BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nyeri Punggung Bawah 2.1.1. Definisi
Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung
bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri
ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah
tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk
ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di
daerah punggung bawah (referred pain) (Sadeli dkk, 2001 dalam Bukit, 2011).
2.1.2. Epidemiologi
NPB kronis merupakan penyebab paling umum disabilitas pada penduduk
Amerika yang berusia lebih muda dari 45 tahun. Tiap tahun, 3 – 4 % dari populasi
Amerika Serikat mengalami kecacatan sementara. NPB telah dikutip sebagai
alasan tersering kedua untuk mengunjungi dokter karena kondisi kronis, alasan
tersering kelima untuk rawat inap, dan alasan tersering ketiga untuk prosedur
pembedahan. Dampak sosioekonomi pada NPB kronis sangat besar (Wheeler,
2014).
2.1.3. Klasifikasi
Menurut WHO (2013) berdasarkan lamanya, NPB dapat dibagi atas 3, yaitu:
1. NPB akut yang berlangsung < 6 minggu
2. NPB subakut yang berlangsung 6 – 12 minggu
3. NPB kronis yang berlangsung > 12 minggu
2.1.4. Faktor Resiko
Menurut Lionel (2014), Faktor resiko yang berhubungan dengan timbulnya
NPB adalah sebagai berikut:
1. Postur yang buruk
Postur yang buruk meningkatkan aktivitas otot punggung bawah, penekanan
NPB (Makhsous et al, 2009 dalam Lionel, 2014). Degenerasi diskus merupakan
salah satu penyebab paling umum NPB kronis. Hal ini bisa terjadi akibat aktivitas
fisik berat, trauma, postur bungkuk, postur balik belakang, pekerjaan non netral
yang berkepanjangan (Omair et al, 2013 dalam Lionel, 2014).
2. Aktivitas fisik yang kurang
Nyeri Punggung Bawah berhubungan dengan aktivitas fisik yang kurang seperti
duduk menonton televisi atau video (Skoffer et al, 2008 dalam Lionel, 2014).
Menurut Lee et al (2012) dalam Lionel (2014), Pasien NPB kronis yang
mengalami inhibisi refleks akibat nyeri mengalami atrofi otot punggung dan kaku
pada ligamen-ligamen dan sendi-sendi punggung. Pasien yang mengurangi
aktivitas mereka akibat nyeri dan kaku mengakibatkan kelemahan otot. Hal ini
akan memperburuk nyeri dalam sebuah lingkaran setan.
3. Gen yang terkait dengan NPB
Penelitian terkini menunjukkan bahwa hereditas berperan dalam degenerasi diskus
dan juga herniasi diskus intervertebralis (Zhang et al, 2008 dalam Lionel 2014).
Kecepatan perkembangan degenerasi diskus mungkin dikontrol oleh faktor
genetik (Williams et al, 2008 dalam Lionel, 2014). Interleukin-1 merupakan salah
satu sitokin paling penting yang terlibat dalam proses degenerasi diskus
intervertebralis. Degenerasi diskus intervertebralis menunjukkan peningkatan
sepuluh kali ekspresi reseptor interleukin-1 dibandingkan diskus intervertebralis
yang tidak berdegenerasi (El-Metwally et al, 2008 dalam Lionel, 2014).
4. Edukasi yang rendah
Individu-individu yang memiliki gelar dari universitas atau pendidikan yang
tinggi memiliki peluang yang lebih rendah untuk terkena NPB dibandingkan
dengan mereka yang hanya tamat SMA atau mahasiswa yang drop out (Kwon et al, 2006 dalam Lionel, 2014). Studi menunjukkan bahwa level edukasi
berhubungan kuat dengan faktor-faktor seperti olahraga fisik yang teratur,
menghindari berat badan berlebih, dan tidak merokok. Semua faktor-faktor ini
5. Asupan nutrisi yang buruk
Kurangnya asupan protein bisa meningkatkan resiko kelemahan energi protein
dan menyebabkan kelemahan otot (Kovesdy, Shinaberger, Kalantar, 2010 dalam
Lionel, 2014). Kelemahan otot bagian gluteal dan spinal dihubungkan dengan perkembangan NPB (Bewyer et al , 2009 dalam Lionel, 2014).
6. Latar belakang sosioekonomi yang rendah
Banyak studi yang melaporkan bahwa individu-individu dengan posisi
sosioekonomi tinggi secara fisik lebih aktif dibandingkan individu-individu
dengan posisi sosioekonomi rendah (Beenackers et al, 2012 dalam Lionel, 2014).
Berolahraga secara teratur berguna dalam pencegahan NPB (Karunanayake et al,
2013 dalam Lionel, 2014). Menurut Suri et al (2012) dalam Lionel (2014).
Aktivitas fisik berguna dalam mencegah resiko terkena aterosklerosis.
Aterosklerosis pembuluh darah merupakan salah satu penyebab degenerasi diskus.
Degenerasi diskus merupakan suatu penyebab penting NPB.
7. Konsumsi alkohol
Seseorang yang mengonsumsi alkohol memiliki resiko terkena NPB dua kali lebih
besar dibandingkan dengan orang yang bukan merupakan pengonsumsi alkohol
(Karunanayake et al, 2013 dalam Lionel, 2014). Peningkatan intensitas dan
frekuensi konsumsi alkohol secara statistik dihubungkan dengan penambahan
berat badan (French et al, 2010 dalam Lionel, 2014). Studi menunjukkan berat
badan berlebih memiliki hubungan yang signifikan dengan nyeri radikular
lumbo-sacral (Shiri et al, 2007 dalam Lionel, 2014). Peningkatan IMT juga dihubungkan
dengan peningkatan resiko untuk berkembangnya herniasi diskus lumbalis
(Schumann et al, 2010 dalam Lionel, 2014).
8. Kehamilan
Nyeri Punggung bawah terkait kehamilan dianggap sebagai masalah kesehatan
dan berpotensi untuk menjadi nyeri punggung berkepanjangan dan disabilitas
(Bastiaenen et al, 2008 dalam Lionel, 2014). Studi deskriptif menunjukkan 72%
dari wanita mengalami NPB dan nyeri pelvis pada masa kehamilan (Mogren,
9. Overweight
Berat badan berlebih dihubungkan dengan nyeri radikular lumbo-sakral (Shiri et
al, 2007 dalam Lionel, 2014). Hasil dari studi case control menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara peningkatan IMT dengan herniasi diskus
lumbalis pada pria dan wanita (Schumann et al, 2010 dalam Lionel, 2014).
Herniasi diskus lumbalis merupakan sebuah penyebab penting NPB dan nyeri
radikular lumbo-sakral (Zhang et al, 2008 dalam Lionel, 2014).
10. Underweight
Studi yang dilakukan di Sri Lanka pada perempuan menunjukkan bahwa kondisi
underweight juga beresiko terkena NPB (Karunanayake et al, 2006 dalam Lionel, 2014). Individu dengan penyakit anoreksia nervosa memliki indeks massa tubuh
yang rendah. Osteoporosis merupakan sebuah komplikasi dari anoreksia nervosa
dan dihubungkann dengan peningkatan resiko dua sampai tiga kali untuk
mengalami fraktur vertebra (Lawson et al, 2010 dalam Lionel, 2014). Fraktur
kompresi vertebra merupakan penyebab penting dari NPB dan dihubungkan
dengan penurunan kualitas hidup yang signifikan (Tseng et al, 2012 dalam Lionel,
2014).
2.1.5. Etiologi
Menurut John dalam Harrison (2005), penyebab NPB dapat dibagi atas:
1. Kelainan kongenital spinal lumbalis
Spondilosis adalah defek tulang pada pars interarticularis dari vertebra; penyebabnya bisa berupa fraktur stress/tekanan pada segmen abnormal kongenital. Defek biasanya paling bagus dilihat dengan proyeksi oblique pada x-ray datar atau CT scan dan muncul dalam keadaan cedera tunggal, diikuti cedera atau pertumbuhan minor. Spondilolisthesis adalah terselipnya corpus vertebra ke
anterior. Spondilolisthesis berhubungan dengan spondylolysis dan penyakit degeneratif spinal.
2. Trauma
Ketegangan atau keseleo punggung bawah dikaitkan dengan cedera minor yang
berhubungan dengan mengangkat objek yang berat, jatuh, atau deselerasi tiba-tiba
dihasilkan oleh cedera yang menyebabkan kompresi atau penekanan anterior.
Fraktur vertebral akibat trauma disebabkan jatuh dari ketinggian, deselerasi
tiba-tiba pada kecelakaan, atau cedera langsung.
3. Penyakit diskus lumbalis
Penyakit diskus adalah penyebab paling umum nyeri punggung kronis atau
rekuren dan biasanya terjadi pada level L4-L5 dan level L5-S1, tetapi juga bisa
terjadi pada level lumbalis bagian atas. Penyebabnya biasanya tidak diketahui dan
faktor resiko meningkat dalam individu overweight. Sindroma kauda ekuina biasanya diakibatkan rupturnya diskus intervertebralis lumbosakaral, fraktur
spinal lumbo-sakral, hematoma dalam kanalis spinalis, tumor yang menekan, atau
lesi massa lainnya.
4. Kondisi Degeneratif
Stenosis spinal lumbalis dideskripsikan sebagani kanalis spinal lumbalis yang
menyempit. Ketika penyakit ini bertambah parah , klaudikasi neurogenik, yang
terdiri dari nyeri punggung, kaki dan bokong yang diinduksi dengan berjalan atau
berdiri serta dihilangkan dengan duduk, bisa terjadi. Gejala pada kaki biasanya
bilateral. Berbeda dengan klaudikasi vaskular, gejala diprovokasi dengan berdiri
tanpa berjalan.
5. Arthritis
Spondylosis, atau penyakit osteoarthritis spinal, biasanya muncul pada usia lanjut dan melibatkan spinal servikalis dan lumbo-sakral. Pasien cenderung
mengeluhkan nyeri punggung yang meningkat oleh pergerakan dan berhubungan
dengan kekakuan atau keterbatasan pergerakan. Facet yang hipertrofi atau osteofit
bisa menekan akar saraf pada recess lateral atau foramen intervertebralis. Osteofit yang muncul dari korpus vertebral bisa berkontribusi pada stenosis kanalis
spinalis sentral. Ankylosing Spondylitis berhubungan dengan gejala seperti kekakuan punggung pada pagi hari, nyeri nokturnal, nyeri yang tidak hilang oleh
istirahat, peningkatan nilai laju endap darah, dan histokompabilitas antigen HLA
B-27. Inflamasi dan erosi dari serat luar dari annulus fibrosus pada titik kontak
dengan korpus vertebra diikuti osifikasi dan pertumbuhan tulang yang
6. Neoplasma
Nyeri punggung merupakan gejala paling umum pada pasien dengan kanker
sistemik dan biasanya disebabkan metastasis vertebralis. Karsinoma metastasis
(payudara, paru, prostat, tiroid, ginjal, saluran pencernaan), multiple myeloma, limfoma non Hodgkin’s dan Hodgkin’s sering melibatkan spinal. Nyeri yang dirasakan cenderung konstan, tumpul, tidak hilang oleh istirahat, dan bertambah
parah saat malam.
7. Infeksi/Inflamasi
Osteomielitis vertebralis biasanya disebabkan oleh stafilokokus, tetapi bisa juga
disebabkan oleh bakteri lain atau mikobakterium tuberkulosis (Pott’s disease). Sumber primer infeksi cenderung adalah saluran kemih, kulit, atau paru,
didapatkan pada 40% pasien. Nyeri dieksaserbasi oleh pergerakan dan tidak
hilang oleh istirahat, pembengkakkan spinal diatas segmen spinal yang terlibat,
peningkatan laju endap darah adalah penemuan yang umum didapat.
8. Penyebab metabolik
Immobilisasi atau kelainan sistemik yang mendasari seperti osteomalasia,
hiperparatiroid, hipertiroid, multiple myeloma, karsinoma metastasis, atau penggunaan glukokortikoid bisa mempercepat osteoporosis dan membuat korpus
vertebra lemah. Penyebab paling umum fraktur korpus vertebra yang bukan
disebabkan trauma adalah osteoporosis postmenopausal atau senile. Manifestasi tunggal dari fraktur kompresi bisa berupa nyeri yang terlokalisir yang
dieksaserbasi oleh pergerakan.
9. Nyeri yang dialihkan dari penyakit visceral
Penyakit dari toraks, abdomen, atau pelvis bisa mengalihkan nyeri ke bagian
posterior dari segmen spinalis yang menginervasi organ yang terkena. Tanda lokal
seperti nyeri pada saat palpasi dan spasme paraspinal tidak ditemukan dan sedikit
atau pergerakan spinal yang tidak menimbulkan nyeri.
10. Penyebab lainnya
Pada pasien tertentu dengan nyeri punggung bawah kronis non spesifik, kelainan
anatomi atau lesi patologi tidak bisa ditemukan. Nyeri punggung bawah kronis
atau penyalahgunaan substansi, status kecemasan yang kronis, atau depresi.
Banyak pasien dengan nyeri punggung bawah kronis memiliki riwayat penyakit
kejiwaan atau trauma masa kecil yang mendahului timbulnya nyeri punggung.
Penyebab nyeri punggung bawah kadang-kadang pada beberapa kasus tidak jelas.
Walaupun beberapa pasien menjalani bermacam-macam operasi untuk penyakit
diskus, nyeri dan disabilitas tetap persisten.
2.1.6. Penilaian Intensitas Nyeri
Komponen utama dari SF-911 MPQ (Short-Form McGill Pain Quetionnaire) terdiri dari 15 kata (11 sensorik; 4 afektif) yang dinilai pada skala intensitas sebagai 0= tidak ada, 1 = ringan, 2= sedang, atau 3= berat. Tiga skor
nyeri yang berasal dari jumlah nilai peringkat intensitas kata-kata yang dipilih
untuk sensorik, afektif dan jumlah deskriptor. SF-MPQ juga termasuk Present Pain Intensity (PPI) indeks dari MPQ standar dan visual analog scale (VAS). SF-MPQ juga terbukti cukup sensitif untuk menunjukkan perbedaan akibat
pengobatan pada tingkat statistik sebanding dengan yang diperoleh dengan bentuk
standar. SF-MPQ menunjukkan janji sebagai alat yang berguna dalam situasi
dimana MPQ standar membutuhkan waktu terlalu lama untuk mengelola, namun
informasi kualitatif yang diinginkan dan PPI dan VAS tidak memadai (Melzack,
1987).
2.2. Kualitas Hidup 2.2.1. Definisi
Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap kedudukannya dalam
kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan
berkaitan dengan tujuan, harapan, dan martabat untuk dapat menjalankan peran
dan fungsinya. Kualitas hidup merupakan konsep yang luas dan terpengaruh
terpengaruh secara kompleks dengan kesehatan fisik seseorang, keadaan
psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi, dan
2.2.2. Short Form 36 sebagai alat ukur kualitas hidup
Kualitas hidup pasien dapat diukur dengan menggunakan survei kesehatan
short form 36. Short Form-36 memiliki 2 komponen utama yaitu skala yaitu fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, nyeri tubuh, dan kesehatan umum.
Komponen mental juga terdiri atas 4 skala yaitu vitalitas, fungsi sosial,
keterbatasan akibat masalah emosional, dan kesehatan mental. Masing-masing
skala memiliki 2-10 item yang akan dinilai dengan pertanyaan. Jumlah keseluruhan pertanyaan yang akan dinilai terdapat 36 buah (Ware, 2002).
Short Form-36 pada awalnya diterbitkan pada tahun 1988 dan bentuk akhirnya pada tahun 1990. Pada tahun 1996, SF-36 mulai dievaluasi dengan versi
2.0 (SF-36v2™) dengan bentuk pertanyaan yang lebih sederhana, peningkatan
jangkauan serta ketepatan untuk dua fungsi peran skala, dan lebih mudah
digunakan. Berdasarkan waktu penggunaannya, SF – 36 dapat digunakan pada 2
periode pengukuran (2-type recall), yaitu pengukuran standar ( > 4-minggu) dan akut (<1 minggu). Pengukuran kualitas hidup dengan SF-36 telah
didokumentasikan pada hampir 4.000 publikasi (Ware, 2002).
2.2.3. Cara pengukuran
Penilaian kuesioner SF-36 terdiri dari 2 langkah. Yang pertama, nilai-nilai
numerik (kategori respon) diubah ke dalam skor yang terdapat dalam tabel 2.3.
Perhatikan bahwa setiap pilihan jawaban mempunyai skor, sehingga skor yang
tinggi menunjukkan keadaan kesehatan yang lebih baik. Setiap pilihan jawaban
diberi nilai antara 0-100, skor tersebut mewakili persentase total skor yang dapat
dicapai. Langkah kedua, tiap pertanyaan yang berada dalam skala yang sama akan
dirata-rata kan untuk mendapatkan 8 nilai dari masing-masing skala. Kemudian
nilai dari masing-masing skala tersebut akan dirata-ratakan berdasarkan tabel 2.4.
untuk tiap skala. Pertanyaan yang dibiarkan kosong/ data yang hilang tidak
Tabel 2.1. Kuesioner SF 36 Pertanyaan
1. Secara umum, bagaimana pendapat anda mengenai kondisi kesehatan anda?
2. Dibandingkan dengan satu tahun yang lalu, bagaimanakah kondisi kesehatananda saat ini?
3. Pertanyaan berikut berhubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mungkin anda lakukan sehari-hari. Apakah kondisi kesehatan anda sekarang membatasi diri anda untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut? Jika ya, sejauh mana?
