• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR modul (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR modul (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA STRUKTUR MODUL C

JEMBATAN MENERUS TIGA BENTANG

KELOMPOK 21

Amri Munawar (1406607035)

Devinta Virly (1406551752) Gupita Rahajeng (1506800155) Risang Aludityo (1406606940)

Tanggal Praktikum : 29 Oktober 2016 Asisten Praktikum : Felicius Wayandhana Tanggal Disetujui : 13 November 2016

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM STRUKTUR DAN MATERIAL DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

A. Percobaan 1 I. Tujuan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga bentang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu juga untuk membandingkan garis pengaruh yang didapat dari percobaan sebagai hasil dari reaksi perletakan dengan garis pengaruh secara teoritis.

II. Teori

Jembatan adalah struktur yang dibangun untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Berdasarkan strukturnya, jembatan dibagi menjadi 10 jenis :

1. Jembatan plat (slab bridge)

2. Jembatan plat berongga (voided slab bridge) 3. Jembatan gelagar (girder bridge)

4. Jembatan rangka (truss bridge) 5. Jembatan pelengkung (arch bridge) 6. Jembatan gantung (suspension bridge) 7. Jembatan kabel (cable stayed bridge) 8. Jembatan cantilever (cantilever bridge) 9. Jembatan Intergral (integral bridge) 10. Jembatan Menerus (continous bridge)

Struktur jembatan pada praktikum ini adalah struktur menerus 3 bentang. Untuk menganalisa jembatan menerus tiga bentang tersebut, akan dipergunakan “Metode Clapeyron” (persamaan putaran sudut).

Gambar 1. Jembatan menerus 3 bentang

(3)

sambungan kaku, dimana dalam sambungan kaku harus dipenuhi dua persyaratan yaitu :

a) Keseimbangan : jumlah momen batang-batang yang bertemu pada sebuah titik simpul yang disambung secara kaku sama dengan nol

b) Kestabilan: rotasi batang-batang yang bertemu pada sebuah titik simpul yang disambung secara kaku sama besar dan arahnya.

Metode “Persamaan Tiga Momen”, memakai momen-momen batang sebagai variabel (bilangan yang tidak diketahui) dan bergoyang (defleksi D ) pada struktur-struktur yang dapat berpindah. Untuk menentukan apakah sebuah struktur dapat bergoyang atau tidak, dapat dilihat dari teori sebagai berikut :

a. Suatu titik simpul mempunyai dua kemungkinan arah pergerakan, yaitu vertikal dan horizontal.

b. Perletakan jepit dan perletakan sendi tidak dapat bergerak vertikal maupun horizontal, sedangkan perletakan rol hanya dapat bergerak satu arah yaitu searah bidang perletakan.

c. Batang dibatasi oleh dua titik simpul, sehingga pergerakan titik simpul searah batang sama.

Dari konsep tersebut dapat dirumuskan :

n = 2 j – (m + 2f + 2 h + r)

Dimana : n = jumlah derajat kebebasan dalam pergoyangan. j = “joint”, titik simpul termasuk perletakan

m = “member”, jumlah batang yang dibatasi oleh dua joint.

f = “fixed”, jumlah perletakan jepit.

h = “hinge”, jumlah perletakan sendi.

r = “rol”, jumlah perletakan rol

(4)

Langkah-langkah pengerjaan metode clapeyron.:

1. Tentukan apakah struktur statis tidak tertentu tersebut mempunyai pergoyangan, dengan rumus : n = 2j- (m+2f+2h+R)

2. Kalau ada pergoyangan, gambarkan bentuk pergoyangan dan tentukan arah rotasi batang – batang akibat pergoyangan tersebut. Dalam menggambarkan bentuk pergoyangan ada dua ketentuan yang harus diperhatikan yaitu :

a. Batang tidak berubah panjang, Suatu batang ( ij ) kalau joint i bergerak ke kanan maka joint j juga akan berpindah ke kanan.

b. Batang dapat berotasi akibat perpindahan relatif ujung-ujung batang. Perpindahan relatif antara ujung-ujung batang dapat digambarkan tegak lurus sumbu batang dan arah rotasi digambarkan dari arah asli sumbu batang ke arah sumbu batang setelah bergoyang.

