• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Penggunaan Formulir Akta Jual Beli Kapling Perumahan Oleh Ppat Di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Penggunaan Formulir Akta Jual Beli Kapling Perumahan Oleh Ppat Di Kota Medan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN JUAL BELI KAPLING PERUMAHAN DENGAN MENGGUNAKAN FORMULIR AKTA JUAL BELI DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Hidup bermasyarakat mengandung arti bahwa, manusia atau setiap individu saling ketergantungan dengan manusia atau individu lainnya. Hal tersebut tercermin dari berbagai aktifitas yang dilakukan seperti tukar menukar, pinjam meminjam, jual beli terhadap barang atau jasa dan sebagainya. Semua aktifitas tersebut akan menjadi dasar lahirnya suatu perjanjian, karena adanya perikatan untuk saling mengikatkan diri satu sama lainnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Yunirwan Rijan mengutip pendapat Subekti yang menyatakan bahwa :“Dalam kehidupan sehari-hari, istilah kontrak dipakai ketika seseorang ingin menyewa rumah, tempat usaha, atau bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dalam arti lebih sempit, istilah kontrak pemakaiannya ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis”.65

Contohnya dapat dilihat pada perjanjian jual beli, perjanjian kerjasama, perjanjian pemborongan pekerjaan, perjanjian utang-piutang, dan lain sebagainya. Bila seorang kontraktor akan menerima pekerjaan merenovasi sebuah rumah maka kontraktor tersebut membuat perjanjian pemborongan pekerjaan dengan pemilik rumah. “Dalam pengertian sederhana, perjanjian/kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang sesuatu hal, baik dibuat secara tertulis atau lisan. Para

65Yunirman Rijan dan Ira Koesoemawati,Cara Mudah Membuat Surat Perjanjian/Kontrak

(2)

pihak yang membuat perjanjian/kontrak. Kini, semua perjanjian/kontrak dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud untuk memudahkan pembuktian di kemudian hari”.66 1. Perjanjian Merupakan Sumber Perikatan

Perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak merupakan sumber perikatan dan mengikat kedua belah pihak atau yang menandatanganinya sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perjanjian yang dibahas dalam penelitian ini adalah yang dimaksudkan dalam Buku III KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata ditulis mengenai rumusan tentang perikatan yaitu pada Pasal 1233 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan maupun karena undang-undang”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan itu terjadi dikarenakan oleh suatu persetujuan antara kedua belah pihak ataupun oleh beberapa pihak. “Perikatan itu dapat juga terjadi bukan atas kemauan sendiri tetapi karena dilahirkan oleh undang-undang”.67

Kata “Perikatan” (verbintenis) mempunyai arti lebih luas dari pada “Perjanjian”. Menurut R. Subekti :

Buku III BW berjudul Perihal Perikatan, perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam buku III itu diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III BW itu adalah suatu hubungan

66Ibid., hal. 5-6.

67Samuel M.P. Hutabarat,Penawaran dan Penerimaan Dalam Hukum Perjanjian, Grasindo,

(3)

hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak. Satu orang untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku II mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi objek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang memuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut menuntut, maka isi Buku III itu juga dinamakan hukum perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang atau krebitur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi, yang menurut undang-undang dapat berupa :

1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan suatu perbuatan.

3. Tidak melakukan suatu perbuatan.68

Buku III KUHPerdata tidak ada memberikan suatu defenisi dari perikatan. Namun ada beberapa ahli hukum memberikan defenisi tentang perikatan. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, “perikatan adalah hubungan yang terjadi di atara dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu”.69Sementara itu, J. Satrio menyatakan bahwa :

Mengenai istilah verbintenis terjemahannya dalam Bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan pendapat. Ada yang menggunakan istilah “perutangan”, ada yang menggunakan istilah “perikatan”, ada yang menggunakan kedua istilah tersebut bersama-sama, malahan ada yang mengusulkan istilah “perjanjian” untuk mengganti verbintenis, sekalipun diberikan arti yang luas, meliputi juga yang muncul dari hukum Adat dan segi lain lebih sempit dari verbintenis yang selama ini dikenal, karena tidak meliputi yang lahir dari undang-undang saja (uit de wet allen) dan yang lahir dari onrechtmatigedaad.70

68R. Subekti,Op.cit., hal. 122-123.

69 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku ke III Hukum Perikatan Dengan

Penjelasan, Alumni, Jakarta, 1998, hal. 1.

(4)

Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka hal tersebut memberikan kejelasan bahwa suatu perjanjian yang dibuat itu telah menimbulkan perikatan bagi pihak-pihak yang membuatnya dan hak serta kewajiban dengan sendirinya harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, seperti halnya jual beli perumahan oleh pengembang atau developer, di mana pihak pengembang atau developer menjual kapling perumahannya kepada para konsumen yang membeli kapling perumahan tersebut. Para konsumen sebagai pembeli membayar harga rumah sesuai dengan kesepakatan berdasarkan perjanjian jual beli yang telah ditandatangani oleh para pihak.

2. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Jual beli kapling perumahan yang dilakukan oleh pengembang kepada para konsumen merupakan perjanjian jual beli kapling perumahan yang menggunakan formulir akta jual beli. Formulir akta jual beli harus memuat asas-asas untuk keabsahan suatu perjanjian yang benar karena untuk pembuatan perjanjian jual beli kapling perumahan tersebut oleh pengembang harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu beberapa ahli hukum telah memberikan penjelasan-penjelasan hakikat dari suatu perjanjian dan untuk lebih mendalami hal tersebut maka di bawah ini akan dibahas asas-asas yang harus termuat dalam suatu perjanjian.

(5)

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi). Asas ini biasa disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak. Dalam Pasal 1320 ayat (1) KHUPerdata disebutkan bahwa, “para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya”. Hal ini terlihat bahwa masing-masing pihak ada kemauan secara sukarela untuk saling mengikatkan diri pada suatu kondisi yang dikehendaki bersama.

2. Asas konsensualisme. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dinyatakan dalam pasal-pasal tersebut bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan keinginannya dalam suatu perjanjian.

3. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel). Asas ini menyatakan bahwa dengan mengadakan perjanjian maka masing-masing pihak akan memegang janjinya, dengan demikian akan tumbuh atau muncul kepercayaan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga masing-masing pihak akan memberikan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati bersama.

4. Asas kekuatan mengikat. Asas ini menyatakan bahwa dalam suatu perjanjian terkandung makna asas kekuatan mengikat, karena masing-masing pihak yang berjanji terikat untuk melakukan yang telah diperjanjikan, namun tidak semata-mata terbatas pada apa yang telah diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang hal tersebut dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.

