• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Biaya dan Produktivitas Pekerja Antara Shift Pagi dan Shift Malam pada Proyek Pembangunan Gedung The Manhattan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Biaya dan Produktivitas Pekerja Antara Shift Pagi dan Shift Malam pada Proyek Pembangunan Gedung The Manhattan Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II. 1 Shift

Sistem shift adalah suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang

untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan

pekerjaan (Muchinsky, 1997). Sistem shift digunakan sebagai suatu cara yang

paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecenderungan meningkatnya

permintaan barang-barang produksi. Sistem ini dipandang akan mampu

meningkat produktivitas suatu perusahaan yang mengggunakannya.

II.1.1 Shift Kerja

Berikut adalah beberapa definisi shift kerja menurut beberapa ahli:

a) Menurut Riggio (1990), shift kerja adalah suatu jadwal kerja dimana setiap

karyawan secara bergantian datang ke tempat kerja agar kegiatan

operasional tetap berjalan.

b) Menurut Pigors dan Myers (1991), shift kerja adalah suatu alternatif untuk

(2)

c) Menurut Suma’mur (1994), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang

diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan

dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa shift kerja

merupakan suatu sistem pengaturan waktu kerja yang memanfaatkan keseluruhan

waktu, yaitu dengan cara bergantian antara satu kelompok kerja dengan yang lain,

sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan secara kontinu, dengan

tujuan untuk meningkatkan hasil produksi.

Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu

individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari.

Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah

nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari

dan istirahat pada siang hari.

II.1.2 Sistem Shift Kerja

Sistem shift kerja dapat berbeda antar instansi atau perusahaan, dengan

ketentuan pergantian shift yang normal berdasarkan International Labour Office

(1983) adalah 8 jam / shift. Biasanya, terdapat 3 pembagian shift kerja dalam

sehari (Muchinsky, 1997) yakni:

a) Shift pagi: pukul 07.00 – 15.00

b) Shift siang: pukul 15.00 – 23.00

(3)

Adapun menurut William (2004), dikenal dua jenis sistem shift kerja yang terdiri

dari :

a) Shift Permanen

Tenaga kerja bekerja pada shift yang tetap setiap harinya. Tenaga kerja

yang bekerja pada shift malam yang tetap adalah orang-orang yang

bersedia bekerja pada malam hari dan tidur pada siang hari.

b) Sistem Rotasi

Tenaga kerja bekerja tidak terus-menerus di tempatkan pada shift yang

tetap. Shift rotasi adalah shift rotasi yang paling menggangu terhadap

irama circardian dibandingkan dengan shift permanen bila berlangsung

dalam jangka waktu panjang.

II.1.3 Alasan Penggunaan Shift Kerja

Glueck (1982) menyatakan, ada beberapa alasan mengapa suatu organisasi atau

perusahaan menggunakan jadwal kerja shift, yaitu:

• Permintaan pasar; yaitu terdapat peningkatan permintaan terhadap suatu produk tertentu sehingga dibutuhkan lebih dari satu shift kerja untuk

memenuhi permintaan.

(4)

• Optimasi biaya; yaitu dikarenakan biaya penyewaan mesin atau alat berat dikenakan per hari, sehingga apabila tidak diberlakukan shift kerja akan

meyia-nyiakan mesin atau alat berat yang telah disewa untuk sepanjang

hari.

• Kebutuhan teknologi; yaitu pada proses industri yang berkesinambungan, seperti pada perusahaan minyak, kimia, dimana mesin dan peralatan tidak

dapat sewaktu-waktu dihentikan tanpa menimbulkan kerugian biaya.

• Kebutuhan emergensi; yaitu pada beberapa jasa yang harus beroperasi selama 24 jam seperti rumah sakit, pemadam kebakaran, polisi, dan lain

sebagainya.

II.1.4 Pengaruh Shift Kerja

Adapun secara garis besar, shift kerja mempengaruhi 2 pihak yakni tenaga kerja

maupun perusahaannya. Dan berikut adalah dampak dan penjelasannya.

a) Tenaga kerja: berdampak pada fisiologis, psikososial dan kinerja

b) Perusahaan: berdampak pada produktivitas, resiko, dan biaya.

