JARAK INTERINSISAL PEMBUKAAN MULUT
MAKSIMAL SUKU BATAK KELOMPOK
UMUR 17-22 TAHUN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
May Fiona Purba
NIM: 100600085
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Bagian Biologi Oral
Tahun 2015
May Purba
Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Suku Batak Kelompok Umur
17-22 Tahun
xi + 48 halaman
Pembukaan mulut maksimal adalah jarak terjauh antara tepi insisal insisivus
sentralis di maksila dan di mandibula ketika mulut terbuka maksimal tanpa adanya
rasa sakit pada rahang, wajah, leher atau bagian lain dari mulut. Pembukaan mulut
maksimal merupakan parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi
temporomandibula dan status otot mastikasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak kelompok
umur 17-22 tahun. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan
rancangan cross sectional. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 60 orang: 30 orang
laki-laki dan 30 orang perempuan. Pengukuran pembukaan mulut maksimal
dilakukan dengan menggunakan kaliper digital Krisbow dengan ketelitian 0,01 mm
untuk mendapatkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif digunakan untuk
perhitungan Opening Ratio. Data yang diperoleh dianalisa dengan uji T tidak
berpasangan untuk melihat adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal aktif, pasif, serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan dengan
tingkat signifikansi p<0,05. Hasil penelitian ini diperoleh jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki yaitu 44,52 ± 7,27 mm dan
perempuan 38,13 ± 4,16 mm, pembukaan mulut maksimal pasif pada laki-laki yaitu
yaitu 96,00 ± 3,16 dan perempuan 96,45 ± 2,67. Kesimpulan penelitian ini adalah
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif laki-laki suku Batak
kelompok umur 17-22 tahun lebih besar secara signifikan daripada perempuan
(p=0,000).
Kata kunci: pembukaan mulut maksimal aktif, pasif, Opening Ratio
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 12 Februari 2015
Pembimbing: Tanda tangan,
Rehulina Ginting, drg., Msi ...
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
Pada tanggal 12 Februari 2015
TIM PENGUJI
KETUA : Rehulina Ginting, drg., MSi
ANGGOTA : 1. Yendriwati, drg., M.Kes
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si.,
selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara, juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran dan waktu yang sangat berguna
dalam meningkatkan semangat dan motivasi penulis untuk penyelesaian skripsi ini.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp. Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan nasehat selama
penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
2. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi
USU : Lisna Unita, drg., M.Kes, Minasari, drg., MM, Yendriwati, drg., M.Kes, Dr.
Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes, serta Yumi Lindawati, drg., yang telah
memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.
3. Staf Departemen Biologi Oral yaitu Ibu Ngaisah dan Kak Dani yang telah
membantu dalam hal administrasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Pitu Wulandari, drg., Sp. Perio selaku Dosen Pembimbing Akademis yang
telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi USU.
5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi USU atas bimbingan yang
6. Mahasiswa FKG USU yang telah bersedia menjadi sampel dalam
penelitian ini.
7. Bu Maya Fitria yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam
rancangan penelitian dan pengolahan data.
8. Khususnya kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu M. Karo-Karo
dan D. Tarigan yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril, semangat
maupun materil selama ini, serta adik-adik penulis yaitu Devy Iriani, Vinnie Sylviani
dan Kevin Jeremia.
9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Kak Rindu, Kak Ruth, Ester, Eidelen, Shinta,
Rizka, Ummi, Nastiti dan Evi yang telah bersedia meluangkan waktu dalam
membantu penelitian, juga senior dan teman-teman stambuk 2010 lainnya terutama
yang membuat skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Kak Tellia, Kak Sri, Kak
Sherly, Kak Indira, Eka, Ellin, Swee Fan, Ervi, Cindy, Michelle, Aryani, Joseph, serta
Josua yang telah memberi semangat kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran
yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi
masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur
sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, 12 Februari 2015
Penulis,
May Fiona Purba
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...
HALAMAN PERSETUJUAN ...
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...
KATA PENGANTAR ... iv
2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembukaan Mulut Maksimal .. 7
2.2.7 Oklusi ... 12
2.2.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula ... 13
2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal ... 13
2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula ... 13
2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal ... 15
3.8.2 Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif .... 29
3.8.2.1 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif ... 29
3.8.2.2 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Pasif ... 31
3.8.3 Perhitungan Opening Ratio (Contoh Perhitungan) ... 32
3.10 Analisis Data ... 34
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 35
4.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif ... 36
4.2 Opening Ratio ... 38
BAB 5 PEMBAHASAN ... 40
5.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif ... 40
5.2 Opening Ratio ... 43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
6.1 Kesimpulan ... 45
6.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rata-rata Opening Ratio pada kelompok dengan gangguan temporomandibula dan kelompok kontrol sesuai dengan
kelompok umur dan jenis kelamin ... 7
2. Rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal sesuai kelompok umur ... 8
3. Pembukaan mulut maksimal aktif pada populasi dewasa
Yordania menurut umur dan jenis kelamin ... 8
4. Variasi pembukaan mulut sesuai umur ... 9
5. Perbandingan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi
yang berbeda ... 10
6. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur ... 36
7. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan
antara laki-laki dan perempuan ... 37
8. Perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan ... 37
9. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan
pasif antar kelompok umur ... 38
10. Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif ... 5
2. Pengukuran jarak interinsisal menggunakan lebar 4 jari ... 6
3. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal menggunakan penggaris yang sudah dikalibrasi ... 16
4. Kaliper ... 16
5. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dengan menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi ... 17
6. Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dengan menggunakan Willis Bite Gauge ... 18
7. Goniometer dan pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer ... 19
8. Instrumen Opto-Elektrik dan komponennya ... 19
9. Oklusi Klas I Angle ... 23
10.Kaliper digital Krisbow ... 28
11.Posisi duduk subjek di kursi ... 29
12.Pembukaan mulut maksimal aktif ... 29
13.Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dengan kaliper digital ... 30
14.Pembukaan mulut maksimal pasif ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Skema Alur Pikir
2. Kuesioner Penelitian
3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian
4. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian
5. Lembar Hasil Penelitian
Pembukaan mulut maksimal didefinisikan sebagai jarak terjauh antara tepi insisal insisivus
sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut terbuka maksimal1,2,3 tanpa
adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau bagian lain dari mulut.2,4,5 Dengan
pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat diperoleh kisaran ukuran pembukaan mulut maksimal aktif,6,7,8 pasif,7,9 dan Opening Ratio.5 Pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat subjek
membuka mulutnya sendiri tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak
antara tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat mulut subjek
dibuka dengan bantuan jari.7,9,10 Opening Ratio digunakan untuk melihat berapa besar
pertambahan jarak interinsisal pada pembukaan mulut maksimal pasif bila dibandingkan dengan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembukaan mulut maksimal didefinisikan sebagai jarak terjauh antara tepi
insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut
terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau
bagian lain dari mulut.2,4,5 Dengan pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat
diperoleh kisaran ukuran pembukaan mulut maksimal aktif,6,7,8 pasif,7,9 dan Opening
Ratio.5 Pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara tepi insisal insisivus
sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat subjek membuka mulutnya
sendiri tanpa bantuan jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak antara
tepi insisal insisivus sentralis maksila ke tepi insisal insisivus mandibula saat mulut
subjek dibuka dengan bantuan jari.7,9,10 Opening Ratio digunakan untuk melihat
berapa besar pertambahan jarak interinsisal pada pembukaan mulut maksimal pasif
bila dibandingkan dengan pembukaan mulut maksimal aktif.5
Pembukaan mulut maksimal diperlukan untuk memungkinkan klinisi
melakukan pemeriksaan oral yang lengkap dengan nyaman.3,11 Pembukaan mulut
maksimal juga dapat digunakan sebagai parameter untuk follow up dan hasil
pemeriksaan kondisi-kondisi yang mempengaruhi sistem stomatognasi.3,6 Pembukaan
mulut juga merupakan parameter yang berguna bagi dokter bedah mulut untuk
rekonstruksi wajah dan tulang rahang.3
Ukuran pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor
meliputi umur,11-13 jenis kelamin,11,12 ras,7,13 tinggi badan,7,8,11,12 berat badan,4,8,11
struktur sendi dan otot, morfologi fasial,11,14 serta ukuran mandibula dan basis
kranial.7,12 Ukuran pembukaan mulut maksimal pada orang dewasa bervariasi antara
Pengukuran pembukaan mulut maksimal dapat dilakukan dengan
menggunakan penggaris,3,11,15 kaliper,4 Willis Bite Gauge,2 goniometer mandibula,16
serta instrumen opto-elektrik.14
Penduduk Indonesia sebagian besar didominasi oleh ras Paleomongoloid atau
ras Melayu. Ras Melayu ini kemudian dibedakan atas Proto-Melayu dan
Deutro-Melayu. Ras Proto-Melayu terdiri dari suku Batak, Gayo, Sasak dan Toraja. Ras
Deutro-Melayu meliputi orang-orang Aceh, Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang
Lbong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Manado pesisir, Sunda kecil timur dan
Melayu. Suku Batak yang termasuk bagian dari ras Proto-Melayu merupakan suku
terbesar yang menempati Sumatera Utara dan terdiri atas enam sub-group meliputi
Toba, Simalungun, Karo, Pakpak, Mandailing dan Angkola.17
Banyak penelitian pembukaan mulut maksimal sudah dilakukan di
negara-negara lain. Akan tetapi belum ada penelitian tentang pembukaan mulut maksimal di
Indonesia. Oleh karena itu penulis bermaksud untuk melakukan penelitian pada suku
Batak kelompok umur 17-22 tahun untuk mendapatkan estimasi jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal baik untuk pembukaan mulut maksimal aktif, pasif,
maupun Opening Ratio pada laki-laki maupun perempuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dijelaskan di atas, maka didapatkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio pada suku Batak
kelompok umur 17-22 tahun?
2. Adakah perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif,
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara
laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun?
Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal suku Batak
kelompok umur 17-22 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif,
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio pada suku
Batak kelompok umur 17-22 tahun.
2. Untuk mengetahui perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antara
laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. H0 : Tidak terdapat perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening
Ratio yang signifikan berdasarkan jenis kelamin dan umur.
2. Hα : Terdapat perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio yang
signifikan berdasarkan jenis kelamin dan umur.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi khususnya
bagian Biologi Oral tentang jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku
Batak kelompok umur 17-22 tahun.
1.5.2 Manfaat Praktis
Sebagai parameter jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada suku
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembukaan Mulut Maksimal
Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi
insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut
terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau
bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan
status otot mastikasi.1,6 Pembukaan mulut maksimal yang normal diperlukan untuk
memungkinkan klinisi melakukan pemeriksaan oral yang lengkap dengan nyaman.3,11
2.1.1 Pembukaan Mulut Maksimal Aktif
Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal
insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan
jari.6,7 Pembukaan mulut maksimal aktif dapat digunakan sebagai parameter untuk
metode skrining dalam mendeteksi keadaan-keadaan yang mempengaruhi fungsi
sendi temporomandibula dan status otot mastikasi.6 Nilai pembukaan mulut maksimal
aktif juga berfungsi sebagai parameter yang berguna bagi perawatan lanjutan pada
pasien.3,6
Penelitian yang dilakukan oleh Yao, dkk (2009) di Taiwan menunjukkan
bahwa rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif pada etnis Cina berumur
20-80 tahun adalah 49,10 ± 6,30 mm.12 Penelitian Sawair, dkk (2010) menunjukkan
bahwa rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif pada subpopulasi Yordania
berumur 15-80 tahun adalah 42,9 ± 5,7 mm.6 Dari penelitian yang dilakukan oleh
Casanova-Rosado, dkk (2012) diperoleh data bahwa rata-rata pembukaan mulut
maksimal aktif pada orang dewasa dan dewasa muda berumur 14-24 tahun di
menunjukkan bahwa rata-rata pembukaan mulut maksimal aktif pada mahasiswa
kelompok umur 19-24 tahun adalah 53,12 ± 7,95 mm.1 Adapun penelitian Singh
(2012) pada kelompok umur 20-83 tahun di India menunjukkan bahwa rata-rata
pembukaan mulut maksimal aktif adalah 46,82 ± 8,8 mm.2
Gambar 1. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif3
2.1.2 Pembukaan Mulut Maksimal Pasif
Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika
mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari
manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis
maksila dan mandibula.9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif dapat digunakan
sebagai suatu teknik untuk diferensiasi dan pemeriksaan keterbatasan pembukaan
mulut akibat otot atau sendi.5
Penelitian Casanova-Rosado dkk (2011) pada kelompok umur 14-24 tahun di
Meksiko menunjukkan bahwa rata-rata jarak interinsisal saat pembukaan mulut
maksimal pasif adalah 49,48 ± 6,59 mm.7 Adapun pada penelitian Zawawi, dkk
(2003) pada kelompok umur 21-42 tahun di Amerika diperoleh rata-rata jarak
Gambar 2. Pengukuran jarak interinsisal menggunakan lebar 4 jari9
2.1.3 Opening Ratio (OR)
Al-Tuhafi (2005) mendefinisikan Opening Ratio sebagai perbandingan antara
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.5 Opening Ratio