3. Gambarkan permisalan arah momen-momen batang.

4. Dari langkah yang telah dikerjakan diatas dapat ditentukan jumlah variabelnya, yaitu momen-momen batang yang belum diketahui besarnya dan perpindahan relatif ujung batang kalau ada goyangan.

5. Gambar pemisalan bentuk garis elastic struktur.

6. Untuk menghitung variabel-variabel diatas, disusunlah persamaan sejumlah variabel yang ada.

a. Momen batang-batang yang bertemu pada satu titik simpul sama dengan nol. b. Rotasi batang dengan perletakan jepit sama dengan nol.

c. Rotasi batang-batang yang bertemu pada satu titik simpul sama besar maupun arahnya.

d. Kalau ada variabel pergoyangan maka perlu tambahan persamaan keseimbangan struktur.

7. Dari persamaan-persamaan yang disusun diatas , maka variabel-variabel yang berupa momen-momen batang tadi dapat dihitung besarnya.

(5)

III. Peralatan

a. HST .1901 Model Jembatan Transparan dengan bentuk Spandrels.

b. HST .1902 Kolom – kolom jembatan dengan penyangga berjalan, Alat Pengukur Reaksi dan Kompensator Perata.

c. HST .1903 Kolom – kolom jembatan dengan penyangga yang dijepit, Alat Pengukur Reaksi dan Kompensator Perata.

d. HST .1904 Peralatan Dial Pengukur.

e. HST .1905 Beban berjalan ( 50 N dan 25 N). f. HST .1906 Penyangga ujung kiri.

g. HST .1907 Penyangga ujung kanan.

Gambar 2. Alat Peraga Modul C

(6)

lendutan horizontal dan menahan lendutan vertikal pada perletakan yang lain. Perbedaan ketinggian dari bagian dalam dan penahan ujung adalah 90 mm.

Perletakan jembatan ditopang pada kantilever pendek yang defleksinya karena reaksi dari jembatan memberikan pembacaan pada alat ukur. Alat pengukur reaksi dikalibrasi sehingga adapat membaca 0,1 N setiap bagian dari alat ukur. Pada bagian dasar setiap kolom terdapat kompensator perata yang dibuat untuk mengangkat kolom sebesar 0,1 mm setiap putaran alat ukur. Jadi jika dial pada kompensator selalu dipasang pada pembacaan alat ukur, maka penahan jembatan akan berada pada ketinggian yang konstan. Karena jembatan merupakan struktur statis tak tentu, maka adalah merupakan persyaratan yang penting untuk mengukur reaksi sebenarnya.

Pada bagian atas dari kolom jembatan terdapat penjepit atau pengunci ujung bebas dari kantilever. Penjepit tersebut harus dalam keadaan tak terkunci untuk mengukur reaksi (Percobaan 1) . Penjepit harus dikunci jika jembatan digunakan untuk analisa model dengan metode displacement kecil.

Mempersiapkan alat

Untuk memasang jembatan pada kerangka HST. 1, pertama – tama kuncilah bagian dalam dari kolom sehingga pusatnya berada apada 297,5 mm dari permukaaan dalam sisi vertikal lalu secara perlahan – lahan jembatan dipasang pada bagian atas dari penjepit perletakan penahan berjalan.

Sambungkan ujung kiri kolom pada rangka dan geser keatas sampai penjepit perletakan menyentuh bagian bawah penyangga jembatan. Lepaskan sekrup penjepit pengangga dari bagian kanan jembatan. Sambungkan bagian ujung kanan kolom ke rangka dan geser keatas sampai lubang lubang atas pada perletakan yang dijepit menjadi datar dengan bagian bawah penyangga jembatan.

Jembatan sekarang dapat digeser ke kiri, dan diturunkan 6,5 mm, lalu digerakkan kebagian kanan dengan mengaitkan penjepit – penjepit perletakan ke penyangga jembatan. Pada saat yang sama dapat kita ketahui bahwa perletakan untuk ujung bagian kanan akan bergeser sepanjang perletakan jembatan sehingga penjepit penyangga dapat dipasang kembali.