II.1.5 Dampak Shift Kerja Terhadap Tenaga Kerja

Berikut adalah beberapa efek shift kerja diluar waktu normal, pada umumnya

shift kerja siang dan shift kerja malam, yang dapat dirasakan oleh tenaga kerja

antara lain :

(5)

Tidur pada waktu siang hari tidak akan seefektif pada saat malam hari

walaupun durasinya sama panjang. Akibatnya, kualitas tidur maupun

istirahat tenaga kerja akan berkurang dan mengurangi kapasitas kerja fisik

karena tenaga kerja merasa lelah dan mengantuk sehingga sulit untuk

berkonsentrasi. Untuk jangka panjang, hal ini juga berdampak pada

kesehatan tenaga kerja seperti adanya resiko gangguan pencernaan,

gangguan jantung, dan lain sebagainya.

b) Dampak psikososial

Oleh karena tenaga kerja harus bekerja pada waktu dimana masyarakat pada

umumnya bersosialisasi, yang biasanya dilakukan pada sore atau malam

hari, hal ini mengakibatkan minimnya interaksi sosial antara tenaga kerja

dengan dunia luar, baik dengan keluarga maupun sahabat. Minimnya

interaksi sosial dapat menimbulkan rasa depresi maupun agresi bagi

tenaga kerja yang juga akan berdampak pada kinerjanya.

c) Dampak kinerja

Karena kondisi fisik dan psikologis tenaga kerja yang tidak maksimal, maka

tenaga kerja pun juga tidak dapat memberikan hasil yang baik pada saat

bekerja. Terdapat juga kemungkinan bagi para tenaga kerja untuk berbuat

kesalahan pada saat bekerja, baik kesalahan kecil maupun kesalahan yang

(6)

II.1.6 Dampak Shift Kerja Terhadap Perusahaan

Pada satu sisi, dengan adanya shift kerja, memang penambahan waktu

operasional perusahaan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan

perusahaan serta menghemat waktu. Namun disisi lain, shift kerja diluar waktu

normal tidak baik bagi tenaga kerja, dari sisi fisiologis maupun sisi psikososial

yang akan berdampak pada kinerja, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Berkurangnya kinerja tenaga kerja menjadi resiko baru yang harus

ditanggung dan diantisipasi oleh pihak perusahaan, apabila terjadi kesalahan

maupun kecelakaan pada saat waktu bekerja. Hal ini mengharuskan pihak

perusahaan untuk memberlakukan manajemen shift kerja yang baik maupun

meningkatkan bidang K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) untuk

mengantisipasi resiko shift kerja, dan kedua hal tersebut membutuhkan biaya

tambahan.

II.1.7 Manajemen Shift Kerja

Untuk mengantisipasi berbagai dampak buruk shift kerja yang berada

diluar waktu normal, maka dibutuhkanlah manajemen shift kerja yang baik,

diantaranya adalah:

a) Hindari perubahan shift kerja yang singkat

Menurut Francoise Lille (1988), sebaiknya apabila terdapat perubahan

shift kerja terhadap seorang tenaga kerja, sebaiknya terdapat jarak waktu

selama 24 jam oleh karena perubahan dengan waktu yang terlalu singkat

(7)

Francoise Lille menganjurkan bahwa jarak waktu untuk perubahan shift

minimal adalah 48 jam.

b) Menghindari kerja shift yang terlalu lama

Pelaksanaan kerja tambahan ataupun lembur akna menambah kelelahan

dan mengurangi waktu istirahat tenaga kerja. Apabila memang diperlukan

melakukan suatu pekerjaan tambahan, waktu lembur maksimal yang

dianjurkan adalah 1-2 jam.

c) Mempertimbangkan lama kerja dan beban kerja

Penyesuaian lama kerja dengan beban kerja pada setiap shift juga harus

dipertimbangkan. Salah satu contohnya ialah kerja fisik yang berat ataupun

pekerjaan yang monoton dan membosakan akan lebih sulit apabila

dilakukan pada malam hari. Ada baiknya apabila tipe pekerjaan seperti ini

harus dilakukan pada malam hari, jangka waktu shift dapat dikurangi.

d) Perhatikan waktu istirahat

Jumlah waktu istirahat pada saat makan siang ataupun makan malam tidak

cukup untuk memulihkan kelelahan tubuh akibat bekerja sepanjang shift

kerja. Untuk itu dianjurkan untuk mengizinkan tenaga kerja untuk

beristirahat secara berkala sekali dalam beberapa jam, terutama untuk

(8)

e) Memberi kesempatan libur

Apabila pekerjaan dilakukan 7 hari dalam setiap minggunya, maka

dianjurkan untuk memberikan beberapa hari libur untuk setiap jangka

waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk mencegah tenaga kerja kehilangan

kontak dengan keluarga dan sahabat yang dapat mengganggu secara

psikososial.

f) Jadwal kerja harus teratur dan dapat diprediksikan

Para tenaga kerja seharusnya sudah mengetahui jadwal kerjanya jauh

sebelum itu, sehingga mereka dapat merencanakan waktu istirahat dan

waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan sahabat sebelum bekerja.

