Gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.dalam beberapa jam rasa sakit bergeser kekuadran kanan bawah dan mungkin terdapat spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis moderat.bila rupture apendiks terjadi, sering ditemukan hilangnya rasa sakit secara dramatic untuk sementara.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnya adalah ”bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan apendisitis dengan pendekatan proses keperawatan”.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada pasien pre dan post apendiktomi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang utuh dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
Peneliti diharapkan mampu
b. Menjelaskan dan Memahami Anatomi Fisiologi dari pencernaan c. Menjelaskan dan memahami etiologi appendicitis
d. Menjelaskan dan memahami manifestasi klinis dari appendicitis e. Menjelaskan dan memahami patofisiologi dari appendicitis
f. Menjelaskan dan memahami insidensi dan komplikasi appendicitis g. Menjelaskan dan memahami Test Diagnostik dari appendicitis h. Memahami dan melakukan Pengkajian pada pasien appendicitis
i. Memahami dan melakukan DiagnosaKeperawatan pada pasien appendicitis j. Memahami dan melakukan Intervensi pada pasien appendicitis
k. Memahami dan melakukan Evaluasi pada pasien appendicitis.
D. MANFAAT PENULISAN
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi Penulis
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman belajar dibidang ilmu keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan refrensi yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu kesehatan khususnya bidang keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien dengan apendisitis
3. Bagi Institusi Pendidikan
a. Menambah refrensi dibidang ilmu kesehatan mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan apendisitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MEDIS A. DEFINISI
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
Kesimpulan appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab akut yang paling sering terjadi pada kuadran kanan bawah rongga abdomen.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI ANATOMI
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri in tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren(Wim De Jong,2004).
FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis(Wim De Jong,2004).
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendik tidak memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh(Wim De Jong,2004).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari apendisitis terbagi atas dua, yaitu :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua(Defa Arisandi, 2008).
D. ETIOLOGI
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Namun menurut E. Oswari, kuman yang sering ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah Escherichia coli dan Streptococcus (E. Oswari, 2000). Para ahli menduga timbulnya apendisitis ada hubungannya dengan gaya hidup seseorang, kebiasaan makan dan pola hidup ayang tidak teratur dengan badaniah yang bekerja keras. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis akut pada dasarnya adalah suatu proses obstuksi (hyperplasia Lnn.submucosa, fecolith, benda asing, strieture, tumor). Kemudian disusul dengan proses infeksi sehingga gejalanya adalah mula-mula suatu obstruksi ileus ringan yakni : Kolik, mual, muntah, anoreksia dan sebagainya yang kemudian mereda karena sudah jadi paralitik ileus. Kemudian disusul oleh gejala keradangan yakni : nyeri tekan, defans muscular, subfebril dan sebagainya. Faktor obstruksi pada anak-anak terutama hyperplasia dari kelenjar lymphe submucosal. Pada orang tua adalah fecolith, dan sedikit corpus alineum, strictura dan tumor. Tumor pada orang muda adalah cacinoid dan pada orang tua adalah Ca caecum. Fecolith diduga terbentuk bila ada serabut sayuran terperangkap masuk ke dalam apendiks, sehingga keluar mucous berlebihan.
Nyeri somatis timbul dari peritoneum karena terjadi kontak dengan apendiks yang meradang, dan ini tampak sebagai perubahan yang klasik dalam bentuk nyeri yang terlokalisir di kwadrant kanan bawah perut. Seterusnya proses patologis mungkin mengenal sistim arterial apendiks. Apendiks dengan vaskularisasi yang sangat kurang akan mengalami gangrene dan terlihat. Sekresi yang terus menerus dari mukosa apendiks yang masih baik serta peningkatan intra luminal berakibat perforasi melalui gangrenous infark. Timbul perforated apendisitis. Jika apendisitis tidak terjadi secara progressive, terbentuk perlekatan pada lubang usus, peritoneum dan omentum yang mengelilingi apendiks. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tentunya tergantung pada : virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale bahkan organ lain seperti buli-buli, uterus, tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses keradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum dan sudah terjadi perforasi maka timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi belum cukup kuat menahan tarikan/tegangan dalam cavum abdominalis, karena itu pasien harus benar-benar bedrest.