(7)

bawah horizontal dari rangka HST. 1 mungkin diperlukan dengan salah satu tangannya mempermudah pengakuan pada pengukur dial.

IV. Cara Kerja

Jembatan dianggap sudah dikoreksi sesuai dengan keterangan di atas. Memeriksa pengunci kantilever agar diketahui sudah dilepaskan atau belum, dan bagian-bagian dasar penjepit bebas dari pengukuran reaksi kantilever dan dial kompensator memberikan bacaan yang sama dengan pengukur dial.

Meletakan beban silindris 25 dan 50 N di atas jembatan pada abutmen kiri dan kanan dan atur kompensator agar pembacaannya sama dengan pengukur dial. Menyesuaikan ketiga kolom lainnya jika perlu, namun secara teoretis harus menghasilkan reaksi nol. Menggerakkan beban dengan interval 12.5 cm, 25cm, 56.25cm, 87.5cm, 100cm, dan 112.5cm dari sisi kiri jembatan dan pada setiap posisi menyejajarkan kembali kolom yang dapat dilihat dari pembacaan yang sama antar dial kompensator dengan pengukur dial. Dalam melakukan hal ini yang disesuaikan lebih dahulu adalah kolom yang letaknya paling dekat dengan beban. Kita akan mendapatkan bahwa penyejajaran satu kolom akan memengaruhi yang lainnya, namun dengan pekerjaan yang berulang-ulang sesuai dengan petunjuk, maka penyesuaian akan lebih cepat diperoleh. Pada saat keempat kolom telah datar, maka pembacaan reaksi telah selesai

V. Pengamatan dan Pengolahan Data A. Data Praktikum

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut.

(8)

5 87.5 -2.1 18.4 -12.2 10.4 14.5

6 100 -0.3 13.6 7.9 15.8 37

7 112.5 0.1 -0.2 4.2 27.8 31.9

Total 186.07

Rata-rata 26.58

Tabel 1. Data Percobaan akibat beban 25 N

2. Beban 50 N

Tabel 2. Data percobaan akibat Beban 50 N

B. Perhitungan Reaksi Perletakan Secara Teoretis ( Metode Clapeyron)

Setelah dilakukan perhitungan momen menggunakan metode clapeyron (lihat lampiran), maka didapatkan nilai momen sebagai berikut:

(9)

100 13.71 38.37 27.41 76.75

112.5 0 0 0 0

Tabel 3. Nilai momen teoretis

Setelah mendapatkan nilai momen pada tiap titik, selanjutnya praktikan menghitung reaksi perletakan (lihat lampiran). Sehingga didapatkan nilai reaksi perletakan sebagai berikut.

Tabel 4. Reaksi Perletakan teoretis

C. Perbandingan Nilai Praktikum dengan Nilai Teoretis

Setelah didapatkan nilai reaksi perletakan dengan perhitungan metode clapeyron maka dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dari praktikum. Perbandingan tersebut bisa dilihat sebagai berikut.

1. Beban 25 N

x (cm) P = 25 N

RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

Teori Percobaan Teori Percobaan Teori Percobaan Teori Percobaan

0 25 14.8 0 20.7 0 0 0 -1.1

(10)

Perbandingan nilai praktikum dengan nilai teoretis dalam bentuk grafik, sebagai berikut:

Grafik 1. Perbandingan perletakan A akibat beban 25 N

Grafik 2. Perbandingan perletakan B akibat beban 25 N

-10

RA Teori vs Percobaan 25 N

Teori

RB Teori vs Percobaan 25 N

(11)

Grafik 3. Perbandingan perletakan C akibat beban 25 N

Grafik 4. Perbandingan perletakan D akibat beban 25 N

2. Beban 50 N

x (cm) P = 50N

RA (N) RB (N) RC (N) RD (N)

Teori Percobaan Teori Percobaan Teori Percobaan Teori Percobaan

0 50 42 0 25 0 0 0 -6.7

Tabel 5. Perbandingan reaksi perletakan akibat beban 50 N

-15

RC Teori vs Percobaan 25 N

Teori

RD Teori vs Percobaan 25 N

(12)

Perbandingan nilai praktikum dengan nilai teoretis dalam bentuk grafik, sebagai berikut:

