• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN FISKAL DI MASA KRISIS 1997.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN FISKAL DI MASA KRISIS 1997.doc"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN FISKAL DI MASA KRISIS 1997

Kebijakan Fiskal pada dasarnya merupakan kebijakan yang mengatur

tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Penerimaan negara bersumber dari

pajak dan bahkan penerimaan yang berasal dari pinjaman atau bantuan luar

negeri. Pinjaman luar negeri dimasukkan dalam APBN sifatnya hanya in and out,

artinya penerimaan dari sumber ini akan tercantum sebagai penerimaan negara

dalam tahun anggaran yang sama, merupakan sumber pengeluaran pembangunan

untuk membiayai berbagai proyek pembangunan dalam jumlah yang sama.

Dengan demikian, kebijakan fiskal sebenarnya merupakan kebijakan

pengelolahan keuangan negara dan terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan

alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN. Tabungan pemerintah

berasal dari penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin sebagaimana

tercantum dalam APBN setiap tahun yang menggunakan prinsip anggaran

berimbang atau balanced budget yang diterapkan sebelum masa reformasi.

Berbagai kajian dan studi empiris yangdikeluarkan oleh berbagai lembaga

termasuk dari lembaga-lembaga seperti IMF, Bank Dunia dan ADB, tidak satupun

yang menyimpulkan bahwa krisis yang di alami oleh negara-negara di Asia

Tenggara yang di mulai pertengahan 1997 di Thailand kemudian merembak ke

negara-negara lain, termasuk Indonesia bersumber dari kebijakan fiskal yang

salah. Berbagai indikator fundamental ekonomi pada masa itu yang merata di

negara-negara asia tenggara menunjukan bahwa keadaan fundamental ekonomi,

pada dasarnya masih dapat dikategorikan dalam keadaan sehat atau terkendali,

(2)

transaksi pembayaran pada neraca pembayaran, serta menurunya daya saing

export negara-negara di Asia Tenggara yang pada pada saat itu mendapat julukan

the emerging market economies. Menurunya daya saing export memang berkaitan

dengan nilai mata uang yang cenderung overvaluaed dan hal ini menimpah Baht

Thailand yang selama bertahun-tahun, nilainya tetap terhadap dollar AS.

Indonesia pada saat itu, seperti pada masa-masa sebelumnya didalam mengelolah

nilai mata uangnya berdasarkan sistem mengambang terkendali, sistem ini

ternyata mampu betahan selama berpuluh-puluh tahun, karena pada satu pihak

dapat mempertahankan stabilitas nilai rupiah dan pada pihak Lain memberi ruang

gerak berupa fleksibilitas guna merespon keadaan pasar dengan adanya

bandintervensi yang merupakan kewenangan bank Indonesia sebagai otoritas

moneter.selain itu, di luar devaluasi rupiah yang telah dilakukan indonesia

berkali-kali, setiap tahun rata-rata nilai rupiah mengalami depresiasi sekitar 4-5%

terhadap nilai dolar AS.

Demikian pula, krisis ini tidak disulut oleh kebijakan moneter yang terlalu

ekpansif dan hal ini terbukti dari besarnya angka inflasi yang pada masa sebelum

krisis dapat dipertahankan dalam satu angka. Jadi kebijakan fiskal yang dilakukan

oleh Departemen Keuangan dan demikian juga kebijakan moneter yang

diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebelum krisis, tetap menganut prinsip

kehati-hatian (prudent), bahakan selama tahun fiskal 1994-1997, setiap tahun

anggaran membukuan surplus anggaran ini tetap disimpan di Bank Indonesia

(3)

Pada dasarnya kebijakan fiskal yang diterapkan selama tahun fiskal

1993-1998 tetap melanjutkan kebijakan fiskal yang dijalankan sebelumnya, yaitu suatu

kebijakan fiskal yang hati-hati. Implikasinya adalah pada setiap tahun anggaran

harus diupayakan adanya surplus anggaran. Selain itu kebijakan fiskal tidak boleh

menjadi alat pemicu terjadinya inflasi yang tidak terkendali.

