BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembukaan Mulut Maksimal
Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau
bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.1,6 Pembukaan mulut maksimal yang normal diperlukan untuk memungkinkan klinisi melakukan pemeriksaan oral yang lengkap dengan nyaman.3,11
2.1.1 Pembukaan Mulut Maksimal Aktif
Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal aktif dapat digunakan sebagai parameter untuk metode skrining dalam mendeteksi keadaan-keadaan yang mempengaruhi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.6 Nilai pembukaan mulut maksimal aktif juga berfungsi sebagai parameter yang berguna bagi perawatan lanjutan pada pasien.3,6
Penelitian yang dilakukan oleh Yao, dkk (2009) di Taiwan menunjukkan bahwa rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif pada etnis Cina berumur
20-80 tahun adalah 49,10 ± 6,30 mm.12 Penelitian Sawair, dkk (2010) menunjukkan
menunjukkan bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif pada mahasiswa
kelompok umur 19-24 tahun adalah 53,12 ± 7,95 mm.1 Adapun penelitian Singh
(2012) pada kelompok umur 20-83 tahun di India menunjukkan bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif adalah 46,82 ± 8,8 mm.2
Gambar 1. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif3
2.1.2 Pembukaan Mulut Maksimal Pasif
Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis
maksila dan mandibula.9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif dapat digunakan
sebagai suatu teknik untuk diferensiasi dan pemeriksaan keterbatasan pembukaan mulut akibat otot atau sendi.5
Penelitian Casanova-Rosado dkk (2011) pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko menunjukkan bahwa rata-rata jarak interinsisal saat pembukaan mulut
maksimal pasif adalah 49,48 ± 6,59 mm.7 Adapun pada penelitian Zawawi, dkk
Gambar 2. Pengukuran jarak interinsisal menggunakan lebar 4 jari9
2.1.3 Opening Ratio (OR)
Al-Tuhafi (2005) mendefinisikan Opening Ratio sebagai perbandingan antara
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.5 Opening Ratio
ditentukan sebagai :
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif
OR = x 100
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif
Ketika jaringan otot mengalami kelelahan dan kekejangan, kontraksi atau peregangan otot akan meningkatkan rasa sakit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan rasa nyaman, seseorang cenderung mempertahankan pergerakan mandibula dalam suatu kisaran yang tidak meningkatkan rasa sakit. Secara klinis, hal ini dianggap sebagai ketidakmampuan pasien membuka mulutnya dalam kisaran normal. Secara umum jika pasien diminta untuk membuka mulutnya sedikit lebih lebar secara perlahan-lahan, pembukaan mulut yang lebih lebar dapat dicapai tetapi timbul rasa sakit pada pasien.5
mengakibatkan terjadinya kekejangan, rasa sakit dan kelelahan disertai dengan penurunan pembukaan mulut aktif.5
Tabel 1. Rata-rata Opening Ratio pada kelompok dengan gangguan
temporomandibula dan kelompok kontrol sesuai dengan kelompok umur dan jenis kelamin (Al Tuhafi AA, 2005)5
Age (Years)
Temporomandidbular Disorder Group
Control Group
Males Females Males Females
Mean (mm) ± Standard Deviation
10-19 70,12 ± 7,74 80,24 ± 11,39 92,11 ± 3,21 91,52 ± 1,95
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembukaan Mulut Maksimal 2.2.1 Umur
Berbagai studi menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal akan meningkat setelah lahir hingga dewasa, dan kemudian menurun secara bertahap
selama proses penuaan.4,12 Yao, dkk (2009) menemukan adanya penurunan
pembukaan mulut maksimal seiring dengan bertambahnya umur pada etnis Cina dewasa berumur 20-80 tahun di Taiwan (tabel 2). Penurunan ini sekitar 1,4 mm pada laki-laki dan 0,9 mm pada perempuan untuk setiap sepuluh tahun setelah memasuki
masa dewasa.12 Adanya penurunan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
Tabel 2. Rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif sesuai kelompok umur (Yao KT, 2009)12
Maximum mouth opening (mm) P
Young (20-39
Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur 15-80 tahun di Yordania juga menunjukkan adanya penurunan pembukaan mulut maksimal pada kelompok umur yang lebih tua (tabel 3). Hal ini mungkin diakibatkan oleh penyakit degeneratif pada sendi temporomandibula yang mempengaruhi rangkaian pergerakan mandibula. Progresi dan keparahan perubahan tulang pada kepala kondilus dan fosa mandibula meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Kelompok usia tua lebih sering mengalami perubahan degeneratif akibat perkembangan osteoartritis pada sendi temporomandibula daripada kelompok usia muda.6