ditentukan sebagai :
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif
OR = x 100
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif
Ketika jaringan otot mengalami kelelahan dan kekejangan, kontraksi atau
peregangan otot akan meningkatkan rasa sakit. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan rasa nyaman, seseorang cenderung mempertahankan pergerakan
mandibula dalam suatu kisaran yang tidak meningkatkan rasa sakit. Secara klinis, hal
ini dianggap sebagai ketidakmampuan pasien membuka mulutnya dalam kisaran
normal. Secara umum jika pasien diminta untuk membuka mulutnya sedikit lebih
lebar secara perlahan-lahan, pembukaan mulut yang lebih lebar dapat dicapai tetapi
timbul rasa sakit pada pasien.5
Penelitian yang dilakukan oleh Al-Tuhafi (2005) pada kelompok umur 14-55
tahun di Irak menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara Opening Ratio
dengan usia atau jenis kelamin (tabel 1). Opening Ratio juga berkorelasi negatif
mengakibatkan terjadinya kekejangan, rasa sakit dan kelelahan disertai dengan
penurunan pembukaan mulut aktif.5
Tabel 1. Rata-rata Opening Ratio pada kelompok dengan gangguan temporomandibula dan kelompok kontrol sesuai dengan kelompok umur dan jenis kelamin (Al Tuhafi AA, 2005)5
Age (Years)
Temporomandidbular Disorder Group
Control Group
Males Females Males Females
Mean (mm) ± Standard Deviation
10-19 70,12 ± 7,74 80,24 ± 11,39 92,11 ± 3,21 91,52 ± 1,95
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembukaan Mulut Maksimal 2.2.1 Umur
Berbagai studi menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal akan
meningkat setelah lahir hingga dewasa, dan kemudian menurun secara bertahap
selama proses penuaan.4,12 Yao, dkk (2009) menemukan adanya penurunan
pembukaan mulut maksimal seiring dengan bertambahnya umur pada etnis Cina
dewasa berumur 20-80 tahun di Taiwan (tabel 2). Penurunan ini sekitar 1,4 mm pada
laki-laki dan 0,9 mm pada perempuan untuk setiap sepuluh tahun setelah memasuki
masa dewasa.12 Adanya penurunan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
seiring dengan bertambahnya umur berhubungan dengan atropi otot skeletal,
Tabel 2. Rata-rata nilai pembukaan mulut maksimal aktif sesuai kelompok umur (Yao KT, 2009)12
Maximum mouth opening (mm) P
Young (20-39
Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur
15-80 tahun di Yordania juga menunjukkan adanya penurunan pembukaan mulut
maksimal pada kelompok umur yang lebih tua (tabel 3). Hal ini mungkin diakibatkan
oleh penyakit degeneratif pada sendi temporomandibula yang mempengaruhi
rangkaian pergerakan mandibula. Progresi dan keparahan perubahan tulang pada
kepala kondilus dan fosa mandibula meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Kelompok usia tua lebih sering mengalami perubahan degeneratif akibat
perkembangan osteoartritis pada sendi temporomandibula daripada kelompok usia
muda.6
Tabel 3. Pembukaan mulut maksimal aktif populasi dewasa Yordania menurut umur dan jenis kelamin (Sawair FA, 2010)6
Active maximum mouth opening (mm)
Hasil penelitian Khare, dkk (2012) pada populasi India dewasa berumur 21-70
tahun konsisten dengan fakta bahwa pembukaan mulut maksimal mengalami
penurunan dengan bertambahnya usia dan hal ini berlaku baik bagi laki-laki maupun
perempuan (tabel 4).3
Tabel 4. Variasi pembukaan mulut sesuai umur (Khare N, 2012)3
Age group Sex n Mean ± SD (mm)
Penelitian yang dilakukan oleh Sawair, dkk (2010) pada kelompok umur
15-80 tahun di Yordania menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki
(45,3 ± 5,7 mm) lebih besar daripada perempuan (41,5 ± 5,3 mm).6 Pada penelitian
Casanova-Rosado dkk (2012) terhadap kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko,
pembukaan mulut maksimal pada laki-laki adalah 48,17 ± 7,86 mm lebih besar
daripada pembukaan mulut maksimal pada perempuan yaitu 44,90 ± 6,40 mm.7
Penelitian yang dilakukan oleh Sohail, dkk (2011) pada kelompok umur 19-24 tahun
di uni Emirat Arab juga menunjukkan pembukaan mulut maksimal yang lebih besar
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, dimana rata-rata pembukaan mulut
maksimal pada laki-laki adalah 59,74 ± 5,26 mm dan pada perempuan adalah 46,50 ±
3,32 mm.1 Penelitian Khare, dkk (2012) pada kelompok umur 21-70 tahun juga
menemukan bahwa pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan (51,3 ± 8,3 mm pada laki-laki dan 44,3 ± 6,7 mm pada perempuan).3
Adanya perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan
perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan terjadi
akibat adanya perbedaan panjang mandibula. Panjang mandibula, dihitung dari aksis
engsel ke insisivus bawah, berkorelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal.
Semakin panjang mandibula, semakin besar sendi engsel dapat berotasi sehingga
pembukaan mulut maksimal semakin besar.6 Casanova-Rosado, dkk (2012)
menyatakan bahwa perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan
perempuan dipengaruhi oleh ukuran fisik, dimana laki-laki umumnya lebih besar
daripada perempuan, sehingga struktur tulang kepala dan wajah pada laki-laki lebih
besar daripada perempuan.7 Adapun Sohail, dkk (2011) menyatakan bahwa
pembukaan mulut maksimal bergantung pada ukuran mandibula yang secara
signifikan lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Pada penelitian tersebut
juga ditemukan adanya kecenderungan laki-laki untuk membuka mulutnya rata-rata
lima mm lebih lebar daripada perempuan.1
2.2.3 Ras
Pembukaan mulut maksimal memiliki nilai yang berbeda untuk populasi yang
berbeda (tabel 5). Beberapa studi melaporkan bahwa tinggi badan merupakan faktor
yang signifikan yang berpengaruh terhadap pembukaan mulut dan merupakan
penjelasan adanya perbedaan pembukaan mulut maksimal pada populasi yang
Tabel 5. Perbandingan nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi yang
Korelasi antara pembukaan mulut maksimal dan tinggi badan masih
kontroversial. Beberapa studi menunjukkan korelasi yang positif, sementara yang lain
tidak. Karena laki-laki umumnya lebih tinggi dan lebih besar dibandingkan dengan
perempuan, dapat diterima jika pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan.12
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sawair dkk (2010) terhadap kelompok
umur 15-80 tahun di Yordania, sampel laki-laki secara signifikan lebih tinggi, dan
tinggi badan memiliki korelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal. Terdapat
kecenderungan di dalam populasi bahwa semakin berkurang tinggi badan seseorang,
semakin berkurang kisaran pergerakan mandibula.6 Demikian juga dengan penelitian
Hamad (2010) pada populasi Kurdish berumur 16-85 tahun menunjukkan adanya
korelasi yang positif antara tinggi badan dan pembukaan mulut maksimal.11
2.2.5 Berat Badan
Penelitian Hamad, dkk (2010) pada populasi Kurdish berumur 16-85 tahun
menunjukkan adanya korelasi yang positif antara pembukaan mulut maksimal dengan
berat badan.11 Demikian juga dengan penelitian Abou-Atme (2007) pada anak-anak
berat badan dan pembukaan mulut maksimal.10 Akan tetapi penelitian de Sousa, dkk
(2007) pada anak-anak umur 6 sampai 14 tahun di Brazil menunjukkan korelasi yang
lemah antara berat badan dan pembukaan mulut maksimal.8
2.2.6 Morfologi Fasial
Ingervall (1971) (dikutip dari Fukui, 2002) menyatakan bahwa 25-40 persen
variasi pembukaan mulut maksimal dapat dijelaskan oleh variasi morfologi fasial
antar individu. Pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang
mandibula dan basis kranial anterior tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus
mandibula. Hasil penelitian Fukui, dkk (2002) juga menunjukkan bahwa pembukaan
mulut maksimal berkorelasi positif dengan panjang basis kranial anterior, panjang
maksila dan sudut gonial tetapi berkorelasi negatif dengan inklinasi ramus mandibula.