A. Kegiatan yang menguras energi, seperti berlari, mengangkat beban berat, ikut serta dalam olah raga berat.
B. Kegiatan yang tidak terlalu menguras energi, seperti memindahkan meja, bersepeda dan bekerja di kebun/halaman
C. Membawa barang keperluan sehari-hari, seperti belanjaan D. Naik tangga lebih dari 1 tingkat
E. Naik tangga 1 tingkat F. Membungkuk atau berlutut G. Berjalan lebih dari 1,6 kilometer H. Berjalan beberapa blok atau gang I. Berjalan satu blok atau satu gang J. Mandi dan berpakaian sendiri
4. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda mengalami masalah berikut ini yangdisebabkan oleh kondisi kesehatan fisik anda?
A. Mengurangi jumlah jam yang anda pakai untuk bekerja dan melakukan kegiatan lain
B. Tidak mencapai yang anda inginkan
C. Terbatas dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain
D. Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain, misalnya memerlukan waktu lebih lama
5. Selama 4 minggu terakhir, apakah anda mengalami masalah berikut ini yang disebabkan oleh gangguan emosional anda, seperti depresi atau cemas?
A. Mengurangi jumlah jam yang anda pakai untuk bekerja dan melakukan kegiatan lain
B. Tidak mencapai yang anda inginkan
C. Tidak dapat melakukan pekerjaan atau kegiatan lain secermat biasanya 6. Selama 4 minggu terakhir, apakah masalah kesehatan dan gangguan emosional anda mengganggu kegiatan sosial yang biasa anda lakukan dengan keluarga,teman, tetangga, atau kelompok?
7. Seberapa berat nyeri yang anda rasakan selama empat minggu terakhir? 8. Selama empat minggu terakhir, bagaimana rasa nyeri mengganggu anda
dalam kegiatan sehari-hari (baik pekerjaan/kegiatan didalam dan diluar rumah)?
Tabel 2.2. Lanjutan kuesioner SF 36
masing-masing pertanyaan, pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan apa yang anda rasakan. Seberapa sering anda merasakannya dalam kurun waktu empat minggu terakhir.
A. Apakah anda merasa penuh semangat? B. Apakah anda merasa gelisah?
C. Apakah anda merasa putus asa dan kecewa seolah-olah tidak ada orang lain yang dapat membahagiakan anda?
D. Apakah anda merasa tenang dan damai? E. Apakah anda merasa memiliki banyak tenaga? F. Apakah anda merasa murung dan sedih? G. Apakah anda merasa jenuh?
H. Apakah anda merasa bahagia? I. Apakah anda merasa lelah?
10.Selama empat minggu terakhir, sejauh mana masalah kesehatan dan gangguan emosional anda mengganggu kegiatan sosial yang anda lakukan? (misalnya:mengunjungi teman, keluarga, dll)
11.Benarkah atau Salahkah pernyataan berikut ini?
A. Saya cenderung lebih mudah sakit daripada orang lain B. Saya sehat seperti orang lain yang saya kenal
C. Saya berharap kesehatan saya akan memburuk D. Kesehatan saya sempurna
Tabel 2.4. Daftar pertanyaan berdasarkan skala
2.3. Hubungan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Hidup
Nyeri Punggung Bawah penyebab utama disabilitas dan mempengaruhi
kualitas hidup (WHO, 2003). Wang et al (2005) dalam penelitiannya pada 232
orang di Taiwan menemukan korelasi negatif antara kualitas hidup dengan
intensitas nyeri pada penderita NPB kronis. Di Slovenia, studi menunjukkan
intensitas nyeri, tingkat depresi dan berbagai faktor lainnya mempengaruhi
disabilitas dan kualitas hidup pasien (Ketis, 2011).
Guclu et al menemukan adanya korelasi intensitas nyeri dengan 2 skala
kualitas hidup yaitu fungsi fisik serta keterbatasan akibat masalah fisik. Sebuah
korelasi negatif yang lemah-sedang ditemukan antara fungsi fisik dengan
intensitas nyeri. Korelasi ini menunjukkan semakin bertambah intensitas nyeri,
semakin berkurang fungsi fisik dari pasien. Keterbatasan akibat masalah fisik
dengan intensitas nyeri juga menunjukkan korelasi negatif lemah-sedang. Hal ini
berarti nilai keterbatasan akibat masalah fisik rendah ketika intensitas nyeri tinggi
(Guclu et al, 2012).
Kovascs et al juga melaporkan adanya hubungan antara intensitas nyeri,
tingkat disabilitas dan kualitas hidup pada penderita NPB kronis (Kovascs et al,