Tabel 3. Pembukaan mulut maksimal aktif populasi dewasa Yordania menurut umur dan jenis kelamin (Sawair FA, 2010)6
Active maximum mouth opening (mm)
Hasil penelitian Khare, dkk (2012) pada populasi India dewasa berumur 21-70 tahun konsisten dengan fakta bahwa pembukaan mulut maksimal mengalami penurunan dengan bertambahnya usia dan hal ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan (tabel 4).3
Tabel 4. Variasi pembukaan mulut sesuai umur (Khare N, 2012)3
Age group Sex n Mean ± SD (mm)
Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur 15-80 tahun di Yordania menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki (45,3 ± 5,7 mm) lebih besar daripada perempuan (41,5 ± 5,3 mm).6 Pada penelitian Casanova-Rosado dkk (2012) terhadap kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko, pembukaan mulut maksimal pada laki-laki adalah 48,17 ± 7,86 mm lebih besar
daripada pembukaan mulut maksimal pada perempuan yaitu 44,90 ± 6,40 mm.7
Penelitian yang dilakukan oleh Sohail, dkk (2011) pada kelompok umur 19-24 tahun di uni Emirat Arab juga menunjukkan pembukaan mulut maksimal yang lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dimana rata-rata pembukaan mulut maksimal pada laki-laki adalah 59,74 ± 5,26 mm dan pada perempuan adalah 46,50 ±
3,32 mm.1 Penelitian Khare, dkk (2012) pada kelompok umur 21-70 tahun juga
menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada perempuan (51,3 ± 8,3 mm pada laki-laki dan 44,3 ± 6,7 mm pada perempuan).3
perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan terjadi akibat adanya perbedaan panjang mandibula. Panjang mandibula, dihitung dari aksis engsel ke insisivus bawah, berkorelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Semakin panjang mandibula, semakin besar sendi engsel dapat berotasi sehingga
pembukaan mulut maksimal semakin besar.6 Casanova-Rosado, dkk (2012)
menyatakan bahwa perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh ukuran fisik, dimana laki-laki umumnya lebih besar daripada perempuan, sehingga struktur tulang kepala dan wajah pada laki-laki lebih
besar daripada perempuan.7 Adapun Sohail, dkk (2011) menyatakan bahwa
pembukaan mulut maksimal bergantung pada ukuran mandibula yang secara signifikan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Pada penelitian tersebut juga ditemukan adanya kecenderungan laki-laki untuk membuka mulutnya rata-rata lima mm lebih lebar daripada perempuan.1
2.2.3 Ras
Tabel 5. Perbandingan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi yang
Korelasi antara pembukaan mulut maksimal dan tinggi badan masih kontroversial. Beberapa studi menunjukkan korelasi yang positif, sementara yang lain tidak. Karena laki-laki umumnya lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan perempuan, dapat diterima jika pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada perempuan.12
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sawair dkk (2010) terhadap kelompok umur 15-80 tahun di Yordania, sampel laki-laki secara signifikan lebih tinggi, dan tinggi badan memiliki korelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Terdapat kecenderungan di dalam populasi bahwa semakin berkurang tinggi badan seseorang, semakin berkurang kisaran pergerakan mandibula.6 Demikian juga dengan penelitian Hamad (2010) pada populasi Kurdish berumur 16-85 tahun menunjukkan adanya korelasi yang positif antara tinggi badan dan pembukaan mulut maksimal.11
2.2.5 Berat Badan
berat badan dan pembukaan mulut maksimal.10 Akan tetapi penelitian de Sousa, dkk (2007) pada anak-anak umur 6 sampai 14 tahun di Brazil menunjukkan korelasi yang lemah antara berat badan dan pembukaan mulut maksimal.8
2.2.6 Morfologi Fasial
Ingervall (1971) (dikutip dari Fukui, 2002) menyatakan bahwa 25-40 persen variasi pembukaan mulut maksimal dapat dijelaskan oleh variasi morfologi fasial antar individu. Pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang mandibula dan basis kranial anterior tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus mandibula. Hasil penelitian Fukui, dkk (2002) juga menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang basis kranial anterior, panjang maksila dan sudut gonial tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus mandibula. Semakin besar sudut inklinasi ramus mandibula maka mandibula semakin berotasi dalam arah berlawanan jarum jam. Berbeda dengan hasil penelitian Ingervall, hasil penelitian Fukui tidak menunjukkan adanya korelasi antara pembukaan mulut maksimal dengan panjang mandibula.14
