• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Usia Sekolah di SDN 054936 Wonorejo Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Anak Usia Sekolah di SDN 054936 Wonorejo Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Tahun 2013"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku adalah hasil dari segala macam pengalaman dan interakasi manusia dengan lingkungannya. Menurut Benjamin Bloom (dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2007), ranah perilaku terbagi dalam 3 domain yaitu pengetahuan ,sikap, dan tindakan.

Perilaku merupakan pencerminan dari berbagai unsur kejiwaan yang mencakup hasrat, sikap, reaksi, rasa takut, dan sebagainya. Perilaku manusia dipengaruhi faktor-faktor yang ada dalam diri manusia atau unsur kejiwaannya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang berperan serta mengembangkan perilaku manusia, baik berupa lingkungan fisik alamiah yakni lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sosial atau budaya yaitu social ekonomi, sarana dan prasarana sosial, pendidikan, tradisi, kepercayaan dan agama.

Perilaku dibentuk dari pengetahuan (ranah kognitif). Individu mengetahui rangsangan berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek yang diketahuinya tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui sepenuhnya akan timbul tanggapan lebih jauh dalam bentuk tindakan.Makin tinggi umur anak, tingkah lakunya semakin terorganisasi dan mempunyai tujuan (tingkah laku bermotif).

(2)

adalah kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek dan mempunyai tingkat intensitas yang kuat dan lemah. Sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan.

Perilaku baru diperoleh seseorang melalui proses yang berurutan yaitu kesadaran akan adanya stimulus atau objek , merasa tertarik terhadap stimulus atau objek, dan timbul sikap. Kemudian menimbang stimulus untuk melihat kegunaan bagi dirinya, setelah memlalui berbagai usaha bila dirasakan memberi manfaat maka akan diteruskan sebagai proses adopsi perilaku baru.

2.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman dan interakasi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap,dan tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005)

(3)

yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling factor), dan faktor yang mendorong (reinforcing factor).

2.2.1. Cakupan perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, serta lingkungan. Secara lebih terinci, perilaku kesehatan mencakup :

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit.

Yaitu bagaimana seseorang berespons baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit, dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan si luar dirinya maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini sesuai dengan tingkat pencegahan penyakit, yakni:

a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

(health promotion behaviour) misalnya makan makanan yang banyak mengandung air dan serat untuk membersihkan sisa makanan pada gigi, minum susu yang mengandung kalsium untuk kekuatan gigi

b. Perilaku pencegahan penyakit (health preventif behaviour) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit misalnya pemeriksaan gigi tiap 6 bulan sekali untuk mengetahui kondisi gigi ataupun penyakit gigi dan mulut yang mungkin ada

(4)

mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern (puskesmas, dokter gigi, dll) maupun ke fasilitas kesehatan tradisional (dukun dan sebagainya)

d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan ( health rehabilitation behaviour) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit misalnya mematuhui anjuran dokter dan sebagainya

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya yang terwujud dalam pengetahuan, sikap dan penggunaan fasilitas , petugas, dan obat-obatan

3. Perilaku terhadap makanan (nutririon behaviour) yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi) sehubungan dengan kebutuhan tubuh kita 4. Perlaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour) adalah

respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri.(Notoatmodjo, 2007)

(5)

a. Perilaku kesehatan (health behaviour) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan untuk mencegah penyakit.

b. Perilaku sakit (the sick role behaviour) yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk juga kemampuan untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha mencegah penyakit.

c. Perilaku peran sakit *(the sick role behaviour) yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini berpengaruh tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga berpengaruh pada orang disekitarnya. (Notoatmodjo,2007)

Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan konsep sehat, sakit, dan penyakit. Bentuk operasional perilaku kesehatan : 1. Perilaku dalam wujud pengetahuan yakni dengan mengetahui rangsangan dari

luar yang berupa konsep sehat, sakit, dan penyakit.

2. Perilaku dalam wujud sikap yakni tanggapan batin terhadap rangsangan dari luar yang dipengaruhi faktor lingkungan

(6)

Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup (covert behavior), sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan, bersifat terbuka (over behavior).