Grafik 5. Perbandingan perletakan A akibat beban 50 N

Grafik 6. Perbandingan perletakan B akibat beban 50 N

-20

RA Teori vs Percobaan 50 N

Teori

RB Teori vs Percobaan 50 N

(13)

Grafik 7. Perbandingan perletakan C akibat beban 50 N

Grafik 8. Perbandingan perletakan D akibat beban 50 N

D. Kesalahan Relatif

Dengan membandingkan hasil reaksi perletakan yang didapatkan dengan praktikum dan secara teoretis maka didapatkan nilai kesalahan relatif dari praktikum ini. 1. Kesalahan relatif akibat pembebanan 25 N

�� = ��� � � ��� � � � � � − ��� � � � � � � � %

RC Teori vs Percobaan 50 N

Teori

RD Teori vs Percobaan 50 N

(14)

2. Kesalahan relatif akibat pembebanan 50 N

�� = ��� � � ��� � � � � � − ��� � � � � � � � %

�� = | − . | � %

= 15.8 %

VI. Analisa Praktikum A. Analisa Percobaan

Praktikum ini bertujuan untuk mencari ketepatan analisa matematika dari jembatan menerus tiga bentang sesuai keadaan yang sebenarnya. Untuk mencari perbandingan analisa matematika dengan keadaan yang sebenarnya maka model jembatan 3 bentang tersebut dibebani oleh beban. Pengaruh beban terhadap struktur jembatan tersebut bisa dibaca dengan dial-gauge di tiap perletakan.

Pada praktikum ini menggunakan variasi beban 25 N dan 50 N. Variasi beban tersebut digunakan untuk memperbanyak varian data dan juga untuk perbandingan garis pengaruh 2 varian beban tersebut. Kedua beban silindris melakukan pembebanan di tiap titik perletakan dan pertengahan bentang, sehingga ada 7 titik pembebanan. Pembebanan di 7 titik tersebut untuk melihat pengaruh struktur terhadap beban. Adapun beban silindris tidak boleh digelinding karena beban dianggap beban mati (Dead Load), sehingga beban harus dipindahkan dengan diangkat ke tiap titik.

Sebelum meletakkan beban dan melakukan pembacaan dial-gauge, praktikan harus memastikan bahwa dial-gauge terpasang dengan benar dan menekan penampang jembatan dengan tegak lurus. Hal itu sangat penting agar pembacaan pada dial lebih akurat sehingga mengurangi nilai kesalahan. Kemudian praktikan mengalibrasi dial sehingga pembacaan dimulai dari 0. Kalibrasi dial harus dilakukan sebelum pembebanan dilakukan karena setelah beban diangkat, jarum dial tidak kembali ke angka 0 dan akan mengurangi keakuratan hasil pembacaan.

(15)

pembacaan karena akan mempengaruhi pembacaan pada dial sehingga total gaya yang bekerja pada struktur jembatan tidak sama dengan beban.

B. Analisa Hasil

Setelah melakukan percobaan, maka akan didapatkan data pembacaan dial tiap perletakan. Data tersebut merupakan reaksi perletakan dari percobaan yang akan dibandingkan dengan reaksi perletakan dari perhitungan secara matematis.

Dari data tersebut bisa dilihat variasi nilai di tiap titik. perbedaan nilai tersebut karena reaksi perletakan terhadap aksi dari pembebanan akan berbeda tergantung jarak pembebanan dengan perletakan. Nilai reaksi perletakan akan bergantung pada distribusi gaya pada struktur jembatan. Secara teori hal itu bisa dijelaskan dengan sistem garis pengaruh untuk melihat distribusi akibat beban pada reaksi perletakan.

Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah resultan dari reaksi perletakan harus sama dengan beban. Gaya luar yang bekerja pada struktur akan ditahan oleh perletakan dengan gaya yang sama sehingga struktur tidak runtuh, sehingga gaya yang diterima oleh struktur sama dengan gaya yang diberikan oleh perletakan. Secara teori, hal itu merupakan konsep “aksi-reaksi” yang dimana nilai keduanya sama namun berbeda arah.