Kiliadiris (2003) menunjukkan adanya hubungan antara otot pengunyahan dan lebar karaniofasial. Otot pengunyahan yang kuat meningkatkan mekanisme pengunyahan rahang sehingga memicu pertumbuhan dan aposisi tulang yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan rahang.20
2.2.7 Oklusi
Penelitian Tuncer, dkk (2011) menunjukkan tidak ada perbedaan pembukaan mulut maksimal yang signifikan antara kelompok Klas I Angle dan Klas II Angle. Pada kelompok Klas II Angle, pembukaan mulut maksimal berkorelasi negatif dengan posisi insisivus bawah namun berkorelasi postif dengan panjang korpus mandibula.21
Pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar secara signifikan daripada perempuan baik pada kelompok Klas I Angle maupun Klas II Angle. Hal ini didukung oleh adanya perbedaan panjang ramus dan korpus mandibula yang berbeda secara signifikan antara laki-laki dan perempuan pada masing-masing kelompok.21
2.2.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula
Mandibula dapat dipandang sebagai tulang panjang dengan dua prosesus untuk perlekatan otot dan prosesus alveolaris untuk tempat gigi. Osifikasi endokondral pada kondilus menyumbang pertumbuhan mandibula ke arah posterior. Aposisi dan remodeling di tempat-tempat lain menyebabkan mandibula bertambah besar sesuai dengan bentuknya. Pada usia 1 tahun kedua simfisis mandibula telah menyatu dan tidak memberi sumbangan pada pertumbuhan.22
2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal
Gangguan temporomandibula merupakan istilah umum yang digunakan untuk
berbagai masalah terkait sendi rahang.23 Gangguan temporomandibula umumnya
terjadi pada kelompok umur 20 hingga 40 tahun, dan lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki.23,24 Penyebab gangguan temporomandibula bersifat
multifaktorial. Faktor-faktor ini dapat berperan dalam memulai, memperburuk, atau memperlama terjadinya gangguan sendi tempromandibula. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan temporomandibula antara lain kebiasaan parafungsional (bruksism, menggertakkan gigi, atau menggigit pipi), tekanan emosional, trauma akut akibat benturan atau pukulan, trauma akibat hiperekstensi (misalnya prosedur dental, intubasi oral untuk anastesi umum, menguap), ketidakstabilan hubungan maksila-mandibula, kesehatan umum yang tidak baik serta gaya hidup yang tidak sehat.24
2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula
Gangguan sendi temporomandibula memiliki gejala utama dan disfungsi terkait adanya perubahan fungsi kondilus dan diskus. Terjadinya disfungsi berhubungan dengan pergerakan kondilus dan dilaporkan sebagai sensasi clicking pada sendi. Sensasi ini umumnya konstan, berulang, dan terkadang bersifat progresif. Adanya rasa sakit bukan merupakan gejala utama gangguan sendi temporomandibula.25
mikrotrauma yang berhubungan dengan hiperaktivitas otot kronis atau ketidakstabilan ortopedi.25
Salah satu contoh perubahan kompleks kondilus-diskus adalah dislokasi sendi. Dislokasi sendi terjadi akibat longgarnya diskus karena pemanjangan atau robeknya ligamen sehingga letak diskus berubah dari posisi normal ke puncak kondilus. Dislokasi sendi terdiri dari dislokasi sendi dengan redusi dan dislokasi sendi tanpa reduksi. Reduksi adalah kemampuan pasien dalam memanipulasi rahang untuk mereposisi kondilus kembali ke tepi posterior diskus artikularis.25
Dislokasi sendi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan pembukaan mulut. Pada dislokasi sendi dengan reduksi, terjadi perubahan jalur pembukaan mulut sehingga jarak pembukaan mulut yang sebelumnya terbatas menjadi normal. Adapun pada dislokasi sendi tanpa reduksi, pembukaan mulut berkisar antara 25 sampai 30 mm. Jika pada insisivus mandibula diaplikasikan suatu tekanan yang ringan, mulut akan terbuka sedikit lebih lebar.25
Gangguan sendi temporomandibula juga dapat terjadi akibat adanya inkompabilitas struktural permukaan artikulasi. Faktor penyebab utama terjadi inkompabilitas struktural ini adalah makrotrauma. Pukulan pada rahang dan gigi dapat mengakibatkan benturan pada permukaan artikulasi yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada permukaan sendi.25
