• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Botol Plastik dan Abu Batu Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Batako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Botol Plastik dan Abu Batu Sebagai Bahan Substitusi Dalam Pembuatan Batako"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batako

2.1.1 Pengertian Batako

Bata beton atau yang dikenal dimasyarakat umum adalah batako merupakan bahan yang di bentuk dari campuran pasir bercampur dengan kerikil (agregat) yang dicampur dengan semen portland dan air untuk mempermudah bahan-bahan pembentuknya dapat dengan mudah tercampur dan bereaksi dengan sempurna. Menurut PUBI-1982 pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”. Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”. Perbandingan bahan baku batako terdiri dari pasir, semen, dan air dengan perbandingan 75: 20: 5. Perbandingan komposisi ini sesuai dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum tahun 1986.

(2)

Indonesia 1982 (PUBI-1982) pasal 6 antara lain adalah berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ±400 mm, lebar ±200 mm, tebal ±100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dan memiliki kuat tekan antara 2-7 N/mm2.

Berdasarkan persyaratan fisik batako standar dalam PUBI-1982 memberikan batasan standar bahwa untuk batako dengan nilai kuat tekan 2-3,5 MPa dapat dipakai pada konstruksi yang tidak memikul beban. Untuk kuat tekan 2 MPa dapat dipasang pada tempat yang terlindung dari cuaca luar dan diberi lapisan pelindung.

2.1.2 Klasifikasi Batako

Berdasarkan bahan pembuatannya batako dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu :

A. Batako Putih (tras)

Batako putih dibuat dari campuran tras, batu kapur, dan air. Campuran tersebut dicetak. Tras merupakan jenis tanah berwarna putih/putih kecoklatan yang berasal dari pelapukan batu – batu gunung berapi, warnanya ada yang putih dan ada juga yang putih kecoklatan. Umumnya memiliki ukuran panjang 25-3 cm, tebal 8-10 cm, dan tinggi 14-18 cm.

(3)

B. Batako Semen/Batako Press

Batako press dibuat dari campuran semen dan pasir atau abu batu. Ada yang dibuat secara manual (menggunakan tangan) dan ada juga yang menggunakan mesin. Perbedaanya dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Umumnya memiliki panjang 36-40 cm dan tinggi 18-20 cm.

Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Press

C. Bata Ringan

(4)

Mutu batako sangat dipengaruhi oleh komposisi dari penyusun-penyusunnya, disamping itu dipengaruhi oleh cara pembuatannya yaitu melalui proses manual (cetak tangan) dan pres mesin. Perbedaan dari proses pembuatan ini dapat dilihat dari kepadatan permukaannya. Batako terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Istilah batako berhubungan dengan bentuk persegi panjang yang digunakan untuk dinding beton. Batako dapat digolongkan menjadi dua kelompok:

Batako Padat Batako Berlubang

Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang

(5)

Gambar 2.4 Tipe-tipe Batako

Pada pemakaian batu batako diperhatikan hal-hal berikut: a. Disimpan dalam keadaan cukup kering.

b. Penyusunan batu cetak sebelum dipakai cukup setinggi lima lapis, untuk keamanan dan juga untuk memudahkan pengambilan.

c. Pada pemasangan tidak perlu dibasahi terlebih dahulu, serta tidak boleh direndam air.

(6)

Gambar 2.5 Bentuk Ikatan Dinding Batako

Agar didapat mutu batako yang berkualitas, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi kualitas batako tergantung pada faktor air semen, umur batako, kepadatan batako, bentuk tekstur batuan, ukuran agregat, kekuatan agregat, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan batako. Keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan batako adalah:

a. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.

b. Pembuatan mudah dan dapat dibuat secara sama.

(7)

e. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.

f. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.

g. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.

Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:

a. Karena proses pengerasannya membutuhkan waktu yang cukup lama (3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.

b. Bila diinginkan lebih cepat mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.

c. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengarasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.

2.2 Bahan Pembentuk Batako

2.2.1 Semen Portland

(8)

menyerupai semen alami yang berasal dari pulau Portland di Inggris. (Paul Nugraha, 2004).

