• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Camat Stabat Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Camat Stabat Kabupaten Langkat"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih

yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu

tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang /

beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut

dengan bawahan. Dalam organisasi terdapat tiga unsur utama yaitu unsur manusia

(people), tujuan (purpose), danrencana (Plan). Dari unsur-unsur utama yang ada pada organisasi, unsur manusia adalah unsur yang paling penting karena manusia

adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk dari organisasi tersebut.

Unsur manusia itu sendiri dalam organisasi terbagi menjadi atasan (pemimpin)

dan bawahan (pegawai).

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan

jalannya roda organisasi, karena tanpa adanya faktor kepemimpinan yang

berfungsi sebagai penggerak dalam pelaksanaan segala kegiatan, maka pencapaian

tujuan organisasi tidak akan berhasil. Dalam menjalankan kepemimpinan tersebut,

tentu ada seorang pemimpin yang mengatur/ mengelola suatu organisasi agar

organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuannya.

Sondang P. Siagian (2003: 47) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah

kemampuan seseorang yang menduduki jabatan atau sebagai pimpinan satuan

(2)

berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif

untuk memberikan sumbangsih nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.

Pimpinan sebagai pengelolah sumber daya manusia memiliki ciri, sifat dan

sikap serta prilaku dan strategi dalam mempengaruhi bawahannya yang disebut

sebagai gaya kepemimpinan yang dengannya ia dapat bekerjasama dan dapat

menekan kemungkinan konflik yang akan terjadi didalam kelompok kerja

sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini pengaruh seorang

pimpinan sangat menentukan, karena untuk merealisasikan tujuan suatu organisasi

seorang pemimpin perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan

situasi kerja yang dihadapi. Adanya gaya kepemimpinan yang sesuai dengan

kondisi dan situasi organisasi maka pegawai akan lebih bersemangat dalam

menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan peraturan dalam mencapai tujuan

organisasi. Namun, setiap pemimpin juga bisa memiliki gaya kepemimpinan yang

berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak juga bahwa gaya

kepemimpinan yang satu lebih baik ataupun lebih buruk dari gaya kepemimpinan

yang lainnya.

Didalam suatu organisasi atau kantor, kerjasama yang baik diantara para

pegawai adalah suatu hal yang penting. Demikian juga kerjasama antara pegawai

terhadap pemimpin perlu terus ditingkatkan agar tercipta suatu kerjasama yang

serasi, dimana masing-masing pihak saling menghormati, saling mengerti akan

hak dan kewajibannya, dan dapat bekerjasama dalam melaksanakan tugas untuk

mencapai tujuan. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut, diperlukan

(3)

yang konsisten untuk dapat mempengaruhi bawahannya dalam menyelesaikan

tugas bersama yang diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi.

Dalam mencapai tujuan sebuah organisasi tidak hanya pemimpin yang

menjadi satu-satunya faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang

telah ditetapkan tetapi ada juga faktor bawahan / pegawai yang juga ikut

menentukan. Untuk mencapai tujuan organisasi pegawai harus memiliki rasa

tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya serta memiliki

semangat dan gairah kerja yang tinggi, dimana itu semua merupakan cerminan

dari pegawai yang berdisiplin baik. Kedisiplinan itu sendiri menurut Hasibuan

(2000:190) merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua

peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin yang baik

mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas

yang diberikan kepadanya. Kedisiplinan juga diartikan jika pegawai selalu datang

dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik,

mematuhi semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.

Kedisiplinan harus ditegakkan karena tanpa dukungan disiplin kerja pegawai yang

baik, sulit bagi organisasi untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan

merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya.

Pemimpin merupakan teladan dan panutan bagi para bawahannya sehingga

pemimpin memiliki pengaruh terhadap disiplin atau tidaknya pegawai. Pimpinan

harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dan

perbuatan.Haibuan (2000:190) juga mengatakan dengan teladan pimpinan yang

(4)

(kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin. Jadi, pimpinan

jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia sendiri kurang

disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan

diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai

disiplin yang baik pula.

Kecamatan Stabat merupakan bagian penting dari badan pemerintah yang

memiliki peranan penting dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Sehinga

seorang camat harus bisa menunjukkan kemampuannya memimpin serta membina

pegawai agar mempunyai displin kerja yang baik guna kelancaran jalannya

pemerintahan kecamatan. Perangkat pemerintahan kecamatan sebagai aparatur

yang berhubungan langsung dengan masyarakat haruslah memiliki tingkat

kedisiplinan yang tinggi yang berkaitan dengan pekerjaan, kerja sama serta

pelayanan terhadap masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

kecamatan.

