• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Universal-Diverse Orientation dengan Psychological Capital

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Universal-Diverse Orientation dengan Psychological Capital"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. PSYCHOLOGICAL CAPITAL

1. Definisi

Luthans, Youssef, & Avolio (2007) dalam bukunya mendefinisikan Psychological Capital (PsyCap) sebagai berikut:

“PsyCap is an individual’s positive psychological state of development and is characterized by: (1) having confidence (self-efficacy) to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks; (2) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and in the future; (3) persevering toward goals and, when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed; and (4) when beset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and even beyond (resiliency) to attain success”.

Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa PsyCap merupakan kondisi perkembangan psikologis seseorang yang positif yang memiliki beberapa karakteristik, yakni:

a. Kepercayaan diri (self-efficacy) untuk berusaha agar dapat menyelesaikan tugas yang menantang.

b. Memiliki atribusi positif (optimism) tentang keberhasilan di masa sekarang dan masa depan.

(2)

d. Dapat bertahan bahkan menjadi lebih baik dari sebelumnya ketika mengalami kesulitan dan masalah (resiliency) untuk memperoleh kesuksesan.

Luthans, Youssef, & Avolio (2007) lebih lanjut menjelaskan bahwa PsyCap bersifat terbuka terhadap perubahan, dalam artian PsyCap dapat terus berkembang. Tidak seperti human capital yang berbicara tentang apa yang seseorang ketahui, atau social capital yang berbicara tentang siapa yang seseorang ketahui, PsyCap lebih mengacu kepada diri individu itu sendiri dan akan menjadi apa individu tersebut ke depannya. Karena berfokus kepada siapa individu tersebut, PsyCap dapat mencakup pengetahuan, skill, kemampuan teknikal, dan pengalaman. PsyCap juga mencakup metakonstuk level kelompok seperti dukungan sosial dan relasi yang juga menjadi bagian dari diri individu. Individu dengan PsyCap yang tinggi dapat bertindak dalam “kapasitas yang berbeda-beda” secara fleksibel dan adaptif agar sesuai dengan tuntutan yang ada dan PsyCap mereka akan membantu mereka merasakan well-being dan menyadari kompetensi tinggi yang mereka miliki.

2. Dimensi

a. PsyCap Efficacy

(3)

melakukan suatu pekerjaan atau kepercayaan mereka terkait kemampuan yang mereka miliki dalam menyesuaikan motivasi, sumber kognitif, dan tindakan mereka yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan dalam suatu konteks. Tingkat kemungkinan untuk kemampuan melakukan pekerjaan tersebut disebut level of self-efficacy. Dalam pengertian aslinya, self-efficacy lebih berfokus pada keyakinan akan kemampuan yang dimiliki individu untuk melakukan pekerjaan tertentu saja, namun dalam hal ini sifatnya lebih general.

PsyCap efficacy berperan dalam memotivasi individu untuk

memilih dan menerima tantangan dan menggunakan kekuatan dan kemampuan yang ada dalam menghadapi tantangan tersebut. PsyCap efficacy juga berperan untuk mendorong individu untuk mengejar tujuan dan menggunakan waktu dan usaha keras untuk memperoleh tujuan-tujuan tersebut. Peran lain dari PsyCap efficacy ialah membantu individu untuk bertahan ketika menemui kendala yang membuat individu ingin menyerah dan akan menghubungkannya dengan hope, optimism, dan resiliency individu tersebut.

(4)

Individu yang memiliki PsyCap efficacy memiliki karakteristik berikut ini:

(1) Membuat goal (tujuan) yang tinggi untuk mereka sendiri dan lebih self-select terhadap tugas-tugas yang sulit;

(2) Menerima dan berjuang dalam menghadapi tantangan; (3) Sangat self-motivated;

(4) Melakukan usaha seperlunya untuk memperoleh tujuan mereka; (5) Tetap teguh meski menghadapi kendala dalam mengejar tujuan.

Meski kesuksesan berperan penting dalam PsyCap efficacy, namun kesuksesan tidak sama dengan PsyCap efficacy. Kesuksesan individu dapat mempengaruhi PsyCap efficacy-nya namun hal ini tidak terjadi secara serta merta, individu harus melewati proses kognitif hingga akhirnya kesuksesan yang dialaminya dapat memberi pengaruh positif bagi PsyCap efficacy. Di samping itu, PsyCap efficacy pada individu juga harus sesuai dengan konteks yang ada dan cenderung spesifik serta fokus terhadap hal yang sedang terjadi pada individu.