Menurut Standar Industri Indonesia (SII), SII 0013-1981, definisi Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu-ikat (umumnya gypsum).

Klinker semen Portland dibuat dari batu kapur (CaCo3), tanah liat dan

bahan dasar berkadar besi. Bahan dasar dari klinker semen Portland dapat dipabrikasikan secara dua proses, yaitu basah dan kering. Pada proses basah,sebelum dibakar bahan dasar dicampur dengan air(‘slurry’) dan digiling sampai halus berupa “bubur halus”. Pada proses kering, bahan dasar dicampur dan dikeringkan kemudian digiling berupa “bubuk kasar”

selanjutnya kedua produksi ini dibakar dalam tanur-putar-datar pada tempertur yang sangat tinggi sehingga diperoleh klinker semen Portland.

Proses pemabrikan klinker semen Portland adalah sebagai berikut :

Proses Basah Proses Kering

dan dicampur dengan air digiling

“bubur halus” “bubur kasar”

Tanur semen (1400°C) Klinker semen Portland

(9)

Bagian utama dari klinker ini adalah :

dikalsium silikat 2CaO.SiO2 atau C2S

trikalsium silikat 3CaO.SiO2 atau C3S

trikalsium aluminat 3CaO.A12O3 atau C3A

tetra kalsium aluminat ferrit 4CaO.A12O3Fe2O3 atau C3AF

akhirnya semen Portland didapatkan secara menggilas klinker tersebut dalam kilang-peluru(‘kogelmolens’) sampai halus dengan ditambah beberapa prosen gips (CaSO42H2O). (R. Sagal, 1994).

2.2.2 Pasir

Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran pada pasir, umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena pasir memiliki rongga-rongga yang cukup besar. Pasir memiliki warna sesuai dengan asal pembentukannya. Dan seperti yang kita ketahui pasir juga sangat penting untuk bahan material bangunan bila dicampurkan dengan perekat semen.

Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia, agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:

(10)

3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.

4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak. 5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

(Paul Nugraha, 2004)

2.2.3 Air

Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, untuk membasahi agregat dan akan memberikan kemudahan pada adukan beton. Air yang dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula atau bahan kimia lainnya, bila dipakai dalam campuran beton akan menurunkan kualitas beton, bahkan dapat mengubah sifat-seifat beton yang dihasilkan. Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung-gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak sempurna, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton (Mulyono, 2005).

(11)

batako, maka nilai f.a.s. pada pembuatan dibuat pada batas kondisi adukan lengas tanah, karena dalam kondisi ini adukan dapat dipadatkan secara optimal. Disini tidak dipakai patokan angka sebab nilai f.a.s. sangat tergantung dengan campuran penyusunnya. Nilai f.a.s. Diasumsikan berkisar antara 0,3 sampai 0,6 atau disesuaikan dengan kondisi adukan agar mudah dikerjakan (Utomo, 2010).

Syarat air yang digunakan untuk campuran batako adalah sebagai berikut:

a. Air tidak mengandung lumpur, minyak, benda terapung lainnya yang dapat dilihat secara visual.

b. Air tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter. c. Air tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak

batako (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. d. Bila air meragukan harus dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya

menurut pemakaiannya (Latief, 2010).

2.2.4 Botol Plastik Jenis PET

PET atau PETE adalah polyethylene terephtalate. Plastik ini digunakan untuk membuat sebagian besar botol plastik dan kontainer dari minuman, dan juga digunakan untuk salad dressing kontainer, botol minyak sayur dan tempat makanan ovenproof. PET dapat didaur ulang menjadi pakaian, tote bags, furniture, karpet, hiasan jalur, dan kontainer baru.

(12)

limbah plastik adalah limbah plastik dari bekas botol air kemasan. Umumnya botol air kemasan berasal dari plastik jenis Polyethylene terephthalate (PET). Pemakaian limbah ini juga akan mendukung upaya untuk penyelamatan lingkungan.