Perhitungan reaksi perletakan menggunakan metode clapeyron. Metode tersebut digunakan untuk menghitung reaksi perletakan dan momen yang bekerja pada struktur statis tak-tentu dengan metode putaran sudut. Metode tersebut digunakan karena model jembatan menerus tiga bentang tersebut adalah struktur statis tak tentu.

Setelah mendapatkan nilai dari reaksi perletakan secara teoretis, maka selanjutnya dibandingkan dengan nilai reaksi perletakan yang didapatkan dari pembacaan dial. Untuk memudahkan melihat perbedaan keduanya maka perlu grafik garis pengaruh sehingga bisa terlihat seberapa besar penyimpangan atau perbedaan keduanya. Grafik garis pengaruh merupakan grafik yang menunjukkan besarnya pengaruh dari suatu satuan beban untuk setia kedudukan (martin simatupang, lecture.ub.ac.id) . Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dapat digambarkan grafik garis pengaruh dan juga grafik hasil percobaan.

(16)

sehingga hasil percobaan mendekati hasil perhitungan. Pada perletakan B, grafik 25 N dan 50 N tidak mendekati grafik garis pengaruh namun bentuknya mendekati grafik garis pengaruh sehingga dapat dikatakan ada penyimpangan yang jauh antara keduanya karena kesalahan dalam praktikum. Untuk perletakan C, grafik 25 N dan 50 N terlihat mendekati garis pengaruh namun keduanya terlihat menyimpang pada jarak 87.5 cm. Untuk perletakan D, kedua grafik 25 N dan 50 N terlihat mendekati grafik garis pengaruh namun terdapat penyimpangan yang tidak terlalu jauh di titik 87.5 cm sehingga dapat disimpulkan bahwa titik tersebut memiliki tingkat kesalahan yang dapat berasal dari kesalahan pembacaan maupun kesalahan saat kalibrasi alat.

Penyimpangan kedua hasil yang didapatkan bisa diukur dengan mencari nilai kesalahan relatif dari praktikum. Nilai kesalahan relatif merupakan persentase dari selisih dari rata-rata keduanya terhadap rata-rata nilai perletakan teoretis. Nilai kesalahan relatif sangat penting untuk dihitung untuk mengetahui sejauh mana praktikum yang dilakukan akurat.

Adapun hasil kesalahan relatif yang didapatkan pada percobaan ini untuk kedua percobaan adalah 6.32 % untuk percobaan 25 N dan 15.8 % untuk percobaan 50 N. Berdasarkan nilai kesalahan relatif kedua hasil percobaan yang cukup besar dapat dikatakan bahwa terdapat banyak kesalahan saat praktikum.

C. Analisa Kesalahan

Dari hasil kesalahan relatif yang tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kesalahan saat praktikum ini berlangsung. Adapun beberapa kesalahan tersebut yaitu :

1. Praktikan tidak sengaja memegang dial-gauge saat melakukan praktikum. Dial-gauge yang digunakan pada praktikum ini sangat sensitif terhadap sentuhan sehingga pembacaan tidak akurat.

2. Praktikan tidak bisa menegakkan dial-gauge sehingga tegak lurus terhadap bidang penampang model jembatan. Kemiringan dial membuat nilai yang terbaca pada dial tidak sesuai dengan nilai reaksi yang bekerja pada perletakan tersebut.

(17)

VII. Kesimpulan

Dari praktikum ini didapatkan kesimpulan bahwa :

1. Reaksi perletakan secara teori dengan percobaan cukup jauh berbeda sehingga praktikum ini tidak bisa menggambarkan ketepatan analisa matematika pada jembatan menerus tiga bentang.

2. Metode clapeyron dapat digunakan untuk menghitung momen dan reaksi perletakan pada struktur statis tak tentu. Metode clapeyron adalah cara menyelesaikan suatu struktur statis tak tentu yaitu menghitung semua gaya-gaya luar (reaksi perletakan) dan gaya-gaya-gaya-gaya dalam (gaya-gaya normal, gaya-gaya lintang, momen) dengan menggunakan momen-momen batang dan pergoyangan (defleksi) sebagai variabel yang tidak diketahui.