5. Asas persamaan hukum. Asas ini menyatakan bahwa masing-masing pihak mempunyai kedudukan dan persamaan derajat tanpa dibedakan satu dengan yang lainnya oleh karena perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain. Masing-masing menghormati perbedaan ini sebagai ciptaan Tuhan.

6. Asas keseimbangan. Pelaksanaan daripada perjanjian tersebut adalah menjadi kehendak dari kedua belah pihak yang berjanji. Asas ini juga merupakan kelanjutan dari asas persamaan hukum. Seorang kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut perluasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga harus memikul beban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Kedudukan kreditur yang lebih kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

(6)

pihak yang membuatnya dan oleh karenanya perjanjian tersebut mempunyai kepastian hukum.

8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan yang wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.

9. Asas kepatutan. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas ini berkaitan dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat di dalam perjanjian tersebut. Hal ini yang menjadi ukuran tentang hubungan dan rasa keadilan yang satu dengan yang lainnya.

10. Asas kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.71

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas mengenai asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian, maka jual beli kapling perumahan oleh pengembang kepada para konsumen dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli diharapkan dapat memenuhi beberapa asas tersebut.

3. Jenis-Jenis Perjanjian

Penelitian ini juga membahas mengenai jenis-jenis perjanjian pada umumnya, sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan formulir akta jual beli oleh pengembang tersebut termasuk dalam suatu jenis perjanjian yang akan

(7)

diutarakan di bawah ini. Ada beberapa jenis perjanjian dalam ruang lingkup hukum perjanjian, antara lain :

a. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Menurut Abdulkadir Muhammad “perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak”.72 Perjanjian ini merupakan kegiatan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa dan lain sebagainya. “Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya memberikan atau membebankan kewajiban kepada salah satu pihak saja tanpa diikuti penerimaan hak dan memberikan hak kepada pihak yang lainnya tanpa dikuti dengan kewajiban”.73 Perjanjian ini dapat diberikan contoh seperti : pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Dalam hal tersebut, pihak pemberi hadiah ataupun pemberi hibah diwajibkan untuk menyerahkan benda yang menjadi objek dari perikatan tersebut, sedangkan pihak lainnya berhak untuk menerima benda yang diberikan atau dihibahkan tersebut.

b. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban

“Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, dan contohnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra

(8)

prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum”.74

c. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang memiliki nama tersendiri. Dengan kata lain, bahwa perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian bernama terdiri dari :

1. Perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata Bab V – Bab XVII. Contohnya : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam pakai habis, bunga tetap, persetujuan untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung dan perdamaian;

2. Perjanjian yang diatur dalam KUHD. Contohnya : perjanjian perwalian khusus, perjanjian jual beli perniagaan, makelar, dan asuransi; dan

3. Perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang khusus. Contohnya : Perseroan Terbatas, perjanjian pengangkutan udara, Koperasi, dan Yayasan.75

Sedangkan perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tumbuh berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian tidak bernama ini tidak diatur dalam KUHPerdata, akan tetapi di dalam kehidupan sehari-hari telah sering terjadi di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas, hal ini dikarenakan perjanjian tersebut disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang akan membuat perjanjian tersebut, misalnya perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian kuasa dan sebagainya.76

74Ibid., hal. 3.

75 Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, Cetakan

Pertama, Visimedia, Jakarta, 2010, hal. 14.

(9)

d. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst) dan PerjanjianObligatoir

“Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda yang dialihkan atau diserahkan (transfer of title) kepada pihak lain”.77

Sedangkan perjanjian obligatoir berdasarkan Pasal 1314 KUHPerdata adalah perjanjian di antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Berdasarkan KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli dan untuk beralihnya hak milik bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan.78 Menurut Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian konsensuil sudah memiliki kekuatan mengikat karena telah tercapai persesuaian kehendak (ada kata sepakat) di antara kedua belah pihak dalam melakukan suatu perikatan. Sedangkan perjanjianriil berlaku atau dianggap sah apabila telah terjadi penyerahan barang (levering). Contohnya : perjanjian penitipan barang yang tercantum dalam Pasal 1694 KUHPerdata dan lain-lain.

e. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis)

Perjanjian campuran yaitu perjanjian yang mengandung dua atau lebih ketentuan-ketentuan Undang-Undang dari Perjanjian Bernama. Dengan kata lain, Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Sebagai contoh seorang pemilik rumah yang menyewakan kamar atau sebagian ruangan rumahnya (yang mana dalam hal ini tergolong dalam sewa menyewa), akan tetapi juga menyajikan makanan kepada penyewa kamar atau sebagian ruangan rumah tersebut (yang dalam hal ini tergolong dalam jual beli).79

77 Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2001, hal. 67.

78Ibid., hal. 20.

79 Anke Dwi Saputro (Editor), 100 Tahun Ikatan Notaris Indonesia : Jati Diri Notaris

(10)

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas mengenai beberapa jenis perjanjian, maka dalam penggunaan Formulir Akta Jual Beli oleh pengembang tersebut adalah termasuk dalam beberapa jenis yaitu perjanjian timbal balik, perjanjian tidak bernama, perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjianobligatoir. 4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Sebagaimana suatu perjanjian biasa, maka jual beli kapling perumahan yang menggunakan formulir akta jual beli oleh pengembang tersebut memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, perlu untuk diketahui syarat-syarat-syarat-syarat sah perjanjian pada umumnya seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata antara lain :

1. Kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri (detoestemning); 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid); 3. Suatu hal tertentu (een bepald onderwerp); dan

4. Suatu sebab yang halal (een geoorloofde oorzaak).80

Selain syarat umum yang telah disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, Munir Fuady menyebutkan bahwa dalam hukum perjanjian atau hukum kontrak ada syarat sah umum di luar Pasal 1320 KUHPerdata dan syarat sah yang khusus, sebagai berikut :

1. Syarat sah umum di luar Pasal 1320 KHUPerdata, terdiri dari : a. Syarat itikad baik.

b. Syarat sesuai dengan kebiasaan.

80Fitri Susanti, “Praktek Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta

(11)

c. Syarat sesuai dengan kepatutan.

d. Syarat sesuai dengan kepentingan umum. 2. Syarat sah yang khusus, terdiri dari :

a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu. b. Syarat akta Notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.

c. Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan Notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu.

d. Syarat dari yang berwenang.81

Adanya kata sepakat dalam suatu perjanjian, maka berarti kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan berkehendak. Bagi para pihak tidak boleh mendapat suatu tekanan yang akan mengakibatkan adanya kecacatan dalam perwujudan kehendak tersebut. Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeentemende wilsverklaring) antar parapihak. Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Dilihat dari syarat-syarat perjanjian tersebut, maka dapat dibedakan bagian dari perjanjian, antara lain yaitu:

1. Bagian inti (wanzenlijke naturalia oorde).

2. Sub bagian inti disebut esensialia adalah bagian yang merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (contructieve oordeel).