Dalam pengamatan penulis terlihat bahwa pegawai di Kantor Kecamatan

Stabat memiliki disiplin yang baik. Ditunjukkan dengan selalu hadirnya seluruh

pegawai untuk mengikuti apel pagi pada jam 07.30 WIB dan pada apel siang

pukul 16.00 WIB. Pegawai-pegawai di kantor camat juga memiliki penampilan

yang baik dilihat dari pakaiannya yang sesuai dengan aturan serta mengenakan

atribut-atribut yang lengkap seperti lambang korpri, bed nama serta papan nama.

Pemimpin atau Camat Stabat juga terlihat memberikan teladan yang baik bagi

pegawainya dengan telah hadir sebelum apel pagi dimulai. Sehingga berdasarkan

(5)

penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat”

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan dalam penelitian ini dan agar penelitian ini

memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam

penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Adapun

permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Adakah Pengaruh

Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban terhadap

perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, adapun yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan di Kantor Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui bagaimana disiplin kerja pegawai di Kantor Kecamatan

Stabat Kabupaten Langkat.

3. Untuk mengetahui adakah pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin

kerja pegawai di Kantor Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

(6)

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, pengetahuan, wawasan,

serta kemampuan menulis karya ilmiah yang berkaitan dengan disiplin

Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan

bagi Pemerintahan Kantor Camat Stabat Kabupaten Langkat.

3. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah kemampuan

berpikir secara ilmiah dan memberikan kontribusi baik secara langsung

maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi

Negara FISIP USU.

1.5 Kerangka Teori

Untuk memudahkan proses penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir

yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti

perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan

dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori (Kerlinger,

2006: 14) adalah seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang

menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci

hubungan-hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan

memprediksikan gejala itu.

Mengacu pada pendapat diatas, maka dalam hal ini penulis

(7)

1.5.1 Pemimpin dan Kepemimpinan

1.5.1.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Dalam praktek, kepemimpinan sudah ada semenjak manusia hidup

berkelompok. Namun demikian sebagai ilmu, kepemimpinan baru mendapat

perhatian sejak timbulnya manajemen ilmiah (Scientific Management) yang dipelopori oleh Frederich Winslow Taylor pada awal abad ke-20 dan dikemudian

hari berkembang menjadi suatu ilmu kepemimpinan.

Pemimpin menurut Kartini Kartono (2005: 38, 57) adalah seorang pribadi

yang memiliki kecakapan dan kelebihan—khususnya kecakapan kelebihan di satu

bidang—, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk

bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa

tujuan. Kemudian Ordway Tead menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Sedangkan Horward H. Hoyt menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,

kemampuan untuk membimbing orang.

Menurut Inu Kencana (2003: 1-2) kepemimpinan adalah kemampuan dan

kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar

melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang

bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok. Sedangkan

(8)

mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil melalui himbauan emosional dan

ini lebih baik dibandingkan dengan melalui penggunaan kekuasaan).

Rivai (2003: 2) menyebutkan bahwa definisi kepemimpinan secara luas

adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,

memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk

memperbaiki kelompok dan budayanya.

Sedangkan menurut Hasibuan (1996: 167) Pemimpin adalah seseorang

yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan

untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku

bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai

tujuan organisasi.

Menurut George R. Terry (dalam Sutarto, 2001: 17), “Leadership is the relationship in which one person, or the leader, influences others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires.” (Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi

orang-orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk

mencapai yang diinginkan pemimpin).

Menurut Miftah Thoha (1995: 9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia

baik perorangan maupun kelompok.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah

suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan individu maupun kelompok yang

(9)

demi pencapaian tujuan bersama (individu, kelompok, dan organisasi). Sedangkan

pemimpin adalah orang yang memegang kendali atas suatu organisasi untuk

mempengaruhi bawahan atau pengikutnya agar mau bekerja sama secara efektif

dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin adalah

seseorang yang menjalankan proses kepemimpinan.

1.5.1.2 Teori Kepemimpinan

Menurut Pamudji (1992: 145) teori – teori kepemimpinan pada umumnya

berusaha menerangkan faktor-faktor yang memungkinkan munculnya

kepemimpinan dan sifat (nature) dari kepemimpinan. Mengikuti berbagai pendapat tentang teori-teori kepemimpinan yang diajukan sementara, dapat

disimpulkan beberapa teori yang penting seperti dibawah ini.

1. Teori serba sifat

Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan

serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin

keberhasilan pada setiap situasi.