II.1.8 Regulasi Shift Kerja Di Indonesia

Untuk menghindari penyalahgunaan shift kerja oleh perusahaan, maka

pemerintah Indonesia melindungi hak para tenaga kerja, dan berikut adalah

beberapa regulasinya, yakni:

a) UU No.13/2003 pasal 77, mengenai durasi shift kerja

Setiap pengusaha diwajibkan untuk menentukan jam kerja, yang telah

diatur dalam 2 sistem yakni:

- Untuk 6 hari kerja / minggu : 7 jam kerja / hari atau 40 jam kerja /

minggu, atau

- Untuk 5 hari kerja / minggu : 8 jam kerja / hari atau 40 jam kerja /

(9)

Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja

yaitu 40 jam dalam 1 minggu. Apabila melebihi dari ketentuan waktu kerja

tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai waktu kerja

lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur.

Namun, tidak semua jenis pekerjaan diberlakukan batasan bekerja 40 jam /

minggu. Berdasarkan Kepmenakertrans No. 233 tentang Jenis Dan Sifat

Pekerjaan Yang Dijalankan Secara Terus Menerus, dimana pada pasal 3

ayat 1 mengatur bahwa pekerjaan yang berlangsung secara kontinu adalah:

- pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;

- pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;

- pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;

- pekerjaan di bidang usaha pariwisata;

- pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;

- pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air

bersih, dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;

- pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;

- pekerjaan di bidang media masa;

- pekerjaan di bidang pengamanan;

(10)

- pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses

produksi, merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat

produksi.

Berdasarkan peraturan tersebut, maka jenis-jenis pekerjaan di atas dapat

berlangsung secara terus menerus, tanpa mengikuti ketentuan jam kerja

sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 tahun 2003. Namun demikian,

setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja dalam

melaksanakan pekerjaan sebagaimana tercantum di atas, harus dihitung

sebagai lembur yang harus dibayarkan karena sudah merupakan hak

tenaga kerja yang dilindungi oleh Undang-Undang maupun peraturan

pemerintah lainnya..

b) UU No.13/2003 pasal 79, mengenai waktu istirahat

Setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, sekurang

kurangnya 1/2 jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat

tersebut tidak termasuk jam kerja. Masa istirahat mingguan tidak boleh

kurang dari 1 hari setelah 6 hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 hari

setelah 5 hari kerja dalam satu minggu.

c) Peraturan Menteri no.102/MEN/VI/2004 Pasal 1 Ayat 1, mengenai waktu

lembur

Dinyatakan bahwa waktu lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam

sehari untuk 6 hari kerja dan 40 jam dalam seminggu atau 8 jam sehari

(11)

hari istirahat mingguan dan / atau pada hari libur resmi yang ditetapkan

pemerintah. Waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam /

hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur

resmi.

II.2 Produktivitas Kerja

Secara umum produktivitas adalah perbandingan antara hasil kegiatan

(output) dan masukan (input). Dalam konstruksi, pengertian produktivitas tersebut

dapat dijabarkan sebagai perbandingan antara jam kerja dan hasil kerja. Atau

dengan kata lain, produktivitas didefinisikan sebagai ratio antara total sumberdaya

yang digunakan dengan hasil produksi. Dalam proyek konstruksi, ratio tersebut

merupakan nilai yang diukur selama proses konstruksi, yang dapat dibagi menjadi

tenaga kerja, material, dan alat.

Berikut adalah beberapa pendapat mengenai produksi kerja menurut

beberapa ahli, seperti:

a) Sutermeister (1976) berpendapat bahwa produktivitas kerja adalah

hubungan antara input dan ouput dari segi kuantitas maupun kualitas,

dimana produktivitas kerja itu sendiri bergantung pada motivasi dan

kemampuan dari pekerja. Hal ini bearti walaupun dari segi kuantitas tidak

(12)

Jumlah keluaran persatuan waktu Jumlah tenaga kerja persatuan orang

Total output yang dihasilkan (unit)

Total input yang dikeluarkan (rupiah)

b) Soeharto (1995) berpendapat bahwa pada umumnya proyek berlangsung

dengan kondisi yang berbeda-beda, maka dalam merencanakan tenaga

kerja hendaknya dilengkapi dengan analisis produktivitas dan indeks

variabel yang mempengaruhi.

c) Bennet Slalahi (1994) menyatakan produktivitas tenaga kerja dapat diukur

dengan menitikberatkan jumlah tenaga kerja yang dikerahkan yaitu :

p =

d) Sritomo Wignyosoebroto (1995), menyatakan produktivitas kerja

didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) antara output per inputnya.