2.2.2. Perilaku ibu

Penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak berperilaku kesehatan antar lain:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal references) merupakan faktorpenguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikappositif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Rumusan Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah : B = f (TF, PR, R, C)

B = perilaku (behavior) f = fungsi (function)

(7)

PR = kesukaan pribadi (personal reference) R = sumber daya (resources)

C = budaya (culture)

Perilaku kesehatan terbentuk dari tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi yang terdiri atas pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, umur, pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi keluarga

2. Faktor pendukung yang terdiri dari lingkungan fisik yakni tersedianya sarana dan prasarana kesehatan serta program kesehatan

3. Faktor pendorong terdiri atas sikap dan perbuatan petugas kesehatan atau orang lain yang menjadi panutan

Menurut Davies (1984), perilaku anak sangat dipengaruhi oleh perilaku ibunya. Ibu berperan dalam menentukan perilaku anak. Para ahli menyatakan tingginya penyakit gigi pada anak SD sangat dipengaruhi oleh orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan karena ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap ibu. Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi baik, maka status kesehatan gigi dan mulut anaknya juga akan baik (Ambarwati, 2010)

(8)

2.3. Perilaku Kesehatan Gigi

Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya.

2.3.1. Pengetahuan Kesehatan Gigi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan memiliki 6 (enam) tingkatan: 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam mengingat kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ´tahu´ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu dilihat dari kemampuan seseorang untuk menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan sebagainya. Contoh mengingat kembali fungsi gigi selain untuk mengunyah adalah untuk berbicara dan estetika.

2. Memahami (Comprehension)

(9)

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. Contohnya, mampu menjelaskan tanda-tanda radang gusi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. Contohnnya memilih sikat gigi yang benar untuk menyikat gigi.

4. Analisis (Analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. Contohnya mampu menjabarkan jenis gigi dan fungsinya.

5. Sintesis (Synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, merencanakan,meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. Contohnya usaha mencegah penyakit gigi.

(10)

Evaluasi ini diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi ataupenilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkansuatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Contohnya mampu menilai kondisi gusi anaknya pada saat tertentu.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat,kondisi fisik.

2. Faktor eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana. 3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran.

2.3.2. Sikap Mengenai Kesehatan Gigi

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifa temosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atauaktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid dkk, 2007).

Sikap menentukan jenis tingkah laku dalam hubungannya dengan rangsanganyang relevan, individu lain atau fenomena-fenomena. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal tapi tidak semua faktor internal adalah sikap.

Sikap mengenai kesehatan gigi terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :

(11)

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional. Misalnya pengalaman bahwa gigi berlubang yang ditambal mmasih menimbulkan sakit, namun bila dicabut tidak ada keluhan, membuat seseorang menolak menambal gigi tapi ingin mencabut gigi langsung.

3. Kecenderungan untuk bertindak. Contohnya seorang ibu yang tahu gudi berdarah akibat kekurangan vitamin C, maka akan berupaya agar anaknya terpenuhi kebutuhan vitamin C

Seperti halnya pengetahuan, sikap memiliki berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Contohnya, ibu diminta memperhatikan cara mengajari anak menggosok gigi yang benar sehingga ibu-ibu mau menerimanya.

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. Contohnya, ibu yang telah diberi pendidikan mengenai menggosok gigi anak , jika ditanya akan menjawab bagaimana mengajari menggosok gigi anak dengan benar.

(12)

4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Contohnya, berobat ke dokter gigi meskipun mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding jika pergi berobat ke Puskesmas atau dukun gigi (Notoatmodjo, 2007)

2.3.3.. Tindakan Mengenai Kesehatan Gigi

Diperlukan faktor pendukung agar sikap dapat menjadi suatu tindakan. Faktor tersebut antara lain adalah adanya sarana dan prasarana. Tindakan mempunyai empat tingkatan yaitu :

1. Persepsi, merupakan tindakan tingkat pertama yaitu memilih dan mengenal objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Contohnya memilih sikat gigi yang benar baik bentuk, besar, dan jenis bulu sikat untuk menggosok gigi.

2. Respons terpimpin adalah mampu melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar sebagaimana contoh yang diberikan. Contohnya, mendidik cara menggosok gigi anak dan anak nantinya mampu melakukan sesuai contoh yang diberi.