2. Teori lingkungan

Telah dikemukakan bahwa teori lingkungan ini mengkonstantir

bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil daripada

waktu, tempat dan keadaan atau situasi dan kondisi. Suatu tantangan atau

suatu kejadian penting dan luar biasa akan menampilkan seseorang untuk

(10)

3. Teori pribadi dan situasi

Teori ini pada dasarnya mengakui bahwa kepemimpinan

merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu :

a. Perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin.

b. Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya; dan

c. Kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh

kelompok.

Maka dikemukakan bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan

oleh kepribadiannya dengan menyesuaikannya kepada situasi yang

dihadapi.

4. Teori interaksi dan harapan

Golongan teori ini mendasarkan diri pada variabel-variabel: aksi,

reaksi, interaksi dan perasaan (action, interaction dan sentiment). Seorang pemimpin menggerakkan pengikut dengan harapan-harapan bahwa ia akan

berhasil, ia akan mencapai tujuan organisasi, ia akan mendapatkan

keuntungan, penghargaan dan sebagainya.

5. Teori humanistik

Menurut teori ini perlu dilakukan motivasi pada pengikut, dengan

memenuhi harapan-harapan mereka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan

mereka.

6. Teori tukar-menukar

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa interaksi sosial

menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar dalam mana

(11)

pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan dengan

pengorbanan-pengorbanan kelompok atau anggota-anggota yang lain.

Menurut Wursanto (2005: 197) dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu

Organisasi menjelaskan teori kepemimpinan adalah bagaimana seseorang menjadi

pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori tentang

kepemimpinan yaitu :

1. Teori Kelebihan

Teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila

ia memiliki kelebihan daripada para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan

yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu kelebihan

ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.

2. Teori Sifat

Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang

baik apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat

menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum misalnya

bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai

daya tarik, enerjik, persuasif, komunikatif dan kreatif.

3. Teori Keturunan

Menurut teori ini, seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan

atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis

akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.

(12)

Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang

tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar). Pemimpin ini

biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.

5. Teori Bakat

Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa

pemimpin lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang

mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus

dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut

menduduki suatu jabatan.

6. Teori Sosial

Teori ini beranggapan pada dasarnya setiap orang dapat menjadi

pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia

diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena

masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal

maupun pengalaman praktek.

Dalam buku Miftah Thoha (1995: 32) terdapat beberapa teori

kepemimpinan, yaitu:

1. Teori sifat (Trait theory)

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman

Yunani kuno dan zaman Roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa

pemimpin itu dilahirkan, bukannya dibuat. Teori the Great Man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin ia akan menjadi

pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai

(13)

2. Teori kelompok

Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa

mencapai tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang

positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

3. Teori situasional dan model kontijensi

Dimulai pada tahun 1940-an ahli-ahli psikologi sosial memulai

meneliti beberapa variabel-situasional yang mempunyai pengaruh terhadap

peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan

kerja dan kepuasan para pengikutnya. Dan akhirnya ia mengetahui bahwa

gaya kepemimpinan yang dikombinasikan degan situasi akan mampu

menentukan keberhasilan pelaksanaan.

4. Teori jalan kecil – tujuan (path – goal theory)

Seperti telah diketahui secara luas pengembangan teori kepemimpinan

selain berdasarkan pendekatan kontijensi, dapat pula didekati dari teori path-goal yang mempergunakan kerangka teori motivasi. Hal ini merupakan pengembangan yang sehat karena kepemimpinan di suatu pihak sangat dekat

berhubungan dengan motivasi kerja, dan pihak lain berhubungan dengan

kekuasaan. Setiap teori yang berusaha mensitesakan bermacam-macam

konsep kelihatannya merupakan suatu langkah yang mempunyai arah yang

benar.

1.5.1.3 Gaya dan Tipe Kepemimpinan

Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda. Boone dan

(14)

sebagai cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin

orang lain. Ada beberapa faktor yang datang menentukan gaya kepemimpinan

yaitu: pemimpin itu sendiri, orang yang dipimpin dan situasi. Gaya kepemimpinan

merupakan fungsi dari ketiga variabel tersebut. Kemudian Fred E Fiedler

mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bergantung kepada situasi

tempat ia bekerja. Model kontingensi menjelaskan bahwa efektifitas seorang

pemimpin ditentukan oleh interaksi anatara orientasi kepada tugas atau karyawan,

dengan beberapa variabel yaitu: (1) Hubungan pemimpin dengan anggotanya, (2)

Struktur tugas, dan (3) kekuatan atau posisi manajer tersebut.

