• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Delignifikasi dan Hidrolisis Lignoselulosa Ampas Tebu Menggunakan Sistem Cairan Ionik Kolin Klorida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Delignifikasi dan Hidrolisis Lignoselulosa Ampas Tebu Menggunakan Sistem Cairan Ionik Kolin Klorida"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu

Tanaman tebu (Saccharum officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja (Farid, 2003). Bagian lain dari tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku pembuatan pupuk hijau atau kompos. Ampas tebu digunakan oleh pabrik gula itu sendiri untuk bahan bakar selain itu biasanya dipakai oleh industri pembuat kertas sebagai campuran pembuat kertas.

Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Di pedesaan dadhok sering dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit listrik (Anonim, 2007). Tanaman tebu dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Tebu

(2)

atau pabrik gula yang menyewa lahan pertanian penduduk dan sekaligus mengupah tenaganya dalam usaha mengembangkan tanaman tebu bagi keperluan memenuhi bahan baku bagi pabriknya (Kartasapoetra, 1988).

Produk utama dari pabrik gula adalah gula putih. Namun ada produk yang merupakan produk samping dari pengolahan tebu menjadi gula. Hasil samping tersebut berupa tetes (molase), pucuk daun tebu, blotong, ampas tebu yang merupakan limbah pabrik. Hasil samping berupa limbah pabrik sering menimbulkan banyak permasalahan sebab menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Mengingat begitu banyak jumlahnya, maka ampas tebu akan memberikan nilai tambah untuk pabrik jika diberi perlakuan lebih lanjut (Tim Penulis PS, 1992).

2.2 Ampas Tebu

Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu (saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada Industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse). Ampas tebu dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ampas Tebu

(3)

juta galon (setara dengan 18.819 juta liter) dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 17.524 juta galon (setara dengan 66.328 juta liter). (Hermiati, 2009).

Manfaat umum yang dapat diperoleh dari bahan bakar bioetanol antara lain, digunakan untuk bahan baku industri turunan alkohol, campuran minuman keras, industri farmasi, sampai pada bahan baku campuran kendaraan. Tentu saja, pemanfaatan etanol ini harus disesuaikan dengan jenis kebutuhannya. Misalnya, untuk kebutuhan industri diperlukan etanol dengan grade antara 90-96,5%, sedangkan untuk minuman keras dibutuhkan etanol berkadar 99,5-100%, atau etanol yang harus betulbetul kering dan anhydrous supaya tidak korosif (Abidin, 2009).

Pemanfaatan ampas tebu untuk dikonversikan menjadi bioetanol telah banyak diteliti dari dulu hingga saat ini, diantaranya yang pernah memanfaatkan ampas tebu menjadi bioetanol yaitu M.Samsuri dkk (2007) dan Euis Hermiati dkk (2009).

Ampas tebu sebagian besar mengandung lignoselulosa. Panjang seratnya antara1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%.

Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari jenis selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007). Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia ampas tebu

(4)

selulosa dengan kemurnian yang cukup besar. Delignifikasi selulosa dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu :

1. Ozonolysis Pretreatment, yaitu delignifikasi menggunakan ozon dilakukan pada suhu ruangan dan tekanan atmosfer serta dapat menghancurkan sekitar lignin yang terkandung dalam lignoselulosa. 2. Delignifikasi Pulp menggunakan Hidrogen Peroksida ( dalam

media asam asetat.

3. Delignifikasi Oksigen, yaitu proses untuk mengurangi kandungan

lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami proses pemutihan). Bahan kimia yang dipakai adalah dan alkali.

4. Delignifikasi dengan larutan NaOH.

5. Delignifikasi menggunakan cairan ionik, yaitu delignifikasi menggunakan garam yang berwujud cair di bawah suhu 100 °C. Contoh cairan ionik kolin klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride).