Semakin besar sudut inklinasi ramus mandibula maka mandibula semakin berotasi
dalam arah berlawanan jarum jam. Berbeda dengan hasil penelitian Ingervall, hasil
penelitian Fukui tidak menunjukkan adanya korelasi antara pembukaan mulut
maksimal dengan panjang mandibula.14
Variasi morfologi fasial antar individu dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Raadsheer, dkk (1996) meneliti hubungan antara ketebalan otot maseter dan
morfologi fasial pada individu yang sedang dalam masa pertumbuhan dan
menemukan bahwa ketebalan otot maseter berkorelasi negatif dengan tinggi wajah
anterior dan panjang mandibula. Otot maseter mendukung pertumbuhan rahang
dalam arah sagital namun terbatas dalam arah vertikal sehingga wajah tumbuh dalam
pola yang lebih horizontal.18 Yamamoto (1996) (dikutip dari Parameshwaran, 2006)
melakukan penelitian tentang efek konsistensi makanan terhadap pola aposisional
tulang pada pusat pertumbuhan di regio palatal maksila. Penelitian ini menunjukkan
bahwa konsistensi makanan memengaruhi pola aposisional tulang pada pusat
pertumbuhan di regio palatal maksila. Perbedaan pola pertumbuhan pada
viserokranium atas yang diinduksi oleh perbedaan konsistensi makanan tidak hanya
disebabkan oleh perbedaan tekanan mekanis otot-otot mastikasi tetapi juga akibat
Kiliadiris (2003) menunjukkan adanya hubungan antara otot pengunyahan dan lebar
karaniofasial. Otot pengunyahan yang kuat meningkatkan mekanisme pengunyahan
rahang sehingga memicu pertumbuhan dan aposisi tulang yang mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan rahang.20
2.2.7 Oklusi
Penelitian Tuncer, dkk (2011) menunjukkan tidak ada perbedaan pembukaan
mulut maksimal yang signifikan antara kelompok Klas I Angle dan Klas II Angle.
Pada kelompok Klas II Angle, pembukaan mulut maksimal berkorelasi negatif
dengan posisi insisivus bawah namun berkorelasi postif dengan panjang korpus
mandibula.21
Pembukaan mulut maksimal pada laki-laki lebih besar secara signifikan
daripada perempuan baik pada kelompok Klas I Angle maupun Klas II Angle. Hal ini
didukung oleh adanya perbedaan panjang ramus dan korpus mandibula yang berbeda
secara signifikan antara laki-laki dan perempuan pada masing-masing kelompok.21
2.2.8 Pertumbuhan dan Perkembangan Mandibula
Mandibula dapat dipandang sebagai tulang panjang dengan dua prosesus
untuk perlekatan otot dan prosesus alveolaris untuk tempat gigi. Osifikasi
endokondral pada kondilus menyumbang pertumbuhan mandibula ke arah posterior.
Aposisi dan remodeling di tempat-tempat lain menyebabkan mandibula bertambah
besar sesuai dengan bentuknya. Pada usia 1 tahun kedua simfisis mandibula telah
menyatu dan tidak memberi sumbangan pada pertumbuhan.22
Arah pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke depan. Pertambahan panjang
mandibula disebabkan adanya aposisi di sisi posterior ramus dan terjadi resorpsi di
sisi anterior ramus. Pertambahan tinggi korpus mandibula sebagian besar disebabkan
adanya pertumbuhan tulang alveolaris. Dagu menjadi lebih menonjol karena
mandibula memanjang dan terdapat sedikit penambahan tulang pada dagu tetapi tidak
terjadi lagi sesudah masa remaja. Pertumbuhan mandibula berakhir pada umur sekitar
2.3 Gangguan Temporomandibula yang Berhubungan dengan Pembukaan Mulut Maksimal
Gangguan temporomandibula merupakan istilah umum yang digunakan untuk
berbagai masalah terkait sendi rahang.23 Gangguan temporomandibula umumnya
terjadi pada kelompok umur 20 hingga 40 tahun, dan lebih sering terjadi pada
perempuan daripada laki-laki.23,24 Penyebab gangguan temporomandibula bersifat
multifaktorial. Faktor-faktor ini dapat berperan dalam memulai, memperburuk, atau
memperlama terjadinya gangguan sendi tempromandibula. Beberapa faktor yang
dapat menyebabkan gangguan temporomandibula antara lain kebiasaan
parafungsional (bruksism, menggertakkan gigi, atau menggigit pipi), tekanan
emosional, trauma akut akibat benturan atau pukulan, trauma akibat hiperekstensi
(misalnya prosedur dental, intubasi oral untuk anastesi umum, menguap),
ketidakstabilan hubungan maksila-mandibula, kesehatan umum yang tidak baik serta
gaya hidup yang tidak sehat.24
2.3.1 Gangguan Sendi Temporomandibula
Gangguan sendi temporomandibula memiliki gejala utama dan disfungsi
terkait adanya perubahan fungsi kondilus dan diskus. Terjadinya disfungsi
berhubungan dengan pergerakan kondilus dan dilaporkan sebagai sensasi clicking
pada sendi. Sensasi ini umumnya konstan, berulang, dan terkadang bersifat progresif.
Adanya rasa sakit bukan merupakan gejala utama gangguan sendi
temporomandibula.25
Salah satu penyebab gangguan sendi temporomandibula adalah akibat adanya
perubahan pada kompleks kondilus-diskus. Perubahan kompleks kondilus-diskus
terjadi akibat kerusakan fungsi rotasi normal diskus pada kondilus. Hilangnya fungsi
pergerakan normal dari diskus terjadi akibat adanya pemanjangan ligamen kolateral
diskal dan lamina retrodiskal inferior. Etiologi yang umum terjadi adalah trauma.
mikrotrauma yang berhubungan dengan hiperaktivitas otot kronis atau ketidakstabilan
ortopedi.25
Salah satu contoh perubahan kompleks kondilus-diskus adalah dislokasi
sendi. Dislokasi sendi terjadi akibat longgarnya diskus karena pemanjangan atau
robeknya ligamen sehingga letak diskus berubah dari posisi normal ke puncak
kondilus. Dislokasi sendi terdiri dari dislokasi sendi dengan redusi dan dislokasi sendi
tanpa reduksi. Reduksi adalah kemampuan pasien dalam memanipulasi rahang untuk
mereposisi kondilus kembali ke tepi posterior diskus artikularis.25
Dislokasi sendi akan mengakibatkan terjadinya keterbatasan pembukaan
mulut. Pada dislokasi sendi dengan reduksi, terjadi perubahan jalur pembukaan mulut
sehingga jarak pembukaan mulut yang sebelumnya terbatas menjadi normal. Adapun
pada dislokasi sendi tanpa reduksi, pembukaan mulut berkisar antara 25 sampai 30
mm. Jika pada insisivus mandibula diaplikasikan suatu tekanan yang ringan, mulut
akan terbuka sedikit lebih lebar.25
Gangguan sendi temporomandibula juga dapat terjadi akibat adanya
inkompabilitas struktural permukaan artikulasi. Faktor penyebab utama terjadi
inkompabilitas struktural ini adalah makrotrauma. Pukulan pada rahang dan gigi
dapat mengakibatkan benturan pada permukaan artikulasi yang dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan pada permukaan sendi.25
Salah satu contoh inkompabilitas struktural permukaan artikulasi adalah
adhesi. Adhesi merupakan perlekatan sementara permukaan artikulasi dan dapat
terjadi antara kondilus dan diskus (ruang sendi inferior) atau antara diskus dan fossa
(ruang sendi anterior). Meskipun adhesi bersifat sementara, jika dibiarkan adhesi
dapat mengarah ke kondisi yang lebih permanen. Adhesi terjadi akibat perkembangan
jaringan ikat diantara permukaan artikulasi pada fossa atau kondilus dan juga pada
diskus atau pada jaringan yang mengelilinginya.25
Ketika adhesi terjadi diantara diskus dan fossa, translasi normal kompleks
kondilus-diskus akan terhambat. Pergerakan kondilus hanya terbatas pada gerakan
rotasi. Pembukaan mulut pada pasien hanya berkisar antara 20 sampai 30 mm.
rotasi yang normal, sementara gerakan translasi tetap berlangsung normal.
