• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor Keluarga Berencana Di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur Menjadi Akseptor Keluarga Berencana Di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015 Chapter III VI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat explanatory research yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan determinan yang berpengaruh terhadap

ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015. Desain penelitian

yaitu cross sectional, artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

dan pengambilan data dilakukan dengan satu kali pengukuran (Rianto, 2011).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh

Barat dengan pertimbangan kecamatan ini merupakan salah satu Kecamatan di

Kabupaten Aceh Barat dengan cakupan keikutsertaan terhadap program KB rendah

dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.

Penelitian ini dilakukan mulai dari persetujuan judul penelitian, survei

pendahuluan, studi kepustakaan, penelitian lapangan terhitung mulai bulan Januari

(2)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang

tidak ikut serta menjadi akseptor KB yang ada di Kecamatan Arongan Lambalek.

Adapun populasi dalam penelitian berjumlah 205 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian dari seluruh populasi di wilayah

Kecamatan Arongan Lambalek. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut : (Lemeshow et al.,1997)

Keterangan :

n : Besar sampel

N : Besar Populasi

Zα/2 : Nilai deviasi normal pada tingkat kemaknaan α = 0,05 (1,96)

p : Proporsi Prevalensi PUS akseptor KB aktif = 0,5

q : 1-p (1-0,5)

(3)

67 responden

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus diatas,

maka diketahui jumlah sampel dari 205 Ibu PUS didapat sampel sebanyak 67

responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling. Adapun pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan criteria inklusi sebagai berikut :

1) Berumur 25-40 tahun

2) Bisa berkomunikasi dengan baik

3) Sehat secara reproduksi

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dari responden dengan wawancara menggunakan

kuesioner sebagai panduan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder

diperoleh dari dokumentasi dan laporan yang tersedia di Puskesmas, Kantor Camat,

Dinas Kesehatan, dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera

Daerah Kabupaten Aceh Barat. Data tertier di dapat dari laporan hasil-hasil penelitian

(4)

3.4.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Untuk mendapatkan kualitas hasil penelitian yang baik perlu dilakukan uji

validitas dan reliabilitas. Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah instrumen

penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu

menghasilkan data yang akurat.

Sebelum penyebaran kuesioner pada sampel penelitian, butir-butir pertanyaan

pada kuesioner harus diuji coba untuk melihat validitas dan reliabilitasnya. Uji

validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh

benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji

validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan

dengan skor total variabel dengan nilai corrected item total correlation pada analisis reliability statistics. Jika nilai item correted correlation > rtabel (0,361), maka nilai

dinyatakan valid.

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk

menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika

nilai r Cronbach’s Alpha > rtabel (0,361), maka dinyatakan reliabel (Rianto, 2011). Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 Ibu PUS yang ditemui peneliti di

wilayah kerja puskesmas Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat karena

(5)

Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel n Corrected Item-Total Correlation

Sosial Budaya

Cronbach's Alpha 0,977

Pengetahuan

(6)

Tabel 3.1. (Lanjutan)

Variabel n Corrected Item-Total Correlation

Sikap

Cronbach's Alpha 0,911

Ketidakikutsertaan

Cronbach's Alpha 0,959

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk setiap item kuesioner pada

variabel sosial budaya valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,977) > 0,601

dikatakan reliabel. Variabel pengetahuan valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha

(7)

Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,911) > 0,601 dikatakan reliabel. Variabel Ketidakikutsertaan

valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,959) > 0,601 dikatakan reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel

Dalam Penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah budaya,

pengetahuan, sikap dan karakteristik (umur, pekerjaan, penghasilan, pendidikan,

jumlah anak) Pasangan Usia Subur (PUS). Variabel dependen adalah

ketidakikutsertaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak di

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.

3.5.2. Definisi Operasional a. Umur

Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. (Depdiknakes, 2012). Umur

yang dimaksud disini adalah umur akseptor KB.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan

oleh responden.

c. Pekerjaan

(8)

d. Penghasilan

Penghasilan yaitu jumlah uang yang didapatkan keluarga setiap bulannya.

e. Jumlah Anak

Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan dan masih hidup.

f. Budaya

Budaya adalah konsep, keyakinan, nilai, dan norma yang dianut masyarakat

yang memengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan

yang berasal dari alam sekelilingnya.

g. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui PUS sebagai responden

tentang program KB.

h. Sikap

Sikap merupakan pandangan PUS sebagai respon tentang program KB.

i. Ketidakikutsertaan KB

Keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah tindakan responden yang

tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun.

3.6. Aspek Pengukuran

Variabel penelitian diukur dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara, yaitu

menanyakan kepada responden setiap pertanyaan yang telah dipersiapkan oleh

(9)

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel

3 Pekerjaan 1. BekerjaTetap

2. Tidak Bekerja Tetap

Ordinal 2. Jumlah anak 4-5 orang 3. Jumlah anak > 5 orang

9 Ketidakikutsertaan KB Interval

3.7. Analisis Data

3.7.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi

frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi karakteristik,

pengetahuan dan sikap serta variabel dependen yaitu ketidakikutsertaan dalam

(10)

3.7.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauhmana hubungan variabel

independen yaitu budaya, pengetahuan, sikap dan karakteristik dengan variabel

dependen ketidakikutsertaan KB dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh antara variabel

independen (budaya, pengetahuan dan sikap) terhadap variabel dependen

(ketidakikutsertaan KB) sehingga diketahui model persamaan untuk memprediksi

variabel ketidakikutsertaan berdasarkan variabel budaya, pengetahuan dan sikap

menggunakan uji regresi linear ganda. Syarat untuk masuk kedalam model pengujian multivariat adalah jika pada analisis bivariat variabel independen memiliki nilai Sig <

(11)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Letak Geografis

Puskesmas Drien Rampak adalah salah satu Puskesmas yang terletak di

Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat yang merupakan daerah

pesisir pantai dengan luas wilayah 130,06 Km2 dengan jumlah penduduk pada tahun

2013 jumlah penduduknya sebanyak 11.436 jiwa, meningkat pada tahun 2014

menjadi sebanyak 12.257 jiwa dengan jumlah PUS yang tidak menjadi akseptor KB

adalah sebanyak 573 PUS. (PPKS Kabupaten Aceh Barat, 2014). Kecamatan

Arongan Lambalek terdiri dari 27 Gampoeng dan dibagi menjadi 2 Kemukiman yaitu

Kemukiman Arongan dan Kemukiman Lambalek. Mata pencaharian masyarakat

Petani, Pedagang dan Nelayan.

Batas-batas wilayah kecamatan Arongan Lambalek sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Kecamatan Woyla Barat

• Sebelah Selatan : Samudera Hindia

• Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Jaya

• Sebelah Timur : Kecamatan Sama Tiga

4.1.2. Sumber Daya Kesehatan

Sarana dan Prasarana yang tersedia di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan

(12)

Tabel 4.1. Sarana dan Prasarana di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek

No Nama Sarana Jumlah Keterangan

1 Puskesmas Pembantu 4 Unit 1. Pustu Simpang Peut 2. Pustu Suak Bidok 3. Pustu Peulante LB 4. Pustu Alue Bagok 2 Poskesdes 2 Unit 1. Poskesdes Gunung Pulo

2. Poskesdes Seunebok Tengoh 3 Polindes 2 Unit 1. Polindes Keub (Rusak)

2. Polindes Kubu

4 Posyandu Plus 1 Unit 1. Posyandu Plus Panton Makmue

5 Ambulance 2 Unit

Jumlah sumber daya manusia yang tersedia di Puskesmas Drien Rampak

Kecamatan Arongan Lambalek antara lain :

Tabel 4.2. Sumber Daya Manusia di Kecamatan Arongan Lambalek

No Nama Tenaga Jumlah Keterangan

1 Dokter 3 Orang 2 Orang PNS

1 Orang PTT

2 Perawat 19 Orang 3 Orang Perawat Ners

16 Orang Perawat D3

3 Perawat Gigi 3 Orang

4 Bidan 41 Orang 11 Orang Bidan PNS

14 Orang Perawat D3

5 Sanitarian 2 Orang

6 Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 Orang 1 Orang PNS 14 Orang Honorer

7 Analis 1 Orang

8 Tenaga Teknis Kefarmasian 1 Orang

(13)

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran setiap variabel dalam

penelitian. Adapun hasilnya sebagai berikut :

4.2.1. Karakteristik 1. Umur

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok umur mayoritas PUS yang

tidak menjadi Akseptor KB adalah kelompok umur > 35 tahun sebanyak 52 orang

(77,6%), sedangkan pada kelompok 25 – 35 tahun sebanyak 15 orang (22,4%). Hal

itu terlihat pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Arongan Lambalek

No Umur n %

1 25 - 35 Tahun 15 22,4

2 > 35 Tahun 52 77,6

Total 67 100,0

2. Pendidikan

Dari hasil penelitian tingkat pendidikan yang ditamatkan PUS menunjukan

bahwa tingkat pendidian mayoritas pada tamatan SMP sebanyak 28 orang (41,8),

kemudian diikuti tamat SD sebanyak 22 orang (32,8%) dan SMA sebanyak 13 orang

(14)

Tabel 4.4. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pendidikan n %

Dari hasil penelitian mengenai pekerjaan PUS menunjukan bahwa pekerjaan

mayoritas bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (56,7%), kemudian pegawai

swasta sebanyak 4 orang (6,0%) dan IRT sebanyak 25 orang (37,3%). Hal itu terlihat

pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.5. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pekerjaan n %

Dari hasil penelitian mengenai penghasilan PUS menunjukan bahwa semua

responden memiliki tingkat penghasilan yang rendah. Tingkat ekonomi masyarakatdi

Kecamatan Arongan lambalek berada pada kategorin menengah kebawah dengan

(15)

5. Jumlah Anak

Dari hasil penelitian mengenai jumlah anak PUS menunjukan bahwa mayoritas

responden memiliki jumlah anak 4 – 5 orang sebanyak 30 orang (44,8%), kemudian

jumlah anak < 3 orang sebanyak 24 orang (35,8%) dan anak > 5 orang sebanyak 13

orang (19,4%). Hal ini menunjukkan tidak ada satupun responden yang memiliki

anak 2 sesuai program KB terlihat pada tabel 4.6 berikut :

Tabel 4.6. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Jumlah Anak di Kecamatan Arongan Lambalek

No Jumlah Anak n %

Untuk mengetahui persentase budaya dalam ketidakikutsertaan menjadi

akseptor KB di tunjukan dengan persentase setiappernyataan tentang budaya yang

terlihat pada tabel 4.7 berikut :

Tabel 4.7. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sosial Budaya di Kecamatan Arongan Lambalek

No Budaya Tidak Ya

n % n %

1 Saya percaya bahwa menggunakan alat kontrasepsi membuat saya tidak hamil

13 19,4 54 80,6

2 Saya Percaya bahwa alat kontrasepsi dapat menentukan jumlah anak dan mengatur jarak kelahiran yang direncanakan

(16)

Tabel 4.7. (Lanjutan)

No Budaya Tidak Ya

n % n %

3 Saya tidak perlu memakai alat kontrasepsi karena bagi saya nilai anak, khususnya anak laki-laki sangat penting dalam keluarga karena sebagai penerus keluarga

38 56,7 29 43,3

4 Memiliki banyak anak akan mensejahterakan keluarga dan akan mendapatkan banyak rejeki

31 46,3 36 53,7

5 Menggunakan alat kontrasepsi bertentangan dengan adat istiadat ditempat saya tinggal

42 62,7 25 37,3

6 Adat istiadat sering kali menjadi penghalang atau penghambat program KB

28 41,8 39 58,2

7 Pemilihan program KB harus dibicarakan oleh suami dan istri

38 56,7 29 43,3

8 Suami dan mertua juga ikut menentukan berapa jumlah anak dalam keluarga, maka suami dan mertua juga ikut memberi izin untuk memakai alat kontrasepsi

27 40,3 40 59,7

9 Keluarga yang tidak memiliki anak tidak dibenarkan memakai alat kontrasepsi

38 56,7 29 43,3

10 Masih banyak kebiasaan masyarakat yang berpendapat banyak anak banyak rejeki, sehingga tidak perlu memakai alat kontrasepsi

37 55,2 30 44,8

Berdsarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk pernyataan percaya bahwa

menggunakan alat kontrasepsi membuat saya tidak hamil mayoritas menjawab ya

sebesar 80,6%, percaya bahwa alat kontrasepsi dapat menentukan jumlah anak dan

mengatur jarak kelahiran yang direncanakan mayoritas menjawab ya 58,2%, tidak

perlu memakai alat kontrasepsi karena bagi saya nilai anak, khususnya anak laki-laki

sangat penting dalam keluarga karena sebagai penerus keluarga mayoritas menjawab

tidak sebesar 56,7%, memiliki banyak anak akan mensejahterakan keluarga dan akan

(17)

alat kontrasepsi bertentangan dengan adat istiadat ditempat saya tinggal mayoritas

menjawab tidak sebanyak 62,7%, Adat istiadat sering kali menjadi penghalang atau

penghambat program KB mayoritas menjawab ya 58,2%, Pemilihan program KB

harus dibicarakan oleh suami dan istri mayorias menjawab tidak sebesar 56,7%,

Suami dan mertua juga ikut menentukan berapa jumlah anak dalam keluarga, maka

suami dan mertua juga ikut memberi izin untuk memakai alat kontrasepsi mayoritas

menjawab ya sebesar 59,7%, Keluarga yang tidak memiliki anak tidak dibenarkan

memakai alat kontrasepsi mayoritas menjawab ya sebesar 56,7%, Masih banyak

kebiasaan masyarakat yang berpendapat banyak anak banyak rejeki, sehingga tidak

perlu memakai alat kontrasepsi mayoritas menjawab tidak sebesar 55,2%.

Adapun tingkat budaya pada masyarakat di wilayah Kecamatan Arongan

Lambalek terlihat pada tabel 4.8 berikut :

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Sosial Budaya di Kecamatan Arongan Lambalek

No Budaya n %

1 Tidak mendukung 51 76,1

2 Mendukung 16 23,9

Total 67 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sosial budaya masyarakat di

Kecamatan Arongan Lambalek dalam menjadi akseptor KB memiliki sosial budaya

tidak mendukung menjadi akseptor KB sebanyak 76,1% dan sosial budaya yang

(18)

4.2.3. Pengetahuan

Untuk mengetahui persentase pengetahuan dalam ketidakikutsertaan menjadi

akseptor KB di tunjukan dengan persentase jawaban yang diberikan responden untuk

setiap pernyataan tentang budaya yang terlihat pada tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pengetahuan di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pertanyaan Tidak Ya

n % n %

1 Pengertian dari alat kontrasepsi adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak

18 26,9 49 73,1

2 Kontrasepsi alamiah adalah sistem kalender 42 62,7 25 37,3 3 Suntik dan pil termasuk alat kontrasepsi efektif 31 46,3 36 53,7 4 Pil pasca senggama tidak termasuk pil kontrasepsi 36 53,7 31 46,3 5 Alat kontrasepsi suntik yang baik untuk ibu

menyusui yaitu suntik 3 bulan

32 47,8 35 52,2

6 Keuntungan dari alat kontrasepsi kondom adalah mudah dipakai dan dapat mencegah penularan penyakit seksual

34 50,7 33 49,3

7 Keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi yang mantap adalah cocok untuk pasangan yang sudah tidak menghendaki kehamilan

32 47,8 35 52,2

8 Bila mengalami pusing, mual, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu konsultasi ke petugas kesehatan

35 52,2 32 47,8

9 Sebaiknya ibu mengunakan alat kontrasepsi 2 minggu setelah melahirkan

34 50,7 33 49,3

10 Tujuan dari KB adalah membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera

23 34,3 44 65,7

Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa pernyataan tentang alat

kontrasepsi adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak

mayorits menjawab ya sebesar 73,1%, Kontrasepsi alamiah adalah sistem kalender

(19)

efektif mayoritas menjawab ya sebesar 53,7%, Pil pasca senggama tidak termasuk pil

kontrasepsi mayoritas menjawab tidak sebesar 53,7%, Alat kontrasepsi suntik yang

baik untuk ibu menyusui yaitu suntik 3 bulan mayoritas menjawab ya sebesar 52,2%,

Keuntungan dari alat kontrasepsi kondom adalah mudah dipakai dan dapat mencegah

penularan penyakit seksual mayoritas menjawab tidak 50,7%, Keuntungan dari

penggunaan alat kontrasepsi yang mantap adalah cocok untuk pasangan yang sudah

tidak menghendaki kehamilan mayoritas menjawab ya sebesar 52,2%, Bila

mengalami pusing, mual, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu konsultasi ke

petugas kesehatan masyarakat mayoritas menjawab tidak sebesar 52,2%, Sebaiknya

ibu mengunakan alat kontrasepsi 2 minggu setelah melahirkan mayoritas menjawab

tidak sebesar 50,7%, Tujuan dari KB adalah membentuk keluarga kecil bahagia

sejahtera mayoritas menjawab ya sebesar 65,7%.

Adapun tingkat pengetahuan pada masyarakat di wilayah Kecamatan Arongan

Lambalek terlihat pada tabel 4.10 berikut :

Tabel 4.10. Distirbusi Frekuensi Pengetahuan di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pengetahuan n %

1 Rendah 26 38,8

2 Sedang 34 50,8

3 Tinggi 7 10,4

Total 67 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan masyarakat di

(20)

50,8%, pengetahuan rendah sebanyak 38,8% dan pengetahuan tinggi sebanyak

10,4%.

4.2.4.Sikap

Untuk mengetahui persentase sikap dalam ketidakikutsertaan menjadi akseptor

KB di tunjukan dengan persentase setiappernyataan tentang budaya yang terlihat pada

tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.11. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sikap di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pertanyaan STS TS S SS

n % n % n % n %

1 Pendapat ibu terhadap banyak

anak banyak rejeki

0 0,0 36 53,7 31 46,3 0 0,0

2 Ibu yang tidak ingin ber-KB

dikarenakan tidak memiliki anak perempuan, walaupun telah memiliki 5 orang anak yang kesemuanya laki-laki

0 0,0 24 35,8 43 64,2 0 0,0

3 Memiliki 2 orang anak sudah

cukup, baik laki-laki maupun perempuan

0 0,0 45 67,2 22 32,8 0 0,0

4 Tidak ingin ber-KB dikarenakan dengan ber-KB membuat seseorang tidak dapat memiliki anak lagi

0 0,0 46 68,7 21 31,3 0 0,0

5 KB tidak hanya untuk

perempuan, tetapi juga laki-laki

0 0,0 46 68,7 21 31,3 0 0,0

6 Yang menjadi akseptor KB

adalah ibu dan suami ibu

0 0,0 28 41,8 39 58,2 0 0,0

7 Yang menjadi akseptor KB

hanya suami ibu

0 0,0 41 61,2 26 38,8 0 0,0

8 Yang menjadi akseptor KB

hanya ibu

0 0,0 14 20,9 53 79,1 0 0,0

9 Suami ibu meminta ibu untuk

menjadi akseptor KB

0 0,0 53 79,1 14 20,9 0 0,0

10 Diadakan program pemasangan

alat KB secara gratis di

puskesmas

(21)

Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat sikap responden berdasarkan

pernyataan pendapat ibu terhadap banyak anak banyak rejeki mayoritas menjawab

tidak setuju sebesar 53,7%, ibu yang tidak ingin ber-KB dikarenakan tidak memiliki

anak perempuan, walaupun telah memiliki 5 orang anak yang kesemuanya laki-laki

mayoritas menjawab setuju sebesar 64,25, memiliki 2 orang anak sudah cukup, baik

laki-laki maupun perempuan mayoritas menjawab tidak 67,2% , tidak ingin ber-KB

dikarenakan dengan ber-KB membuat seseorang tidak dapat memiliki anak lagi

mayoritas menjawab tidak setuju sebesar 68,7%, KB tidak hanya untuk perempuan,

tetapi juga laki-laki mayoritas menjawab tidak setuju sebesar 68,7%, yang menjadi

akseptor KB adalah ibu dan suami ibu mayoritas menjawab setuju sebesar 58,2%,

yang menjadi akseptor KB hanya suami ibu mayoritas menjawab tidak setuju sebesar

61,2%, yang menjadi akseptor KB hanya ibu mayoritas menjawab setuju sebesar

79,1%, Suami ibu meminta ibu untuk menjadi akseptor KB mayoritas menjawab

tidak setuju sebesar 79,1%, Diadakan program pemasangan alat KB secara gratis di

puskesmas mayoritas menjawab sangat setuju sebesar 44,8%.

Adapun tingkat sikap pada masyarakat di wilayah penelitian Kecamatan

Arongan Lambalek terlihat seluruhnya pada kategori baik.

4.2.5.Ketidakikutsertaan

Untuk mengetahui persentase ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB di

tunjukan dengan persentase setiap pernyataan tentang ketidakikutsertaan yang terlihat

(22)

Tabel 4.12. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sikap di Kecamatan Arongan Lambalek

No Pertanyaan Ya Tidak

n % n %

1 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena merasa tidak mungkin punya anak lagi

41 61,2 26 38,8

2 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak mengetahui manfaatnya

37 55,2 30 44,8

3 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena sudah tidak muda lagi

38 56,7 29 43,3

4 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena ingin memiliki anak

36 53,7 31 46,3

5 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak nyaman

42 62,7 25 37,3

6 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena takut efek samping dari penggunaan

44 65,7 23 34,3

7 Tidak Menggunakan alat kontrasepsi karena bertentangan dengan adat istiadat

29 43,3 38 56,7

8 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada dukungan dari luar (petugas dan keluarga)

31 46,3 36 53,7

9 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena lebih memilih menggunakan cara tradisional (minum jamu atau ramuan lain)

33 49,3 34 50,7

10 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada di lingkungan anda yang menggunakan alat kontrasepsi

34 50,7 33 49,3

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat ketidakikutsertaan responden

berdasarkan pernyataan tidak menggunakan alat kontrasepsi karena merasa tidak

mungkin punya anak lagi mayoritas menjawab ya sebanyak 41 orang (61,2%). Tidak

menggunakan alat kontrasepsi karena tidak mengetahui manfaatnya mayoritas

menjawab ya sebanyak 37 orang (55,2%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi

karena sudah tidak muda lagi mayoritas menjawab ya sebanyak 38 orang (56,7%).

(23)

ya sebanyak 36 orang (53,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak

nyaman mayoritas menjawab ya sebanyak 42 orang (62,7%). Tidak menggunakan

alat kontrasepsi karena takut efek samping dari penggunaan mayoritas menjawab ya

sebanyak 44 orang (65,7%). Tidak Menggunakan alat kontrasepsi karena

bertentangan dengan adat istiadat mayoritas menjawab tidak sebanyak 38 orang

(56,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada dukungan dari luar

(petugas dan keluarga) mayoritas menjawab tidak sebanyak 36 orang (53,7%). Tidak

menggunakan alat kontrasepsi karena lebih memilih menggunakan cara tradisional

(minum jamu atau ramuan lain) mayoritas menjawab tidak sebanyak 34 orang

(50,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada di lingkungan anda

yang menggunakan alat kontrasepsi mayoritas menjawab ya sebanyak 34 orang

(50,7%).

Adapun tingkat ketidakikutsertaan pada masyarakat di wilayah Kecamatan

Arongan Lambalek terlihat pada tabel 4.13 berikut :

Tabel 4.13. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan di Kecamatan Arongan Lambalek

No Ketidakikutsertaan n %

1 Rendah 33 49,3

2 Sedang 30 44,8

3 Tinggi 4 6,0

Total 67 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat ketidakikutsertaan PUS di

(24)

sebanyak 49,3%, tingakt ketidakikutsertaan sedang sebanyak 44,8% dan tingakt

ketidakikutsertaan tinggi sebanyak 6,0%.

4.2.6. Uji Normalitas

Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel independen dengan

variabel dependen maka digunakanlah analisis statistik bivariat. Pada penelitian ini

analisis bivariat menggunakan uji korelasi, sebelum masuk ke analisis bivariat apabila

data numerik maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk setiap variabel.

Asumsi normalitas dikatakan jika nilai p > 0,05.

Tabel 4.14. Uji Normalitas Data

No Variabel n p Keterangan

1 Budaya 67 0,181 Normal

2 Pengetahuan 67 0,054 Normal

3 Sikap 67 0,031 TidakNormal

4 Ketidakikutsertaan KB 67 0,232 Normal

Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa variabel budaya (0,181),

pengetahuan (0,054) dan Ketidakikutsertaan KB (0,232) berdistribusi normal

(25)

4.3. Analisis Bivariat

4.3.1.Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Tabel 4.15. Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Ketidakikutsertaan

Budaya Pearson Correlation 0,510

Sig. (2-tailed) 0,001

N 67

Berdasarkan tabel 4.15 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,001) < 0,05,

sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya

dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.

Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (0,510) artinya bahwa variabel

budaya yang mendukung dapat meningkatkan ketidakikutsertaan KB sebesar 51,0%

dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain. Nilai p (0,001) < 0,25 sehingga variabel

budaya dapat masuk ke uji multivariat.

4.3.2.Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Tabel 4.16. Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Ketidakikutsertaan

Pengetahuan Pearson Correlation -0,694

Sig. (2-tailed) 0,001

(26)

Berdasarkan tabel 4.16 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,001) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.

Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,694) artinya bahwa

variabel pengetahuan yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar

69,4% dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain. Nilai p (0,001) < 0,25 sehingga variabel pengetahuan dapat masuk ke uji multivariat.

4.3.3.Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Tabel 4.17. Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek

Ketidakikutsertaan

Sikap Correlation Coefficient -0,099

p value 0,426

N 67

Berdasarkan tabel 4.17 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,426) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.

Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,099) artinya bahwa

variabel sikap yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 9,9% dan

(27)

4.4. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear berganda.

Adapun hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.18. Determinan Regresi

Model R R Square Durbin-Watson

1. 0,787 0,619 2,096

Berdasarkan tabel 4.18 diatas dapat dilihat bahwa nilai determinan regresi R2 (0,619) yang berarti bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan

ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB berdasarkan variabel budaya dan

pengetahuan sebesar 61,9%. Adapun model persamaan dapat dijelaskan berdasarkan

tabel berikut :

Tabel 4.19. Model Persamaan Regresi Linear

Model B T sig. Collinearity Statistics

Tolerance VIF

(Constant) 5,818 11,222 0,001

Budaya 0,263 4,810 0,001 0,955 1,047

Pengetahuan -0,516 -7,780 0,001 0,955 1,047

Berdasarkan tabel 4.19 diatas dibuat model persamaan regresi linear untuk

mengestimasi nilai ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB berdasarkan variabel

pengetahuan dan budaya. Adapun model persamaan regresi linear sebagai berikut :

Model Persamaan Regresi Linear Berganda

Ketidakikutsertaan KB = 5, 818 + 0,263 (Budaya) – 0,516 (Pengetahuan)

Dalam model persamaan ini kita dapat mengestimasi atau memperkirakan

(28)

Adapun makna koefisien B untuk masing-masing variabel dalam model persamaan

diatas adalah :

1. Setiap peningkatan satu poin budaya akan meningkatkan ketiakikutsertaan

menjadi akseptor KB sebanyak 0,263 poin setelah dikontrol oleh vaiabel

pengetahuan

2. Setiap peningkatan satu poin pengetahuan akan mengurangi ketidakikutsertaan

(29)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik PUS yang Tidak Menjadi Akseptor KB 5.1.1. Umur

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok umur mayoritas PUS yang

tidak menjadi Akseptor KB adalah kelompok umur > 35 tahun sebanyak 52 orang

(77,6%), sedangkan pada kelompok 25 – 35 tahun sebanyak 15 orang (22,4%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mutiara (2008) bahwa ada hubungan

yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20

tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan

dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan

35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan

0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada

kelompok wanita yang lebih tua.

Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur

merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam

pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih

kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

Hal itu sesuai dengan penelitian Nuraidah (2003) di Kelurahan Pasir Putih

(30)

tahun. Mereka yang berumur tua (> 35 tahun) mempunyai peluang lebih besar untuk

tidak menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.

5.1.2. Pendidikan

Dari hasil penelitian tingkat pendidikan yang ditamatkan PUS menunjukan

bahwa tingkat pendidian mayoritas pada tamatan SMP sebanyak 28 orang (41,8),

kemudian diikuti tamat SD sebanyak 22 orang (32,8%) dan SMA sebanyak 13 orang

(19,4%). Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa ketidakikutsertaan menjadi

akseptor KB di Kecamatan Arongan lambalek terjadi pada masyaraat dengan

pendidikan rendah.

Hal itu dikarenakan pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran

kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik)

untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya.

Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan

atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh

pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui

proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).

Pendidikan mempunyai hubungan positif terhadap tingkat ketidakikutsertaan

menjadi akseptor KB yang berkaitan dengan rendahnya pendidikan menyebabkan

informasi yang mereka terima mengenai hal dalam menunda atau membatasi jumlah

anak. Wanita yang berpendidikan tinggi memiliki kecendrungan lebih sadar untuk

(31)

5.1.3. Pekerjaan

Dari hasil penelitian mengenai pekerjaan PUS menunjukan bahwa pekerjaan

mayoritas bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (56,7%), kemudian pegawai

swasta sebanyak 4 orang (6,0%) dan IRT sebanyak 25 orang (37,3%).

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan aktifitas seseorang untuk memperoleh

penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan berpengaruh

terhadap kemampuan membayar (ability to pay) khususnya terhadap belanja

kesehatan. Pekerjaan berkaitan juga degan sumber pembiayaan dalam pembelian alat

kontrasepsi dalam hal untuk menjadi akseptor KB.