PET merupakan polyester termoplastik yang diproduksi secara komersial melalui produk kondensasi yang dikarakterisasi dengan banyaknya ikatan ester yang didistribusikan sepanjang rantai utama polimer. PET bahan dasar dari botol minuman plastik, dengan nama IUPAC-nya polioksi etilen neooksitereftaoil.

Proses pembuatan PET memerlukan suhu yang sangat tinggi di atas 100oC untuk produk yang secara komersial memiliki kemampuan kristalisasi cepat. Menurut Ehrig, material PET ini memiliki sifat mekanik yang baik, ketahanan terhadap pelarut yang bagus, dan stabilisasi hidrolitiknya baik. PET dan poliester lain pada umumnya bebas dari hasil pembakaran berbahaya CO2. Titik leleh PET murni di atas 280oC untuk sampel yang “annealing”

secara lengkap. Sedangkan produk komersialnya meleleh pada suhu 255o C-265oC, karena hasil kristalisaai berkurang dengan adanya pengotor pada rantai utamanya. Pengotor yang ada dalam PET mengakibatkan kekuatan produk akan berkurang, baik sebagai produk film atau serat. Titik transisi gelas bervariasi dalam interval yang luas tergantung pada kemurnian polimernya.

(13)

PET melalui “perebusan” dapat dihasilkan gumpalan plastik yang apabila

dipecahkan akan mencadi pecahan dan butiran yang dapat dijadikan sebagai agregat halus dan kasar pada beton. Berat jenisnya yang kecil memungkinkan beton yang menggunakan agregat PET ini mempunyai berat jenis yang kecil juga, sehingga termasuk dalam katergori beton ringan (beratnya lebih kecil 1800 kg/m3).

Kuat tekan yang dihasilkan dari pembuatan beton dengan agregat dari limbah PET dan beberapa campuran limbah lainnya berkisar antara 7-15 MPa. Kuat tekan tersebut memang dapat digunakan untuk material elemen non struktural, seperti panel dinding. Namun demikian, masih perlu dikaji kaitannya dengan kuat tarik, kuat lentur, performa rambatan panasnya dan rambatan serta redaman bunyi. Tabel 2.1 menunnjukkan Massa jenis dan suhu operasi maksimum pada berbagai jenis plastik.

Tabel 2.1. Massa Jenis dan Suhu Operasi Maksimum Plastik

(14)

Jenis kode plastik yang umum beredar di antaranya:

• PET (Polietilena tereftalat). Umumnya terdapat pada botol minuman atau bahan konsumsi lainnya yang cair.

HDPE (High Density Polyethylene, Polietilena berdensitas tinggi) biasanya terdapat pada botol detergen.

• PVC (polivinil klorida) yang biasa terdapat pada pipa.

LDPE (Low Density Polyethylene, Polietilena berdensitas rendah) biasa terdapat pada pembungkus makanan.

• PP (polipropilena) umumnya terdapat pada tutup botol minuman, sedotan, dan beberapa jenis mainan.

• PS (polistirena) umum terdapat pada kotak makan, kotak pembungkus daging, cangkir, dan peralatan dapur lainnya. (Pitra Ardhiantika,dkk,2014)

2.2.5 Abu Batu

(15)

Gambar 2.6 Batako Press Menggunakan Abu Batu

Abu batu saat ini merupakan bahan hasil sampingan dalam industri pemecahan batu yang jumlahnya tidak sedikit. Saat ini abu batu tidak begitu laku untuk dijual karena pemakaian dalam industri konstruksi sudah sangat sedikit mengingat konstruksi perkerasan jalan dengan Lapen sudah banyak beralih ke lapisan aspal beton. Perkerasan Lapen yang biasanya penaburan lapis atas dengan abu batu sudah banyak diganti dengan pasir, sehingga abu batu pada stone crusher menjadi bahan limbah yang harus diupayakan penanganannya

Pada bendungan tipe rockfill, embankment Sheel (pelapis timbunan) biasanya terdiri dari material random (campuran) atau abu batu yang berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan kedap air.