3. Bagian yang bukan inti disebutnaturalia adalah bagian yang merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual (vrijwaring).

4. Bagian aksidentialiaadalah bagian yang merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.82

Berdasarkan Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan bahwa : “semua persetujuan, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum”. Selain dari hal tersebut, Pasal 1339

81Munir Fuady, Hukum Kontrak : Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1999, hal. 33-34.

(12)

KUHPerdata juga menyebutkan bahwa : “persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan maupun secara tertulis. Jika dibuat secara tertulis, maka dapat berbentuk akta Notaris dan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan dapat berupa perjanjian baku (perjanjian standar) dan hal tersebut bersifat sebagai alat bukti jika terjadi perselisihan dikemudian harinya. Dalam Pasal 1321 KUHPerdata disebutkan bahwa : “jika di dalam suatu perjanjian terdapat kekhilafan, paksaan atau penipuan, berarti di dalam perjanjian itu terjadi cacat pada kesepakatan antar para pihak dan karena itu perjanjian tersebut dapat dibatalkan”.

(13)

Berdasarkan dari ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian yang diadakan dengan penipuan tersebut dapat dibatalkan.

Sementara mengenai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1329 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1331 KUHPerdata pada dasarnya menetapkan setiap orang cakap untuk membuat perikatan, kecuali jika Undang-Undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan setiap orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dalam keadaan pailit. Terhadap suatu hal tertentu, undang-undang menentukan benda-benda yang tidak dapat dijadikan objek dari perjanjian. Benda-benda itu adalah yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Suatu perjanjian harus mempunyai objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan benda-benda itu dapat berupa benda yang sekarang ada dan juga benda-benda yang nanti akan ada di kemudian hari. 5. Penyebab Berakhirnya Suatu Perjanjian

Sebagaimana perjanjian pada umumnya, jual beli kapling perumahan dengan menggunakan akta jual beli oleh pengembang juga memiliki ketentuan-ketentuan kapan berakhirnya atau diakhirinya perjanjian tersebut. Oleh sebab itu, di bawah ini akan dibahas mengenai berakhirnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1381 KUHPerdata, suatu perjanjian dapat berakhir atau hapus disebabkan karena, antara lain :

(14)

Pembayaran merupakan salah satu alasan yang menyebabkan hapusnya perikatan, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1382 sampai dengan Pasal 1403 Bab IV Buku III bagian I KUHPerdata. Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan bahwa :

Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan, seperti seorang yang turut berhutang atau seseorang penanggung hutang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi hutang debitor, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditor.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa KUHPerdata tidak memberikan suatu pengertian tentang pembayaran, hanya saja dari rumusan tersebut disebutkan dan dikatakan secara tegas tentang masalah pemenuhan hutang. Dengan demikian berarti yang dimaksud dengan pembayaran adalah pemenuhan kewajiban debitor kepada kreditor. Pembayaran dalam pengertian hukum perikatan bukan hanya memenuhi, menyerahkan sejumlah uang tetapi juga berupa penyerahan barang sesuai dengan perjanjian. Jadi, bukan saja pembeli membayar uang untuk pembelian tetapi penjual pun dikatan membayar jika penjual menyerahkan barang yang dijualnya.

Selain dari hal tersebut di atas, maka ada hal lain yang berhubungan dengan pembayaran yaitu mengenai tempat pembayaran. Menurut Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, tempat pembayaran terbagi dalam dua kelompok, antara lain :

1. Untuk perikatan yang lahir dari undang-undang, seluruh biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pembayaran atau pemenuhan perikatan adalah menjadi tanggungan debitor sepenuhnya.

(15)

harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam persetujuan tidak ditetapkan pada suatu tempat, maka pembayaran mengenai suatu barang yang sudah ditentukan, harus terjadi di tempat di mana barang tersebut berada sewaktu persetujuannya dibuat.83

b. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Dengan Penyimpanan Atau Penitipan

Ketentuan mengenai penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan telah diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1412 KUHPerdata. Hapusnya perikatan karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan hanya dapat terjadi terhadap perikatan untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu, baik berupa kebendaan dalam arti luas, maupun dalam bentuk uang sebagai pemenuhan hutang dalam arti yang sempit. Bahkan jika diperhatikan makna kata penitipan atau penyimpanan tersebut di atas jelas bahwa kebendaan yang dimaksud hanya meliputi kebendaan yang bergerak saja, disebabkan karena kebendaan dari penyerahan kebendaan bergerak. Di mana menurut ketentuan Pasal 612 KUHPerdata cukup dilakukan dengan penyerahan fisik dari kebendaan tersebut. Sedangkan kebendaan tidak bergerak secara esensi tidak mungkin dapat dititipkan atau disimpan untuk diserahkan kepada kreditor.

Berdasarkan uraian yang telah diutarakan di atas, maka dapat dipahami bahwa KUHPerdata tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan debitor yang beritikad

83 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Hapusnya Perikatan, Raja Grafindo Persada,

(16)

baik, yang memang bermaksud untuk memenuhi perikatannya atau melakukan pembayaran sesuai dengan kewajibannya.

c. Pembaharuan Hutang (Novasi)

Novasi atau pembaharuan hutang merupakan salah satu cara untuk mengakhiri suatu perjanjian. Novasi adalah suatu perjanjian baru dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru.84 Pasal 1413 KUHPerdata menyebutkan bahwa ada tiga cara terjadinya novasi, yaitu :

1. Novasi subjektif aktif suatu perjanjian yang bertujuan menggantikan kreditor lama dengan seorang kreditor baru.

2. Novasi subjektif pasif adalah suatu perjanjian yang bertujuan mengganti debitor lama dengan debitor baru dan membebaskan debitor lama dari kewajibannya dan biasanya juga disebut dengan alih debitor.

3. Novasi objektif yaitu suatu perjanjian antara kreditor dengan dibitor untuk memperbarui atau merubah objek ataupun isi perjanjian. Pembaruan objek perjanjian ini terjadi jika kewajiban prestasi tertentu dari debitor diganti dengan prestasi lain.

d. Perjumpaan Hutang (Kompensasi)

Kompensasi atau perjumpaan hutang dapat dilakukan dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 1427 KUHPerdata, antara lain :

1. Kedua-duanya berpokok sejumlah uang.

2. Berpokok sejumlah barang yang dapat dihabiskan. Maksud dari barang yang dapat dihabiskan adalah barang yang dapat diganti.

3. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.

(17)

debitor menyerahkan jaminannya kepada kreditor/bank dan bank menghapuskan hutangnya (hutang dinyatakan lunas) dan kompensasi ini disebut jugaset off”.85

e. Pencampuran Hutang

Pasal 1436 KUHPerdata menjelaskan makna percampuran hutang dengan rumusan sebagai berikut, “apabila kedudukan-kedudukan sebagai orang yang berpiutang dan orang berhutang berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran hutang, dengan mana piutang dihapuskan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa hanya satu hutang, kewajiban atau perikatan yang saling meniadakan karena berkumpulnya hutang dan piutang pada satu pihak.

Berbeda halnya dengan kompensasi yang di dalamnya terkait sekurang-kurangnya dua hutang yang saling timbal balik. Menurut Pasal 1437 KUHPerdata, konsekuensi dari adanya percampuran hutang tersebut adalah :

“Percampuran hutang yang terjadi pada dirinya si berhutang utama, berlaku juga untuk keuntungan para penanggung hutangnya. Percampuran yang terjadi pada dirinya si penanggung hutang, tak sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok. Percampuran yang terjadi pada dirinya salah satu dari orang-orang yang berhutang secara tanggung-menanggung sehingga melebihi bagiannya dalam hutang yang ia sendiri menjadi orang berhutang”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menjadi lebih jelas lagi bahwa meskipun perikatan pokok (yang bersifat tanggung-menanggung pasif) telah hapus karena terjadinya percampuran hutang, namun para debitor yang secara tanggung-menanggung bertanggung-jawab atas hutang yang telah dipercampurkan (tidak

(18)

dibebaskan dari kewajibannya yang terkait secara tanggung-menanggung pasif) untuk memenuhi bagian hutang atau kewajiban masing-masing terhadap debitor (dalam perikatan tanggung-menanggung pasif) karena percampuran hutangnya telah dianggap memenuhi kewajiban yang bersifat tanggung-menanggung pasif.

f. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum yang dilakukan kreditor dengan menyatakan secara tegas tidak menuntut lagi pembayaran hutang dari debitor. Hal ini berarti bahwa kreditor melepaskan haknya dan tidak menghendaki lagi pemenuhan perjanjian yang diadakan, dengan begitu debitor dibebaskan dari prestasi yang sebenarnya harus dilakukan. Secara tegas berarti bahwa kreditor memberitahukan secara lisan atau tulisan kepada debitor bahwa kreditor membebaskan kepada debitor untuk tidak membayar lagi hutangnya.86

Ketentuan Pasal 1442 KUHPerdata menyatakan bahwa :

“Pembebasan suatu hutang atau penglepasan menurut persetujuan, yang diberikan kepada si berhutang utama, membebaskan para penanggung hutang. Pembebasan yang diberikan kepada si penanggung hutang tidak membebaskan si berhutang utama. Pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung hutang tidak membebaskan para penanggung lainnya”.

Berdasarkan pernyataan dari Sutarno tentang pembebasan hutang dan ketentuan dari Pasal 1442 KUHPerdata tentang pembebasan hutang, maka secara langsung tidak berkaitan dengan jual beli kapling perumahan dengan menggunakan formulir akta jual beli oleh pengembang karena biasanya pembayaran dilakukan secara tunai, akan tetapi secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan jual beli kapling perumahan oleh pengembang jika dilakukan melalui Kredit Pemilikan Rumah (selanjutnya disebut KPR).

(19)

Hal ini dapat terjadi jika pihak konsumen yang ingin memiliki perumahan melalui KPR, maka pihak konsumen yang berhutang dalam melakukan pembayaran kredit pemilikan perumahan kepada pihak pengembang atau pihak bank, maka dapat dikatakan bahwa pihak pengembang atau bank sebagai kreditor dan pihak konsumen sebagai debitor. Pihak pengembang atau Bank selaku kreditor harus secara tegas menyatakan tidak akan menuntut pembayaran kredit yang terhutang dari pihak konsumen dan pihak konsumen pun akan menggunakan perumahan tersebut tanpa adanya gangguan akan mendapat tuntutan dari pihak pengembang maupun pihak bank selaku kreditor.87

g. Musnahnya Barang yang Terhutang

Mengenai musnahnya barang yang terhutang adalah jika barang yang menjadi objek perjanjian musnah, hilang, tidak dapat lagi diperdagangkan, sehingga barang tersebut tidak diketahui lagi apakah masih ada atau tidak maka perjanjian menjadi hapus, dengan syarat musnahnya barang atau hilangnya barang bukan disebabkan oleh debitor dan sebelum debitor lalai menyerahkan barangnya kepada kreditor. Seandainya debitor lalai menyerahkan barang dan debitor dibebaskan dari pemenuhan prestasi jika debitor dapat membuktikan musnahnya barang atau hilangnya barang tersebut disebabkan kejadian di luar kekuasaannya atau disebabkan overmacht. Apabila barang yang menjadi objek dari perjanjian tersebut telah diasuransikan (memiliki hak asuransi atas barang yang musnah/hilang tersebut), maka debitor diwajibkan untuk menyerahkannya kepada kreditor.88

Berdasarkan pernyataan tersebut mengenai musnahnya barang yang terhutang, maka secara langsung ada hubungannya dengan jual beli perumahan oleh pengembang kepada konsumen, dimana menurut hasil wawancara dengan pihak pengembang, jika rumah tersebut telah dibayar lunas oleh pihak konsumen sementara pihak pengembang belum menyerahkan rumah tersebut kepada pihak konsumen, maka pihak pengembang diwajibkan untuk mengganti rumah tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian.89

h. Pembatalan atau Kebatalan

87Ibid., hal. 89. 88Ibid., hal. 90.

89 Wawancara dengan Anton Wijaya selaku Staf Legal PT. Bangun Indah Makmur Abadi,

(20)

Suatu perjanjian dapat dibatalkan ataupun batal jika tidak memenuhi ketentuan, antara lain :

1. Tidak dipenuhinya syarat subjektif yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila syarat subjektif ini dipenuhi, maka perjanjian tersebut tidak dapat dibatalkan, artinya para pihak tidak melakukan pembatalan atas perjanjian tersebut maka perjanjian tersebut adalah sah dan mengikat serta berlaku bagi para pihak.

2. Tidak dipenuhinya syarat objektif yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut dengan sendirinya batal demi hukum, artinya perjanjian tersebut dianggap dari semula tidak pernah ada, dengan begitu tidak ada perjanjian yang dihapus.