Bilamana output dalam hal ini adalah berupa unit keluaran yang

dhiahsilkan dan semua masukan (input) dalam satuan moneter maka :

P =

Menurut DPN APINDO (2007), unsur-unsur yang terdapat dalam

produktivitas adalah :

a) Efisiensi, merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan

masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang

sebenarnya dilaksanakan

b) Efektivitas, merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa

(13)

c) Kualitas, merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah

dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan atau harapan konsumen

Adapun hasil akhir dari Produktivitas dapat berupa :

a) Keuntungan atau laba bagi para pemegang saham dan para investor

b) Pekerjaan dan upah bagi para pekerja

c) Barang-barang dan jasa-jasa yang berkualitas untuk para konsumen

Dari uraian diatas, maka secara teknis produktivitas dapat dikatakan

sebagai perbandingan antara output yang dhasilkan dengan input yang digunakan,

secara rumus sebagai berikut :

�������������= ������ �����

Dari rumus diatas, didapatlah wujud peningkatan produktivitas yaitu:

a) Produktivitas dikatakan naik apabila input turun, outputnya tetap

b) Produktivitas dikatakan naik apabila input turun, outputnya naik

c) Produktivitas dikatakan naik apabila input tetap, outputnya naik

d) Produktivitas dikatakan naik apabila input naik, outputnya naik tetapi

(14)

II.3 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Penelitian tentang produktivitas telah banyak dilakukan, diantaranya

dilakukan di Singapura oleh Low pada tahun 1992. Low menyimpulkan bahwa

produktivitas konstruksi dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu : buildability,

structure of industry, training, mechanisation and automation, foreign labour,

standardisation, building control.

Di Indonesia penelitian serupa dilakukan oleh Kaming pada tahun 1997.

Faktor yang mempengaruhi produktivitas proyek diklasifikasikan menjadi empat

kategori utama, yaitu :

a) Metoda dan teknologi, yang terdiri dari faktor: desain rekayasa, metoda konstruksi, urutan kerja, pengukuran kerja.

b) Manajemen lapangan, yang terdiri dari faktor: perencanaan dan penjadwalan, tata letak lapangan, komunikasi lapangan, manajemen

material, manajemen peralatan, manajemen tenaga kerja.

c) Lingkungan kerja, yang terdiri dari faktor: keselamatan kerja, lingkungan fisik, kualitas pengawasan, keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi.

d) Faktor tenaga kerja, yang terdiri dari faktor: tingkat upah pekerja, kepuasan kerja, insentif, pembagian keuntungan, hubungan kerja

(15)

II.4 Produktivitas Tenaga Kerja

Cepat lambatnya pengerjaan suatu proyek akan sangat bergantung pada

produktivitas tenaga kerja proyek tersebut. Ada berbagai macam faktor yang dapat

mempengaruhi produktivitas dalam proyek konstruksi, dimana salah satunya

adalah faktor tenaga kerja yang berkaitan langsung dalam pembangunan

konstruksi di lapangan.

Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu unsur utama dalam

menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi, tetapi seringkali

penggunaan tenaga kerja tidak efektif, seperti menganggur, mengobrol, makan,

minum ataupun merokok di luar jam istirahat. Untuk itu, manajemen harus dapat

mengetahui cara-cara untuk mengukur produktivitas tenaga kerja sebelum

melakukan upaya peningkatan produktifitas.

Jika membicarakan masalah produktivitas muncullah satu situasi yang

produktivitas muncullah satu situasi yang paradoksial (bertentangan), karena

belum ada kesepakatan umum tentang maksud pengertian produktivitas serta

kriterianya dalam mengukur petunjuk-petunjuk produktivitas. Dan tak ada

konsepsi, metode penerapan maupun cara pengukuran yang bebas dari kritik

(Sinungan, Muchdarsyah, 1995). Para ahli tidak memberikan rumusan

produktivitas yang sama, karena itu masih ditemukan pengertian produktivitas

(16)

Handoko (1984) menyatakan bahwa peningkatan produktifitas tenaga

kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara pendekatan, antara lain :

a) pendekatan melalui sistem ketenagakerjaan yang dipakai, seperti:

- peningkatan atau pengurangan jumlah tenaga kerja

- pengadaan sistem kerja lembur

b) Melalui pendekatan manajemen, seperti:

- perbaikan metode operasi secara keseluruhan

- peningkatan, penyederhanaan atau pengurangan variasi produk

untuk masing-masing tenaga kerja

- perbaikan organisasi, perencanaan dan pengawasan.