Pasien-pasien yang mengalami kondisi ini tetap dapat membuka mulut dengan normal, tetapi
timbul perasaan kaku saat pembukaan mulut akan mencapai maksimal.25
2.4 Cara Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal
Jarak interinsisal selama pembukaan mulut digunakan sebagai pengukuran
pembukaan mulut maksimal dalam banyak studi. Pengukuran jarak interinsisal ini
memiliki keuntungan berupa titik ukur yang relatif lebih permanen dan lebih mudah
ditentukan.4,12
Beberapa metode dan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal antara lain pengukuran linear menggunakan
penggaris,3,5,11,15 kaliper,4 atau Willis Bite Gauge,2 goniometer mandibula,16 serta
instrumen opto-elektrik.14
2.4.1 Penggaris
Pengukuran dengan penggaris dilakukan dengan meletakkan penggaris di
antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula dimana hasil pengukuran
Gambar 3. Pengukuran jarak interinsisal
pem-bukaan mulut maksimal
meng-gunakan penggaris yang sudah dikali-brasi15
2.4.2 Kaliper
Kaliper merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur dimensi linear
(panjang) suatu objek dengan akurasi mencapai sepersepuluh milimeter atau lebih.
Pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal menggunakan kaliper
merupakan metode pengukuran yang aman dan sederhana untuk dilakukan dan
Gambar 4. Kaliper (dok.)
Pada penelitian Kumar, dkk (2012) pada anak-anak usia 6-12 tahun,
pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal dilakukan dengan
menggunakan kaliper Vernier yang sudah dimodifikasi. Kaliper Vernier yang sudah
dimodifikasi ini lebih ringan, mudah digunakan dan tidak menakutkan khususnya
untuk anak-anak.4
Gambar 5. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mu-lut
2.4.3 Willis Bite Gauge
Willis Bite Gauge juga digunakan untuk mengukur jarak antara tepi insisal
insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal dimana hasil
pengukuran dicatat dalam satuan milimeter.2
Gambar 6. Pengukuran jarak inter-insisal pembukaan mulut maksimal dengan meng-gunakan Willis Bite Gauge2
2.4.4 Goniometer Mandibula
Goniometer mandibula merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
sudut pembukaan mulut dimana hasil pengukurannya dicatat dalam satuan derajat.
Pengukuran pembukaan mulut maksimal secara linear merupakan suatu metode yang
mudah dan dapat diandalkan untuk mengevaluasi mobilitas sendi temporomandibula.
Akan tetapi, hasil pengukuran pembukaan mulut secara linear memiliki keterbatasan
karena dipengaruhi oleh panjang mandibula. Pengukuran sudut pembukaan mulut
menggunakan goniometer mandibula tidak dipengaruhi oleh panjang mandibula
Gambar 7. Goniometer (kiri) dan pengukuran sudut pembukaan mulut menggunakan goniometer (kanan)16
2.4.5 Instrumen Opto-Elektrik
Instrumen opto-elektrik merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencatat
pergerakan mandibula. Selama pencatatan, sampel diminta untuk membuka mulutnya
selebar mungkin dan kemudian menutup mulutnya. Pergerakan mandibula dicatat
selama 30 detik selama pasien tidak mengeluhkan adanya rasa sakit. Dengan
menggunakan instrumen opto-elektrik, pembukaan mulut maksimal dan pergerakan
kondilar dapat diukur secara tiga dimensi.14
2.5 Landasan Teori
Pembukaan mulut maksimal dideskripsikan sebagai jarak terjauh antara tepi
insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula pada garis tengah gigi ketika mulut
terbuka maksimal1,2,3 tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher atau
bagian lain dari mulut.2,4,5 Pembukaan mulut maksimal merupakan salah satu
parameter yang penting untuk mengevaluasi fungsi sendi temporomandibula dan
status otot mastikasi.1,6
Pembukaan mulut maksimal terdiri dari pembukaan mulut maksimal aktif dan
pasif. Pembukaan mulut maksimal aktif diukur sebagai jarak antara tepi insisal
insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut terbuka maksimal tanpa bantuan
jari.6,7 Pembukaan mulut masimal aktif bervariasi antara 42,9 mm6 sampai 53,12
mm.7 Pada pembukaan mulut maksimal pasif, jarak interinsisal diukur ketika
mandibula dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari tengah, jari
manis, dan jari kelingking) yang disejajarkan antara tepi insisal insisivus sentralis
maksila dan mandibula.7,9,10 Pembukaan mulut maksimal pasif bervariasi antara 48,8
mm9 sampai 49,48 mm.7 Perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal aktif dan pasif menghasilkan suatu indeks yang disebut Opening Ratio.5
Rerata Opening Ratio normal menurut Al-Tuhafi (2005) adalah 90,9.5
Pembukaan mulut maksimal dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi
umur,11-13 jenis kelamin,11,12 ras,7,13 tinggi badan,7,8,11,12 berat badan,4,8,11 morfologi
fasial,11,14 oklusi,21 serta pertumbuhan dan perkembangan mandibula.22
Pengukuran jarak interinsisal memiliki keuntungan berupa titik ukur yang
lebih permanen dan lebih mudah ditentukan.4,12 Pengukuran jarak interinsisal dapat
dilakukan dengan beberapa metode dan instrumentasi meliputi pengukuran linear
menggunakan penggaris,3,5,11,15 kaliper4 atau Willis Bite Gauge,2 pengukuran sudut
pembukaan mulut menggunakan goniometer mandibula,16 serta pengukuran jarak
interinsisal dan pergerakan kondilar secara tiga dimensi menggunakan instrumen
Kerangka Teori
Pembukaan mulut maksimal
Pembukaan mulut maksimal aktif
Pembukaan mulut maksimal pasif
Jarak interinsisal saat pembukaan mulut
maksimal aktif
Jarak interinsisal saat pembukaan mulut
maksimal pasif
Opening Ratio
• Usia • Ras
• Tinggi badan • Berat badan • Morfologi
fasial • Oklusi Gangguan Sendi
2.6 Kerangka Konsep
1. H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin
berdasarkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio.
2. Hα : Terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin
berdasarkan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan
menggunakan rancangan penelitian cross sectional.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : Departemen Biologi Oral FKG USU
Waktu : Bulan Oktober 2014
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah semua mahasiswa FKG USU angkatan 2011/2012,
2012/2013, dan 2013/2014 yang masih aktif dalam perkuliahan.
3.3.2 Sampel
Sampel diperoleh dengan cara purposive sampling dimana penelitian tidak
dilakukan pada seluruh populasi, tetapi terfokus pada target yang memenuhi kriteria
inklusi.
3.3.2.1 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus :26
n = �
21−�
/2 �( 1−�)2
�2
Keterangan:
n = besar sampel minimum
= 1,96)
P = proporsi dari penelitian yang telah ada (bila tidak ada dianggap 50% atau
0,5)
d = kesalahan yang dapat ditolerir (13%)
Hasil perhitungan :
n = (1,96)2 0,5 (1-0,5) = 56,83 ≈ 60
(0,13)2
Jadi jumlah sampel minimal adalah 60 orang mahasiswa FKG USU berumur 17-22
tahun yang terdiri dari 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.
3.4 Kriteria Pemilihan Sampel 3.4.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Memiliki gigi-geligi yang lengkap (I1- M2)
2. Oklusi klas I Angle
Gambar 9. Oklusi Klas I Angle27
3. Berumur 17-22 tahun
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Memiliki riwayat gangguan sendi temporomandibula, trauma pada kepala
atau daerah maksilofasial, atau tumor kepala atau leher
2. Memiliki riwayat penyakit sistemik rheumatoid arthritis
3. Memiliki anomali perkembangan fasial
4. Atrisi gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula
5. Mengalami erosi gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula
6. Maloklusi klas II, maloklusi klas III, crossbite, atau open bite
7. Menjalani perawatan konservasi gigi pada gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula seperti:
a. Tambalan klas IV
b. Jaket
c. Veneer
d. Protesa
8. Pernah atau sedang menjalani perawatan dental seperti ortodonti atau bedah
rahang
9. Fraktur pada tepi insisal gigi insisivus sentralis maksila atau mandibula
10. Mengalami pergeseran midline
11.Terdapat gigi yang erupsinya tidak sempurna, gigi yang crowded, serta gigi
yang elongasi
3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Bebas
Yang termasuk variabel bebas pada penelitian ini adalah tepi insisal gigi insisivus
3.5.2 Variabel Tergantung
Yang termasuk variabel tergantung pada penelitian ini adalah jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal.
3.5.3 Variabel Terkendali
1. Mahasiswa FKG USU
2. Umur (17-22 tahun)
3. Ras (Batak)
4. Oklusi klas I A ngle
5. Kaliper digital (ketelitian 0,01)
6. Cara pengukuran
7. Posisi sampel saat dilakukan pengukuran
8. Tempat dilakukannya pengukuran (pada kursi)
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali
1. Ukuran rahang
2. Diet
3. Kebiasaan tidur
Variabel Terkendali •Mahasiswa FKG USU •Umur (17-22 tahun) •Ras (Batak)
•Oklusi klas I Angle
•Kaliper digital (ketelitian 0,01) •Cara pengukuran
•Posisi sampel saat pengukuran •Tempat dilakukannya pengukuran
(pada kursi)
Tepi insisal gigi insisivus sentralis di rahang atas dan
3.6 Definisi Operasional
a. Opening Ratio adalah perbandingan antara jarak interinsisal saat pembukaan
mulut maksimal aktif dan pasif.
b. Jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal aktif adalah jarak antara
tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel terbuka
maksimal tanpa bantuan jari sampel tanpa adanya rasa sakit pada rahang, wajah
dan leher, atau bagian lain dari mulut.
c. Jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif adalah jarak antara
tepi insisal gigi insisivus sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel
dibuka dengan bantuan lebar empat jari (jari telunjuk, jari manis, jari tengah, dan
jari kelingking) sampel yang bisa disejajarkan diantara tepi insisal insisivus
sentralis maksila dan mandibula saat mulut sampel terbuka maksimal, tanpa
adanya rasa sakit pada rahang, wajah dan leher, atau bagian lain dari mulut.
d. Oklusi adalah kontak maksimum antara gigi-geligi rahang atas dengan rahang
bawah dimana lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan
tertutup.
Oklusi klas I Angle (neutro oklusi) : Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio
bukal molar permanen atas terletak pada celah (groove) bagian bukal molar
pertama permanen bawah.
Oklusi klas II Angle (disto oklusi) : Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio
bukal molar permanen atas terletak pada ruangan antara dua tonjol gigi
(embrassure) molar pertama permanen dengan premolar kedua bawah.
Oklusi klas III Angle (mesio oklusi): Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio
bukal molar pertama permanen atas terletak antara gigi molar pertama dan molar
kedua permanen bawah.
e. Atrisi adalah keausan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh kontaknya gigi
geligi.
f. Erosi adalah hilangnya struktur gigi secara irreversible akibat bahan kimia tanpa
g. Pergeseran midline adalah pergeseran garis tengah lengkung gigi terhadap garis
tengah muka.
h. Rheumatoid arthritis adalah suatu keadaan progresif yang ditandai dengan
pembengkakan, rasa sakit yang timbul hilang, dan keterbatasan pergerakan sendi
yang terlibat.
i. Gangguan sendi temporomandibula adalah kondisi abnormal sendi temporomandibula yang timbul karena kebutuhan fungsional melampaui
kebutuhan adaptasi, ditandai dengan adanya rasa sakit atau nyeri sendi, bunyi pada
sendi dan keterbatasan pergerakan mandibula.
3.7 Alat penelitian
Alat penelitian meliputi :
a. Kursi
b. Kaliper digital Krisbow model kw06-358 (150 mm x 6”) dengan ketelitian 0,01
mm
Gambar 10. Kaliper digital Krisbow (dok.)
c. Kalkulator
d. Kertas dan ATK (Alat Tulis Kantor)
e. Masker
f. Sarung tangan
3.8 Cara Kerja
3.8.1 Pemilihan sampel
Sampel diperoleh melalui pengisian kuesioner dan pemeriksaan klinis rongga
mulut pada mahasiswa FKG USU angkatan 2011/2012, 2012/2013 dan 2013/2014.
Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan
prosedur penelitian yang akan dilakukan. Apabila subjek bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta untuk menandatangani informed
concent.
3.8.2 Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif 3.8.2.1 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Aktif
a. Sampel penelitian duduk dengan posisi tegak dimana kepala sampel
didukung oleh sandaran kursi.
Gambar 11. Posisi duduk subjek di kursi (Dok)
b. Sampel penelitian membuka mulutnya semaksimal mungkin tanpa bantuan
Gambar 12. Pembukaan mulut maksimal aktif (dok.)
c. Pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal aktif dengan
menggunakan kaliper digital.
Gambar 13. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif dengan kaliper digital (dok.)
d. Pencatatan hasil pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut
Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif
32,30 mm
3.8.2.2 Contoh Pengukuran Pembukaan Mulut Maksimal Pasif
a. Sampel penelitian membuka mulutnya semaksimal mungkin dengan
bantuan empat jari kiri (jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking)
sampel.
Gambar 14. Pembukaan mulut maksimal pasif (Dok)
b. Pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut maksimal pasif
menggunakan kaliper digital dimana kaliper digital diletakkan di sebelah kanan jari
Gambar 15. Pengukuran pembukaan mulut maksimal pasif dengan kaliper digital (dok.)
d. Pencatatan hasil pengukuran jarak interinsisal saat pembukaan mulut
maksimal pasif pada lembar pengamatan.
Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut
Maksimal Aktif 32,30 mm
3.8.3 Perhitungan Opening Ratio (Contoh Perhitungan)
Opening Ratio ditentukan menggunakan rumus:
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif
OR = x 100
Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif
32,30
OR = x 100
OR = 90,7 Normal ( penelitian AL Tuhafi AA Tabel 1)
3.9 Alur Penelitian
Populasi Penelitian
Sampel duduk tegak dengan kepala didukung oleh sandaran kursi Kuesioner
Sampel Penelitian
Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif
Pengukuran pembukaan mulut maksimal pasif
Nilai pembukaan mulut maksimal aktif
Nilai pembukaan mulut maksimal pasif
Opening Ratio
Pengolahan data
3.10 Analisis Data
Data yang telah diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi
meliputi gambaran statistik jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif, jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan dan uji Oneway Anova. Uji
T tidak berpasangan digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif, jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
pasif, serta Opening Ratio antara mahasiswa FKG USU laki-laki dan perempuan
kelompok umur 17-22 tahun. Adapun uji Oneway Anova digunakan untuk
mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif,
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif, serta Opening Ratio antar
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan pada mahasiswa FKG USU suku Batak
kelompok umur 17-22 tahun dengan oklusi Klas I Angle dengan jumlah sampel 60
orang yang dibagi atas 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan estimasi jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif, pasif, serta Opening Ratio. Sampel diambil secara purposive sampling melalui
penyebaran kuesioner dan pemeriksaan klinis rongga mulut sehingga diperoleh
sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Sebelum dilakukan pengukuran pembukaan mulut maksimal, sampel diminta
untuk duduk dengan rileks selama sepuluh menit di ruang tunggu. Sampel penelitian
kemudian didudukkan pada kursi dengan posisi tegak dimana kepala sampel
didukung oleh sandaran kursi. Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif
dilakukan saat mulut sampel terbuka maksimal tanpa bantuan jari (gambar 11).
Pembukaan mulut maksimal pasif dilakukan saat sampel membuka mulutnya
semaksimal mungkin dengan batuan empat jari yaitu jari telunjuk, jari tengah, jari
manis dan jari kelingking (gambar 13). Pengukuran pembukaan mulut maksimal aktif
dan pasif dilakukan dengan menggunakan kaliper digital. Pengukuran pembukaan
mulut maksimal aktif dan pasif dilakukan dengan menggunakan kaliper digital karena
prosedurnya yang mudah dan memberikan hasil yang akurat. Hasil pengukuran jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif kemudian digunakan untuk
menghitung Opening Ratio.
Data di tabel 6 menunjukkan data karakteristik sampel penelitian berdasarkan
jenis kelamin dan umur. Pada penelitian ini dipilih 60 orang sampel yang terdiri dari
30 orang laki-laki (50%) dan 30 orang perempuan (50%). Sampel berumur 17-22
tahun dan jumlah sampel bagi setiap kelompok umur berbeda. Untuk kelompok umur
sampel sebanyak 5 orang (8,33%), kelompok umur 19 tahun sebanyak 21 orang
(35%), kelompok umur 20 tahun sebanyak 14 orang (23,33%), kelompok umur 21
tahun sebanyak 9 orang (15%), dan kelompok umur 22 tahun sebanyak 8 orang
(13,33%).
Tabel 6. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur
Karakteristik Frekuensi (orang) Persentase (%)
Jenis Kelamin
4.1Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif
Tabel 7 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0
ditolak, artinya terdapat perbedaan yang signifikan rerata jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan suku
Batak kelompok umur 17-22 tahun, dimana jarak interinsisal pembukaan mulut
Tabel 7. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan
Jenis Kelamin N Rerata Jarak
Interinsisal
Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05
Tabel 8 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0
diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif baik pada laki-laki maupun
perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05).
Tabel 8. Perbedaan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan
Jenis Kelamin N Rerata Jarak
Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05
Tabel 9 yang dianalisa dengan uji Oneway Anova menunjukkan H0 diterima,
artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata jarak interinsisal pembukaan
mulut maksimal aktif dan pasif antar masing-masing kelompok umur 17, 18, 19, 20,
21 dan 22 tahun (p>0,05).
Tabel 9. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif
Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05
4.2Opening Ratio (OR)
Tabel 10 yang dianalisa dengan uji T tidak berpasangan menunjukkan H0
diterima, artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata Opening Ratio antara
laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05).
Tabel 10. Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin `
Jenis Kelamin N Rerata Opening Ratio ± SD P
Laki-laki 30 96,00 ± 3,16
0,558
Perempuan 30 96,45 ± 2,67
Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05
Tabel 11 yang dianalisa dengan uji Oneway Anova menunjukkan H0 diterima,
artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata Opening Ratio antar
Tabel 11. Opening Ratio berdasarkan kelompok umur
Kelompok umur (tahun)
N Rerata Opening Ratio ± SD P
17 3 94,88 ± 1,99
0,705
18 5 96,32 ± 1,65
19 21 95,96 ± 3,53
20 14 97,11 ± 2,38
21 9 96,67 ± 3,00
22 8 95,32 ± 2,92
BAB 5
PEMBAHASAN
Data hasil pengukuran jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan
pasif serta perhitungan Opening Ratio dianalisa menggunakan uji T tidak
berpasangan dan uji Oneway Anova. Uji T tidak berpasangan digunakan untuk
mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan
pasif serta Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan, sedangkan uji Oneway
Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan
mulut maksimal aktif dan pasif serta Opening Ratio antar kelompok umur. Untuk uji
statistik yang dilakukan, tingkat signifikan yang diinginkan adalah p<0,05.
5.1 Jarak Interinsisal Pembukaan Mulut Maksimal Aktif dan Pasif
Hasil penelitian ini (tabel 7) menunjukkan bahwa jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 44,52 ± 7,27 mm dan pada
perempuan adalah 38,13 ± 4,16 mm. Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif baik pada laki-laki maupun perempuan pada penelitian ini lebih kecil
dibandingkan dengan hasil penelitian Casanova-Rosado (2012) pada kelompok umur
14-24 tahun di Meksiko yang menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan
mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 48,17 ± 7,86 mm dan pada perempuan
adalah 44,90 ± 6,40 mm,7 demikian juga bila dibandingkan dengan penelitian Sohail
(2011) pada kelompok umur 19-24 tahun di Uni Emirat Arab yang menunjukkan
bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif pada laki-laki adalah 59,74
± 5,26 mm dan pada perempuan adalah 46,50 ± 3,32 mm.1
Pada penelitian ini (tabel 7), jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
pasif laki-laki adalah 46,28 ± 6,79 mm dan pada perempuan adalah 39,59 ± 4,62
mm. Hasil penelitian ini lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif pada
laki-laki adalah 58,1 ± 0,5 mm dan pada perempuan 57,5 ± 0,5 mm,9 demikian juga bila
dibandingkan dengan penelitian Casanova-Rosado (2012) pada kelompok umur
14-24 tahun di Meksiko yang menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal pasif
pada laki-laki adalah 51,00 ± 7,15 mm dan pada perempuan adalah 47,83 ± 5,49
mm.7
Beberapa penelitian melaporkan bahwa tinggi badan merupakan faktor yang
signifikan yang mempengaruhi pembukaan mulut sehingga mengakibatkan perbedaan
nilai pembukaan mulut maksimal pada populasi yang berbeda.3 Populasi dengan
rerata tinggi badan yang lebih rendah cenderung memiliki nilai pembukaan mulut
maksimal yang lebih kecil bila dibandingkan dengan populasi yang memiliki rerata
tinggi badan yang lebih tinggi. Rerata tinggi badan pria Indonesia adalah 158 cm dan
untuk wanita adalah 147 cm. Rerata tinggi badan pria dan wanita Indonesia lebih
rendah bila dibandingkan dengan rerata tinggi badan pria (172 cm) dan wanita (160
cm) Meksiko, juga lebih rendah bila dibandingkan dengan tinggi badan pria (176,3
cm) dan wanita (172 cm) Amerika.28 Hal ini menjelaskan alasan rerata pembukaan
mulut maksimal pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rerata
pembukaan mulut maksimal pada populasi Meksiko dan Amerika.
Hasil analisis uji statistik T tidak berpasangan terhadap jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif suku Batak kelompok umur 17-22 tahun
(tabel 7) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan (p<0,05).
Dengan demikian, H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif antara laki-laki dan perempuan dimana
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki lebih
besar secara signifikan daripada perempuan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pembukaan mulut maksimal pada
laki-laki lebih besar daripada perempuan.1-3,6,7 Sawair, dkk (2010) menduga
perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan perempuan terjadi
engsel ke insisivus bawah, berkorelasi positif dengan pembukaan mulut maksimal.
Semakin panjang mandibula, semakin besar sendi engsel dapat berotasi sehingga
pembukaan mulut maksimal semakin besar.6 Casanova-Rosado, dkk (2012)
menyatakan bahwa perbedaan lebar pembukaan mulut maksimal antara laki-laki dan
perempuan dipengaruhi oleh ukuran fisik, dimana laki-laki umumnya lebih besar
daripada perempuan, sehingga struktur tulang kepala dan wajah pada laki-laki lebih
besar daripada perempuan.7
Hasi analisis uji T tidak berpasangan terhadap perbedaan antara jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada laki-laki dan perempuan
(tabel 8) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif baik pada laki-laki maupun
perempuan (p>0,05). Dengan demikian, H0 diterima. Hal ini berarti jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif memiliki ukuran dalam batasan yang
sama baik pada laki-laki maupun perempuan. Tidak adanya perbedaan antara jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif pada penelitian ini
dikarenakan semua sampel dianggap normal sesuai dengan kriteria inklusi yaitu gigi
geligi yang lengkap (I1-M2), oklusi Klas I Angle, tidak mengalami pergeseran
midline, tidak mengalami atrisi, erosi, fraktur dan tambalan pada gigi insisvus
sentralis maksila dan mandibula, serta tidak ada keluhan rasa sakit, bunyi, atau
keterbatasan pembukaan mulut saat membuka atau menutup mulut.
Hasil analisis uji Oneway Anova terhadap jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal suku Batak kelompok umur 17-22 tahun (tabel 9) menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan jarak interinsisal pembukaan mulut
maksimal aktif dan pasif antar tiap kelompok umur 17-22 tahun (p>0,05). Dengan
demikian, H0 diterima. Hal ini berarti jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
aktif dan pasif kelompok umur 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 tahun memiliki ukuran
dalam batasan yang sama. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Casanova-Rosado pada kelompok umur 14-24 tahun di Meksiko (2011) yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut
Pertumbuhan mandibula berakhir pada umur sekitar 15 tahun untuk wanita dan
sekitar 17 tahun untuk pria.22 Oleh karena itu pada kelompok umur 17-22 tahun tidak
terjadi lagi pertambahan panjang mandibula yang dapat mengakibatkan perbedaan
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal.
5.2 Opening Ratio
Hasil penelitian (tabel 10) mengenai Opening Ratio berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa Opening Ratio pada laki-laki yaitu 96,00 ± 3,16 dan pada
perempuan yaitu 96,45 ± 2,67. Nilai Opening Ratio pada penelitian ini lebih tinggi
daripada hasil penelitian Al-Tuhafi (2005) yang menunjukkan bahwa rerata Opening
Ratio pada laki-laki adalah 92,11 ± 3,21 dan pada perempuan adalah 91,52 ± 1,95
untuk kelompok umur 10-19 tahun sedangkan untuk kelompok umur 20-29 tahun
nilai Opening Ratio untuk laki-laki adalah 90,91 ± 5,64 dan perempuan 90,80 ± 1,41.5
Opening Ratio adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan antara jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.5 Perbedaan jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal baik aktif maupun pasif akan mengakibatkan perbedaan
Opening Ratio. Perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pada
berbagai penelitian diakibatkan oleh perbedaan latar belakang ras.7,11 Perbedaan ras
bermanifestasi pada perbedaan ukuran dan bentuk anatomis struktur fasial.7 Ingervall
(1971) (dikutip dari Fukui, 2002) menyatakan 25-40 persen variasi jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal antar individu dapat dijelaskan oleh variasi morfologi
fasial. Jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal berkorelasi positif dengan
panjang mandibula dan basis kranial anterior, tetapi berkorelasi negatif dengan
inklinasi ramus.14 Pada penelitian ini tidak dilakukan penelitian mengenai panjang
mandibula sehingga tidak diketahui korelasi antara panjang mandibula dan jarak
interinsisal pembukaan mulut maksimal. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai panjang mandibula, khususnya pada suku Batak, dalam hubungannya
dengan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal.
Hasil uji T tidak berpasangan terhadap Opening Ratio suku Batak kelompok
signifikan Opening Ratio antara laki-laki dan perempuan (p>0,05). Demikian juga
hasil uji Oneway Anova (tabel 11) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan Opening Ratio antar tiap kelompok umur 19-25 tahun (p>0,05). Dengan
demikian, H0 diterima. Hal ini berarti Opening Ratio laki-laki dan perempuan pada
masing-masing kelompok umur memiliki ukuran dalam batasan yang sama
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Al-Tuhafi (2005) yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata Opening Ratio yang signifikan
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur.5 Opening Ratio merupakan
perbandingan antara jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif dan pasif.
Pada penelitian ini, selisih rata-rata jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal
pasif dan aktif pada laki-laki (1,76 mm) tidak jauh berbeda dengan selisih rata-rata
jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal pasif dan aktif pada perempuan (1,46
mm). Hal ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan Opening Ratio antara laki-laki
dan perempuan. Demikian juga dengan selisih rata-rata jarak interinsisal pembukaan
mulut maksimal pasif dan aktif pada kelompok umur 17 tahun (2,2 mm), kelompok
umur 18 tahun (1,7 mm), kelompok umur 19 tahun (1,65 mm), kelompok umur 20
tahun (1,21 mm), kelompok umur 21 tahun (1,35 mm) dan kelompok umur 22 tahun
(2,03 mm) yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain, sehingga tidak terdapat
adanya perbedaan Opening Ratio antar kelompok umur.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dimana jarak interinsisal
pembukaan mulut maksimal aktif maupun pasif pada laki-laki lebih besar daripada
perempuan, namun tidak ada perbedaan Opening Ratio yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan suku Batak kelompok umur 17-22 tahun.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian
terhadap suku Batak kelompok umur 17-22 tahun dapat disimpulkan bahwa:
1. Adanya perbedaan jarak interinsisal pembukaan mulut maksimal aktif
maupun pasif yang lebih besar secara signifikan pada laki-laki daripada perempuan
pada p<0,05.
2. Tidak adanya perbedaan Opening Ratio yang signifikan antara laki-laki
dan perempuan pada p<0,05.
6.2Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan hal-hal
berikut:
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jarak interinsisal pembukaan
mulut maksimal menggunakan instrumen opto-elektrik untuk melihat hubungan
panjang mandibula dengan pembukaan mulut maksimal pada suku Batak yang ada di
Medan.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jarak interinsisal pembukaan