(18)

VIII. Lampiran

Lampiran Perhitungan A-B : 0 ≤ x ≤ 25

� = �

− � � �� . − � . + � + � .�� = − � .�� − � .��

−�� − � . �� + � +� . �� = −� . , �� −� . , ��

−�� − � + � + � = − � − , �

−�� − � + � = − � − , � … .

� = � � .

�� +

� .

�� = −

� . �� � . ,

�� +

� . ,

�� = −

� . ��

, � = − �

� = − , � … .

Substitusi persamaan 1.1 dan 1.2 menghasilkan:

−�� − � + � = − � + , [− , � ]

(19)

−�� − � + � = − [ . � ] + , �

� = �� − � + �

Reaksi perletakan

� = � − � − �

� = � �+ � + �, + ,

� = − �, − , −

� = �

B-C : 25 ≤ x ≤ 87,5

� = � � .

�� =

� . . . +

�� . −

� .

�� −

� . �� � .

�� =

� . � − . , − � . , + , − �

�� , −

� . ,

�� −

� . , ��

� =� . � − . , − � ., − � − � − , �

−� . � − . , − � ., − � = − � − , �

(20)

� =� . � − . , − � . − � − , �

, . , … .

� = �

− � . . . �� . + + � .�� + � .�� = − � .��

−� . � − . �� ,, − � . , + � +� . , �� +� . , �� = −� . ��

−� . � − . , − � ., , + � + , � + � = − �

� . � − . , − � . , + �

, = � + , � … .

Substitusi persamaan 1.3, 1.4 dan 1.5:

� . � − . , − � . , + �

,

= � + , [� . � − . , − � . . , − � − , � ]

� = , � � − . , − � . , + � − � . � −, . , − � . − �

� . � − . , − � . , + �

,

= [� . � − . , − � ., . , − � − , � ] + , �

� =� . � − . , − � . , + � − , � . � − , . , − � . − �

Reaksi Perletakan :

� = −�

� = � +� . , − �, + �, −,

� = � . � −, − �, +, +

(21)

C-D : 87,5 < x < 112,5

� = �

− � .�� = � .�� − � .��

−� . �� =� . , �� −� . , ��

− � = � − , �

� = , � … .6

� = �

− � . �� + � .�� = − � .�� + � . . . �� . +

−� . , �� +� . , �� = −� . �� +� . � − , . , − � . �� + , − �

� − , � =� . � − , . , − � . , − � … .

Substitusi persamaan 1.6 dan 1.7:

� − , [ , � ] =� . � − , . , − � . , − �

� = � . � − , . , − � ., , − �

[ , � ] − , � =� . � − , . , − � . , − �

(22)

Reaksi Perletakan :

� = �

� = −� − �, −,

� = �, +, +� . , − � +�

� = −� +� . � − ,

Lampiran Gambar

Lamp. 1 jembatan menerus 3 bentang

(23)

Gambar

Gambar 1. Jembatan menerus 3 bentang
Gambar 2. Alat Peraga Modul C
Tabel 2. Data percobaan akibat Beban 50 N
Tabel 3. Nilai momen teoretis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terlihat bahwa kodok memiliki bentuk badan yang bulat, punggung hampir rata, dan terbagi atas tiga bagian utama diantaranya

LABORATORIUM STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL. FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan hasil kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan dikatakan bias bila peramalan tersebut

Grafik hubungan antara massa dengan koefisien pada gambar 1 membentuk garis lurus akan tetapi terjadi penyimpangan pada garis tersebut yaitu terlihat pada massa 710 g, 740 g, 750

Sistem koordinat merupakan bilangan yang dipergunakan / dipakai untuk menunjukkan lokasi suatu titik, garis, permukaan atau ruang “.Sistem merupakan bilangan yang

Buat garis lurus dengan memasang patok diantara kedua titik tersebut dengan jarak kurang dari pita ukur (dengan bantuan

Dalam pengambilan sampel kita menggunakan alat Grab sampel dengan tiga titik pengambilan sampel dengan menggunakan GPS, kita menggunakan dua metode yaitu metode ayakan dan

bahwa kain uji mempunyai anyaman keper lusi 2 1 ¿ karena memiliki ciri-ciri : Pada kain terlihat garis miring yang tidak putus-putus, garis miring berjalan ke arah kiri