Dalam penelitiannya, Luthans, Youssef, & Avolio (2007) menjelaskan 5 temuan kunci dalam PsyCap efficacy. Kelima temuan tersebut ialah:

(5)

(2) PsyCap efficacy didasarkan pada latihan atau mastery. Ketika individu menghadapi suatu tugas atau kegiatan berkali-kali, individu akan menjadi semakin yakin bahwa ia mampu mengerjakan tugas tersebut;

(3) Selalu ada hal yang harus diperbaiki dalam PsyCap efficacy. Individu mungkin sangat yakin akan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas tertentu, meski demikian ia tetap memiliki beberapa hal yang pelu diperbaiki atau ditingkatkan. Sebagai contoh, seseorang memiliki kemampuan komunikasi yang sangat baik namun tidak mampu berpikir secara mendetail dan kritis; (4) PsyCap efficacy dipengaruhi oleh orang lain. Pengaruh dari orang

lain dapat berupa penilaian yang positif terhadap diri individu sehingga mampu meningkatkan keyakinan individu terhadap kemampuannya. Selain itu dengan melihat orang yang sama dengan diri individu itu sendiri berhasil dalam suatu hal akan membuat individu yakin dirinya juga mampu berhasil dalam hal tersebut;

(6)

PsyCap efficacy dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

kesuksesan dan proses kognitif dan magnitud (tingkat kesulitan yang ingin dicapai individu), serta kekuatan (tingkat keyakinan individu terhadap kemampuannya menyelesaikan tantangan dalam tiap tingkat kesulitan).

b. PsyCap Hope

Disebut juga the will and the way. Luthans, Youssef, & Avolio (2007) menjelaskan PsyCap hope sebagai harapan yang dimiliki individu untuk mencapai tujuan dan keyakinan bahwa individu tersebut bertanggung jawab secara pribadi terhadap tujuannya sendiri serta dapat mencari alternatif jalan untuk mencapai tujuannya ketika menemukan suatu hambatan. Dalam bukunya, Luthans, Youssef, & Avolio (2007) mengutip pernyataan C. Rick Snyder – seorang profesor psikologi klinis di University of Kansas – yang mendefinisikan hope sebagai “a positive motivational state that is based on an interactively derived sense of successful (1) agency (goal-directed energy) and (2)

pathways (planning to meet goals)”.

(7)

strategi alternatif dalam mencapai tujuan tersebut ketika menemukan hambatan dalam mencapainya.

Namun umumnya pembuatan jalan alternatif dalam mencapai tujuan ini sering disalahartikan menjadi salah satu dari ketiga dimensi PsyCap lainnya (resiliency, self-efficacy, dan optimism).

Terdapat 8 (delapan) pendekatan yang berkontribusi dalam pengembangan PsyCap hope seseorang:

(1) Goal-setting. Goal setting yang diciptakan individu, bersifat partisipatori, dan tepat dapat mendorong individu melakukan kinerja yang lebih baik dan mempengaruhi bagaimana seseorang mendesain cara yang kreatif untuk dapat mencapai tujuan.

(2) Stretch goals. Goal yang berperan baik dalam perkembangan dan kematangan pikiran yang hopeful harus spesifik, dapat diukur, bersifat menantang namun dapat dicapai. Stretch goals dapat dilihat dalam artian hal-hal yang sulit memunculkan semangat dalam mencapai tujuan namun tetap dapat dicapai.

(3) Stepping. Dalam proses ini, tujuan yang sulit, berjangka panjang, bahkan yang overwhelming dipecah menjadi bagian-bagian lebih kecil sehingga dapat dikerjakan secara bertahap.

(8)

dan increased autonomy have documented, hasil workplace yang diharapkan.

(5) Reward systems. PsyCap hope dapat diberi penguatan dengan pemberian reward bagi individu yang melakukan usaha untuk mencapai tujuan.

(9)

(7) Strategic alignment. Pendekatan ini berbicara tentang kesesuaian strategi dengan individu yang menjalankannya. Ketika individu menciptakan strategi yang sesuai, maka kesempatannya untuk sukses akan tinggi, namun ketika tidak sesuai, maka sedikit kemungkinan baginya untuk berhasil.

(8) Training. Hal ini dibutuhkan agar individu lebih mudah dalam mencari cara untuk mencapai tujuannya atau cara menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Training yang dapat meningkatkan hope mudah dilaksanakan, interaktif, partisipatif, berorientasi pada

kompetensi umum, dan dapat mengembangkan bakat menjadi kekuatan yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi.

c. PsyCap Optimism

(10)

Luthans, Youssef, & Avolio (2007) menjelaskan PsyCap optimism sebagai explanatory atau attributional style. Anggapan ini didasari oleh pernyataan Martin Seligman yang mendefinisikan optimism sebagai explanatory style yang mengatribusi kejadian positif secara personal, permanen, dan pervasif dan kejadian negatif secara eksternal, sementara, dan terjadi pada situasi spesifik saja (tidak menyeluruh atau pervasif), sedangkan pesimistic sebaliknya.