Miftah Thoha (1995: 49-61) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai

norma perilaku yang di gunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. William J. Reddin

mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang berhubungan langsung

dengan efektivitas. Selain efektivitas Reddin juga melihat gaya kepemimpinan itu

selalu dipulangkan pada dua hal mendasar yakni hubungannya pemimpin dengan

tugas dan hubungan kerja. Sehingga dengan demikian model yang dibangun

Reddin adalah gaya kepemimpinan yang cocok dan yang mempunyai pengaruh

terhadap lingkungannya. Reddin menyimpulkan bahwa ada gaya yang efektif dan

yang tidak efektif.

1. Gaya yang efektif

Ada empat gaya yang efektif. Empat gaya itu antara lain:

a. Eksekutif. Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas

pekerjaan dan hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan

(15)

kerja yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan diantara individu, dan

berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.

b. Pecinta pengembangan (developer). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum

terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang mempergunakan

gaya ini mempunyai kepercayaan yang implicit terhadap orang-orang yang

bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan tehadap

pengembangan mereka sebagai seorang individu.

c. Otokratis yang baik ( Benevolent autocrat). Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas, dan perhatian yang minimum

terhadap hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini

mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh

yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidak seganan di pihak

lain.

d. Birokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja, seorang manajer yang mempergunakan

gaya ini sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan menginginkan

memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.

2. Gaya yang tidak efektif

Ada empat gaya kepemimpinan yang tergolong tidak efektif. Empat gaya itu

anatara lain:

(16)

pada kompromi. Manajer yang bergaya seperti ini merupakan pembuat

keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhinya.

b. Missionary. Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum

terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer semacam ini

hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.

c. Otokrat. Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku yang tidak

sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain,

tidak menyenagkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera

selesai.

d. Lari dari tugas (Deserter). Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi

tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena manajer seperti ini

menunjukkan pasif tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.

Kemudian menurut Likert bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya

participative management. Gaya ini menetapkan bahwa keberhasilan pemimpin adalah jika berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan pada komunikasi. Selain

itu semua pihak dalam organisasi- bawahan maupun pemimpin- menerapkan

hubungan atau tata hubungan yang mendukung (supportive relationship). Likert merancang 4 sistem kepemimpinan sebagai berikut:

1. Pemimpin bergaya sebagai exploitive-authoritative.

Manajer dalam hal ini sanagat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan

(17)

paternalistik.

2. Pemimpin dinamakan Otokratis yang baik hati (benevolent authoritative). Pemimpin atau manajer-manajer yang termasuk dalam sistem ini

memnpunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau

memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman,

memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan

pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi

wewenang dalam proses keputusan.

3. Gaya kepemimpinan lebih dikenal dengan sebutan manajer konsultatif.

Manajer dalam hal ini mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan

biasanya dalam hal kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat

bawahan, dan masih menginginkan melakukan pengendalian atas

keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pemimpin bergaya ini mau melakukan motivasi

dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, dan juga berkehendak

melakukan partisipasi.

4. Pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif ( partifipative group).

Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap

bawahannya. Dalam setiap persoalan, selalu mengandalkan untuk

mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan

mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara

konstruktif.

Menurut Siagian (2003: 27) terdapat lima tipe kepemimpinan yang diakui

keberadaannya yaitu:

(18)

2. Tipe yang paternalistik

3. Tipe yang kharismatik

4. Tipe yang laissez faire

5. Tipe yang demokratik

Dalam buku Pemimpin dan Kepemimpinan Kartini Kartono (2005: 80)

ada kelompok sarjana yang membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut:

1. Tipe Kharismatis

Tipe pemimpin kharismatis ini memiliki kekuatan energi, daya-tarik dan

perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia

mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal

yang bisa dipercaya.

2. Tipe Paternalistis dan Maternalistis

Tipe kepemimpinan yang kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain

sebagai berikut:

a. Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,

atau anak sendiri yang perlu dikembangkan.

b. Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective).

c. Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil

keputusan sendiri.

d. Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan

untuk berinisiatif.

e. Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan

kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi

(19)

f. Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar

Sedangkan tipe kepemimpinan yang maternalitas juga mirip dengan tipe

yang paternalistis, hanya dengan perbedaan: adanya sikap over-protective atau terlalu melindungi yang lebih menonjol, diseratai kasih-sayang yang

berlebih-lebihan.

3. Tipe Militeristis

Tipe ini sifatnya sok kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang

mencontoh gaya militer. Tetapi jika diliahat lebih seksama, tipe ini mirip sekali

dengan tipe kepemimpinan otoriter. Hendaknya dipahami, bahwa tipe

kepemimpinan militeristis itu berbeda sekali dengan kepemimpinan organisasi

militer.