Suatu perjanjian dapat juga dibatalkan oleh salah satu pihak bila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi walaupun telah terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif (hal ini sesuai dengan Pasal 1266 KUHPerdata). “Hakim berkuasa untuk membatalkan suatu perjanjian jika isi perjanjian membebankan kewajiban yang tidak seimbang atau membebankan kewajiban yang lebih besar kepada salah satu pihak dan memberikan keuntungan di pihak lainnya yang disebabkan karena kebodohan, kurang pengalaman atau dalam keadaan memaksa dari salah satu pihak”.90

(21)

i. Berlakunya Suatu Syarat Batal

Sesuai denga bunyi Pasal 1265 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan”. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.

j. Lewatnya Waktu (daluarsa)

Lewatnya waktu (daluwarsa) akan memberikan dua pengertian, yaitu :

1. “Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan undang-undang.

2. Memberikan kepada seseorang untuk memperoleh sesuatu hak setelah lewat jangka waktu tertentu sesuai dengan yang dtetapkan undang-undang”.91

“Selain dari hal tersebut di atas daluwarsa yang menyebabkan seseorang dibebaskan dari kewajibannya dalam perjanjian disebut juga dengan daluarsa extinctive, sedangkan daluwarsa yang menyebabkan seseorang memperoleh suatu hak atas suatu barang disebut dengan daluwarsaacquisitive”.92

B. Proses Jual Beli Kapling Perumahan Oleh Pengembang Dengan Menggunakan Formulir Akta Jual Beli PPAT di Kota Medan

Setiap manusia membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal baik untuk tempat berteduh dari panasnya matahari dan hujan, tempat untuk tidur, tempat untuk

(22)

berkumpul bersama keluarga dan lain sebagainya. Disisi lain hal-hal tersebut dilihat sebagian orang atau pihak pengembang (developer) merupakan suatu peluang untuk melakukan kegiatan usaha yang memberikan keuntungan bagi dirinya, namun juga memberikan keuntungan bagi pihak-pihak lain yang sedang membutuhkan rumah sebagai pemenuhan kebutuhan hidupnya.93

Pihak pengembang dalam menawarkan produk perumahannya kepada konsumen dengan berbagai macam cara seperti melalui pemasaran dengan menggunakan selebaran yang diberikan dari rumah ke rumah, melalui pemasangan iklan pada billboard di perempatan jalan ataupun di pinggir jalan, pemasangan iklan pada media cetak seperti di koran ataupun majalah, pemasangan iklan pada media elektronik seperti di radio ataupun televisi dan sebagainya.94

Pemasaran perumahan oleh pihak pengembang kepada konsumen tersebut menawarkan berbagai macam fasilitas perumahan yang dimiliki seperti spesifikasi teknis dari bangunan, tipe bangunan, pengamanan perumahan (security), kapasitas penerangan setiap rumah (listrik), penerangan jalan pada perumahan, air bersih setiap rumah, alas hak atas tanah setiap tipe rumah/bangunan pada perumahan, dan lain sebagainya.95 Selain fasilitas perumahan yang ditawarkan oleh pihak pengembang kepada pihak konsumen, pihak pengembang juga menawarkan cara bagaimana untuk mendapatkan atau memiliki perumahan tersebut seperti dengan cara melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada bank-bank yang telah ditunjuk oleh pihak pengembang atau KPR yang langsung kepada pihak pengembang ataupun pembelian secara langsung tunai oleh pihak konsumen dari pihak pengembang.96

1. Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Oleh Pengembang Terhadap Konsumen

Pengembang memberikan kemudahan kepada pihak konsumen atau masyarakat dalam hal untuk dapat memiliki kapling perumahan dengan cara KPR melalui bank-bank yang telah ditunjuk oleh pengembang atau tanpa melalui bank atau langsung kepada pihak pengembang itu sendiri. Kemudahan yang diberikan kepada

93Hermawan Wijaya,77 Rahasia Cepat Untung Bisnis Properti, Cetakan Pertama, Pustaka

Ghratama, Yogyakarta, 2009, hal. 11.

94Budi Santoso, Profit Berlipat Dengan Investasi Tanah dan Rumah, Cetakan Kedua, Elex

Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 81-82.

(23)

konsumen untuk memiliki kapling perumahan dengan cara KPR melalui bank atau tanpa melalui bank (melalui pihak pengembang sendiri) yang harus memenuhi persyaratan kelengkapan data permohonan kredit dan persyaratan tersebut antara lain:

1. Kelengkapan Data Pribadi/Keluarga Pihak Konsumen, yaitu :

a. Fotocopy kartu identitas atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami-isteri; b. Pasphoto suami-isteri;

c. Fotocopy kartu keluarga;

d. Fotocopy surat nikah/cerai (bagi yang telah bercerai); dan e. Fotocopy buku tabungan bank.

2. Kelengkapan Data Pekerjaan/Usaha Pihak Konsumen yang terdiri atas : a. Terhadap konsumen dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau

Pegawai Swasta harus menyediakan, antara lain :

1) Fotocopy Nomor Peserta Wajib Pajak (NPWP) atau Surat Pajak Tahunan Pajak Penghasilan (SPTPPh);

2) Surat Keterangan Tempat Bekerja; 3) Slip gaji/penghasilan terakhir;

4) Fotocopy rekening koran tabungan/giro/deposito suatu bank dalam waktu 3 (tiga) bulan terakhir; dan

5) Surat Kuasa Pemotongan gaji/pensiunan.

b. Terhadap konsumen dengan status wiraswasta harus menyediakan, antara lain :

1) Fotocopy Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), NPWP Perusahaan dan izin usaha lainnya;

2) Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan/Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan dan perubahan terakhirnya;

3) Fotocopy Neraca laba-rugi/Laporan penjualan;

4) Fotocopy rekening koran tabungan/giro/deposito perusahaan dalam waktu 3 (tiga) bulan terakhir; dan

5) Daftar rekanan perusahaan/kontrak-kontrak yang telah dilakukan perusahaan.

3. Kelengkapan Data Agunan Pihak Konsumen yang melakukan KPR melalui bank, antara lain :

a. Fotocopy sertifikat tanah/bangunan dengan status Sertifikat Hak Milik/Sertifikat Hak Guna Bangunan;

(24)

d. Foto rumah yang menjadi agunan; dan

e. Bukti pembayaran rekening listrik, air dan telepon.97

Persyaratan kelengkapan data permohonan kredit di atas, maka dapat dikatakan bahwa persyaratan kelengkapan tersebut sebagai bahan dasar atau pertimbangan bagi pihak pengembang dalam memberikan KPR kepada konsumen yang ingin memiliki perumahan. Memang pada dasarnya dalam pemberian suatu kredit membutuhkan suatu keyakinan dan kepercayaan bahwa pihak konsumen (debitur) tersebut benar-benar mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan KPR tersebut sampai lunas pembayarannya.98

Untuk menentukan bahwa seseorang dipercaya untuk memperoleh kredit, pada umumnya dunia perbankan atau dunia usaha lainnya menggunakan instrumen analisa yang terkenal dan biasa disebutthe fives of creditatau disingkat 5 C, yaitu :

1. “Charakter (watak) ialah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak di antara baik dan jelek. Watak merupakan bahan petimbangan untuk mengetahui risiko yang dapat terjadi.