Kadang-kadang apendisitis akut terjadi tanpa adanya obstruksi, ia terjadi karena adanya penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen ke apendiks. Terjadi abscess multiple kecil pada apendiks dan pembesaran lnn.mesentrica regional. Karena terjadi tanpa obstruksi maka gambaran klinis tentunya berbeda dengan gejala obstruksi tersebut diatas.
F. Patoflow diagram
Fekalit, cacing askaris, makanan asing, , konstipasi bakteri E. Histolytica
Stimulus ujung saraf terminal
Dibawa melalui jalur spinotalamus
Cortex cerebri
Nyeri dipersepsikan
Stimulus saraf Stimulus saraf Pembengkakan, ulcerasi dan infeksi
Simpatis parasimpatis
HCl Peristaltic merangsang N.Vagus Peningkatan tekanan intraluminal
mual Konstipasi peristaltik meningkat Limfe terbendung
Diare Oklusi arteria terminalis apendikularis
Perfusi menurun
DK: nyeri
Nyeri abdomen kuadran kanan bawah Nyeri tekan
titik Mc.burney
DK: gangguan pola eliminasi BAB
Iskemik
Nekrosis
Gangrene
perforasi
peritonitis
G. Gejala-gejala
1. Rasa sakit di daerah epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah. Ini merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar, ringan samapai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah 4 jam biasaya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilangkemudian beralih ke kuadran bawah kanan dan disini rasa nyeri itu menetap dan secara progresif bertambah hebat, dan semakin hebat apabila pasien bergerak.
2. Anoreksia, mual dan muntah yang timbul selang beberapa jam sesudahnya merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
3. Gejala-gejala lain adalah demam tidak tinggi dan konstipasi.
4. Bayi yang mengalami apendisitis gelisah, mengantuk dan anoreksia.
5. Mereka yang sudah lanjut usia gejala-gejalanya tidak senyata mereka yang lebih muda.
Tanda-tanda khas pada appendicitis DK: resiko syok
hipovolemik
Suhu meningkat
Abdomen tegang
Gelisah
1. Nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah pada titik Mc. Burney (Tanda Rovsing).
2. Nyeri lepas di daerah kuadran kanan bawah pada titik Mc. Burney (Tanda Blumberg).
3. Untuk mengkaji tanda tahanan (defence muscular), maka dilakukan hiperekstensi pada ektremitas kanan, bila didapatkan nyeri maka disebut tanda psoas positif.
4. Nyeri pada saat fleksi ekstremitas dan rotasi internal hip kanan (Tanda Obturator). H. Tes laboratorium
1. Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm³ Tetapi beberapa pasien dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.
2. Foto sinar-X Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema mungkin dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus yang meragukan(Theodore R. Schorock, MD).
3. Appendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.
4. Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
5. Pemeriksaan USG
USG dilakukan untuk menilai inflamasi dan apendisitis
6. CT Scan pada abdomen
CT Scan untuk mendeteksi apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi
I. Komplikasi
appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.
Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh lainnya.
Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F. Dudley, 1992):
1. Infeksi luka
2. Abses residual
3. Sumbatan usus akut
4. Ileus paralitik
5. Fistula tinja eksternal
J. Pengobatan
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi (Wim De Jong, 2004).
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Wim De Jong, 2004)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
2. Kecemasan b.d. rencana pembedahan.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
Post Operasi :
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri luka operasi b.d. terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Resiko infeksi b.d. prosedur invasif
3. Keterbatasan aktifitas b.d. nyeri pasca operasi, penurunan kekuatan dan ketahanan sekunder akibat efek susunan saraf pusat dari anestesi.
4. Kurang pengetahuan b.d. kurangnya informasi perawatan post operasi
C. Intervensi
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi.