(16)

2.3 Pengujian Batako

Hasil produksi batako sebelum dipasarkan harus menjalani pengujian mutu yang meliputi :

2.3.1 Pengujian Ukuran dan Tampak Luar

Pengujian ukuran dilakukan untuk melihat dan mengamati apakah batako sudah sesuai dengan standar yang ditentukan, karena apabila belum sesuai dapat menpengaruhi nilai kekuatan pada bangunan. Sedangkan pengujian tampak luar dilakukan agar tidak mengurangi nilai jual. Apabila batako tampak dari segi fisik sudah bagus, maka nilai jualnya akan baik. Sebaliknya, apabila secara fisik sudah tampak tidak kuat maka batako tersebut tidak akan laku dipasaran.

Untuk mengetahui ukuran benda rata-rata batako, dipakai 7 buah benda uji yang utuh. Sebagai alat pengukur dipakai mistar sorong yang dapat mengukur teliti sampai 1 mm atau bisa juga digunakan alat ukur yang biasa dipakai dengan satuan cm. Setiap pengukuran panjang, lebar, tinggi atau tebal dinding batako berlubang, dilakukan paling sedikit tiga kali pada tempat yang berbeda-beda, kemudian dihitung harga rata-rata dari ketiga pengukuran tersebut. Harga pengukuran dari 7 buah benda uji, dilaporkan mengenai ukuran rata-rata serta besar penyimpangan ukuran batako dari syarat mutu yang telah ditetapkan pada SNI 03 0349 1989.

(17)

Tabel 2.2. Persyaratan Ukuran dan Toleransi (PUBI hal. 28)

Jenis batako

Ukuran nominal ± toleransi (mm)

Panjang Lebar Tebal

Besar 400±3 200±3 100±2

Sedang 300±3 150±3 100±2

Kecil 200±3 100±2 80±2

Keterangan : Ukuran nominal = ukuran bata ditambah 10 mm tebal siar.

2.3.2 Pengujian Daya Serap

Persentase berat air yang mampu diserap agregat di dalam air disebut serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air. Besar kecilnya penyerapan air sangat dipengaruhi pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya kualitas dan komposisi material penyusunannya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25%

Untuk pengukuran penyerapan air batako, mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:

(18)

Dimana:

Wa = Water Absorption (%) Mk = Massa benda kering (gr)

Mj = Massa benda dalam kondisi jenuh (gr)

2.3.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan batako adalah proses pengujian kemampuan batako untuk menahan beban, misalnya berat atap yang mendukung dinding, ditambah berat dinding itu sendiri. Serta untuk memastikan bahwa batako akan mampu membawa beban yang diletakkan di atasnya, termasuk beban hidup. Kuat tekan suatu bahan merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan beban dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

(19)

Batako dengan mutu yang rendah ditandai dengan besar kuat tekan dan daya serap air tidak memenuhi syarat-syarat fisis batako tingkat II yang ditetapkan oleh SNI. Hal ini disebabkan adanya retak-retak pada permukaan batako sehingga batako banyak berpori dan mengakibatkan kekuatannya menurun. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan banyak batako rusak sehingga memerlukan pengerjaan ulang yang mengakibatkan terjadinya penambahan biaya produksi.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan diatas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk dapat memperbaiki/merekayasa komposisi yang tepat supaya dapat memberikan perbaikan mutu pada batako. Titik berat pencapaian target mutu yang dikehendaki ialah pada pengaturan komposisi bahan. Perubahan komposisi bahan akan berpengaruh pada mutu batako.

Untuk pengukuran kuat tekan batako mengacu pada standar SNI 03-0349-1989 dan dihitung dengan persamaan berikut:

= ………...(2.2)

Dimana:

P = Kuat Tekan (kg/cm2) Fmaks= Gaya Maksimum (kg)

A = Luas permukaan benda uji (cm2)

(20)

karena itu spesifikasi dari Karakter Kualitas yang Kritis (Critical to Quality Characteristic/CTQ) produk batako ini adalah tingkat kuat tekan dan daya serap air. Semakin tinggi tingkat kekuatan batako yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu batako yang harus dihasilkan.

Tabel 2.3. Syarat-Syarat Fisis Bata Beton Menurut SNI 03-0349-1989

Catatan:

1) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukurannya dari permukaan bata yang tertekan, termasuk luas lobang serta cekungan tepi

2) Tingkat Mutu:

Tingkat I : Untuk dinding struktural tidak terlindungi

Tingkat II : Untuk dinding struktural terlindungi (boleh ada beban) Tingkat III : Untuk dinding non struktural tak terlindungi boleh terkena

hujan dan panas

Tingkat IV : Untuk dinding non struktural terlindungi dari cuaca No Syarat Fisik Satuan

Tingkat Mutu Bata2)

Bata Pejal Bata Berlubang

I II III IV I II III IV

1 Kuat tekan rata-rata minimum Kg/cm2 100 70 40 25 70 50 35 20

2 Kuat tekan bruto1)benda uji min. Kg/cm2 90 65 35 21 65 45 30 17

(21)

-2.3.4 Pengujian Kuat Tarik Belah

Kuat tarik belah adalah salah satu parameter penting kekuatan beton. Nilai kuat tarik belah diperoleh melalui pengujian tekan di laboratorium dengan membebani setiap benda uji silinder secara lateral sampai pada kekuatan maksimumnya. Pengujian dapat dilakukan pada skala tertentu dengan berbagai kondisi, jenis, beban maupun ukuran benda uji. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran benda uji terhadap kekuatan tarik belah beton. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji “Semiautomatic Concrete Compression Testing 400

kN Cap. Controls–Italy 50-C6632”(Renaldo Glantino Regar, 2014).

Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat tekannya pada umur masih muda dan berkisar seperdua puluh pada umur sesudahnya. Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Nilai pendekatan yang diperoleh dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0.50 – 0.60 kali √f’c, sehingga untuk beton normal digunakan nilai 0,57√f’c.

(22)

Cara yang digunakan untuk mengukur kuat tarik beton adalah dengan pengujian kuat tarik belah sesuai SK SNI M-60-1990-03 (SNI 03-2492-1991). Spesimen yang digunakan adalah silinder dan ditekan oleh dua plat paralel pada arah diameternya. kuat tarik belah benda uji dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3(civilresearch, 2011).

fct = d l

P

. .

. 2

π ………...(2.3)

di mana; fct = kuat tarik belah beton (MPa) P = beban maksimum (N) l = panjang benda uji (mm) d = diameter benda uji (mm)

Pada proses kuat tarik belah dapat di ilustrasikan seperti Gambar 2.7 di bawah ini.

(23)

2.4 Penelitian Abu Batu dan Cacahan Botol Plastik Jenis PET Terdahulu

2.4.1 Pratikto (UI Depok, 2010)

Penelitian ini menggunakan agregat ringan buatan berasal dari limbah botol plastik yang mempunyai logo PET. Sampah plastik merupakan masalah bagi banyak negara di dunia ini, Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai permasalahan yang kompleks dalam hal sampah, baik dari segi kesehatan, keindahan dan kesejahteraan. Racun dari plastik ini terlepas pada saat terurai atau terbakar, sehingga tidak ada satu bakteripun yang dapat menguraikan sampah plastik ini.

Tujuan yang hendak di capai pada peneliatian ini adalah menentukan perbandingan campuran semen, agregat kasar dari limbah botol plastik, agregat halus dan banyaknya air yang sesuai untuk pembuatan beton ringan. Sifat fisik dan sifat mekanik campuran beton ringan yang menggunakan bahan agregat limbah botol plastik sehingga memenuhi aspek beton ringan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(24)

dalam batas yang diijinkan yaitu 3%. Data ini akan digunakan untuk merancang campuran beton ringan yang menggunakan agregat batu apung sebagai agregat kasar.

Tahapan kedua sebelum dibuat benda uji terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap sifat fisik dan mekanik bahan yang akan digunakan. Dalam penelitian ini sifat kimiawi material tidak di uji. Adapun untuk menentukan komposisi campuran beton ringan menggunakan standard SNI dan agregat batu apung diganti dengan agregat dari limbah plastik.

Kebutuhan Beton Ringan per m3 (kg) o Semen : Pasir : Air : PET adalah

280 : 840 : 110 : 585

o Semen : Pasir : Air : PET adalah 263 : 420 : 279 : 559

o Semen : Pasir : Air : PET adalah 263 : 420 : 238 : 530

Koreksi nilai slump pada pengujian pertama dan 18,5 cm pada pengujian kedua dan berdasarkan perbedaan antara batu apung dengan PET, menghasilkan perbandingan kebutuhan material untuk pengadukan ke III.

(25)

2.4.2 Endang Kasiati (ITS, 2011)

Penelitian ini menggunakan serbuk kaca dan abu batu sebagai bahan tambahan untuk pembuatan beton dan mengganti semen dengan pozzolan untuk pembuatan paving. Pada penelitian ini dibuat 6 komposisi campuran untuk pembuatan paving tersebut. Untuk bahan pengikat dipakai semen portlan pada 3 komposisi awal dan semen pozzoland pada 3 komposisi lainnya yaitu:

a. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20% b. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15% c. PC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10% d. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 5% : Abu Batu 20% e. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 10% : Abu Batu 15% f. PPC 30% : PS 45% : Serbuk kaca 15% : Abu Batu 10%.

Dari hasil yang didapat kuat tekan terbesar adalah paving blok dengan komposisi 30% PC : 45% PS : 15% Serbuk Kaca : 10% Abu Batu. Paving ini menghasilkan kuat tekan maksimal 38,47 Mpa ketika berumur 28 hari dan masuk mutu paving kelas B sesuai SNI 03-0691-1996 yang dapat dipakai untuk pelataran parkir.

2.4.3 Apriyadi Dwi Widodo, dkk (UMY, 2014)

(26)

campuran Marshall aspal dengan aspal modifikasi limbah botol plastik dan campuran aspal panas (tanpa modifikasi aspal). Mengevaluasi hubungan antara stabilitas marshall dengan modulus elastisitas.

Aspek teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat mengurangi sampah yang terdapat di sekitar lingkungan kita salah satunya limbah botol plastik polyethylene terepthalate (PET) dan sebagai dasar informasi ilmiah untuk mengkaji lebih lanjut pemanfaatan limbah plastik dalam campuran Laston-WC.

Sedangkan dari segi aspek aspek aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan khususnya bagi kontraktor jalan untuk menggunakan limbah plastik sebagai campuran terhadap laston. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat meningkatakan nilai tambah plastik untuk kontruksi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eskperimental laboratorium. Rangkaian uji bahan dan uji dilakukan secara bertahap dan mengacu pada standar ASTM, 2013.

2.4.4 A.P. Sudarno (Universitas Sebelas Maret, 2006)

Dalam penelitian ini akan diteliti mutu tegel dengan bahan batu abu sebagai bahan campuran pasir dan bagaimana kwalitas tegel apabila menggunakan bahan batu abu sebagai campuran pasir dalam berbagai macam volumenya.

(27)

Penggantian ini mempunyai alasan karena batu abu lebih mudah didapat dan tersedia cukup banyak dimana-mana. Begitu pula menurut hasil penyelidikan, tegel yang menggunakan campuran batu abu mempunyai sifat lebih elastis atau ulet di bandingkan dengan menggunakan pasir tanpa campuran batu abu (Antono,1986:41) . Disamping itu kekuatan tegel lebih meningkat dan rembesan yang terjadi pada tegel dapat ditekan semaksimal mungkin,sehingga tegel tidak akan pecah atau retak bila mendapat beban.