Salah satu contoh inkompabilitas struktural permukaan artikulasi adalah adhesi. Adhesi merupakan perlekatan sementara permukaan artikulasi dan dapat terjadi antara kondilus dan diskus (ruang sendi inferior) atau antara diskus dan fossa (ruang sendi anterior). Meskipun adhesi bersifat sementara, jika dibiarkan adhesi dapat mengarah ke kondisi yang lebih permanen. Adhesi terjadi akibat perkembangan jaringan ikat diantara permukaan artikulasi pada fossa atau kondilus dan juga pada diskus atau pada jaringan yang mengelilinginya.25
rotasi yang normal, sementara gerakan translasi tetap berlangsung normal. Pasien-pasien yang mengalami kondisi ini tetap dapat membuka mulut dengan normal, tetapi
timbul perasaan kaku saat pembukaan mulut akan mencapai maksimal.25
2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal
Jarak interinsisal selama pembukaan mulut digunakan sebagai pengukuran pembukaan mulut maksimal dalam banyak studi. Pengukuran jarak interinsisal ini memiliki keuntungan berupa titik ukur yang relatif lebih permanen dan lebih mudah ditentukan.4,12
Beberapa metode dan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal antara lain pengukuran linear menggunakan penggaris,3,5,11,15 kaliper,4 atau Willis Bite Gauge,2 goniometer mandibula,16 serta instrumen opto-elektrik.14
2.4.1 Penggaris
Gambar 3. Pengukuran jarak interinsisal
pem-bukaan mulut maksimal
meng-gunakan penggaris yang sudah dikali-brasi15
2.4.2 Kaliper
Gambar 4. Kaliper (dok.)
Pada penelitian Kumar, dkk (2012) pada anak-anak usia 6-12 tahun, pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dilakukan dengan menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi. Kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi ini lebih ringan, mudah digunakan dan tidak menakutkan khususnya untuk anak-anak.4
Gambar 5. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mu-lut
2.4.3 Willis Bite Gauge
Willis Bite Gauge juga digunakan untuk mengukur jarak antara tepi insisal
insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal dimana hasil pengukuran dicatat dalam satuan milimeter.2
Gambar 6. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mulut maksimal dengan meng-gunakan Willis Bite Gauge2
2.4.4 Goniometer Mandibula
Gambar 7. Goniometer (kiri) dan pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer (kanan)16
2.4.5 Instrumen Opto-Elektrik
Instrumen opto-elektrik merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencatat pergerakan mandibula. Selama pencatatan, sampel diminta untuk membuka mulutnya selebar mungkin dan kemudian menutup mulutnya. Pergerakan mandibula dicatat selama 30 detik selama pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit. Dengan menggunakan instrumen opto-elektrik, pembukaan mulut maksimal dan pergerakan kondilar dapat diukur secara tiga dimensi.14
2.5 Landasan Teori
Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau
bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.1,6
Pembukaan mulut maksimal terdiri dari pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif. Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut masimal aktif bervariasi antara 42,9 mm6 sampai 53,12
mm.7 Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika
mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula.7,9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif bervariasi antara 48,8 mm9 sampai 49,48 mm.7 Perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal aktif dan pasif menghasilkan suatu indeks yang disebut Opening Ratio.5
Rerata Opening Ratio normal menurut Al-Tuhafi (2005) adalah 90,9.5
Pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi umur,11-13 jenis kelamin,11,12 ras,7,13 tinggi badan,7,8,11,12 berat badan,4,8,11 morfologi fasial,11,14 oklusi,21 serta pertumbuhan dan perkembangan mandibula.22
Pengukuran jarak interinsisal memiliki keuntungan berupa titik ukur yang lebih permanen dan lebih mudah ditentukan.4,12 Pengukuran jarak interinsisal dapat dilakukan dengan beberapa metode dan instrumentasi meliputi pengukuran linear menggunakan penggaris,3,5,11,15 kaliper4 atau Willis Bite Gauge,2 pengukuran sudut
pembukaan mulut menggunakan goniometer mandibula,16 serta pengukuran jarak
2.6 Kerangka Konsep
1. H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin
berdasarkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio.
2. Hα : Terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin