BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat explanatory research yaitu untuk mengetahui dan menjelaskan determinan yang berpengaruh terhadap
ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB) di
Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015. Desain penelitian
yaitu cross sectional, artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan
dan pengambilan data dilakukan dengan satu kali pengukuran (Rianto, 2011).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh
Barat dengan pertimbangan kecamatan ini merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Aceh Barat dengan cakupan keikutsertaan terhadap program KB rendah
dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan mulai dari persetujuan judul penelitian, survei
pendahuluan, studi kepustakaan, penelitian lapangan terhitung mulai bulan Januari
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang
tidak ikut serta menjadi akseptor KB yang ada di Kecamatan Arongan Lambalek.
Adapun populasi dalam penelitian berjumlah 205 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian dari seluruh populasi di wilayah
Kecamatan Arongan Lambalek. Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut : (Lemeshow et al.,1997)
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar Populasi
Zα/2 : Nilai deviasi normal pada tingkat kemaknaan α = 0,05 (1,96)
p : Proporsi Prevalensi PUS akseptor KB aktif = 0,5
q : 1-p (1-0,5)
67 responden
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus diatas,
maka diketahui jumlah sampel dari 205 Ibu PUS didapat sampel sebanyak 67
responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan simple random sampling. Adapun pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan criteria inklusi sebagai berikut :
1) Berumur 25-40 tahun
2) Bisa berkomunikasi dengan baik
3) Sehat secara reproduksi
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan dari responden dengan wawancara menggunakan
kuesioner sebagai panduan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder
diperoleh dari dokumentasi dan laporan yang tersedia di Puskesmas, Kantor Camat,
Dinas Kesehatan, dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera
Daerah Kabupaten Aceh Barat. Data tertier di dapat dari laporan hasil-hasil penelitian
3.4.1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Untuk mendapatkan kualitas hasil penelitian yang baik perlu dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Uji validitas diperlukan untuk mengetahui apakah instrumen
penelitian (kuesioner) yang dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu
menghasilkan data yang akurat.
Sebelum penyebaran kuesioner pada sampel penelitian, butir-butir pertanyaan
pada kuesioner harus diuji coba untuk melihat validitas dan reliabilitasnya. Uji
validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji
validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing item pertanyaan
dengan skor total variabel dengan nilai corrected item total correlation pada analisis reliability statistics. Jika nilai item correted correlation > rtabel (0,361), maka nilai
dinyatakan valid.
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk
menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika
nilai r Cronbach’s Alpha > rtabel (0,361), maka dinyatakan reliabel (Rianto, 2011). Uji coba kuesioner dilakukan pada 30 Ibu PUS yang ditemui peneliti di
wilayah kerja puskesmas Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat karena
Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variabel n Corrected Item-Total Correlation
Sosial Budaya
Cronbach's Alpha 0,977
Pengetahuan
Tabel 3.1. (Lanjutan)
Variabel n Corrected Item-Total Correlation
Sikap
Cronbach's Alpha 0,911
Ketidakikutsertaan
Cronbach's Alpha 0,959
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk setiap item kuesioner pada
variabel sosial budaya valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,977) > 0,601
dikatakan reliabel. Variabel pengetahuan valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha
Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,911) > 0,601 dikatakan reliabel. Variabel Ketidakikutsertaan
valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation > 0,361 sehingga dikatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha (0,959) > 0,601 dikatakan reliabel.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel
Dalam Penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah budaya,
pengetahuan, sikap dan karakteristik (umur, pekerjaan, penghasilan, pendidikan,
jumlah anak) Pasangan Usia Subur (PUS). Variabel dependen adalah
ketidakikutsertaan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Drien Rampak di
Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2015.
3.5.2. Definisi Operasional a. Umur
Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. (Depdiknakes, 2012). Umur
yang dimaksud disini adalah umur akseptor KB.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan
oleh responden.
c. Pekerjaan
d. Penghasilan
Penghasilan yaitu jumlah uang yang didapatkan keluarga setiap bulannya.
e. Jumlah Anak
Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan dan masih hidup.
f. Budaya
Budaya adalah konsep, keyakinan, nilai, dan norma yang dianut masyarakat
yang memengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan
yang berasal dari alam sekelilingnya.
g. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui PUS sebagai responden
tentang program KB.
h. Sikap
Sikap merupakan pandangan PUS sebagai respon tentang program KB.
i. Ketidakikutsertaan KB
Keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah tindakan responden yang
tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun.
3.6. Aspek Pengukuran
Variabel penelitian diukur dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner.
Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara, yaitu
menanyakan kepada responden setiap pertanyaan yang telah dipersiapkan oleh
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel
3 Pekerjaan 1. BekerjaTetap
2. Tidak Bekerja Tetap
Ordinal 2. Jumlah anak 4-5 orang 3. Jumlah anak > 5 orang
9 Ketidakikutsertaan KB Interval
3.7. Analisis Data
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi
frekuensi masing-masing variabel independen yang meliputi karakteristik,
pengetahuan dan sikap serta variabel dependen yaitu ketidakikutsertaan dalam
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauhmana hubungan variabel
independen yaitu budaya, pengetahuan, sikap dan karakteristik dengan variabel
dependen ketidakikutsertaan KB dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
3.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh antara variabel
independen (budaya, pengetahuan dan sikap) terhadap variabel dependen
(ketidakikutsertaan KB) sehingga diketahui model persamaan untuk memprediksi
variabel ketidakikutsertaan berdasarkan variabel budaya, pengetahuan dan sikap
menggunakan uji regresi linear ganda. Syarat untuk masuk kedalam model pengujian multivariat adalah jika pada analisis bivariat variabel independen memiliki nilai Sig <
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Letak Geografis
Puskesmas Drien Rampak adalah salah satu Puskesmas yang terletak di
Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat yang merupakan daerah
pesisir pantai dengan luas wilayah 130,06 Km2 dengan jumlah penduduk pada tahun
2013 jumlah penduduknya sebanyak 11.436 jiwa, meningkat pada tahun 2014
menjadi sebanyak 12.257 jiwa dengan jumlah PUS yang tidak menjadi akseptor KB
adalah sebanyak 573 PUS. (PPKS Kabupaten Aceh Barat, 2014). Kecamatan
Arongan Lambalek terdiri dari 27 Gampoeng dan dibagi menjadi 2 Kemukiman yaitu
Kemukiman Arongan dan Kemukiman Lambalek. Mata pencaharian masyarakat
Petani, Pedagang dan Nelayan.
Batas-batas wilayah kecamatan Arongan Lambalek sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Kecamatan Woyla Barat
• Sebelah Selatan : Samudera Hindia
• Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Jaya
• Sebelah Timur : Kecamatan Sama Tiga
4.1.2. Sumber Daya Kesehatan
Sarana dan Prasarana yang tersedia di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan
Tabel 4.1. Sarana dan Prasarana di Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek
No Nama Sarana Jumlah Keterangan
1 Puskesmas Pembantu 4 Unit 1. Pustu Simpang Peut 2. Pustu Suak Bidok 3. Pustu Peulante LB 4. Pustu Alue Bagok 2 Poskesdes 2 Unit 1. Poskesdes Gunung Pulo
2. Poskesdes Seunebok Tengoh 3 Polindes 2 Unit 1. Polindes Keub (Rusak)
2. Polindes Kubu
4 Posyandu Plus 1 Unit 1. Posyandu Plus Panton Makmue
5 Ambulance 2 Unit
Jumlah sumber daya manusia yang tersedia di Puskesmas Drien Rampak
Kecamatan Arongan Lambalek antara lain :
Tabel 4.2. Sumber Daya Manusia di Kecamatan Arongan Lambalek
No Nama Tenaga Jumlah Keterangan
1 Dokter 3 Orang 2 Orang PNS
1 Orang PTT
2 Perawat 19 Orang 3 Orang Perawat Ners
16 Orang Perawat D3
3 Perawat Gigi 3 Orang
4 Bidan 41 Orang 11 Orang Bidan PNS
14 Orang Perawat D3
5 Sanitarian 2 Orang
6 Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 Orang 1 Orang PNS 14 Orang Honorer
7 Analis 1 Orang
8 Tenaga Teknis Kefarmasian 1 Orang
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran setiap variabel dalam
penelitian. Adapun hasilnya sebagai berikut :
4.2.1. Karakteristik 1. Umur
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok umur mayoritas PUS yang
tidak menjadi Akseptor KB adalah kelompok umur > 35 tahun sebanyak 52 orang
(77,6%), sedangkan pada kelompok 25 – 35 tahun sebanyak 15 orang (22,4%). Hal
itu terlihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan Arongan Lambalek
No Umur n %
1 25 - 35 Tahun 15 22,4
2 > 35 Tahun 52 77,6
Total 67 100,0
2. Pendidikan
Dari hasil penelitian tingkat pendidikan yang ditamatkan PUS menunjukan
bahwa tingkat pendidian mayoritas pada tamatan SMP sebanyak 28 orang (41,8),
kemudian diikuti tamat SD sebanyak 22 orang (32,8%) dan SMA sebanyak 13 orang
Tabel 4.4. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pendidikan n %
Dari hasil penelitian mengenai pekerjaan PUS menunjukan bahwa pekerjaan
mayoritas bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (56,7%), kemudian pegawai
swasta sebanyak 4 orang (6,0%) dan IRT sebanyak 25 orang (37,3%). Hal itu terlihat
pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pekerjaan n %
Dari hasil penelitian mengenai penghasilan PUS menunjukan bahwa semua
responden memiliki tingkat penghasilan yang rendah. Tingkat ekonomi masyarakatdi
Kecamatan Arongan lambalek berada pada kategorin menengah kebawah dengan
5. Jumlah Anak
Dari hasil penelitian mengenai jumlah anak PUS menunjukan bahwa mayoritas
responden memiliki jumlah anak 4 – 5 orang sebanyak 30 orang (44,8%), kemudian
jumlah anak < 3 orang sebanyak 24 orang (35,8%) dan anak > 5 orang sebanyak 13
orang (19,4%). Hal ini menunjukkan tidak ada satupun responden yang memiliki
anak 2 sesuai program KB terlihat pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 4.6. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Jumlah Anak di Kecamatan Arongan Lambalek
No Jumlah Anak n %
Untuk mengetahui persentase budaya dalam ketidakikutsertaan menjadi
akseptor KB di tunjukan dengan persentase setiappernyataan tentang budaya yang
terlihat pada tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sosial Budaya di Kecamatan Arongan Lambalek
No Budaya Tidak Ya
n % n %
1 Saya percaya bahwa menggunakan alat kontrasepsi membuat saya tidak hamil
13 19,4 54 80,6
2 Saya Percaya bahwa alat kontrasepsi dapat menentukan jumlah anak dan mengatur jarak kelahiran yang direncanakan
Tabel 4.7. (Lanjutan)
No Budaya Tidak Ya
n % n %
3 Saya tidak perlu memakai alat kontrasepsi karena bagi saya nilai anak, khususnya anak laki-laki sangat penting dalam keluarga karena sebagai penerus keluarga
38 56,7 29 43,3
4 Memiliki banyak anak akan mensejahterakan keluarga dan akan mendapatkan banyak rejeki
31 46,3 36 53,7
5 Menggunakan alat kontrasepsi bertentangan dengan adat istiadat ditempat saya tinggal
42 62,7 25 37,3
6 Adat istiadat sering kali menjadi penghalang atau penghambat program KB
28 41,8 39 58,2
7 Pemilihan program KB harus dibicarakan oleh suami dan istri
38 56,7 29 43,3
8 Suami dan mertua juga ikut menentukan berapa jumlah anak dalam keluarga, maka suami dan mertua juga ikut memberi izin untuk memakai alat kontrasepsi
27 40,3 40 59,7
9 Keluarga yang tidak memiliki anak tidak dibenarkan memakai alat kontrasepsi
38 56,7 29 43,3
10 Masih banyak kebiasaan masyarakat yang berpendapat banyak anak banyak rejeki, sehingga tidak perlu memakai alat kontrasepsi
37 55,2 30 44,8
Berdsarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk pernyataan percaya bahwa
menggunakan alat kontrasepsi membuat saya tidak hamil mayoritas menjawab ya
sebesar 80,6%, percaya bahwa alat kontrasepsi dapat menentukan jumlah anak dan
mengatur jarak kelahiran yang direncanakan mayoritas menjawab ya 58,2%, tidak
perlu memakai alat kontrasepsi karena bagi saya nilai anak, khususnya anak laki-laki
sangat penting dalam keluarga karena sebagai penerus keluarga mayoritas menjawab
tidak sebesar 56,7%, memiliki banyak anak akan mensejahterakan keluarga dan akan
alat kontrasepsi bertentangan dengan adat istiadat ditempat saya tinggal mayoritas
menjawab tidak sebanyak 62,7%, Adat istiadat sering kali menjadi penghalang atau
penghambat program KB mayoritas menjawab ya 58,2%, Pemilihan program KB
harus dibicarakan oleh suami dan istri mayorias menjawab tidak sebesar 56,7%,
Suami dan mertua juga ikut menentukan berapa jumlah anak dalam keluarga, maka
suami dan mertua juga ikut memberi izin untuk memakai alat kontrasepsi mayoritas
menjawab ya sebesar 59,7%, Keluarga yang tidak memiliki anak tidak dibenarkan
memakai alat kontrasepsi mayoritas menjawab ya sebesar 56,7%, Masih banyak
kebiasaan masyarakat yang berpendapat banyak anak banyak rejeki, sehingga tidak
perlu memakai alat kontrasepsi mayoritas menjawab tidak sebesar 55,2%.
Adapun tingkat budaya pada masyarakat di wilayah Kecamatan Arongan
Lambalek terlihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Sosial Budaya di Kecamatan Arongan Lambalek
No Budaya n %
1 Tidak mendukung 51 76,1
2 Mendukung 16 23,9
Total 67 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sosial budaya masyarakat di
Kecamatan Arongan Lambalek dalam menjadi akseptor KB memiliki sosial budaya
tidak mendukung menjadi akseptor KB sebanyak 76,1% dan sosial budaya yang
4.2.3. Pengetahuan
Untuk mengetahui persentase pengetahuan dalam ketidakikutsertaan menjadi
akseptor KB di tunjukan dengan persentase jawaban yang diberikan responden untuk
setiap pernyataan tentang budaya yang terlihat pada tabel 4.9 berikut :
Tabel 4.9. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Pengetahuan di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pertanyaan Tidak Ya
n % n %
1 Pengertian dari alat kontrasepsi adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak
18 26,9 49 73,1
2 Kontrasepsi alamiah adalah sistem kalender 42 62,7 25 37,3 3 Suntik dan pil termasuk alat kontrasepsi efektif 31 46,3 36 53,7 4 Pil pasca senggama tidak termasuk pil kontrasepsi 36 53,7 31 46,3 5 Alat kontrasepsi suntik yang baik untuk ibu
menyusui yaitu suntik 3 bulan
32 47,8 35 52,2
6 Keuntungan dari alat kontrasepsi kondom adalah mudah dipakai dan dapat mencegah penularan penyakit seksual
34 50,7 33 49,3
7 Keuntungan dari penggunaan alat kontrasepsi yang mantap adalah cocok untuk pasangan yang sudah tidak menghendaki kehamilan
32 47,8 35 52,2
8 Bila mengalami pusing, mual, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu konsultasi ke petugas kesehatan
35 52,2 32 47,8
9 Sebaiknya ibu mengunakan alat kontrasepsi 2 minggu setelah melahirkan
34 50,7 33 49,3
10 Tujuan dari KB adalah membentuk keluarga kecil bahagia sejahtera
23 34,3 44 65,7
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa pernyataan tentang alat
kontrasepsi adalah usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak
mayorits menjawab ya sebesar 73,1%, Kontrasepsi alamiah adalah sistem kalender
efektif mayoritas menjawab ya sebesar 53,7%, Pil pasca senggama tidak termasuk pil
kontrasepsi mayoritas menjawab tidak sebesar 53,7%, Alat kontrasepsi suntik yang
baik untuk ibu menyusui yaitu suntik 3 bulan mayoritas menjawab ya sebesar 52,2%,
Keuntungan dari alat kontrasepsi kondom adalah mudah dipakai dan dapat mencegah
penularan penyakit seksual mayoritas menjawab tidak 50,7%, Keuntungan dari
penggunaan alat kontrasepsi yang mantap adalah cocok untuk pasangan yang sudah
tidak menghendaki kehamilan mayoritas menjawab ya sebesar 52,2%, Bila
mengalami pusing, mual, dan timbul jerawat maka sebaiknya ibu konsultasi ke
petugas kesehatan masyarakat mayoritas menjawab tidak sebesar 52,2%, Sebaiknya
ibu mengunakan alat kontrasepsi 2 minggu setelah melahirkan mayoritas menjawab
tidak sebesar 50,7%, Tujuan dari KB adalah membentuk keluarga kecil bahagia
sejahtera mayoritas menjawab ya sebesar 65,7%.
Adapun tingkat pengetahuan pada masyarakat di wilayah Kecamatan Arongan
Lambalek terlihat pada tabel 4.10 berikut :
Tabel 4.10. Distirbusi Frekuensi Pengetahuan di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pengetahuan n %
1 Rendah 26 38,8
2 Sedang 34 50,8
3 Tinggi 7 10,4
Total 67 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan masyarakat di
50,8%, pengetahuan rendah sebanyak 38,8% dan pengetahuan tinggi sebanyak
10,4%.
4.2.4.Sikap
Untuk mengetahui persentase sikap dalam ketidakikutsertaan menjadi akseptor
KB di tunjukan dengan persentase setiappernyataan tentang budaya yang terlihat pada
tabel 4.11 berikut :
Tabel 4.11. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sikap di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pertanyaan STS TS S SS
n % n % n % n %
1 Pendapat ibu terhadap banyak
anak banyak rejeki
0 0,0 36 53,7 31 46,3 0 0,0
2 Ibu yang tidak ingin ber-KB
dikarenakan tidak memiliki anak perempuan, walaupun telah memiliki 5 orang anak yang kesemuanya laki-laki
0 0,0 24 35,8 43 64,2 0 0,0
3 Memiliki 2 orang anak sudah
cukup, baik laki-laki maupun perempuan
0 0,0 45 67,2 22 32,8 0 0,0
4 Tidak ingin ber-KB dikarenakan dengan ber-KB membuat seseorang tidak dapat memiliki anak lagi
0 0,0 46 68,7 21 31,3 0 0,0
5 KB tidak hanya untuk
perempuan, tetapi juga laki-laki
0 0,0 46 68,7 21 31,3 0 0,0
6 Yang menjadi akseptor KB
adalah ibu dan suami ibu
0 0,0 28 41,8 39 58,2 0 0,0
7 Yang menjadi akseptor KB
hanya suami ibu
0 0,0 41 61,2 26 38,8 0 0,0
8 Yang menjadi akseptor KB
hanya ibu
0 0,0 14 20,9 53 79,1 0 0,0
9 Suami ibu meminta ibu untuk
menjadi akseptor KB
0 0,0 53 79,1 14 20,9 0 0,0
10 Diadakan program pemasangan
alat KB secara gratis di
puskesmas
Berdasarkan tabel 4.11 diatas dapat dilihat sikap responden berdasarkan
pernyataan pendapat ibu terhadap banyak anak banyak rejeki mayoritas menjawab
tidak setuju sebesar 53,7%, ibu yang tidak ingin ber-KB dikarenakan tidak memiliki
anak perempuan, walaupun telah memiliki 5 orang anak yang kesemuanya laki-laki
mayoritas menjawab setuju sebesar 64,25, memiliki 2 orang anak sudah cukup, baik
laki-laki maupun perempuan mayoritas menjawab tidak 67,2% , tidak ingin ber-KB
dikarenakan dengan ber-KB membuat seseorang tidak dapat memiliki anak lagi
mayoritas menjawab tidak setuju sebesar 68,7%, KB tidak hanya untuk perempuan,
tetapi juga laki-laki mayoritas menjawab tidak setuju sebesar 68,7%, yang menjadi
akseptor KB adalah ibu dan suami ibu mayoritas menjawab setuju sebesar 58,2%,
yang menjadi akseptor KB hanya suami ibu mayoritas menjawab tidak setuju sebesar
61,2%, yang menjadi akseptor KB hanya ibu mayoritas menjawab setuju sebesar
79,1%, Suami ibu meminta ibu untuk menjadi akseptor KB mayoritas menjawab
tidak setuju sebesar 79,1%, Diadakan program pemasangan alat KB secara gratis di
puskesmas mayoritas menjawab sangat setuju sebesar 44,8%.
Adapun tingkat sikap pada masyarakat di wilayah penelitian Kecamatan
Arongan Lambalek terlihat seluruhnya pada kategori baik.
4.2.5.Ketidakikutsertaan
Untuk mengetahui persentase ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB di
tunjukan dengan persentase setiap pernyataan tentang ketidakikutsertaan yang terlihat
Tabel 4.12. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan Menjadi Akseptor KB Berdasarkan Sikap di Kecamatan Arongan Lambalek
No Pertanyaan Ya Tidak
n % n %
1 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena merasa tidak mungkin punya anak lagi
41 61,2 26 38,8
2 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak mengetahui manfaatnya
37 55,2 30 44,8
3 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena sudah tidak muda lagi
38 56,7 29 43,3
4 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena ingin memiliki anak
36 53,7 31 46,3
5 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak nyaman
42 62,7 25 37,3
6 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena takut efek samping dari penggunaan
44 65,7 23 34,3
7 Tidak Menggunakan alat kontrasepsi karena bertentangan dengan adat istiadat
29 43,3 38 56,7
8 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada dukungan dari luar (petugas dan keluarga)
31 46,3 36 53,7
9 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena lebih memilih menggunakan cara tradisional (minum jamu atau ramuan lain)
33 49,3 34 50,7
10 Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada di lingkungan anda yang menggunakan alat kontrasepsi
34 50,7 33 49,3
Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat ketidakikutsertaan responden
berdasarkan pernyataan tidak menggunakan alat kontrasepsi karena merasa tidak
mungkin punya anak lagi mayoritas menjawab ya sebanyak 41 orang (61,2%). Tidak
menggunakan alat kontrasepsi karena tidak mengetahui manfaatnya mayoritas
menjawab ya sebanyak 37 orang (55,2%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi
karena sudah tidak muda lagi mayoritas menjawab ya sebanyak 38 orang (56,7%).
ya sebanyak 36 orang (53,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak
nyaman mayoritas menjawab ya sebanyak 42 orang (62,7%). Tidak menggunakan
alat kontrasepsi karena takut efek samping dari penggunaan mayoritas menjawab ya
sebanyak 44 orang (65,7%). Tidak Menggunakan alat kontrasepsi karena
bertentangan dengan adat istiadat mayoritas menjawab tidak sebanyak 38 orang
(56,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada dukungan dari luar
(petugas dan keluarga) mayoritas menjawab tidak sebanyak 36 orang (53,7%). Tidak
menggunakan alat kontrasepsi karena lebih memilih menggunakan cara tradisional
(minum jamu atau ramuan lain) mayoritas menjawab tidak sebanyak 34 orang
(50,7%). Tidak menggunakan alat kontrasepsi karena tidak ada di lingkungan anda
yang menggunakan alat kontrasepsi mayoritas menjawab ya sebanyak 34 orang
(50,7%).
Adapun tingkat ketidakikutsertaan pada masyarakat di wilayah Kecamatan
Arongan Lambalek terlihat pada tabel 4.13 berikut :
Tabel 4.13. Distirbusi Frekuensi Ketidakikutsertaan di Kecamatan Arongan Lambalek
No Ketidakikutsertaan n %
1 Rendah 33 49,3
2 Sedang 30 44,8
3 Tinggi 4 6,0
Total 67 100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat ketidakikutsertaan PUS di
sebanyak 49,3%, tingakt ketidakikutsertaan sedang sebanyak 44,8% dan tingakt
ketidakikutsertaan tinggi sebanyak 6,0%.
4.2.6. Uji Normalitas
Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel independen dengan
variabel dependen maka digunakanlah analisis statistik bivariat. Pada penelitian ini
analisis bivariat menggunakan uji korelasi, sebelum masuk ke analisis bivariat apabila
data numerik maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk setiap variabel.
Asumsi normalitas dikatakan jika nilai p > 0,05.
Tabel 4.14. Uji Normalitas Data
No Variabel n p Keterangan
1 Budaya 67 0,181 Normal
2 Pengetahuan 67 0,054 Normal
3 Sikap 67 0,031 TidakNormal
4 Ketidakikutsertaan KB 67 0,232 Normal
Berdasarkan tabel 4.12 diatas dapat dilihat bahwa variabel budaya (0,181),
pengetahuan (0,054) dan Ketidakikutsertaan KB (0,232) berdistribusi normal
4.3. Analisis Bivariat
4.3.1.Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Tabel 4.15. Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Ketidakikutsertaan
Budaya Pearson Correlation 0,510
Sig. (2-tailed) 0,001
N 67
Berdasarkan tabel 4.15 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,001) < 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara budaya
dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.
Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (0,510) artinya bahwa variabel
budaya yang mendukung dapat meningkatkan ketidakikutsertaan KB sebesar 51,0%
dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain. Nilai p (0,001) < 0,25 sehingga variabel
budaya dapat masuk ke uji multivariat.
4.3.2.Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Tabel 4.16. Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Ketidakikutsertaan
Pengetahuan Pearson Correlation -0,694
Sig. (2-tailed) 0,001
Berdasarkan tabel 4.16 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,001) < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.
Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,694) artinya bahwa
variabel pengetahuan yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar
69,4% dan selebihnya dijelaskan oleh variabel lain. Nilai p (0,001) < 0,25 sehingga variabel pengetahuan dapat masuk ke uji multivariat.
4.3.3.Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Tabel 4.17. Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek
Ketidakikutsertaan
Sikap Correlation Coefficient -0,099
p value 0,426
N 67
Berdasarkan tabel 4.17 diatas dapat dilihat bahwa nilai p (0,426) > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan ketidakikutsertaan KB di Kecamatan Arongan Lambalek.
Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,099) artinya bahwa
variabel sikap yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 9,9% dan
4.4. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear berganda.
Adapun hasil analisis dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.18. Determinan Regresi
Model R R Square Durbin-Watson
1. 0,787 0,619 2,096
Berdasarkan tabel 4.18 diatas dapat dilihat bahwa nilai determinan regresi R2 (0,619) yang berarti bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan
ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB berdasarkan variabel budaya dan
pengetahuan sebesar 61,9%. Adapun model persamaan dapat dijelaskan berdasarkan
tabel berikut :
Tabel 4.19. Model Persamaan Regresi Linear
Model B T sig. Collinearity Statistics
Tolerance VIF
(Constant) 5,818 11,222 0,001
Budaya 0,263 4,810 0,001 0,955 1,047
Pengetahuan -0,516 -7,780 0,001 0,955 1,047
Berdasarkan tabel 4.19 diatas dibuat model persamaan regresi linear untuk
mengestimasi nilai ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB berdasarkan variabel
pengetahuan dan budaya. Adapun model persamaan regresi linear sebagai berikut :
Model Persamaan Regresi Linear Berganda
Ketidakikutsertaan KB = 5, 818 + 0,263 (Budaya) – 0,516 (Pengetahuan)
Dalam model persamaan ini kita dapat mengestimasi atau memperkirakan
Adapun makna koefisien B untuk masing-masing variabel dalam model persamaan
diatas adalah :
1. Setiap peningkatan satu poin budaya akan meningkatkan ketiakikutsertaan
menjadi akseptor KB sebanyak 0,263 poin setelah dikontrol oleh vaiabel
pengetahuan
2. Setiap peningkatan satu poin pengetahuan akan mengurangi ketidakikutsertaan
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik PUS yang Tidak Menjadi Akseptor KB 5.1.1. Umur
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelompok umur mayoritas PUS yang
tidak menjadi Akseptor KB adalah kelompok umur > 35 tahun sebanyak 52 orang
(77,6%), sedangkan pada kelompok 25 – 35 tahun sebanyak 15 orang (22,4%).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mutiara (2008) bahwa ada hubungan
yang kuat antara umur dengan penggunaan kontrasepsi. Wanita yang berumur < 20
tahun kemungkinan untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 0,73 kali dibandingkan
dengan yang berumur 40 tahun. Sementara wanita yang berumur 30-34 tahun dan
35-39 tahun kemungkinannya untuk menggunakan kontrasepsi hanya sekitar 0,15% dan
0,38%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan penggunaan kontrasepsi pada
kelompok wanita yang lebih tua.
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam
pemakaian alat kontrasepsi. Mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih
kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
Hal itu sesuai dengan penelitian Nuraidah (2003) di Kelurahan Pasir Putih
tahun. Mereka yang berumur tua (> 35 tahun) mempunyai peluang lebih besar untuk
tidak menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang muda.
5.1.2. Pendidikan
Dari hasil penelitian tingkat pendidikan yang ditamatkan PUS menunjukan
bahwa tingkat pendidian mayoritas pada tamatan SMP sebanyak 28 orang (41,8),
kemudian diikuti tamat SD sebanyak 22 orang (32,8%) dan SMA sebanyak 13 orang
(19,4%). Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa ketidakikutsertaan menjadi
akseptor KB di Kecamatan Arongan lambalek terjadi pada masyaraat dengan
pendidikan rendah.
Hal itu dikarenakan pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran
kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik)
untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah), dan meningkatkan kesehatannya.
Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan
atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh
pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui
proses pembelajaran (Notoatmodjo, 2005).