3. Mekanisme adalah bila seseorang mampu melaksanakan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah merupakan kebiasaan. Contohnya, anak umur lima tahun mampu menggosok gigi dengan benar dan tepat waktu dua kali sehari. 4. Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudh berkembang dengan baik.

(13)

2.4. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara pasien dengan petugas kesehatan atau hal-hal lain yang disediakan oleh pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan pasien (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005).

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999).

Menurut WHO (1984) dalam Juanita (1998) menyebutkan bahwa faktor perilaku yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah:

1. Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling)

Berupa pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek, dalam hal ini obyek kesehatan.

2. Orang Penting sebagai Referensi (Personal Referensi)

Seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan kesehatan. 3. Sumber-Sumber Daya (Resources)

(14)

dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan negatif.

4. Kebudayaan (Culture)

Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan konsep sehat sakit.

2.4.1. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Azwar (1999) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas, yakni :

1. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan

Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat (acceptable) serta berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan.

2. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat

Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar (appropriate) dan dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat. Artinya pelayanan kesehatan tersebut dapat mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan yang baik.

(15)

Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak sudut lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Jangkauan fasilitas pembantu untuk menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat pengguna di masa lalu dan kecenderungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa akan datang.

4. Terjangkau

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang terjangkau (affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.

5. Mutu

Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.5. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut 2..5.1. Tingkat Pelayanan Kesehatan Gigi

(16)

Pada tingkat ini, pendidikan kesehatan gigi diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi, misalnya dengan memilih makanan yang menyehatkan gigi , mengatur pola makan yang mengandung gula.

2. Perlindungan Khusus (Specific Protection)

Meliputi pembersihan karang gigi, menyikat gigi segera setelah makan, topical aplikasi, flouridasi air minum, dan sebagainya.

3. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment) Yakni pemeriksaan gigi dengan sinar X, penambalan gigi karies, penambalan fissure yang terlalu dalam dan sebagainya.

4. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)

Merupakan tindakan pengobatan penyakit yang parah. Misalnya pulp capping, pengobatan saraf, pencabutan gigi dan sebagainya.

5. Rehabilitasi (Rehabilitation)

Yaitu upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya misalnya pembuatan gigi tiruan.

(17)

2.5.2. Upaya Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas merupakan upaya pelayanan kesehatan meliputi:

1. Pembinaan/pengembangan kemampuan peran serta masyarakat dalam upaya pemeliharaan diri dalam program Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) 2. Pelayanan asuhan pada kelompok rentan meliputi anak sekolah, kelompok ibu

hamil, menyusui dan anak pra sekolah

3. Pelayanan medik gigi dasar, di Puskesmas dilaksanakan terhadap masyarakat baik yang datang mencari pengobatan maupun yang dirujuk oleh BPG (Balai Pengobatan Gigi).

Sebagai pusat pengembangan kesehatan, pembinaan peran serta masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat, Puskesmas harus melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Mendorong masyarakat untuk mengenal masalah kesehatan

2. Memberi petunjuk kepada masyarakat tentang cara memanfaatkan sumber daya setempat yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna

3. Memberikan bantuan yang bersifat teknis, bahan-bahan serta rujukan kepada masyarakat

4. Mengadakan kerja sama dengan sektor lain yang terkait

(18)

2.5.3. Tujuan Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas

Tujuan pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas antara lain:

1. Meningkatkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat dalam kemampuan pelihara diri di bidang kesehatan gigi dan mulut dan mampu mencapai pengobatan sedini mungkin dengan jalan memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

2. Menurunkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang masih banyak diderita masyarakat (karies dan penyakit periodontal) dengan upaya perlindungan khusus tanpa mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan terutama pada kelompok yang rentan terhadap karies

3. Terhindarnya dan berkurangnya gangguan fungsi kunyah akibat kerusakan gigi. Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi di Puskesmas merupakan upaya kesehatan yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu , merata dan meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan, yang ditujukan kepada semua golongan umur maupun jenis kelamin, kegiatan ini dapat dilakukan di dalam gedung Puskesmas (UKGS dan UKGM), dengan menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas, guna mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

2.5.4. Model Pelayanan Puskesmas

(19)

berlapis adalah untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh dengan tingkat-tingkat pelayanan yang dikaitkan dengan sumber daya yang ada di masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan. Institusi pelayanan harus dapat menyediakan pelayanan darurat dasar yang tersebar seluas mungkin dengan melibatkan tenaga kader kesehatan dan tenaga kesehatan lainnya.