Pekerjaan suami maupun istri dalam suatu keluarga akan berdampak pada

sosial ekonomi dalam keluarga, sehingga keluarga dengan ekonomi yang baik akan

lebih memperhatikan kebutuhan kesehatan pada keluarganya, salah satunya yaitu

dengan keikutsertaan ber-KB.

PUS yang mayoritas bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga cendrung

kurang memiliki kematangan secara finansial dibandingkan PUS yang bekerja

sebagai PNS ataupun pegawa swasta. Kematangan financial biasanya berbanding

lurus dengan pemanfaatan akses kesehatan termasuk pemakaian alat kontrasepsi.

Sehingga secara tidak langsung pekerjaan dapat memengaruhi ketidakikutsertaan

menjadi akseptor KB.

5.1.4. Penghasilan

Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam

(32)

Dalam keseharian kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan berhadapan dengan

kesulitan-kesulitan ekonomi yang dapat menghalangi manusia untuk memenuhi

keinginan dan kebutuhannya (Sutisna, 2002)

Berdasarkan penelitian menunjukan seluruh PUS merupakan masyarakat

dengan golongan ekonomi rendah. Dalam hal pemakaian kontrasepsi prevalensi

pemakaian kontrasepsi di kalangan perempuan dengan tingkat kesejahteraan paling

rendah masih jauh tertinggal dibandingkan di kalangan perempuan dengan tingkat

kesejahteraan paling tinggi. Kelompok dengan tingkat kesejahteraan terendah

cenderung memakai metode kontrasepsi tradisional seperti minum ramuan atau jamu,

sedangkan kelompok dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi cenderung memakai

metode kontrasepsi jangka panjang implant dan metode operatif, yang tingkat

efektivitasnya cukup tinggi.

Kondisi lemahnya ekonomi keluarga memengaruhi daya beli termasuk

kemampuan membeli alat dan obat kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya

mempunyai anggota keluarga yang cukup banyak, kemiskinan menjadikan relatif

tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan

kualitas diri dan keluarganya (BKKBN, 2014).

Keterbatasan ekonomi yang rendah secara langsung memengaruhi PUS dalam

menjadi akseptor KB karena keterbatasan kemampuan dalam hal membeli alat

kontrasepsi yang efektif. Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan

pelayanan KB gratis kepada kelompok penduduk miskin. Namun demikian,

(33)

diikuti dengan pembebasan biaya untuk pelayanan, terutama pada fasilitas pelayanan

swasta. Oleh karena itu penduduk dengan tingkat kesejahteraan terendah masih

mengeluarkan uang untuk membayar pelayanan KB. Sehingga membuat masyarakat

lebih memilih tidak menggunakan KB.

5.1.5. Jumlah Anak

Dari hasil penelitian mengenai jumlah anak PUS menunjukan bahwa

mayoritas responden memiliki jumlah anak 4 – 5 orang sebanyak 30 orang (44,8%),

kemudian jumlah anak < 3 orang sebanyak 24 orang (35,8%) dan anak > 5 orang

sebanyak 13 orang (19,4%). Hal itu menunjukan bahwa masyarakat yang memiliki

jumlah anak yang banyak memiliki resiko besar tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Hal itu tidak sejalan dengan penelitian mutiara (2008) yang menyatakan

bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak masih hidup dengan

penggunaan kontrasepsi. Responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih memiliki

kemungkinan sebesar 2,42 kali untuk menggunakan salah satu cara kontrasepsi

dibandingkan dengan yang tidak memiliki anak atau baru memiliki 1 anak.

Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan dan masih hidup. Dalam

hal ini erat kaitannya dengan paritas. Dalam membentuk keluarga yang sejahtera

memungkinkan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah

anak yang ingin di lahirkannya. Seseorang ibu mungkin menggunakan alat

kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah

(34)

Menggunakan alat kontrasepsi bukan hanya mengenai hal tidak memiliki anak

saja melainkan juga hal mengenai penjarakan kehamilan yang agar tidak terjadi berat

bayi lahir rendah ataupun kematian bayi. Menurut BKKBN (2014) jarak kelahiran

yang ideal adalah 3 sampai 5 tahun karena jarak kelahiran yang pendek menyebabkan

seorang ibu belum cukup memulihkan kembali sehingga berisiko mengalami masalah

dalam kehamilan maupun persalinan.

Apabila melakukan persalinan terlalu banyak dan terlalu sering akan semakin

memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat

memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup keluarga secara

maksimal.

Berdasarkan pendapat salah satu responden menunjukan bahwa pengetahuan

PUS mengenai penggunaan alat kontrasepsi yang dapat mengakibatkan tidak

memiliki anak lagi menyebabkan masyarakat tidak ikut serta menjadi akseptor KB.

Hal itu sesuai dengan budaya yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan

jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran.

Dari hasil penenelitian dilapangan pada karakteristik responden sudah wajar

untuk mengikuti program KB, karena umumnya responden telah memiliki anak diatas

2 orang, walaupun dari segi pekerjaan pada umumnya petanu dan jumlah pendapatan

pada katagori menengah kebawah dapat digolongkan rendah, ini sudah menjadi

tanggungjawab kepada pihak BKKBN untuk dapat meningkatkan penyuluhan secara

(35)

5.2. Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB Hasil analisis statistik memperlihatkan adanya hubungan budaya dengan

ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB. Ini dapat dilihat dari budaya negatif

lebih banyak dijumpai pada pasangan usia subur yang tidak ikut menjadi akseptor

KB.

Hasil uji korelasi pearson diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara budaya dengan ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB dengan nilai p= 0,001 < α=0,05 sehingga Ho ditolak menunjukkan adanya korelasi positif yang

signifikans. Artinya, bahwa budaya responden sangat berpengaruh untuk mendukung

PUS menjadi akseptor KB. Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (0,510)

artinya bahwa variabel budaya yang tidak mendukung dapat meningkatkan

ketidakikutsertaan KB sebesar 51,0%.

Hasil penelitian Pardede (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan faktor

nilai budaya yang ada di masyarakat dengan pemanfaatan program KB. Budaya yang

ada pada daerah Kecamatan Arongan Lambalek masih menekankan kepada pasangan

usia subur khususnya para istri untuk terus melahirkan selama masa reproduksinya

dengan alasan anak merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan.