Pendidikan mempunyai hubungan positif terhadap tingkat ketidakikutsertaan
menjadi akseptor KB yang berkaitan dengan rendahnya pendidikan menyebabkan
informasi yang mereka terima mengenai hal dalam menunda atau membatasi jumlah
anak. Wanita yang berpendidikan tinggi memiliki kecendrungan lebih sadar untuk
5.1.3. Pekerjaan
Dari hasil penelitian mengenai pekerjaan PUS menunjukan bahwa pekerjaan
mayoritas bekerja sebagai petani sebanyak 38 orang (56,7%), kemudian pegawai
swasta sebanyak 4 orang (6,0%) dan IRT sebanyak 25 orang (37,3%).
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan aktifitas seseorang untuk memperoleh
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan berpengaruh
terhadap kemampuan membayar (ability to pay) khususnya terhadap belanja
kesehatan. Pekerjaan berkaitan juga degan sumber pembiayaan dalam pembelian alat
kontrasepsi dalam hal untuk menjadi akseptor KB.
Pekerjaan suami maupun istri dalam suatu keluarga akan berdampak pada
sosial ekonomi dalam keluarga, sehingga keluarga dengan ekonomi yang baik akan
lebih memperhatikan kebutuhan kesehatan pada keluarganya, salah satunya yaitu
dengan keikutsertaan ber-KB.
PUS yang mayoritas bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga cendrung
kurang memiliki kematangan secara finansial dibandingkan PUS yang bekerja
sebagai PNS ataupun pegawa swasta. Kematangan financial biasanya berbanding
lurus dengan pemanfaatan akses kesehatan termasuk pemakaian alat kontrasepsi.
Sehingga secara tidak langsung pekerjaan dapat memengaruhi ketidakikutsertaan
menjadi akseptor KB.
5.1.4. Penghasilan
Ekonomi merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam
Dalam keseharian kehidupan ekonomi manusia senantiasa akan berhadapan dengan
kesulitan-kesulitan ekonomi yang dapat menghalangi manusia untuk memenuhi
keinginan dan kebutuhannya (Sutisna, 2002)
Berdasarkan penelitian menunjukan seluruh PUS merupakan masyarakat
dengan golongan ekonomi rendah. Dalam hal pemakaian kontrasepsi prevalensi
pemakaian kontrasepsi di kalangan perempuan dengan tingkat kesejahteraan paling
rendah masih jauh tertinggal dibandingkan di kalangan perempuan dengan tingkat
kesejahteraan paling tinggi. Kelompok dengan tingkat kesejahteraan terendah
cenderung memakai metode kontrasepsi tradisional seperti minum ramuan atau jamu,
sedangkan kelompok dengan tingkat kesejahteraan lebih tinggi cenderung memakai
metode kontrasepsi jangka panjang implant dan metode operatif, yang tingkat
efektivitasnya cukup tinggi.
Kondisi lemahnya ekonomi keluarga memengaruhi daya beli termasuk
kemampuan membeli alat dan obat kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya
mempunyai anggota keluarga yang cukup banyak, kemiskinan menjadikan relatif
tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan
kualitas diri dan keluarganya (BKKBN, 2014).
Keterbatasan ekonomi yang rendah secara langsung memengaruhi PUS dalam
menjadi akseptor KB karena keterbatasan kemampuan dalam hal membeli alat
kontrasepsi yang efektif. Pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan
pelayanan KB gratis kepada kelompok penduduk miskin. Namun demikian,
diikuti dengan pembebasan biaya untuk pelayanan, terutama pada fasilitas pelayanan
swasta. Oleh karena itu penduduk dengan tingkat kesejahteraan terendah masih
mengeluarkan uang untuk membayar pelayanan KB. Sehingga membuat masyarakat
lebih memilih tidak menggunakan KB.
5.1.5. Jumlah Anak
Dari hasil penelitian mengenai jumlah anak PUS menunjukan bahwa
mayoritas responden memiliki jumlah anak 4 – 5 orang sebanyak 30 orang (44,8%),
kemudian jumlah anak < 3 orang sebanyak 24 orang (35,8%) dan anak > 5 orang
sebanyak 13 orang (19,4%). Hal itu menunjukan bahwa masyarakat yang memiliki
jumlah anak yang banyak memiliki resiko besar tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Hal itu tidak sejalan dengan penelitian mutiara (2008) yang menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak masih hidup dengan
penggunaan kontrasepsi. Responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih memiliki
kemungkinan sebesar 2,42 kali untuk menggunakan salah satu cara kontrasepsi
dibandingkan dengan yang tidak memiliki anak atau baru memiliki 1 anak.
Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan dan masih hidup. Dalam
hal ini erat kaitannya dengan paritas. Dalam membentuk keluarga yang sejahtera
memungkinkan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung kepada jumlah
anak yang ingin di lahirkannya. Seseorang ibu mungkin menggunakan alat
kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang telah
Menggunakan alat kontrasepsi bukan hanya mengenai hal tidak memiliki anak
saja melainkan juga hal mengenai penjarakan kehamilan yang agar tidak terjadi berat
bayi lahir rendah ataupun kematian bayi. Menurut BKKBN (2014) jarak kelahiran
yang ideal adalah 3 sampai 5 tahun karena jarak kelahiran yang pendek menyebabkan
seorang ibu belum cukup memulihkan kembali sehingga berisiko mengalami masalah
dalam kehamilan maupun persalinan.
Apabila melakukan persalinan terlalu banyak dan terlalu sering akan semakin
memiliki risiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat
memengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan tarif hidup keluarga secara
maksimal.
Berdasarkan pendapat salah satu responden menunjukan bahwa pengetahuan
PUS mengenai penggunaan alat kontrasepsi yang dapat mengakibatkan tidak
memiliki anak lagi menyebabkan masyarakat tidak ikut serta menjadi akseptor KB.
Hal itu sesuai dengan budaya yang menempatkan anak sebagai simbol prestige dan
jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran.
Dari hasil penenelitian dilapangan pada karakteristik responden sudah wajar
untuk mengikuti program KB, karena umumnya responden telah memiliki anak diatas
2 orang, walaupun dari segi pekerjaan pada umumnya petanu dan jumlah pendapatan
pada katagori menengah kebawah dapat digolongkan rendah, ini sudah menjadi
tanggungjawab kepada pihak BKKBN untuk dapat meningkatkan penyuluhan secara
5.2. Hubungan Budaya dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB Hasil analisis statistik memperlihatkan adanya hubungan budaya dengan
ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB. Ini dapat dilihat dari budaya negatif
lebih banyak dijumpai pada pasangan usia subur yang tidak ikut menjadi akseptor
KB.