Tujuan : persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun, klien tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal seperti menangis atau meringis tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
2. Jelaskan pada pasien tentang penyebab nyeri.
3. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam.
1. Indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya. 2. Informasi yang tepat dapat
menurunkan tingkat kecemasan pasien dan menambah pengetahuan pasien tentang nyeri.
4. Berikan aktivitas hiburan (ngobrol dengan
5. Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
6. Mengurangi rasa nyeri
2. Kecemasan berhubungan dengan prosedur pelaksanaan operasi.
Tujuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan kecemasa klien berkurang
Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
1. Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, penting pada prosedur diagnostik dan pembedahan.
2. Meringankan ansietas terutama ketika pemeriksaan tersebut melibatkan pembedahan.
3. Membatasi kelemahan, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.
4. Mengurangi kecemasan klien
Post Operasi :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri luka operasi b.d. terputusnya kontinuitas jaringan. Tujuan : persepsi subyektif pasien tentang ketidaknyamanan menurun, klien tidak menunjukkan indikator-indikator nyeri non verbal, respon verbal seperti menangis atau meringis tidak ada.
Intervensi :
7. Kaji dan dokumentasikan kualitas, lokasi, dan durasi nyeri
8. Ajarkan tehnik untuk
pernafasan diafragma lambat 9. Bantu posisi klien untuk
kenyamanan yang optimal: posisi semi fowler, beberapa pasien menemukan kenyamanan pada posisi miring dengan lutut ditekuk, bantal pada luka operasi saat batuk 11. Berikan therapi obat analgesik
sesuai kebutuhan klien
7. Berguna dalam pengawasan keefek-tifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan evaluasi medik dan intervensi
8. Menurunkan stress dan membantu relaks otot yang tegang
9. Gravitasi melokalisasi eksudasi inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis. Menghilangkan ketegangan otot abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
10. Tahanan ringan mengurangi ketegangan otot abdomen saat serangan batuk
11. Analgesik menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain seperti: ambulasi, batuk
2. Resiko infeksi b.d. prosedur invasif
Tujuan : klien bebas dari infeksi dengan kriteria normotemia, berorientasi terhadap waktu dan tempat, tidak ada eritema, insisi yang hangat atau drainase dari sisi insisi
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda Vital 1. Dugaan adanya infeksi /
2. Evaluasi luka operasi terhadap bukti infeksi: eritema, hangat, bengkak, drainage purulent, penyembuhan lambat asupan karbohidrat, protein, dukung klien untuk makan secara bertahap
7. Berikan therapi antibiotik sesuai indikasi
peritonitis dapat meningkatakan metabolisme dan tanda-tanda vital 2. Sebagai deteksi dini terhadap
adanya infeksi
3. Cairan drainage yang busuk atau
abnormal mengindikasikan
adanya proses infeksi
4. Mencegah resiko penyebaran infeksi
5. Mencuci tangan dengan baik menurunkan resiko penyebaran infeksi
6. Karbohidrat dan protein penting dalam proses penyembuhan luka
7. Menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang sudah ada sebelumnya) untuk, menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
Tujuan : Klien dapat mobilisasi secara optimal dengan kriteria kemampuan untuk bergerak di tempat tidur, berpindah dan ambulasi secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
Intervensi :
Intervensi Rasional
5. Kaji mobilitas fisik pra operasi dengan mengevaluasi koordi-nasi dan kekuatan otot, kontrol dan masa
6. Bantu klien untuk ambulasi segera mungkin setelah pembedahan sesuai indikasi
7. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
8. Dekatkan alat-alat yang
dibutuhkan oleh klien
9. Jelaskan pentingnya gerakan ditempat tidur dan ambulasi pada penurunan komplikasi pada pasca operasi
5. Nyeri pasca operasi dan efek anestesi menurunkan ketahanan otot
6. Ambulasi dini penting dalam peningkatkan normalisasi fungsi organ
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Price, SA. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Brunner & Suddarth.(2005), Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
Nursalam.2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Prasetyo, Nian Sigit.2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta: Graha Ilmu