(28)

berbeda-Hasil pengetesan dari tiap-tiap campuran yang terdiri dari masing-masing 10 sampel akan menghasilkan besarnya bahan lentur, beban kejut dan kehalusan tegel. Dari hasil tersebut kemudian dipilih salah satu benda uji dengan komposisi campuran tertentu, yang memenuhi persyaratan SII.

Pengujian beban lentur dilakukan dengan menimbang 10 benda uji kemudian diambil rata-ratanya dan dilihat pula berat terendah dari 10 benda uji tersebut. Pengujian kerapatan air dalam tegel dilakukan dengan cara mengambil 2 sampel saja dari 10 sampel yang ada dari masing-masing benda uji kemudian benda uji tersebut diletakkan di suatu tempat tertentu yang kemudian diisi dengan air setinggi 5 cm dihitung dari permukaan tegel bagian terdalam, setelah 2 hari diperiksa dan kemudian diberi air lagi dengan maksud agar air tetap setinggi 5 cm sesaat kemudian dilakukan pengamatan lagi selama 12 jam untuk setiap 3 jam. Bila tetap tidak ada air yang berkurang yang berarti tidak ada yang retak maka benda uji tersebut telah memenuhi syarat.

2.4.5 Sutarno (Politeknik Negeri Semarang, 2007)

Penelitian ini merupakan penelitian laboretorium sehingga semua aktivitas dilakukan di laboratorium yang menggunakn Laboratorium Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Semarang. Pengambilan sampel, berupa abu batu sebagai bahan paving block, dipilih yang kadar lumpurnya paling tinggi, yaitu milik CV Selo Arto yang ada di Karang Jati, Ungaran, Kabupaten Semarang..

(29)

yang terletak di Ngobo Karang Jati, Kabupaten Semarang dan air dari PDAM. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Ayakan standar, untuk mengayak pasir dengan susunan berdasar lobang ayakan 4 mm, 2 mm, 1mm, 0,5mm, 0,25mm, 0,125mm, dan 0,075mm;

b) Timbangan timbangan kecil dengan ketelitian 0,1 gram yang digunakan untuk menganalisis laborat dan timbangan besar untuk produksi atau pembuatan benda uji;

c) Mikser kapasitas 150 liter sebagai bahan pengaduk pembuatan benda uji;

d) Cetakan paving block yang menggunakan mesin cetak paving agar kualitas paving block yang dihasilkan akibat variasi gaya pengepresan dapat merata;

e) Bak perendaman digunakan untuk merawat paving block; f) Mesin uji tekan yang menggunakan mesin uji tekan bebas.

(30)

sebagai keunggulan paving block yang memiliki daya resapan yang baik. Proporsi setiap variasi campuran adalah 1PC : 2 Abubatu, 1 PC : 3 Abubatu, 1 PC : 4 Abubatu, 1 PC : 5 Abubatu, 1 PC : 6 Abubatu, 1 PC : 7 Abubatu, 1 PC : 8 Abubatu, dan perpandingan tersebut berdasarkan volumenya.

Gambar

Gambar 2.1 Contoh Batako Putih
Gambar 2.2 Contoh Batako Semen/Batako Press
Gambar 2.3 Batako Padat dan Berlubang
Gambar 2.4 Tipe-tipe Batako
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Rumusan indikator berisi perilaku untuk mengukur tercapainya KD dan alokasi waktu sesuai dengan cakupan kompetensi dan alokasi yang tersedia di dalam silabus.  Rumusan

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun

: Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami pokok-pokok hukum administrasi negara, bentuk-bentuk hukum perbuatan administrasi negara, asas-asas umum

a) Mahasiwa SO dan Si mengajukan surat permohonan kepada Rektor melalui Dekan diketahul Penasehat Akademik (PA) dan Ketua iurusan. Mahasiswa S2 dan S3 mengajukan surat

[r]

Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran strategi REACT lebih baik daripada siswa

Karena keberadaannya juga sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan, maka pemenuhan standar kualifikasi dan kompetensi standar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri

In this method partial side sway mechanism is employed, in which for a certain seismic load level some columns are allowed to develop plastic hinges while some selected columns are