Hasil uji korelasi pearson diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara budaya dengan ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB dengan nilai p= 0,001 < α=0,05 sehingga Ho ditolak menunjukkan adanya korelasi positif yang
signifikans. Artinya, bahwa budaya responden sangat berpengaruh untuk mendukung
PUS menjadi akseptor KB. Nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (0,510)
artinya bahwa variabel budaya yang tidak mendukung dapat meningkatkan
ketidakikutsertaan KB sebesar 51,0%.
Hasil penelitian Pardede (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan faktor
nilai budaya yang ada di masyarakat dengan pemanfaatan program KB. Budaya yang
ada pada daerah Kecamatan Arongan Lambalek masih menekankan kepada pasangan
usia subur khususnya para istri untuk terus melahirkan selama masa reproduksinya
dengan alasan anak merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan.
Pardede (2012), menyatakan bahwa adanya kepercayaan dan nilai-nilai dalam
suatu budaya yang dapat menghambat program KB. Misalnya peran para orang tua
dalam menentukan jumlah anak bagi keluarga mereka. Dalam hal ini jelas terdapat
diharapkan mereka akan terus melahirkan dan pandangan seperti ini akan cenderung
mengarah ke keluarga besar.
Hal ini sesuai dengan pendapat Maran (2004) yang menyatakan kepercayaan
merupakan pola pikir tentang sesuatu yang diharapkan karena dianggap baik. Pola
pikir tersebut merupakan basis pembentukan norma sosial yang berkaitan dengan
upaya memanfaatkan pelayanan KB yang bersumber pada pengalaman seseorang
selaku anggota kelompok sosial. Hal tersebut juga berhubungan dengan faktor sosio
psikologi, dimana salah satu aspek didalamnya adalah kepercayaan. Aspek tersebut
akan memengaruhi seseorang dalam pemanfaatan pelayanan KB sehingga
masing-masing dari pribadi PUS yag menjadi responden akan menentukan apakah mereka
akan memanfaatkan atau tidak memanfaatkan pelayanan KB yang ada disekitar
wilayah tersebut.
Penelitian ini sesuai dengan pendapat Soemarjan (2004), menyatakan bahwa
budaya merupakan pelaksanaan norma-norma kelompok tertentu yang dipelajari dan
ditanggung bersama. Nilai budaya ini merupakan keinginan individu atau cara
bertindak yang dipilih atas dasar pengetahuan yang diketahuinya yang dibenarkan
sepanjang waktu sehingga mempengaruhi keputusan dan tindakannya.
Demikian juga dengan pendapat Notoatmodjo (2005) juga menyatakan tradisi
yang ada dimasyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan karena
masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah ada.
Asumsi peneliti menyatakan bahwa budaya yang tidak mendukung
pendapat Green dalam predisposing faktor bahwa budaya bukanlah statis namun
dinamis maka pihak dari BKKBN hendaknya dapat memberikan stimulus kepada
tokoh-tokoh adat dan pemuka masyarakat agar dapat mendukung program KB dan
pemuka masyarakat maupun tokoh adat dapat menjadi motivator dalam hal
perubahan perilaku masyarakat untukmenjadi perilaku positif terhadap program KB.
5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa pengetahuan PUS masih
rendah dalam hal pemanfaatan alat kontrasepsi. Hal itu terlihat dari penelitian yang
menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan dengan ketidakikutsertaan menjadi
akseptor KB. Dengan nilai p (0,001) < 0,05. Dan nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,694) artinya bahwa variabel pengetahuan yang tinggi dapat
menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 69,4%
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Soedharto
(2000), yang meneliti keikutsertaan pasangan usia subur di Kelurahan Asanon
menunjukkan bahwa rendahnya pemakaian alat kontrasepsi berkaitan dengan
rendahnya pengetahuan pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan dari ibu yang
berpengetahuan kurang baik tidak menggunakan alat kontrasepsi. Sebanyak 70,9%
pengetahuan ibu di Kelurahan Matang Seulimeng dalam kategori kurang baik tentang
alat kontrasepsi. Ibu lebih banyak menjawab pertanyaan dengan jawaban yang salah,
menanyakan tentang apakah kontrasepsi mantap (sterilisasi) ibu dapat hamil lagi,
sebagian besar ibu menjawab ya. Jawaban yang sebenarnya adalah tidak, karena kecil
kemungkinan ibu hamil lagi setelah dilakukan kontrasepsi mantap (sterilisasi/
tubektomi) pada ibu.
Menurut BKKBN (2006) pengetahuan mengenai manfaat penggunaan alat
kontrasepsi yang tepat merupakan hal penting dalam upaya perlindungan terhadap
kesehatan reproduksi perempuan. Pengetahuan adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk tingkah laku seseorang, maka dari hasil penelitian ini menunjukkan ibu
yang kurang pengetahuannya tidak menggunakan alat kontrasepsi.
5.4. Hubungan Sikap dengan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar sikap responden
dalam pemanfaatan kontrasepsi baik pada masyarakat Kecamatan Arongan Lambalek
sudah baik. Dan hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
sikap terhadap ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dengan nilai p (0,426) > 0,05, nilai koefisien determinan menunjukan nilai r = (-0,099) artinya bahwa variabel sikap
yang tinggi dapat menurunkan ketidakikutsertaan KB sebesar 9,9%.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Nasution (2010) yang menunjukan
bahwa sikap memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan PUS dalam menjadi akseptor
KB. Hal itu dikarenakan sikap terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki oleh individu
yang apabila seorang memiliki pengetahuan yang buruk maka akan menghasilkan
Menurut asumsi peneliti sikap itu tidak dapat menentukan bagaimana
tindakan seseorang dimana sikap yang positif bukan jaminan seseorang akan
melakukan tindakan yang positif karena sikap itu sesuatu yang belum pasti menuju ke
tindakan, sikap itu bersifat internal yang tidak nampak nyata. Hal ini sesuai dengan
pendapat Notoadmodjo (2010) yang menyatakan sikap tidak langsung dilihat tetapi
dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup namun sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial.
Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain dan sikap dapat terwujud didalam suatu tindakan tergantung
pada situasi saat itu. Hal itu memperlihatkan bahwa sikap seseorang dapat berubah
dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu melalui persuasif
serta tekanan dari kelompok sosialnya. Dari pertanyaan yang diberikan kepada
responden mempunyai sikap baik terhadap pemakaian alat kontrasepsi. Jika dilihat
dari tingkat pengetahuan ibu yang kurang baik tentang penggunaan alat kontrasepsi
justru dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu belum tentu mencerminkan sikap
ibu yang tidak baik pula tentang pemakaian alat kontrasepsi.
Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya
dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan
memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu,
memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor
predisposisi. (Ahmadi, 2003).
Sikap merupakan suatu perilaku yang dimiliki seseorang sebelum mengambil
tindakan. Jika sikap masyarakat sudah baik maka masyarakat akan mudah untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik, tapi jika sikap ini masih kurang maka
memiliki dampak yang buruk bagi derajat kesehatan masyarakat. Untuk merubah
sikap pengetahuan harus ditingkatkan dan pemerintah harus memberikan contoh yang
baik kepada masyarakat agar perilaku hidup sehat dapat terlaksana. (Azwar, 2009).
5.5. Determinan Ketidakikutsertaan PUS Menjadi Akseptor KB
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa determinan yang
berpengaruh terhadap ketidakikutsertaan PUS menjadi akseptor KB adalah budaya
dan pengetahuan secara bersaman. Nilai determinan regresi R2 (0,619) yang berarti bahwa model yang terbentuk dapat menjelaskan ketidakikutsertaan menjadi aksepto
KB berdasarkan variabel budaya dan pengetahuan sebesar 61,9%.
Ketidakikutsertaan PUS dalam menjadi akseptor KB sering terjadi karena
adanya budaya dalam masyarakat dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan
individu karena masyarakat yang terbiasa dengan pola kebiasaan yang sudah cukup
lama seperti pemikiran yang berkembang di masyarakat yang menyatakan banyak
anak banyak rezeki sehingga bila memiliki banyak anak sebagai simbol prestige dan
menggunakan alat kontrasepsi yang menurut pemikiran masyarakat menggunakan
alat kontrasepsi bisa membuat tidak punya anak lagi.
Hal itu berhubungan dengan rendahnya pengetahuan masyarakat tentang apa
sebenarnya fungsi dan manfaat dari ber KB. Pengetahuan masyarakat yang hanya
mengetahui kegunaan alat kontrasepsi sebagai alat untuk tidak bisa hamil lagi
merupakan pemikiran yang salah akibat kurangnya pengetahuan. Yang sebenarnya
fungsi dari alat kontrasepsi bukan hanya mencegah kehamilan tetapi juga berfungsi
sebagai metode untuk mengatur kehamilan agar tidak terjadi kehamilan yang terlalu
dekat karena berisiko terjadinya komplikasi pada kehamilan atau mengakibatkan
kematian bayi (BKKBN, 2014).
Untuk itu perlu dilakukan kegiatan yang dapat mengeliminasi faktor budaya
yang dapat menghambat ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB dan meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dan manfaat dari menjadi akseptor KB
yang akan berdampak terhadap peningkatan akseptor KB di Kecamatan Arongan
Lambalek.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa pengetahuan
masyarakat yang rendah tentang KB menjadi hal yang sangat mendasar dalam
ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB, sehingga perlu dilakukan kegiatan
penyuluhan dan pemberian informasi yang rutin oleh petugas puskesmas maupun
petugas kantor PPKS kepada masyarakat dan menjadikan beberapa anggota
masyarakat menjadi kader dalam peningkatan akseptor KB di Kecamatan Arongan
alat kontrasepsi untuk mengatur kelahiran menjadi kendala lain dalam tercapainya
cakupan KB di Kecamatan Arongan Lambalek. Untuk itu perlu dilakukan pendekatan
kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat dan melibatkan tokoh agama dan tokoh
masyarakat dalam kegiatan KB yang dilakukan oleh petugas puskesmas di
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Karakteristik yang terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, dan
jumlah anak menunjukkan sangat erat kaitanya dengan ketidakikutsertaan dalam
program KB yang seharusnya wajar untuk mengikuti program KB demi keluarga
yang bahagia dan sejahtera.
2. Sosial budaya bukan statis tapi dinamis maka perlu perubahan perilaku dalam hal
budaya yang kurang mendukung di Kecamatan Arongan Lambalek menjadi
faktor yang menghambat masyarakat dalam menjadi akseptor KB.
3. Pengetahuan masyarakat pada umumnya rendah sehingga sangat mendukung
dalam ketidakikutsertaan menjadi akseptor KB.
4. Sikap masyarakat pada umumnya sangat positif terhadap program KB, namun
dalam keikutsertaan program KB bertentangan karena pengetahuan yang tidak
6.2. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat
Tetap berupaya meningkatkan program penyuluhan pemasangan alat kontrasepsi
pada PUS yang tidak menjadi akseptor KB dengan melakukan kerjasama lintas
program dan lintas sektor serta tetap melakukan monitoring dan evaluasi.
2. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Sejahtera
Meningkatkan program pemasangan alat kontrasepsi gratis karena mayoritas
PUS yang tidak menjadi akseptor KB memiliki Penghasilan rendah dan
menerapkan penggunaan kontrasepsi alamiah.
3. Puskesmas
Melakukan kerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terutama tokoh
agama, tokoh adat, tokoh masyarakat yang berhubungan dalam
menyelenggarakan program KB.
4. Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
Tetap semangat dan termotivasi lebih tinggi dalam melakukan penyegaran kader
untuk pelaksanaan program Kbdan lebih meningkatkan penyuluhan Tentang
fungsi, manfaat serta cara menggunakan alat kontrasepsi KB agar meningkatkan
pengetahuan PUS.