1. Pelayanan lapis pertama (Basic Emergency Care) yaitu pelayanan darurat dasar yang harus dapat melayani siapa saja dan dimana saja. Upaya mengurangi rasa sakit gigi dapat diberikan oleh kader kesehatan atau oleh petugas kesehatan misalnya bidan desa.

2. Pelayanan lapis kedua (Preventif Care) yaitu pelayanan yang bersifat pencegahan. Ditujukan pada komunitas, kelompok, dan perorangan.

3. Pelayanan lapis ketiga (Self Care) yaitu pelayanan pelihara diri yang dapat dilakukan perorangan dalam masyarakat. Misalnya pemeriksaan diri sendiri dan menghindari kebiasaan yang tidak baik untuk kesehatan gigi dan mulut. Pelayanan ini dapat dilakukan oleh semua lapisan masyarakat baik tenaga kesehatan maupun non tenaga kesehatan.

(20)

2.5.5. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas

Pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas dilaksanakan melalui :

1. Pelayanan kesehatan gigi pada masyarakat/keluarga

Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM) adalah suatu pendekatan edukatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan gigi, dengan mengintegrasikan upaya promotif, preventif kesehatan gigi pada berbagai upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat dan berlandaskan pendekatan Primary Health Care (Posyandu, Polindes, dll)

2. Pelayanan kesehatan gigi anak usia sekolah

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah bagian integral dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara terencana pada para siswa terutama pada siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dalam kurun waktu tertentu, diselenggarakan secara berkesinambungan melalui paket UKS.

Program pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas antara lain: 1. Pelayanan kesehatan di dalam gedung

Berupa poliklinik gigi (pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut , promotif, preventif, kuratif)

2. Pelayanan kesehatan di luar gedung

(21)

b.Posyandu plus pelayanan gigi, penyuluhan dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut untuk balita

c.Integritas : Puskesmas keliling, Puskesmas Pembantu, Bakti Sosial

2.5.6. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS)

Usaha kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) merupakan pendidikan kesehatan gigi dan mulut yang terpadu, secara lintas program dan lintas sektor yang ditujukan untuk masyarakat sekolah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan serta membentuk perilaku hidup sehat terutama kesehatan gigi dan mulut. UKGS merupakan bagian integral dari UKS.

Tujuan UKGS :

1. Memberi pengertian pada siswa tentang pentingnya memelihara kesehatan gigi dan mulut melalui penyuluhan

2. Menginformasikan pada siswa tentang kelainan gigi dan mulut, penyebab penyakit gigi dan cara pencegahannya

3. Memberikan pelayanan kesehatan gigi bagi siswa yang memiliki permasalahan gigi dan mulut

4. Memberikan rujukan dan perawatan selanjutnya untuk gigi yang tidak dapat ditindak lanjuti saat itu

Pentahapan program UKGS

1. Paket minimal UKS yaitu UKGS Tahap 1

(22)

2. Paket standar UKS yaitu UKGS Tahap II

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga kesehatan sedangkan fasilitas kesehatan gigi Puskesmas masih terbatas.

3. Paket optimal UKS yaitu UKGS Tahap III

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi murid SD yang sudah terjangkau oleh tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan gigi yang dimiliki Puskesmas sudah memadai.

Cakupan pelaksanaan program UKGS

Dalam ketentuan Depkes RI tahun 2000 juga dijelaskan bahwa : − Frekuensi pembinaan petugas UKGS ke SD minimal 2 kali per tahun

− Minimal 75% murid SD mendapatkan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut

− Minimal 80% murid SD mendapat perawatan medis gigi dasar, dari seluruh murid

SD yang telah terjaring untuk mendapat perawatan lanjutan Pelaksana program UKGS

Menurut Depkes RI (1996) program UKGS di Puskesmas dilaksanakan dalam bentuk tim. Adapun kegiatan tim melibatkan dokter gigi, perawat gigi dan petugas UKGS.

(23)

terkena penyakit tapi tidak merasakan sakit (disease but no illness) tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka terkena penyakit dan juga merasakan sakit, maka timbul bermacam-macam tingkah laku dan usaha.

Berbagai tingkah laku dan usaha yang dilakukan untuk mengatasi sakit tersebut adalah sebagai berikut : (Soekidjo,1993)

1) Tidak bertindak (no action) . Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan/kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa-apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati penyakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas didalam kehidupannya.

2) Bertindak mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan-alasan yang sama seperti di atas. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lalu usaha-usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.

3) Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Untuk masyarakat pedesaan khususnya pengobatan tradisional ini masih

(24)

4) Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikatagorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas dan rumah sakit.

5) Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh praktek dokter (private medicine).

Menurut Kaiser (2003) yang mengutip pendapat Buchori, beberapa factor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain :

1. Faktor sistem pelayanan kesehatan yaitu tersedianya sarana dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan, dan hubungan antara tenaga kesehatan dengan penderita. 2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi status

social ekonomi yaitu pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

2.7. Karies gigi

Menurut Brauer dalam Rasinta Tarigan (2002), karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan dimulai dari permukaan gigi meluas ke daerah pulpa.

Karies gigi adalah suatu penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, dan infeksi (Wikipedia.com, 2007).

2.8. Landasan Teori

(25)

Menurut Green (1980) ada tiga faktor penyebab perilaku kesehatan baik individu maupun masyarakat antara lain :

1. Predisposing adalah faktor yang mendahului perilaku yang menjelaskan alasan atau motivasi untuk berperilaku yang termasuk di dalamnya adalah pengetahuan, sikap, dan kepercayaan.

2. Enabling adalah faktor pendukung yang memungkinkan keinginan untuk melaksanakan yang termasuk didalamnya adalah keterampilan perorangan dan sarana kesehatan.

3. Reinforcing adalah factor penguat yang mendorong terjadinya perubahan perilaku seseorang di bidang kesehatan. Yang termasuk di dalamnya antara lain adalah sikap petugas, tokoh masyarakat, teman sebaya dan lain-lain.

Health Education Component of Health Program Health Problem Non Behavioral Causes Enabling Factors : Availability of resources Accesibility Referrals skills Quality of Life Behavioral Causes Reinforcing Factors : Attitudes and Predisposing Factors : Knowledge Attitudes Values

Perceptions Non Health

(26)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Dari kerangka konsep di atas menjelaskan bahwa predisposing factors dalam (pengetahuan, sikap dan kepercayaan) ; enabling factors (jarak, pendapatan, dan asuransi) ; serta reinforcing factors (peran anggota keluarga) dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.

Perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah Predisposing factor

- Pengetahuan - Sikap

- Kepercayaan

Enabling factor - Jarak

- Pendapatan - Asuransi

Reinforcing factor - Peran anggota

Gambar

Gambar : PRECEDE Framework dari Green

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar inilah menjadikan peneliti selanjutnya tertarik mempergunakan variabel pemoderasi yaitu budaya tri hita karana pada pengaruh komitmen organisasi dan time

Yang dimaksud “ Kelompok Rukun Warga (KRW) “ adalah wadah pembinaan warga di lingkup jemaat untuk peningkatan dan pemerataan peran serta warga dalam mewujudkan GKJW

P301 + P312 - JIKA TERTELAN: Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan P312 - Hubungi PUSAT INFORMASI RACUN atau dokter jika merasa tidak enak badan..

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ekstrak etanol 70% daun kersen ( Muntingia calabura L.) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Berdasarkan hasil analisis gap tingkat kepuasan di atas dapat dilihat bahwa responden pengguna kelas III dan VIP belum puas terhadap pelayanan keperawatan pada seluruh

pengadukannya pada sintesis terpentin menggunakan katalis H2SO4 ini, maka akan semakin tinggi selektivitas

Sebenarnya wanita yang mempunyai riwayat bekas sesar tidak diharuskan untuk melahirkan secara sesar kembali, tetapi mereka mempunyai pilihan untuk merencanakan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Pati pada Pengolahan Surimi Ikan Tigawaja (฀ibea soldado) terhadap