2. Capital (modal). Seseorang atau badan usaha yang akan menjalankan usaha atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan bisnisnya.

3. Capacity (kemampuan). Seorang debitur yang mempunyai karakter atau watak yang baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang telah ditentukan.

4. Collateral (jaminan). Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan untuk menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan tersebut.

5. Condition of economy (kondisi ekonomi). Selain faktor-faktor di atas, yang perlu mendapat perhatian penuh dari analisa adalah kondisi ekonomi negara.

97Wawancara dengan Anton Wijaya sebagai Staf Legal PT. Bangun Indah Makmur Abadi di

Jl. Brigjen Katamso No. 329 Medan, pada tanggal 25 Januari 2011.

(25)

Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka waktu tertentu di mana kredit tersebut diberikan oleh bank kepada pemohon”.99 Hal yang sama juga dikatakan oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa, “sebelum memberikan kredit atau pembiayaan, pihak kreditur harus menganalisa berdasarkan prinsip 5 C yaitu penilaian watak (charakter), penilaian kemampuan (capacity), penilaian modal (capital), penilaian agunan (collateral) dan penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)”.100Namun demikian menurut Munir Fuady sebagaimana yang dikutip oleh Rachmadi Usman juga menambahkan bahwa selain menerapkan prinsip 5 C juga harus menerapkan apa yang dinamakan prinsip 5 P, yaitu :

1. “Party (para pihak). Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitur. 2. Purpose (tujuan). Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui

oleh pihak kreditur. Harus dilihat apakah kredit tersebut akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan.

3. Payment (pembayaran). Harus diperhatiakan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur tersebut cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar.

4. Profitabilty (perolehan laba). Usaha perolehan laba oleh debitur tidak kalah pentingnya dalam pemberian kredit. Untuk itu, kreditur harus berantisipasi apakah laba yang akan diperoleh perusahaan lebih besar dari pada bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit,cash flowdan sebagainya.

99Sutarno,Op.cit., hal. 93-94.

100 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka

(26)

5. Protection (perlindungan). Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur. Untk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan dari holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan”.101

Melihat penjabaran tersebut tentang instrumen analisa pemberian kredit atau disebut dengan prinsip 5C yang telah disebutkan di atas dan dihubungkan dengan persyaratan kelengkapan data permohonan KPR maka dapat dikatakan bahwa, antara lain :

1. Untuk perwujudan prinsip daricharakter(watak) dancapital(modal) tersebut dapat tercapai dari kelengkapan data pribadi pihak konsumen.

2. Untuk perwujudan prinsip dari capacity (kemampuan), collateral (jaminan) dan condition of economy (kondisi ekonomi) tersebut dapat tercapai dari kelengkapan data pekerjaan/usaha pihak konsumen dan kelengkapan data agunan pihak konsumen.

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, maka dapat dilihat bahwa pelaksanaan KPR yang dilakukan oleh pengembang terhadap konsumen tersebut adalah sesuai dengan instrumen analisa pemberian kredit atau disebut prinsip 5 C. 2. Pelaksanaan Jual Beli Kapling perumahan Oleh Pengembang Dengan

Menggunakan Formulir Akta Jual Beli PPAT di Kota Medan

Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, ”Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Terhadap definisi jual beli

(27)

yang disebutkan dalam Pasal 1457 KUHPerdata tersebut jika dihubungkan dengan jual beli kapling perumahan oleh pengembang, maka pihak pengembang mengikatkan dirinya untuk menyerahkan kapling perumahan kepada pihak konsumen (pembeli) dan pihak konsumen (pembeli) tersebut akan membayar harga kapling perumahan sebagaimana yang telah diperjanjikan di dalam suatu Akta Jual Beli kapling perumahan.

Bagan 1.

Pelaksanaan Jual Beli Kapling Perumahan oleh Developer dengan Menggunakan Formulir Akta Jual Beli PPAT

Sumber : Data Sekunder yang diolah.

Kapling perumahan yang diperjualbelikan oleh pengembang kepada pihak konsumen selalu berkaitan dengan tanah sebagai alas hak dari kapling perumahan tersebut. Walaupun yang dijual tersebut oleh pengembang adalah kapling perumahan,

(28)

namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dengan tanah sebagai alas hak atas tanah dari kapling perumahan, karena memang kapling perumahan yang dibangun oleh pengembang di atas sebidang tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN) Medan, “biasanya yang dilakukan cek bersih untuk jual beli rumah adalah objek tanahnya atau alas hak atas tanah tersebut sesuai atau tidak dengan buku tanah yang terdapat di BPN Medan dan bukan rumahnya”.102

Hal yang sama juga dikatakan oleh Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT di Medan, yaitu :

Jika jual beli rumah dengan status alas hak atas tanah Hak Milik (selanjutnya disebut HM) atau Hak Guna Bangunan (selanjutnya disebut HGB), maka biasanya meminta kepada pihak PPAT untuk melakukan pengecekkan secara lisan atau secara tulisan ke BPN Medan yang bertujuan untuk memastikan apakah objek yang bersangkutan tersebut sesuai dengan yang tertera pada buku tanah yang terdapat di BPN seperti apakah sesuai pemiliknya, lokasi, luas tanah dan bangunan, dan kalau ada bangunannya, apakah objek tanah yang bersangkutan tersebut sedang dibebankan Hak Tanggungan atau tidak dan lain sebagainya.103

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jual beli kapling perumahan yang dilakukan pengembang kepada para konsumen atau masyarakat identik atau sama dengan jual beli tanah pada umumnya. Oleh karena itu jual beli kapling perumahanoleh pengembang kepada para konsumen (masyarakat) dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli di Kota Medan harus memenuhi dua persyaratan, antara lain :

(29)

a. Syarat Materil

Syarat materil sangat menentukan sahnya jual beli tanah tersebut.104 Syarat materil yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli kapling perumahan yang dilakukan pengembang dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli, yaitu :

1. “Harus ada pembeli, maksudnya pihak yang akan membeli perumahan; 2. Harus ada penjual, maksudnya pihak yang akan menjual perumahan; dan 3. Objek perumahan yang mau diperjualbelikan tersebut alas hak atas tanahnya

tidak dalam sengketa”.105

Hal yang sama juga disebutkan oleh Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT di Medan yang mengatakan bahwa jual beli kapling perumahan atau tanah harus memenuhi syarat materiil yaitu :

1. Adanya pihak pembeli yang ingin membeli perumahan atau yang akan diperjualbelikan dan dalam hal ini konsumen atau masyarakat.