4. Tipe Otokratis

Kepemimpinan otokratis itu mendasarkan diri pada kekuasaan dan

paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai

pemain tunggal pada a one-man show. Dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.

Anak buah tidak pernah diberi informasi mendetail mengenai rencana dan

tindakan yang harus dilakukan. Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak

buah diberikan atas pertimbangan pribadi pemimpin sendiri.

5. Tipe Laissez faire

Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak

memimpin; dia memberikan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau

sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikitpun dalam kegiatan kelompoknya.

(20)

merupakan pemimpin simbol, dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis.

Sebab duduknya sebagai Direktur atau pemimpin – Ketua Dewan, Komandan,

Kepala – biasanya diperolehnya melalui penyogokan, suapan, atau berkat sistem

nepotisme.

6. Tipe Populistis

Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat

yang tradisional. Juga kurang mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan

hutang-hutang luar negeri (asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan

penghidupan (kembali) Nasionalisme. Dan oleh Profesor S.N. Eisenstadt

populisme erat dikaitkan dengan modernitas tradisional.

7. Tipe Administratif atau Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu

menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Sedang para

pemimpinnya teridiri dari teknokrat dan adminstratur-administratur yang mampu

mnggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Dengan demikian dapat

dibangun sistem administrasi dan birokrasi yang efisien untuk memerintah; yaitu

untuk memantapkan integritas bangsa pada khususnya, dan usaha pembangunan

pada umumnya. Dengan kepemimpinan administratif ini diharapkan adanya

perkembangan teknis – yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan

perkembangan sosial di tengah masyarakat.

8. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia, dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan

(21)

diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini

bukan terletak pada “ person atau individu pemimpin”, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

Menurut Winardi (2000: 79) terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu:

1. Otoriter

Semua determinasi “policy” dilakukan oleh pemimpin. 2. Demokratis

Semua “policies” merupakan bahan pembahasan kelompok dan keputusan kelompok dan keputusan kelompok yang dirangsang dan dibantu oleh pemimpin.

3. Laisses – Faire

Kebebasan lengkap untuk keputusan kelompok atau individual dengan

minimum partisipasi pemimpin.

Menurut Riberu (1992: 6) yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan

(style) ialah cara pemimpin membawa diri sebagai pemimpin, cara ia “berlagak” dan tampil dalam menggunakan kekuasaannya. Menurutnya ada empat gaya

kepemimpinan yaitu:

1. Gaya Otoriter atau Otokratik

Artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaannya kepada

bawahan. Gaya yang otoriter menyebabkan seorang pemimpin mengatur

semuanya dari atas, ia mendikte semuanya supaya dikerjakan sesuai kehendaknya.

Ia menjadi seorang diktator.

2. Gaya Demokratik

Ia sadar bahwa ia mengatur manusia – manusia. Manusia – manusia pada

(22)

tetap berusaha menghormati dan memperhitungkan pendapat serta saran orang

lain.

3. Gaya Paternalistik

Pemimpin paternalistik menganggap bawahannya sebagai “anak yang

belum dewasa”, anak yang tidak mampu menjadi dewasa. Ia yang mengatur, ia

yang mengambil prakarsa, ia yang merencanakan dan ia pula yang melaksanakan

menurut pahamnya sendiri.

4. Gaya Laissez Faire

Pemimpin tidak banyak turun tangan dan campur tangan. Pemimpin

membiarkan anak buah bertindak sesuka hatinya. Ia tidak mengarahkan, tidak

membimbing, tidak memberikan pedoman pelaksanaan.

Rivai dalam bukunya (2003: 53–121) mengatakan bahwa gaya

kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk

memepengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula

dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang

disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan adalah

pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun

yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan

kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang

mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara

langsung maupun tidak langsung, tentang keyakian seorang pimpinan terhadap

kemampuan bawahannya. Artinya, gaya kepemimpinan adalah perilaku dan

(23)

sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja

bawahannya. Gaya kepemimpinan itu sendiri memiliki tiga pola dasar yaitu:

• Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.

• Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.

• Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Kombinasi dari ketiga pola dasar tersebut akan menghasilkan tipe-tipe utama,

yaitu:

1. Kepemimpinan Otokratis menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam

mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah

yang paling diuntungkan dalam organisasi.

2. Kepemimpinan yang Demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang

pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang

kooperatif. Di bawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung

bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat

mengarahkan diri sendiri.

3. Kepemimpinan Kendali Bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan,

struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama

pemimpin adalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika

diminta bawahan.

Sementara itu Ki Hajar Dewantoro, merumuskan gaya kepemimpinan sebagai

berikut:

1. Ing Ngarso sung Tulodo, yang berarti kalau pemimpin itu berada di depan, ia

(24)

2. Ing Madyo Mangun Karso, yang berarti bilamana pemimpin berada di tengah,

ia membangkitkan tekad dan semangat;

3. Tut Wuri Handayani, yang berarti bilamana pemimpin itu berada di belakang,

ia berperan kekuatan pendorong dan penggerak.

Dalam buku Inu Kencana (2003: 27-31) ada beberapa gaya dalam

kepemimpinan pemerintahan yang akan diuraikan berikut di bawah ini, antara lain

sebagai berikut:

1. Gaya Demokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan

Gaya demokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan

irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan

masyarakatnya dengan memakai metode pembagian tugas dengan bawahan,

begitu juga antar bawahan dibagi tugas secara merata dan adil, kemudian

pemilihan tugas tersebut dilakukan secara terbuka, antar bawahan dianjurkan

berdiskusi tentang keberadaannya untuk membahas tugasnya, baik bawahan

yang terendah sekalipun boleh menyampaikan saran serta diakui haknya,

dengan demikian dimiliki persetuuan dan consensus atas kesepakatan bersama.

2. Gaya Birokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan

Gaya birokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan

irama seseorang pemimpinan pemerintahan dalam menghaapi bawahan dan

masyarakatnya dengan memakai metode tanpa pandang bulu, artinya setiap

bawahan haru diperlakukan sama disiplinnya, spesialisasi tugas yang khusus,

(25)

3.Gaya Kebebasan dalam Kepemimpinan Pemerintahan

Gaya kebebasan dalam kepemimpianan pemerintahan adalah cara dan

irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan

masyarakatnya dengan memakai metode pemberian keleluasaan pada

bawahan seluas-luasnya, metode ini dikenal juga dengan Laissez faire atau Liberalism.

4. Gaya Otokratis dalam Kepemimpinan Pemerintahan

Gaya otokratis dalam kepemimpinan pemerintahan adalah cara dan

irama seseorang pemimpin pemerintahan dalam menghadapi bawahan dan

masyarakatnya dengan memakai metode paksaan kekuasaan (coercive power).

Sunarto (2005: 34) mengklasifikasikan gaya kepemimpinan sebagai

berikut:

1. Kharismatik/ non-Kharismatik

Para pemimpin kharismatik bergantung pada kepribadian, kualitas

pemberi semangat serta “aurat”nya. Mereka adalah pemimpin yang

visioner, memiliki orientasi prestasi pengambil resiko yang penuh

perhitungan, dan juga merupakan komunikator yang baik. Adapun para

pemimpin non-kharismatik sangat bergantung pada pengetahuan mereka,

kepercayaan diri dan ketenangan diri, serta pendekatan analitis dalam

menangani permasalahan.

2. Otokratis/demokratis

Para pemimpin otokratis cenderung membuat keputusan sendiri,

(26)

perintahnya. Adapun para pemimpin demokratis mendorong karyawan

untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.

3. Pendorong/pengawas

Pemimpin yang memiliki sifat mendorong, memberi semangat

kepada karyawan menggunakan visinya dan memberdayakannya untuk

mencapai tujuan kelompok. Adapun pemimpin bergaya pengawas

memanipulasi karyawan agar patuh.

4. Transaksional/transformasional

Pemimpin transaksional memanfaatkan uang, pekerjaan dan

keamanan pekerjaan untuk memperoleh kepatuhan dari karyawan. Para

pemimpin transformasional memberikan motivasi kepada karyawan untuk

bekerja keras mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.

Dalam buku Sthepen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008: 83-95)

terdapat beberapa gaya kepemimpinan yaitu:

1. Kepemimpinan Kharismatik

Max Weber mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani

yang berarti “anugrah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari seseorang, yang

membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang

sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling

tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh

orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari yang

Illahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai

seorang pemimpin”. Para pengikut memandanag sebagai sikap heroik atau

(27)

2. Pemimpin tingkat 5

Pemimpin yang sangat ambisius dan terarah, tetapi ambisi tersebut

diarahan untuk kepentingan perusahaan dan bukan untuk diri sendiri.

Disebut sebagai pemimpin tingkat 5 karena mereka memiliki empat sifat

dasar kepemimpinan—kemampuan perseorangan, keahlian tim, kompetensi

manajerial, dan kemampuan menstimulasi orang lain untuk mencapai

kinerja yang tinggi—ditambah dimensi kelima: gabungan kerendahan hati

dan cita-cita profesional.