Pardede (2012), menyatakan bahwa adanya kepercayaan dan nilai-nilai dalam

suatu budaya yang dapat menghambat program KB. Misalnya peran para orang tua

dalam menentukan jumlah anak bagi keluarga mereka. Dalam hal ini jelas terdapat

(36)

diharapkan mereka akan terus melahirkan dan pandangan seperti ini akan cenderung

mengarah ke keluarga besar.

Hal ini sesuai dengan pendapat Maran (2004) yang menyatakan kepercayaan

merupakan pola pikir tentang sesuatu yang diharapkan karena dianggap baik. Pola

pikir tersebut merupakan basis pembentukan norma sosial yang berkaitan dengan

upaya memanfaatkan pelayanan KB yang bersumber pada pengalaman seseorang

selaku anggota kelompok sosial. Hal tersebut juga berhubungan dengan faktor sosio

psikologi, dimana salah satu aspek didalamnya adalah kepercayaan. Aspek tersebut

akan memengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan KB sehingga

masing-masing dari pribadi PUS yag menjadi responden akan menentukan apakah mereka

akan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan KB yang ada disekitar

wilayah tersebut.

Penelitian ini sesuai dengan pendapat Soemarjan (2004), menyatakan bahwa

budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang dipelajari dan

ditanggung bersama. Nilai budaya ini merupakan keinginan individu atau cara

bertindak yang dipilih atas dasar pengetahuan yang diketahuinya yang dibenarkan

sepanjang waktu sehingga mempengaruhi keputusan dan tindakannya.

Demikian juga dengan pendapat Notoatmodjo (2005) juga menyatakan tradisi

yang ada dimasyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan karena

masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah ada.

Asumsi peneliti menyatakan bahwa budaya yang tidak mendukung

(37)

pendapat Green dalam predisposing faktor bahwa budaya bukanlah statis namun

dinamis maka pihak dari BKKBN hendaknya dapat memberikan stimulus kepada

tokoh-tokoh adat dan pemuka masyarakat agar dapat mendukung program KB dan

pemuka masyarakat maupun tokoh adat dapat menjadi motivator dalam hal

perubahan perilaku masyarakat untukmenjadi perilaku positif terhadap program KB.

5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa pengetahuan PUS masih

rendah dalam hal pemanfaatan alat kontrasepsi. Hal itu terlihat dari penelitian yang

menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketidakikutsertaan menjadi

akseptor KB. Dengan nilai p (0,001) < 0,05. Dan nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,694) artinya bahwa variabel pengetahuan yang tinggi dapat

menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 69,4%

Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Soedharto

(2000), yang meneliti keikutsertaan pasangan usia subur di Kelurahan Asanon

menunjukkan bahwa rendahnya pemakaian alat kontrasepsi berkaitan dengan

rendahnya pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan dari ibu yang

berpengetahuan kurang baik tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sebanyak 70,9%

pengetahuan ibu di Kelurahan Matang Seulimeng dalam kategori kurang baik tentang

alat kontrasepsi. Ibu lebih banyak menjawab pertanyaan dengan jawaban yang salah,

(38)

menanyakan tentang apakah kontrasepsi mantap (sterilisasi) ibu dapat hamil lagi,

sebagian besar ibu menjawab ya. Jawaban yang sebenarnya adalah tidak, karena kecil

kemungkinan ibu hamil lagi setelah dilakukan kontrasepsi mantap (sterilisasi/

tubektomi) pada ibu.

Menurut BKKBN (2006) pengetahuan mengenai manfaat penggunaan alat

kontrasepsi yang tepat merupakan hal penting dalam upaya perlindungan terhadap

kesehatan reproduksi perempuan. Pengetahuan adalah hal yang sangat penting dalam

membentuk tingkah laku seseorang, maka dari hasil penelitian ini menunjukkan ibu

yang kurang pengetahuannya tidak menggunakan alat kontrasepsi.

5.4. Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar sikap responden

dalam pemanfaatan kontrasepsi baik pada masyarakat Kecamatan Arongan Lambalek

sudah baik. Dan hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

sikap terhadap ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan nilai p (0,426) > 0,05, nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,099) artinya bahwa variabel sikap

yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 9,9%.

Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Nasution (2010) yang menunjukan

bahwa sikap memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan PUS dalam menjadi akseptor

KB. Hal itu dikarenakan sikap terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki oleh individu

yang apabila seorang memiliki pengetahuan yang buruk maka akan menghasilkan

(39)

Menurut asumsi peneliti sikap itu tidak dapat menentukan bagaimana

tindakan seseorang dimana sikap yang positif bukan jaminan seseorang akan

melakukan tindakan yang positif karena sikap itu sesuatu yang belum pasti menuju ke

tindakan, sikap itu bersifat internal yang tidak nampak nyata. Hal ini sesuai dengan

pendapat Notoadmodjo (2010) yang menyatakan sikap tidak langsung dilihat tetapi

dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup namun sikap secara nyata

menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap

stimulus sosial.

Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain dan sikap dapat terwujud didalam suatu tindakan tergantung

pada situasi saat itu. Hal itu memperlihatkan bahwa sikap seseorang dapat berubah

dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu melalui persuasif

serta tekanan dari kelompok sosialnya. Dari pertanyaan yang diberikan kepada

responden mempunyai sikap baik terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Jika dilihat

dari tingkat pengetahuan ibu yang kurang baik tentang penggunaan alat kontrasepsi

justru dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu belum tentu mencerminkan sikap

ibu yang tidak baik pula tentang pemakaian alat kontrasepsi.

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya

dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan

memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu,

(40)

memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor

predisposisi. (Ahmadi, 2003).

Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki seseorang sebelum mengambil

tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik maka masyarakat akan mudah untuk

melakukan suatu perbuatan yang baik, tapi jika sikap ini masih kurang maka

memiliki dampak yang buruk bagi derajat kesehatan masyarakat. Untuk merubah

sikap pengetahuan harus ditingkatkan dan pemerintah harus memberikan contoh yang

baik kepada masyarakat agar perilaku hidup sehat dapat terlaksana. (Azwar, 2009).

5.5. Determinan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa determinan yang

berpengaruh terhadap ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB adalah budaya

dan pengetahuan secara bersaman. Nilai determinan regresi R2 (0,619) yang berarti bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan ketidakikutsertaan menjadi aksepto

KB berdasarkan variabel budaya dan pengetahuan sebesar 61,9%.

Ketidakikutsertaan PUS dalam menjadi akseptor KB sering terjadi karena

adanya budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan

individu karena masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah cukup

lama seperti pemikiran yang berkembang di masyarakat yang menyatakan banyak

anak banyak rezeki sehingga bila memiliki banyak anak sebagai simbol prestige dan

(41)

menggunakan alat kontrasepsi yang menurut pemikiran masyarakat menggunakan

alat kontrasepsi bisa membuat tidak punya anak lagi.

Hal itu berhubungan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang apa

sebenarnya fungsi dan manfaat dari ber KB. Pengetahuan masyarakat yang hanya

mengetahui kegunaan alat kontrasepsi sebagai alat untuk tidak bisa hamil lagi

merupakan pemikiran yang salah akibat kurangnya pengetahuan. Yang sebenarnya

fungsi dari alat kontrasepsi bukan hanya mencegah kehamilan tetapi juga berfungsi

sebagai metode untuk mengatur kehamilan agar tidak terjadi kehamilan yang terlalu

dekat karena berisiko terjadinya komplikasi pada kehamilan atau mengakibatkan

kematian bayi (BKKBN, 2014).

Untuk itu perlu dilakukan kegiatan yang dapat mengeliminasi faktor budaya

yang dapat menghambat ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dan meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan manfaat dari menjadi akseptor KB

yang akan berdampak terhadap peningkatan akseptor KB di Kecamatan Arongan

Lambalek.

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa pengetahuan

masyarakat yang rendah tentang KB menjadi hal yang sangat mendasar dalam

ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB, sehingga perlu dilakukan kegiatan

penyuluhan dan pemberian informasi yang rutin oleh petugas puskesmas maupun

petugas kantor PPKS kepada masyarakat dan menjadikan beberapa anggota

masyarakat menjadi kader dalam peningkatan akseptor KB di Kecamatan Arongan

(42)

alat kontrasepsi untuk mengatur kelahiran menjadi kendala lain dalam tercapainya

cakupan KB di Kecamatan Arongan Lambalek. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan

kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat dan melibatkan tokoh agama dan tokoh

masyarakat dalam kegiatan KB yang dilakukan oleh petugas puskesmas di

(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Karakteristik yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan

jumlah anak menunjukkan sangat erat kaitanya dengan ketidakikutsertaan dalam

program KB yang seharusnya wajar untuk mengikuti program KB demi keluarga

yang bahagia dan sejahtera.

2. Sosial budaya bukan statis tapi dinamis maka perlu perubahan perilaku dalam hal

budaya yang kurang mendukung di Kecamatan Arongan Lambalek menjadi

faktor yang menghambat masyarakat dalam menjadi akseptor KB.

3. Pengetahuan masyarakat pada umumnya rendah sehingga sangat mendukung

dalam ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB.

4. Sikap masyarakat pada umumnya sangat positif terhadap program KB, namun

dalam keikutsertaan program KB bertentangan karena pengetahuan yang tidak

(44)

6.2. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah :

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat

Tetap berupaya meningkatkan program penyuluhan pemasangan alat kontrasepsi

pada PUS yang tidak menjadi akseptor KB dengan melakukan kerjasama lintas

program dan lintas sektor serta tetap melakukan monitoring dan evaluasi.

2. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera

Meningkatkan program pemasangan alat kontrasepsi gratis karena mayoritas

PUS yang tidak menjadi akseptor KB memiliki Penghasilan rendah dan

menerapkan penggunaan kontrasepsi alamiah.

3. Puskesmas

Melakukan kerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terutama tokoh

agama, tokoh adat, tokoh masyarakat yang berhubungan dalam

menyelenggarakan program KB.

4. Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

Tetap semangat dan termotivasi lebih tinggi dalam melakukan penyegaran kader

untuk pelaksanaan program Kbdan lebih meningkatkan penyuluhan Tentang

fungsi, manfaat serta cara menggunakan alat kontrasepsi KB agar meningkatkan

pengetahuan PUS.

Gambar

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel
Tabel 4.2. Sumber Daya Manusia di Kecamatan Arongan Lambalek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tulis Identitas Peserta (Nama, Sekolah, Kab/Kota, Propinsi) pada setiap halaman lembar jawaban Pilihan Ganda dan Isian/Essay. Tulis mata pelajaran yang diujikan dan Tingkat

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bentuk penyajiannya pun semakin menarik antara lain tidak hanya dalam bentuk buku melainkan secara komputerisasi

Unit Layanan Pengadaan (ULP) Jasa Lainnya Polres Bangli Polda Bali akan melaksanakan Pelelangan Sederhana Dengan Pascakualifikasi Harwat 2 (dua) Unit Kapal Klas C

Konsep dasar dari penulis ini adalah menerangkan bagaimana pemuatan sebuah website sebagai salah satu sarana informasi, dalam hal ini penulis menerangkan tentang Toko Elektronik

Dengan melihat keadaan tersebut maka dibutuhkan suatu wadah untuk berbagi ilmu pengetahuan tanpa harus mengeluarkan yaitu dengan membuat sebuah website e-learning, dimana

Aplikasi Multimedia merupakan bentuk baru untuk penggambaran program komputer yang didalamnya terdapat elemen gambar, teks, animasi, suara dan lainnya, yang digabungkan dalam satu

Interested in following INA Legal Laws or should you have any questions please do not hesitate to Contact Aurora Meliala at +62 21 5290 2177 or email at  ( law@ina.or.id ), 

ad* b)» Xalau kita baoa bunyi dari paoal 1601 b Btff maka da* patlah kita oimpulkon batata, oobelum waktu yang di- perjanjikan dalaa suatu porjanjian pemborongan itu habio,