• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dalam Upaya Meningkatkan Produksi Perikanan Di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa daerah pesisir di Indonesia sudah terlihat degradasi ekosistem mangrove akibat terjadinya eksploitasi. Hal ini disebabkan karena mangrove telah dialihfungsi menjadi peruntukkan lainnya oleh kegiatan pembangunan. Menurut Kusmana (2014) luas hutan mangrove di Indonesia yaitu 3.244.018 ha. Lebih dari setengah hutan mangrove yang ada dilaporkan rusak (69,5%), diantaranya 27,4% rusak ringan dan 41,9% rusak berat. Luas hutan mangrove di Pulau Sumatera yaitu ± 577.000 ha dan 50.369 ha berada di Provinsi Sumatera Utara.

Ekosistem mangrove memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang dan fauna lain, serta pembentuk daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bagunan, kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, bagan penangkap ikan, dermaga, bahan obat, serta memiliki fungsi sosial-budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekowisata, dan identitas budaya (Setyawan dan Winarno, 2006).

(2)

antara hasil tangkapan udang tahunan dan luas mangrove di seluruh Indonesia. Hal ini disebabkan karena mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan laut (Zamroni dan Rohyani 2008).

Hutan mangrove yang berada di Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat dari tahun 2005 sampai tahun 2010 mengalami kerusakan yang terus menerus terjadi (Sari, 2012). Peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi tidak menutup kemungkinan bagi pembukaan lahan yang lebih besar untuk tambak. Ironisnya, pembukaan di wilayah itu dengan melakukan konversi lahan hutan mangrove.

(3)

Perumusan Masalah

Mangrove menyediakan daerah asuhan (nursery ground) bagi ikan, udang dan kepiting, serta mendukung produksi perikanan di perairan pesisir. Melalui proses rantai makanan, produktivitas primer dari ekosistem mangrove menyebabkan produksi perikanan daerah sekitarnya menjadi melimpah. Namun pemahaman tersebut bagi masyakarat dan pemangku kebijakan di wilayah pesisir belum sepenuhnya dimiliki karena sifatnya tidak terlihat secara langsung dan dalam waktu yang singkat, sehingga pengelolaan ekosistem mangrove tidak diintegrasikan dengan pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya.

Kawasan mangrove di Desa Lubuk Kertang Langkat dimanfaatkan sebagai lahan tambak kepiting, udang, ikan, dan kebun kelapa sawit. Belum adanya rencana zonasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) menyebabkan pemanfaatan lahan pesisir tidak memperhatikan aspek ekologi, terutama keberadaan ekosistem mangrove. Aspek sosial dan ekonomi lebih diutamakan dengan menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat pesisir melalui usaha pertambakan tanpa melihat peran ekosistem mangrove bagi keberlanjutan usahanya.

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan seberapa besar kontribusi fungsi ekosistem mangrove bagi produksi perikanan tangkap dan seberapa ideal pemanfaatan lahan pesisir sebagai kawasan mangrove dan sebagai lahan pertambakan agar berkelanjutan.

(4)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menghitung pendugaan nilai potensi manfaat perikanan sumbangan dari serasah mangrove.

2. Menghitung tingkat pemanfaatan ekonomi perikanan dari ekosistem mangrove.

3. Membuat model dinamik pengelolaan mangrove untuk pemanfaatan perikanan yang optimal dan berkelanjutan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pengelolaan mangrove dan perikanan serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove.

Kerangka Pemikiran

(5)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Ekosistem Mangrove Serasah Mangrove

Produktivitas Primer

Potensi Perikanan

Tangkap

Pemanfaatan

Produksi Perikanan

Tangkap Lahan Budidaya

Tambak Pesisir Degradasi

Pengelolaan Ekosistem Mangrove

yang optimal dan berkelanjutan Model Dinamik Produksi Perikanan

Budidaya

(6)

Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan di wilayah pesisir dan antara makhluk hidup itu sendiri, yang terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh dalam perairan asin/payau. Indonesia mempunyai luas hutan mangrove 25% dari luas hutan mangrove yang ada di dunia (Sanudin dan Harianja, 2009).

Peran ekosistem mangrove di wilayah pesisir dan laut dapat dihubungkan dengan fungsi ekosistem tersebut dalam menunjang keberadaan biota menurut beberapa aspek antara lain adalah fungsi fisik, biologi, dan sosial ekonomi. Salah satu alasan yang menjadikan ekosistem mangrove sangat terkait dengan perairan di sekitarnya adalah keunikan ekosistem mangrove yang merupakan batas yang menghubungkan antara ekosistem darat dan ekosistem laut, sehingga dapat mempengaruhi proses kehidupan biota (flora dan fauna) di wilayah tersebut. Berbeda dengan ekosistem darat, mangrove adalah ekosistem terbuka, yang dihubungkan dengan ekosistem laut melalui arus pasang surut (Kawaroe, 2001).

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

fenomena di atas yang memerlukan pengkajian lebih lanjut maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian lebih dalam dengan judul: “ Pengaruh

[r]

(2) Pembentukan BPPD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah..

Akibatnya, sharing pengetahuan menjadi semakin sulit diabaikan, dan sebagai hasil memiliki fokus eksternal, proaktif, sebuah kultur inovatif dengan pekerja mau

Aplikasi dapat digunakan untuk mengamankan file digital dengan menggunakan metode TEA dan memecah file menjadi beberapa bagian, tetapi hanya dibutuhkan sebagian pecahan

Kabupaten Minahasa Selatan adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 2003 tentang Pembentukan

Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”, Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

dimaksud oleh Labforensik Polri, dan dinyatakan dengan surat keterangan hasil uji balikstik. e) Jumlah Senjata api dan amunisi, yang dapat dimiliki dan digunakan yaitu : 1)