3. Pemimpin Transaksional

Pemimpin mengarahkan atau memotivasi para pengikutnya pada

tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas

mereka.

4. Pemimpin Transformasional

Pemimpin menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan

kepentingan pribadi mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu

memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri pengikutnya.

5. Pemimpin Autentik

Pemimpin yang mengenal betul diri mereka, sangat memahami

keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai

dan keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan

(28)

1.5.2 Disiplin Kerja 1.5.2.1 Pengertian Disiplin

Disiplin menurut Siagian (1993: 305) merupakan tindakan manajemen

untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan

tersebut dengan perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk

pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan

perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha

bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan

prestasi kerjanya.

Rivai dan Sagala (2011: 82) mengatakan bahwa disiplin kerja adalah suatu

alat yang digunakan oleh para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan

agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya

untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan

perusahan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Sedangkan menurut Hasibuan (2000: 190) kedisiplinan adalah kesadaran

dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial yang berlaku. Kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu datang dan

pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaanya dengan baik,

mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang

terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja,

semangat kerja, dan terwujudnya tujuan individu dan organisasi. Oleh karena itu,

(29)

baik. Seorang pemimpin dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para

bawahannya berdisiplin baik.

Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2012: 86-87) disiplin adalah

sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma –

norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan

mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi

penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan

menurut Terry disiplin merupakan alat penggerak karyawan. Agar tiap pekerjaan

dapat berjalan dengan lancar, maka harus diusahakan agar ada disiplin yang baik.

Terry kurang setuju jika disiplin hanya dihubungkan dengan hal – hal yang kurang

menyenangkan (hukuman), karena sebenarnya hukuman merupakan alat paling

akhir untuk menegakkan disiplin. Kemudian Latainer mengatakan bahwa disiplin

sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan

menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada

keputusan, peraturan, dan nilai – nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Dalam

arti sempit, biasanya dihubungkan dengan hukuman. Padahal sebenarnya

menghukum seorang karyawan hanya merupakan sebagian dari persoalan disiplin.

Hal demikian jarang terjadi dan hanya dilakukan bilamana usaha – usaha

pendekatan secara konstruktif mengalami kegagalan.

Menurut Sulistiyani (2009: 290) disiplin (discipline) adalah prosdur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur.

Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang

teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah

(30)

1.5.2.2 Tujuan Disiplin Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo (2002: 292), secara umum dapat disebutkan

bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan

perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan

disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain:

1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku,

baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.

2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu

memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang

berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang

diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa

perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku

pada perusahaan.

5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan

harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

1.5.2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Hasibuan (2000: 191) pada dasarnya banyak indikator yang

(31)

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal

serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa

tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan

kemampuan karyawan bersangkutan, agar karyawan bekerja dengan

sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladanan Pimpinan

Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan

karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para

bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik,

jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan

pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan

karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan

karyawan terhadap organisasi atau pekerjaannya.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena

ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar

kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan

(32)

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling

efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan organisasi. Dengan

pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung

mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja

bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar

dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang

mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya.

6. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan

karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan

semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, sikap, dan perilaku

indisipliner karyawan akan berkurang. Berat / ringan sanksi hukuman yang

akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan karyawan.

Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk

akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi

kedisiplinan karyawan. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum

setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah

ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi

karyawan indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh

(33)

8. Hubungan Kemanusiaan

Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan

ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahan.

Hubungan-hubungan itu baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis. Pimpinan atau manajer harus barusaha menciptakan suasana

hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun

horizontal di antara semua karyawannya. Tercipta human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.

Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno 2012: 89), faktor yang

mempengaruhi disiplin pegawai adalah:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin.

Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa

mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah

dikontribusikan bagi perusahaan.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan

perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana

pemimpin dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat

mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat

(34)

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila

tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama.

4. Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada

keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan

pelanggaran yang dibuatnya.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada

pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat

melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah

ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada karyawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara

yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan

penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga

mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri.

7. Diciptakan kebiasaan –kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Kebiasaan – kebiasaan positif itu antara lain:

• Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan.

• Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para

karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.

• Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan – pertemuan, apalagi

(35)

• Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja,

dengan, menginformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun

kepada bawahan sekalipun.

1.5.2.4 Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin PNS

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin

Kerja Pegawai Negeri Sipil, disiplin pegawai negeri sipil adalah kesanggupan

PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak

ditaati atau dilanggar di jatuhi hukuman disiplin.