Namun perlu diperhatikan bahwa individu yang terlalu atau over optimistic tidak dapat dikatakan baik karena individu dapat

menerima tantangan yang sebenarnya terlalu ekstrim atau membahayakan bagi dirinya ataupun orang lain. Untuk itu, Peterson (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) menekankan agar individu memiliki “flexible optimism” dan Schneider (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) menekankan agar memiliki “realistic optimism”. PsyCap optimism yang harus dimiliki ialah yang efektif dan tidak

(11)

Individu dengan PsyCap optimism yang positif juga mampu menunjukkan rasa terima kasih mereka terhadap orang lain atau hal-hal yang berkontribusi terhadap kesuksesan mereka. Ketika menghadapi masa-masa sulit, individu dapat menyelidiki masalah, belajar dari kesalahan, menerima apa yang tidak dapat diubahnya, dan kembali melanjutkan dan fokus pada apa yang harus dikerjakannya. PsyCap optimism yang positif dapat diperoleh individu dengan melepaskan apa

yang ada di masa lalu, baik itu yang bersifat positif maupun negatif; menghargai apa yang sedang terjadi saat ini; dan mencari kesempatan untuk masa yang akan datang.

d. PsyCap Resiliency

(12)

mengidentifikasi dan menemukan tiga faktor yang berkontribusi atau mengganggu perkembangan PsyCap resiliency ini. Ketiga faktor tersebut ialah:

(1) Resiliency assets. Masten dan Reed (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) mendefinisikan aset resiliency sebagai karakteristik situasi dalam kelompok individu yang dapat diukur yang memprediksi hasil positif di masa depan dalam kriteria hasil yang spesifik. Faktor ini mengidentifikasi kemampuan kognitif, temperamen, persepsi diri yang positif, keyakinan, pandangan terhadap hidup, stabilitas emosi, regulasi diri, a sense of humor, ketertarikan secara umum sebagai aset potensial yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan resiliency (Masten dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Wolin dan Wolin (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) menambahkan daftar aset dari resiliency yakni insight, kemandirian, hubungan, inisiatif,

(13)

dan menemukan mentor yang efektif untuk dapat berhasil dalam bidangnya akan memiliki kemampuan untuk bouncing back dan menjadi sukses.

(2) Resiliency risk factors. Masten dan Reed (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) mendefinisikan resiliency risk factors sebagai faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kemungkinan outcome yang tidak diharapkan. Kirby & Fraser (dalam Luthans,

(14)

& Masten dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Namun, munculnya faktor-faktor resiko ini tidak dapat dipandang sebagai hal yang menyebabkan kegagalan dan berkurangnya resiliency. Faktor-faktor resiko ini tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu, menghindar sepenuhnya dari resiko ini dan menutupi diri dan orang lain dari sumber-sumber resiko ini merupakan hal yang tidak realistis. Lebih lagi, tantangan sebenarnya dapat memberi kontribusi yang sangat baik dalam membantu menstimulasi perkembangan, pencapaian potensi diri dan self-actualization individu. Proses penggunaan aset untuk mengatasi resiko dapat membantu mengatasi rasa puas diri, menyelidiki bidang baru, bahkan memanfaatkan talenta dan kekuatan yang mereka miliki, namun hanya ketika proses ini dapat diidentifikasi dan dikelola dengan baik. Faktor-faktor resiko ini penting untuk membantu individu dapat melakukan “bouncing back and beyond” pada proses resiliency. Resiliency memungkinan individu menemukan potensi latennya yang sebelumnya tidak disadarinya. Baik aset dan faktor-faktor resiko ini harus dipertimbangkan bersama dalam proses PsyCap resiliency karena keduanya bersifat kumulatif dan saling berinteraksi.

(15)

melihat masa depan yang lebih memuaskan. Avolio dan Luthans (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) mengatakan hal ini dapat memotivasi diri individu sehingga pada akhirnya dapat memunculkan perilaku yang lebih baik. Individu dengan motivasi untuk berkembang dan belajar akan cenderung berusaha untuk berhasil mencapai tujuan dan harapan yang menantang. Motivasi untuk berkembang dan belajar ini dapat dikembangkan dan/atau dapat dihilangkan dari diri individu, sama halnya dengan resiliency itu sendiri. Beberapa penelitian mendukung peran dari nilai dan kepercayaan yang bermanfaat ini dalam mempertahankan resiliency lewat tantangan yang berat baik secara psikologis

maupun fisik. Salah satu penelitian menemukan bahwa individu yang bertindak sesuai dengan nilai-nilai dalam hidup akan mengalami peningkatan yang konsisten dalam hal kebebasan, energi, dan resiliency-nya (Richardson dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007). Wolin dan Wolin (dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) berpendapat bahwa moral akan meningkatkan resiliency dengan menyesuaikan perilaku seseorang dengan sistem

(16)

sebagai sumber yang bermanfaat (Coutu & Kobsa dalam Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).

B. UNIVERSAL-DIVERSE ORIENTATION

1. Definisi

Universal-diverse orientation (UDO) didefinisikan sebagai sikap terhadap semua orang yang bersifat inklusif namun tetap menyadari perbedaan dan persamaan serta menerimanya; pengalaman serupa yang dimiliki beberapa individu yang membuat adanya sense of connectedness antar individu tersebut dan berhubungan dengan perbedaan interaksi dengan orang lain. UDO ini mengindikasikan adanya dorongan yang bersifat umum untuk bergabung atau mengalami perbedaan budaya dan orang-orang di lingkungan sekitar (perbedaan dari segi ras, gender, ataupun orientasi seksual, kepribadian). Berdasarkan hal ini, UDO terlihat merefleksikan tingkat perkembangan identitas individu yang tinggi seperti tahap autonomy pada model Helms tentang perkembangan identitas ras (Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, & Gretchen, 2000; Singley & Sedlacek, 2004).

(17)

diintegrasikan agar tiap individu dapat menerima dan menghargai orang lain sehingga interaksi antar individu dapat berjalan secara efektif (Vontress dalam Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, & Gretchen, 2000).

Individu dengan UDO yang tinggi akan memiliki tingkat yang tinggi juga dalam identitas ras yang positif, healthy narcissism, empati, feminist views, androginy, pembelajaran yang fokus kepada multikultur,

academic self-concept, independent self-construal, self-efficacy, openess,

berpikir positif dan kemampuan skill (Toscano, 2012).

2. Aspek

Terdapat tiga aspek di dalam UDO (Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, & Gretchen, 2000). Ketiga aspek tersebut ialah sebagi berikut: a. Diversity of Contacts

Aspek ini menekankan perilaku dari UDO yang merefleksikan ketertarikan dan komitmen untuk berpartisipasi dalam keberagaman dan aktivitas dalam lingkup luas (internasional) yang berfokus pada sosial dan budaya.

b. Relativistic Appreciation

(18)

c. Comfort with Differences

Aspek ini menekankan pada komponen evaluatif dan afektif dari UDO. Miville memandang komponen afektif dari UDO sebagai derajat individu merasakan keterhubungan dengan persamaan dan perbedaan antara dirinya dengan orang lain (sense of connection).

C. MAHASISWA

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 30 tahun 1990, mahasiswa diartikan sebagai peserta didik yang terdaftar di perguruan tinggi tertentu. Di samping itu Hartaji (2009) mengatakan mahasiswa merupakan individu yang sedang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi baik di sekolah tinggi, politeknik, akademi, institut, maupun universitas. Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, dijelaskan hal-hal yang menjadi tanggung jawab mahasiswa selama menjadi mahasiswa di suatu universitas, yaitu:

1. Pendidikan dan Pengajaran. Selama di universitas mahasiswa akan memperoleh pengetahuan dan keahlian melalui penelitian dan proses belajar. Kualitas pendidikan semakin dibenahi guna menunjang hal ini sehingga pada akhirnya mahasiswa dapat berperan dalam meningkatkan kualitas bangsa dan negaranya secara mandiri.

(19)

dilakukan dalam rangka menyelesaikan masalah yang sedang dialami pada suatu waktu tertentu; dan penelitian terhadap ilmu-ilmu dasar yang berguna untuk masa depan.

3. Pengabdian pada Masyarakat. Kedua peran di atas juga dilakukan mahasiswa untuk diterapkan kepada masyarakat (pengabdian masyarakat).