Guna mendorong investasi, maka pada tahun 1994 telah digunakan

penyesuaian tarif pajak yang sebelumnya berlaku 15%, 25%, dan 35% diturunkan

menjadi 10%, 15% dan 30%. Penurunan ini menggambarkan bahwa tarif normal

diturunkan, tetapi diikuti dengan perluasan pembayaran pajak selain itu, aparat

pajak terus benahi dan demikian pula enforcement kepada wajib pajak yang tidak

mematuhi ketentuan ditingkatkan. Hasiknya meskipun tarif normal diturunkan,

penerimaan pajak bahkan meningkat sejalan dengan semakin berkembangnya

kegiatan ekonomi dan bisnis. Sebagai catatan pada saat itu, ada leberatan dari

bank dunia terhadap penurunan tarif pajak ini, karena mereka mengkhwatirkan

penerimaan pajak akan turun secara signifikan dan ternyata keberatan bank dunia

tidak terbukti.

Merespons anjloknya nilai rupiah, berbagai kebijakan telah dilakukan agar

nilai rupiah dapat tertolong dan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dan para

investor terhadap indonesia. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud berupa :

1. Kontrtaksi secara besar-besaran melalui kebijakan fiskal (APBN) dengan cara

menekan pengeluaran dan menunda pembayaran-pembayaran yang tidak

(4)

2. Bank Indonesia meningkatkan suku bunga sehingga suku bunga SBI mencapai

70% dengan maksud membatasi ekspansi kredit perbankan dan menarik uang

yang beredar dari sistem perbankan yang dikonversikan ke dalam SBI pada

Bank Indonesia.

3. Bank Indonesia melakukan intervensi pasar dengan menjual dolar pada saat

diperlukan jika rupiah menunjukan tanda-tanda penurunan yang benar-benar

mengkhwartirkan kebijaksanaan semacam ini hingga saat ini pun dilakukan

Bank Indonesia, misalnya akhir-akhir ini ketika rupiah menunjukan penurunan

nilai yang agak berarti. Demikian pula, Bank Indonesia mempeluas band

intervensi dengan maksud menyelamatkan sistem nilai rupiah yang

mengambang tetapi terkendali (managed floating).

4. Indonesia bersama-sama jepang dan singapura melakukan intervensi pasar

bersama-sama untuk memperkuat nilai rupiah, dengan cara Bank senttral

jepang dan otoritas moneter singapura membeli rupiah di pasar.

5. Deposito berjangka yang berjumlah besar milik BUMN yang ditempatkan

diberbagai perbankan, untuk sementara waktu dikonversikan kedalam SBI dan

kemudian secara bertahap dilepaskan secara berangsur-angsur

6. Pembatalan dan penundaan berbagai mega proyek pemerintah guna

memperketan pengeluaran melalui APBN serta mengurangi laju import barang

agar cadangan devisa tidak semakin dikuras. Demikian pula, pihak swasta

dihimbau untuk menunda berbagai proyek yang bernilai besar agar import

dapat dikurangi guna menolong cadangan divisa nasional.

Sebagai catatan, pengambangan nilai rupiah dengan menggunakan floating

system merupakan tindakan yang agak terpaksa dilakukan oleh pemerintah karena

(5)

diinginkan. Jika tidak terjadi krisis nilai mata uang semacam itu, indonesia lebih

memilih untuk menerapkan sistem mengambang terkendali.

KEBIJAKAN FISKAL DALAM MENGHADAPI KRISIS

Dalam periode dari april 1998 sampai dengan oktober 1999, dan bahkan

dilanjutkan beberapa bulan berikut kebijakan fiskal memaikan beberapa peran

yang sangat besar dalam upaya-upaya penyehatan perbankan. Langkah utama

yang dilaksanakan adalah penutupan bank-bank yang tidak sehat ( dengan tingkat

kecukupan modal kurang dari negatif 25% agar menjadi positif

4% ) serta penerbitan surat utang pemerintah.

Sebagaimana diketahui surat utang pemerintah yang secara keseluruhan

berjumlah sekitar Rp 650 triliun diterbitkan untuk 3 tujuan, pertama adalah

mengganti kewajiban bank yang ditutup, kedua menambah modal bank dan ketiga

adalah sebagai pembayaran tagihan Bank Indonesia sehubungan dengan adanya

BLBI.

Kebijakan tersebut dibaca dalam suasana dan kondisi normal merupakan

langkah dan kebijakan yang tidak lazim dilakukan otoritas fiskal. Dalam kondisi

normal penutupan bank merupakan tanggungjawab dan wewenang dari Bank

Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank. Dalam kondisi normal, penambahan

modal bank merupakan tanggung jawab dari para pemilik bank. Dalam kondisi

normal adanya dukungan likuiditas kepada bank yang menghadapi tekanan

(6)

pengembang fungsi lender of last resort, dan untuk itu tidak secara langsung perlu

ada penggantian oleh pemerintah atas pengeluran yang sudah dilakukan oleh Bank

Indonesia.