2. Adanya pihak penjual yang ingin menjual perumahan atau tanah yang bersangkutan dan dalam hal ini pihak pengembang

3. Objek perumahan atau tanah yang bersangkutan tidak dalam kondisi dipersengketakan.106

Syarat materil jual beli tanah, antara lain :

1. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Maksudnya, sebagai penerima hak harus memenuhisyarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah HM, HGB atau Hak Pakai (selanjutnya disebut HP). Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang mempunyai HM atas tanah hanya Warga

104 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta,

2007, hal. 77.

105Wawancara dengan Bahrum Pegawai BPN Medan pada tanggal 2 Februari 2011.

(30)

Negara Indonesia tunggal dan Badan-Badan Hukum yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Pasal 21 UUPA. Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing atau suatu Badan Hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah tersebut jatuh kepada negara berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

2. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan. Maksudnya, yang menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut sebagai pemilik, kalau pemilik sebidang tanah yang tersebut hanya satu orang, maka ia yang berhak untuk menjual sendiri, akan tetapi bila pemilik tanah tersebut lebih dari satu orang atau dua orang, maka yang berhak menjual tanah yang bersangkutan adalah kedua orang tersebut secara bersama-sama dan tidak boleh satu orang saja yang bertindak sebagai penjual.

3. Tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan jika tidak dalam sengketa. Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, maka jual beli tanah yang bersangkutan tidak sah dan batal demi hukum.107

Mengenai tidak dipenuhinya salah satu syarat materil dalam jual beli tanah atau perumahan tersebut, maka untuk terpenuhinya syarat materil tersebut terutama syarat adanya penjual tanah dan objek tanah serta tanah yang bersangkutan tidak dalam sengketa harus dilakukan cek bersih, sedangkan untuk syarat pembeli tanah harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka dituntut pihak PPAT yang melakukan perbuatan hukum tersebut harus benar-benar mengidentifikasi secara teliti tentang diri si pembeli.108

Sementara itu, untuk menjamin suatu kepastian hukum terhadap obyek hak atas tanah dalam hal pembuatan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT, maka tindakan yang dilakukan PPAT adalah melakukan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan setempat yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam jual beli tanah tersebut.109

Berkenaan dengan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah, maka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

107Adrian Sutedi,Op.cit., hal. 77-78.

(31)

Tanah, yang menyebutkan bahwa kewajiban untuk melakukan pemeriksaan sertifikat hak atas tanah tersebut hanya kepada PPAT, bukan kepada Notaris.110

Jika pihak Notaris hendak melakukan pemeriksaan sertifikat yang berkenaan dengan rencana pembuatan akta, maka para Notaris tersebut biasanya melakukan pemeriksaan secara lisan atau datang ke Kantor Pertanahan setempat untuk melakukan pengecekan secara langsung keadaan tanah yang dimaksud. Dengan kata lain, Notaris tidak dapat melakukan pengecekan secara resmi/formal akan tetapi secara Non-Formal.111

110 Pasal 103 ayat (1), Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa : ”PPAT wajib menyampaikan Akta PPAT dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan”. Didukung dengan Wawancara dengan Syafrudin sebagai Pegawai BPN Medan, pada tanggal 4 Februari 2011.

111 Wawancara dengan Syafrudin sebagai Pegawai BPN Medan, pada tanggal 4 Februari

(32)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di BPN Medan tersebut di atas

mengenai cek bersih, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut :

Bagan 2.

Prosedur Pemeriksaan Sertifikat Hak Atas Tanah (Cek Bersih)

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Medan 2011.

Permohonan Diterima oleh Loket

Pemeriksaan/Pengecekan oleh Petugas

(Sub Seksi Peradilan Hak, Pembebanan Hak dan PPAT)

Tidak Bersih

1. Tidak sesuai dgn daftar-daftar yg ada di BPN.

2. Ada sita jaminan.

3. Ada blokir dari pihak-pihak yg berkepentingan

Bersih

1. Sesuai dgn daftar-daftar yg ada di BPN.

2. Tidak ada sita jaminan.

3. Tidak ada blokir dari pihak-pihak yg berkepentingan

Pemberian Tanda Bukti Pemeriksaan

Pengambilan Hasil Pemeriksaan 1. Asli Sertifikat.

2. Bukti Pembayaran PNBP Rp.

25.000,-Selanjutnya siap dibuat Akta, setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan perundangan yang

berlaku.

(33)

25.000,-Sebagaimana yang telah disebutkan di atas tentang syarat-syarat materiil dalam suatu jual beli tanah atau perumahan berdasarkan hasil penelitian di lapangan maka dapat dikatakan bahwa jual beli tanah atau kapling perumahan tersebut dapat terlaksana jika syarat-sayarat materil tersebut harus terpenuhi terlebih dahulu. Apabila salah satu syarat materil tersebut tidak terpenuhi maka secara yuridis jual beli yang dilakukan dapat dikatakan batal demi hukum atau dapat juga dikatakan bahwa perbuatan hukum tersebut dianggap sejak awal tidak pernah terjadi.

b. Syarat Formil

“Setelah semua persyaratan materil dipenuhi maka biasanya pihak Notaris/PPAT akan membuat Akta Jual Beli untuk tanah atau perumahan yang bersangkutan”.112

Namun ada juga pihak pengembang yang membuat Akta Jual Belinya karena memang Akta Jual Beli tersebut berbentuk blangko yang telah tersedia di BPN setempat atau di Kantor Pos setempat, sehingga siapa saja dapat memilikinya dengan cara membelinya asalkan ada surat pengantar atau surat keterangan dari PPAT setempat untuk pengambilan blangko tersebut, akan tetapi pada akhirnya tetap ditandatangani oleh pihak PPAT yang menjadi rekanan dari pihak pengembang.113

“Sebelum dibuatkan Akta Jual Beli oleh pihak Notaris, biasanya pihak pengembang membuat perjanjian jual beli perumahan sementara sebagai pengikatan awal antara pengembang dengan pihak konsumen yang bertujuan untuk menunjukkan keseriusan dari pihak konsumen untuk membeli perumahan yang bersangkutan”.114

112Wawancara dengan Syafrudin Pegawai BPN Medan pada tanggal 4 Februari 2011. 113Wawancara dengan Yulhamdi sebagai Notaris/PPAT Medan pada tanggal 5 Februari 2011. 114Wawancara dengan Anton Wijaya sebagai Staf Legal PT. Bangun Indah Makmur Abadi di

(34)

Sebagaimana yang telah diutarakan dalam hasil penelitian di atas, maka dapat dikatakan bahwa setelah dipenuhinya syarat-syarat materil dalam jual beli kapling perumahan atau tanah yang bersangkutan, maka pihak PPAT akan membuatkan Akta Jual Beli untuk kapling perumahan atau tanah yang bersangkutan dengan menggunakan formulir Akta Jual Beli yang diperoleh dari BPN setempat (Medan). Walaupun ada juga pihak pengembang yang membuat perjanjian jual beli kapling perumahan sebagai pengikatan sementara yang menunjukkan keseriusan dari pihak konsumen dalam pembelian kapling perumahan tersebut atau hanya mengisi Formulir Akta Jual Beli namun pada akhirnya penandatanganan tetap dilakukan oleh pihak PPAT.

Ada beberapa syarat kelengkapan yang harus dipenuhi sebelum Akta Jual Beli kapling perumahan atau tanah yang dibuat Notaris/PPAT, antara lain :

1. Fotocopy identitas/KTP para pihak (pihak penjual dan pihak pembeli);

2. Surat Keterangan silang sengketa dari pihak Kelurahan setempat yang diketahui Camat di mana objek perumahan atau tanah yang bersangkutan akan dijual;

3. Fotocopy Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disebut PBB) dari perumahan atau tanah yang bersangkutan; dan

4. Fotocopy dan aslinya alas hak dari perumahan atau tanah yang bersangkutan.115

(35)

pemasukan ke Kantor BPN Medan untuk pendaftaran tanah dalam hal pemindahan hak atas tanahnya.116

Berdasarkan pernyataan dari penelitian lapangan di BPN Medan, maka hal tersebut sesuai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa :

1. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftarkan.

2. PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak. Selain itu, untuk pemindahan hak karena jual-beli yang merupakan balik nama dari pemegang sertifikat hak selaku penjual kepada pembeli dengan menggunakan akta PPAT yang dimohon oleh pembeli kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah dengan pemenuhan persyaratan permohonan sebagai berikut :

1. Surat Permohonan.

2. Surat pengantar pendaftaran akta jual-beli dari Notaris selaku PPAT. 3. Akta jual-beli.

4. Sertifikat hak atas tanah.

5. Fotokopi KTP atau identitas diri penjual dan pembeli.

6. Fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa yang disertai surat kuasa jika permohonannya dikuasakan.

7. Fotokopi SPPT-PBB tahun berjalan. 8. Bukti pelunasan BPHTB terhutang. 9. Bukti pelunasan PPh terutang.

10. Pernyataan pembeli tentang batasan pemilikan tanah dan penelantaran tanah serta akibat hukumnya.

11. Izin pemindahan hak dari yang berwenang jika haknya berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau Hak Pakai atas Tanah Negara.117

(36)

Mengenai pendaftaran melalui peralihan hak atas tanah tersebut, maka untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1

Pendaftaran Tanah Melalui Peralihan Hak Atas Tanah Tahun 2008 – 2010

No Jenis Peralihan Hak Atas Tanah 2008 2009 2010

1. Jual beli 520 537 615

2. Hibah 115 125 145

3. Pewarisan 205 225 315

4. Perwakafan 75 82 98

J U M L A H 915 969 1173

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Medan dari Tahun 2008 – 2010.

Berdasarkan Tabel 1 di atas mengenai pendaftaran tanah melalui peralihan hak atas tanah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010, maka dapat dilihat bahwa untuk peralihan hak atas tanah melalui jual beli dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 lebih banyak dilakukan oleh masyarakat dibandingkan melalui peralihan hibah, pewarisan, dan perwakafan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan berbagai faktor, di antaranya :

1. Nilai ekonomis dari tanah atau perumahan setiap saat semakin meningkat, jadi harga jual dari tanah atau perumahan tersebut semakin tinggi dan banyak orang atau masyarakat yang melakukan pembelian sebagai sarana investasi untuk jangka waktu yang lama.

2. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah atau perumahan semakin tinggi, karena tanah atau perumahan merupakan salah satu kebtuhan pokok setiap manusia. 3. Semakin bertambahnya jumlah manusia, sedangkan luas tanah tetap bahkan

semakin menyempit/berkurang yang disebabkan oleh faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, abrasi pantai dan sebagainya.118

117 S. Chandra,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan Di Kantor

Pertanahan, Grasindo, Jakarta, 2005, hal. 83-84.

(37)

Minat masyarakat terhadap peralihan hak atas tanah melalui jual beli tanah atau kapling perumahan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 semakin tinggi, yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 terjadi penambahan kurang lebih 17 objek peralihan hak atas tanah atau kapling perumahan melalui jual beli dan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terjadi penambahan kurang lebih 78 objek. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa keinginan masyarakat terhadap tanah atau kapling perumahan masih tetap tingi. Sebagaimana yang telah disebut dalam hasil penelitian di atas, maka dapat dilihat bahwa PPAT sangat berperan dalam peralihan hak atas tanah dalam hal ini jual beli kapling perumahan atau tanah milik pengembang yang diperjualbelikan kepada konsumen dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli menuju proses pendaftaran tanah di Kantor BPN Medan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa :

(1) “Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar;

Gambar

Tabel 1Pendaftaran Tanah Melalui Peralihan Hak Atas Tanah Tahun 2008 – 2010

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti semakin baik tingkatan kompetensi menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam hal kebahagiaan dalam bekerja, kemampuan bekerjasama dalam tim,

Dalam kegiatan Program Nasional Pem- berdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Per- kotaan, komunikator yang terdiri dari tim coordi- nator kota (Korkot) dan fasilitator kelurahan (fas-

Based on the research results that measure by the variable food time, taste of food, the appearance of the food, the hospitality of waiters, tools and food hygiene,

[r]

ignita yang digunakan pada penelitian ini hanya 1 sampel sehingga tidak bisa diungkapkan variasi dan diversitas genetiknya, walaupun merupakan burung endemik

Sepanjang pengetahuan kami, bahwa anak tersebut di atas berkelakuan baik selama mengikuti pembelajaran pada satuan pendidikan yang kami pimpin. Demikian Surat

Dengan menggunakan Macromedia Dreamweaver MX dan Internet Explorer 5.0, Website ini merupakan penggabungan elemen âelemen halaman Web yaitu gambar, dan teks yang dirangkum menjadi

Materi hukum Bernoulli merupakan salah satu pelajaran yang sulit dimengerti oleh siswa, berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dimana sekolah yang