Tujuan dari proses delignifikasi yaitu untuk menghilangkan lignin, juga dapat mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan. Selain lignin terdapat juga zat non selulosa lain seperti zat ekstraktif, tanin dan resin yang melekat kuat pada selulosa. Lignin merupakan salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Selain lignin, bagian yang lain dari ampas tebu adalah selulosa. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat-zat gula. Dalam pembuatan etanol dari ampas tebu yang digunakan adalah selulosanya sehingga lignin dalam kayu harus dihilangkan. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat-serat selulosa disebut delignifikasi atau pulping.

2.4 Selulosa

(5)

hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawan menurut satu sumbu. Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap struktur tanaman. Kandungan selulosa kayu berkisar 48 – 50%, pada bagas berkisar antara 50 – 55% dan pada tandan kosong kelapa sawit sekitar 45%. Selulosa dapat dihidrolisis dengan asam kuat maupun dengan enzim selulase.

Selulosa adalah salah satu komponen utama dari ligniselulosa yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf (Trisanti Anindyawati, 2009).

Adapun struktur selulosa dapat dilihat dibawah ini :

Gambar 2.3 Struktur Selulosa

Selulosa terdapat pada semua tanaman baik pohon tingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut. Senyawa-senyawa seperti lemak, lilin, protein, dan pektin dapat dihilangkan dengan cara ekstraksi dengan pelarut organik atau alkali encer (Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995).

2.5 Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Bebbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Derajat polimerisasi hemiselulosa dapat mencapai 200 (Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995).

(6)

air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa (Judoamidjojo, et al., 1989; Winarno, 1997). Ikatan di dalam rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus

β-glukosida di dalam molekul yang satu berkaitan dengan gugus hidroksil , , dan dari molekul yang lain. Hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi struktur larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya (Tjokroadikoesoemo, 1986). Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur Hemiselulosa

2.6 Lignin

Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000 (Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan ester (C-0-C) maupun ikatan karbon-karbon (Sjostrom, 1985).

(7)

Gambar 2.5 Struktur molekul lignin

2.7 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula yang dapat dilakukan secara kimia ataupun enzimatis. Pada hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik (Trisanti, 2010). Hidrolisis ampas tebu adalah representasi dari proses delignifikasi yaitu memisahkan serat (selulosa dan fragmentasinya) yang terdapat dalam kayu dari senyawa lignin.

Pada metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dihidrolisa dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Hidrolisis selulosa menjadi glukosa dapat dilakukan menggunakan cara kimiawi dan hayati. Hidrolisis dengan cara kimiawi menggunakan asam kuat, sedangkan dengan cara hayati menggunakan enzim murni atau mikroorganisme penghasil enzim selulase. Kendala yang dihadapi yaitu rendahnya laju hidrolisis karena adanya kandungan lignin dalam bahan lignoselulosa. Oleh karena itu dilakukan proses delignifikasi sebelum dihidrolisis.

Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer (Isroi, 2008).

(8)

hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif. Beberapa kelemahan dari hidrolisis enzimatik antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja enzim dihambat oleh produk. Di sisi lain harga enzim saat ini lebih mahal daripada asam sulfat, namun demikian pengembangan terus dilakukan untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi hidrolisis maupun fermentasi (Isroi, 2008).

Hidrolisis dalam suasana asam menghasilkan pemecahan ikatan glikosida dan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama proton yang berkelakuan sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula, yang akan membentuk asam konjugat. Langkah ini akan diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, dalam kebanyakan hal menghasilkan zat antara kation karbonium siklis. Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin , menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis. Mekanisme reaksi total hidrolisis selulosa secara asam ditampilkan dibawah ini :

(C6H10O5)n + nH2O katalis asam/enzim nC6H12O6

(selulosa) (glukosa)

2.8 Cairan Ionik (Ionic Liquid)

Air adalah pelarut yang sangat populer di masyarakat. Namun, bila ditanyakan kepada ahli kimia tentang pelarut maka mereka bisa mengatakan banyak tentang benzena, toluen, diklorometan, kloroform dan banyak lagi. Pelarut memang menjadi sangat esensial dalam proses kimia. Banyak pelarut digunakan dengan penyesuaian zat terlarutnya. Itulah yang membuat banyak sekali jenis pelarut yang digunakan dalam proses kimia, baik itu dalam reaksi maupun pemisahan satu zat dari kumpulan zat.