Mengutip pernyataan Jusuf A. Feisal (dalam Hidayat, 2011), dalam rangka memenuhi tanggung jawab ini, mahasiswa perlu memiliki tiga hal berikut ini yang dapat membantu mahasiswa dalam memenuhi tugasnya sebagai mahasiswa:

A. Structured ideas and reasoning, mahasiswa perlu memperoleh pengembangan baik dalam pikiran maupun penalarannya;

B. Student interest, minat serta kegemaran yang dimiliki mahasiswa; dan C. Student walfare, kesejahteraan.

(20)

D. DINAMIKA HUBUNGAN UNIVERSAL-DIVERSE ORIENTATION DENGAN PSYCHOLOGICAL CAPITAL

Manusia akan terus berkembang baik secara fisik maupun psikologis. Perkembangan ini dapat dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya ialah faktor sosialnya. Suatu contoh perkembangan psikologis yang mencakup level sosial ialah PsyCap. PsyCap yang positif memungkinkan individu memandang diri dan masa depannya dengan baik dan memiliki kemampuan sehingga lebih merasa yakin dalam mencapai tujuan meski terdapat tantangan dalam pencapaian tujuan tersebut (Luthans, Avey, Avolio, Norman, & Combs, 2006).

Luthans, Avey, Avolio, Norman, & Combs (2006) menjelaskan PsyCap memang berorientasi pada diri individu. Meski demikian, PsyCap juga mencakup metakonstruk level kelompok yang berhubungan dengan adanya dukungan dan hubungan sosial. Mendukung hal ini, pada dimensi PsyCap hope, salah satu resources yang membantu individu mencapai

(21)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa perkembangan PsyCap juga dipengaruhi oleh dukungan dan hubungan sosial baik dengan keberagaman tinggi maupun rendah. Perkembangan PsyCap akan mengarah ke arah yang positif jika pengaruh dari hubungan dan dukungan sosial ini mendukung.

Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa ketika individu memiliki PsyCap yang positif, ia akan lebih semangat dalam mengejar tujuannya, namun hubungan dengan orang-orang di lingkungannya harus positif dan mendukung. Ketika lingkungan tidak mendukung, tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini dapat menjadi penghalang bagi individu dalam mencapai tujuannya karena dalam pencapaian tujuanpun individu akan selalu berhubungan dengan orang lain (Zulkarnain, 2013).

Dalam lingkungan dengan tingkat keberagaman yang tinggi, hal ini perlu menjadi perhatian karena perbedaan antar anggota dalam suatu lingkungan/kelompok berkemungkinan dapat memicu terjadinya konflik yang artinya menyumbang pengaruh negatif dalam hal hubungan sosial individu. Jika konflik interpersonal muncul, maka hal ini menjadi hambatan dalam mencapai tujuan bersama (Hogg & Vaughan, 2011). Untuk itu merupakan suatu hal yang krusial dalam lingkungan yang demikian untuk memiliki sikap yang menerima dan paham atas persamaan dan perbedaan di dalam lingkugan sosial tersebut (UDO).

(22)

sosial yang demikian dapat memberi kontribusi positif terhadap perkembangan PsyCap individu. Asumsi peneliti dalam penelitian ini ialah dengan tingginya UDO, maka individu yang memiliki PsyCap yang positif dapat lebih memperoleh penguatan dari segi sosial untuk dapat mencapai tujuannya.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan teori yang telah diuraikan dan analisis terhadap teori-teori tersebut, diajukan hipotesis sebagai berikut:

(23)

F. KERANGKA BERPIKIR

memperoleh dipersiapkan secara Tuntutan

perkembangan zaman

Siswa Mahasiswa

Hubungan PsyCap dan UDO Akademis

Keberagaman Perlu UDO yang tinggi

Non-akademis Lingkup kampus

-Kemampuan akademis dan non-akademis; -Nilai-nilai kampus dan

organisasi; -PsyCap seolah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari tugas praktikum yang telah saya kerjakan saya dapat menyimpulkan bahwa graph berarah bisa digunakan untuk membuat simpul dan busur beserta bobot dan arah yang

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori mengenai pengaruh Return On Asset , Debt to Equity Ratio , Current Ratio ,

Software laptop yang dibuat dalam bentuk user interface dengan bahasa C++ berperan sebagai pusat pengaturan semua proses pengenalan nada alat musik suling recorder,

Berdasarkan analisa pos simpanan nasabah dan simpanan dari bank lain diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan dalam laporan posisi keuangan Bank, kredit

Rapat Komisaris setiap waktu berhak memberhentikan untuk sementara waktu seorang atau lebih anggota Direksi dari jabatannya, apabila anggota Direksi tersebut bertindak

[r]

Berdasarkan Berita Acara Hasil Pelelangan Umum tanggal 18 Juni 2012 Nomor:34/KPPN-PBJ/177/2012, dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa KPPN Sinjai mengumumkan

Demikian Pengumuman ini disampaikan, kepada Penyedia yang kebaratan atas hasil pengumuman tersebut di atas dapat menyampaikan sanggahan melalui Aplikasi SPSE sampai