Telah disebutkan dan dijelaskan pada PP 53 tahun 2010 bagian kedua pada

pasal 17 tentang tingkat dan jenis hukuman disiplin PNS antara lain:

1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

a.Hukuman disiplin ringan

b.Hukuman disiplin sedang

c.Hukuman disiplin berat

2. Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a

terdiri dari:

a.Teguran lisan

b.Teguran tulisan

c.Pernyataan tidak puas secara tertulis

3. Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b

terdiri dari :

(36)

b.Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun.

c.Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.

4. Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c

terdiri dari:

a.Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun.

b.Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah

c.Pembebasan jabatan

d.Pemberhentian denga hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS,

dan

e.Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

1.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang akan

dilakukan, yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan melalui

penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan

pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang

diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan kata lain, hipotesis dapat juga

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum

jawaban yang empirik. (Sugiyono, 2005: 70)

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ada

pengaruh dari gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja pegawai Kantor Camat

(37)

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas

dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau

individu tertentu. (Singarimbun, 2001 : 34)

Adapun tujuan definisi konsep adalah sebagai kerangka berfikir agar tidak

terjadi tumpang tindih atas variabel yang menjadi subyek peneliti. Oleh karena itu

yang menjadi definisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan cara seseorang memanfaatkan kekuatan

yang tersedia untuk memimpin orang lain.

2. Disiplin

Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi

dan menaati norma – norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.

1.8 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan semacam petunjuk pelaksana bagaimana

caranya suatu variabel (Singarimbun, 2001: 56), bertujuan untuk mempermudah

uraian dari konsep yang ada sudah dirumuskan dalam bentuk indikator–indikator

agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Definisi

operasional data penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu :

1) Variabel Bebas (x), Gaya kepemimpinan diukur atau diteliti melalui

indikator-indikator, sebagai berikut :

a. Gaya Kepemimpinan Demokratis

(38)

2. Mengkoordinasi pekerjaan pada semua bawahannya dengan

penekanan rasa tanggung jawab dan kerja sama.

3. Pemimpin demokratis ini bersifat mendidik dan membina

bawahannya ketika berbuat salah.

b. Gaya Kepemimpinan Otoriter

1. Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus

dipatuhi.

2. Selalu menetapkan kebijakan tanpa berkonsultasi dengan

bawahannya terlebih dahulu.

3. Tidak dapat menerima saran maupun kritik dari bawahannya.

c. Gaya Kepemimpinan Birokratik

1. Segala sesuatu dilakukan secara resmi di kantor pada jam dinas

tertentu dan tata cara formal.

2. Pengaturan dari atas ke bawah sedangkan pertanggungjawaban dari

bawah ke atas secara sentralistis serta harus berrdasarkan logika

bukan perasaan.

3. Taat dan patuh kepada aturan serta terstruktur dalam kerjanya.

d. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire / Bebas

1. Memiliki gaya yang santai.

2. Selalu melimpahkan wewenang kepada bawahannya dan lebih

menyenangi situasi bahwa para bawahanlah yang mengambil

keputusan.

(39)

2) Variabel Terikat (y), Disiplin Kerja Pegawai diukur atau diteliti melalui

indikator-indikator, sebagai berikut :

a. Tujuan dan kemampuan

b. Teladan pimpinan

c. Balas jasa

d. Keadilan

e. Waskat (Pengawasan melekat)

f. Sanksi hukuman

g. Ketegasan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah di dusun Tukang untuk pemahaman terhadap pengelolaan zakat fitrah sebagian besar masih diberikan sendiri

Mereka lebih suka latah membangun gedung-gedung dan mal-mal tanpa perencanaan yang matang, dan justeru sering menggusur bangunan bersejarah tersebut.Dari urian di

untuk pertumbuhan tinggi badan yang optimal perkembangan

Melalui pendekatan lintas disiplin dan mengombinasikan kritik tentang ekonomi politik media, analisis teks, dan penerimaan khalayak, teori kritis berupaya mempelajari efek sosial

Banyaknya jenis material yang dapat diterapkan baik pada elemen pembentuk ruang yaitu dinding, lantai,dan langit-langit dan perabotan, juga banyaknya café yang terdapat di

Suppose that we want to get some information from Portal Garuda on the list of journals in Computer Science & IT Subject, then the data source that

barang atau sumber daya alam dari HLR ataupun PKR tersebut; dan kedua, sumberdaya tersebut memiliki subtractability tinggi yang berarti mudahnya sumberdaya alam atau

Pelaksana proyek diwajibkan untuk melibatkan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, kelompok atau perorangan yang terkena proyek yang diusulkan, dan dengan pihak-pihak lain yang