(9)

Ada tiga komponen penting dari cairan ionik ini. Pertama, yang bermuatan positif (+) disebut kation. Kedua, yang bermuatan negatif (-) adalah anion. Dan terakhir yang diberi simbol R adalah subtituen alkil yang juga merupakan bagian dari kation. Ketiga komponen itu bisa divariasikan untuk mendapatkan sifat fisika dan kimia yang berbeda pula.

2.8.1 Sifat fisika dan kimia

Sifat fisik dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan kation, anion dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air bisa diatur dengan gugus R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan menurunkan kelarutan dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya, seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat, heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida. Contohnya, garam imidazolium dengan anion halida, nitrat dan trifluorofosfat bercampur sempurna dengan air, tapi dengan anion [PF6-] dan [(CF3SO2)2N-] tidak bercampur dengan air, dan [BF4-] dan [CF3SO3-] bisa bercampur atau tidak tergantung pada subtituen kationnya.

Titik leleh dari garam yang memiliki anion halida cenderung lebih tinggi bila anion yang digunakan lebih banyak, dan titik leleh umumnya meningkat seiring meningkatnya panjang rantai subtituen. Cairan ionik pertama yang banyak digunakan adalah campuran dari dialkilimidazolium atau alkilpiridinum halida dengan AlCl3 atau AlBr3 (Welton, 1999). Cairan ionik pertama yang stabil terhadap udara dan air yang memiliki titik leleh rendah adalah 1-etil-3-metilimidazolium BF4 dan 1-etil-3-metilimidazolium MeCO2 (Wilkes dan Zaworotko, 1992).

Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya, viskositas dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500 cP dalam suhu ruang (Seddon et al, 2000). Garam dengan anion bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas terendah dalam rentang tadi (Bonhote et al., 1996), sama juga seperti garam dengan kation pirolidinium (MacFarlane et al., 1999). Data yang dimiliki bahwa cairan ionik merupakan fluida Newtonian (Brennecke et al., 2001).

(10)

2.8.2 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride) Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin dapat dibuat dengan metilasi dimetiletanolamina dengan metil klorida.

Kolin klorida diproduksi secara massal dan merupakan aditif penting dalam pakan terutama untuk ayam mempercepat pertumbuhan. Garam kolin komersial lainnya adalah hidroksida kolin dan bitartrat kolin. Dalam bahan makanan senyawa ini sering hadir sebagai fosfatidilkolin. Hal ini juga digunakan sebagai aditif dalam cairan yang digunakan untuk rekah hidrolik. Dan berfungsi untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa. Keuntungan kolin klorid dibandingkan perarut lainnya yaitu lebih mudah larut, harganya ekonomis, dan biodegradable. Struktur kolin klorid dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Tebu
Gambar 2.2 Ampas Tebu
Tabel 2.1 Komposisi kimia ampas tebu
Gambar 2.3 Struktur Selulosa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik 17 genotipe melon berdasarkan karakteristik buah dan mengidentifikasi genotipe potensial untuk karakter

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

j. Menyampaikan daftar perolehan pekerjaan yang sedang dikerjakan; k. Wajib mempunyai perjanjian Kerja Sama Operasi atau Kemitraan yang memuat prosentase Kemitraan

 Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 25 atau Pasal 21 / Pasal 23 atau PPN sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan

Sebagai bagian dari sebuah Pranata Sosial, Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan produk manusia Indonesia yang dapat bersaing tidak

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT kami warga SMA Negeri 2 Majalengka telah dapat menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk Tahun Pelajaran

NGUSMAN KEPALA DESA SEKRETARIS DESA KEPALA URUSAN TATA USAHA DAN UMUM KEPALA URUSAN KEUANGAN KEPALA URUSAN PERENCANAAN KEPALA SEKSI PELAYANAN KEPALA SEKSI

Hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara Intensitas Ibadah Shalat dengan Perilaku Agresif, diterima. Semakin tinggi Intensitas Ibadah