Karena ketidaklaziman itu maka wajarlah timbul tanda tanya, mengapa

otoritas fiskal perlu menjalankan peranan yang demikian besar. Lebi-lebih karena

semua upaya itu pada gilirannya membawa beban besar yang harus dipikul oleh

APBN. Karena fokus perhatian kepada upaya-upaya penyehatan perbankan maka

terdapat pula observasi bahwa otoritas fiskal kurang memperhatikan pelaksanaan

fungsi fiskal dalam mendukung sisi permintaan. Pendapat seperti ini tidak

sepenuhnya benar. Memang dilihat dari sisi pengeluaran APBN terjasi pengetatan,

tetapi di masyarakat terdapat gejala peningkatan konsumsi. Besar kemungkinan

peningkatan konsumsi sangat teras di tahun 1999 disebabkan oleh besarnya

penghasilan tambahan yang diterima masyarakat dari bunga tabungan dan

deposito. Bunga tabungan dan deposito yang dikonsumsi oleh masyarakat itu

sesungguhnya dibiayai oleh negara. Dananya memang dari bank tetapi bebanya

diteruskan ke negara melalui proses rekapitalisasi perbankan dan penerbitan

obligasi.

Tahun 1998 memang merupakan tahun yang sangat istimewa. Di awal

tahun kepanikan dan serbuan ke beberapa bank telah berkembang lebih lanjut

menjadi serbuan konsumen ke pasar-pasar dan supermarket. Salah satu barang

yang mendadak jadi langkah adalah makanan bayi, mungkin karena barang ini

(7)

mengumumkan kebijakan penjamin ternyata timbul lagi pada bulan mey, ketika

terjadi turbulensi politik.

Tahun 1998 juga istimewa dari segi pengelolahan APBN. Hanya beberapa

hari semenjak RAPBN di sampaikan kepada DPR pada awal bulan januaru 1998,

sebelum pembahasan dilakukan, RAPBN 1998/1999 sudah harus direvisi. Ketika

pada tanggal 26 januari 1998 pemerintah menetapkan kebijaksanaan penjamin

terhadap kewajiban bank, konsekuensi keuangan atas berlakunya kebijakan

tersebut belumlah diperhitungkan dalam RAPBN 1998/1999. Hal ini

kemungkinan besar karena konsekuensi finansial dari kebijaksanaan tersebut

belum cukup dipahami dan khususnya besaran kuantitatifnya belum dapat

diidentifikasikan. Selanjutnya di bulan juni 1998 sekali lagi dilakukan revisi atas

APBN 1998/1999, mengingat asumsi-asumsi yang semula digunakan sudah

menjadu tidak sesuai dengan keadaan.

Dengan demikian banyaknya perkembangan yang berlangsung ditahun

1998, untuk lebih memberikan gambaran yang komprehensif, maka uraian

mengenai berbagai permasalahan atau tantangan yang dihadapi dalam periode

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi pendidikan menurut Januszweski dan Molenda (2008), bahwa teknologi pendidikan merupakan suatu studi dan praktik etis yang memfasilitasi

Dapat disimpulkan bahwa pemberian daun katuk sebagai komponen ransum ayam kampung dengan level 10%, dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan

Merujuk penjelasan di atas, maka afliasi dalam ruang pertarungan kekuasaan ekonomi- politik terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) kelompok afiliasi pengusaha Cina

Dari uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian bagaimana pesawat sederhana tersebut dapat meringankan pekerjaan manusia dengan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Untuk memastikan bahwa fungsi SDM telah berjalan dan mampumemberikan kontribusinya dengan baik, perusahaan dalam pencapaian keberhasilannya harus melakukan penilaian

pengusaha yang cukup andal jika mempunyai modal yang memadai atau mencukupi, mau bekerja keras menekuni usaha yang dijalani serta cukup mampu memperkirakan,

Melihat kondisi kelas, mata pelajaran yang akan di ajarkan, siswa dan sarana pembelajran yang ada, sebagai mahasiswa praktikan saya yakin memiliki kemampukan yang cukup