II.5 Perhitungan Produktivitas dengan Metode Studi Waktu (Time Study) Metode studi waktu adalah suatu metode yang digunakan untuk

menentukan jumlah waktu standar (standard time) yang diperlukan, berdasarkan

performa standar, untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang melibatkan tenaga

kerja, peralatan, maupun melibatkan kombinasi pekerjaan. Penggunaan metode ini

dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, bagaimana suatu pekerjaan

dilakukan dari tahap awal hingga tahap akhir, dimana hasil pengamatan tersebut

(17)
(18)

Tabel 2.3 Formulir Tabel Studi Waktu Untuk Standard Time

II.5.1 Prinsip Penilaian Metode Studi Waktu

Ervianto (2004) mengemukakan pada umumnya penelitian dilakukan

berdasarkan angka 100, yang memberikan informasi bahwa kinerja yang terjadi

dalam keadaan normal.

(19)

Pada metode studi waktu, terdapat 2 jenis waktu yang akan dihitung:

a) Basic Time

Basic time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu

aktivitas dengan penilaian standar (standard rating). Basic Time dihitung

pada sejumlah pengamatan kemudian diambil nilai rata-ratanya. Angka

basic time di peroleh dengan rumus:

���������= ������������� ��������������� ���������������

b) Standard Time

Standard time adalah ‘waktu seharusnya’ yang dapat dicapai oleh tenaga

ahli yang bekerja dengan standard rating untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan. Untuk menentukan standard time juga harus diperhitungkan

tentang waktu relaksasi (relaxation allowance) dan waktu kontingensi

(contigency).

Waktu relaksasi adalah waktu di saat pekerja harus berhenti sejenak dari

pekerjaan yang mereka lakukan untuk menyegarkan kembali kondisi

badan mereka. Untuk lebih jelas tentang penyebab diperlukannya relaksasi

dapat dilihat pada tabel relaksasi akibat faktor panas dan kelembapan

(20)

Tabel 2.5 Tabel Relaksasi Akibat Faktor Panas Dan Kelembapan Udara

(21)

Waktu kontingensi adalah waktu yang disediakan untuk bermacam

-macam aktivitas tambahan proyek yang terjadi kebetulan dan tak dapat

diprediksi, seperti peralatan yang perlu diasah, penggalian yang terhalang

batu besar, dan sebagainya. Waktu kontigensi sebesar 5% biasanya cukup

(22)

II.5.2 Perhitungan Produktivitas Dengan Metode Studi Waktu

Tahap-tahap pengamatan dengan cara time study :

1) Menentukan jenis pekerjaan yang akan diamati dan memahami kondisi

pekerjaan pada saat itu.

2) Setiap pekerjaan di-breakdown menjadi beberapa elemen pekerjaan

3) Setiap breakdown pekerjaan diamati dari tahap awal hingga akhir

4) Waktu yang dicatat dimasukkan didalam tabel studi waktu

5) Mengkonversikan upah pekerja kedalam tukang dengan standar upah

tukang

6) Menghitung nilai basic time dengan mengalihkan nilai konversi upah

tukang

7) Data basic time kemudian dihitung dengan memperhatikan waktu relaksasi

dan kontingensi untuk memperoleh standard time

Langkah-langkah perhitungan dengan cara time study sehingga didapat

nilai produktivitas.

1) Mencatat waktu setiap kali pengamatan elemen - elemen pekerjaan di

lapangan dan kemudian dimasukan dalam tabel studi waktu untuk

memperoleh nilai basic time dari tiap pengamatan setiap elemen

pekerjaan. Nilai basic time adalah nilai manhour untuk 1 volume

pekerjaan.

2) Nilai basic time dari tiap pengamatan elemen - elemen pekerjaan

(23)

3) Nilai average basic time kemudian dihitung dengan memperhatikan waktu

relaksasi dan kontingensi untuk memperoleh nilai standard time dari tiap

elemen pekerjaan

4) Setelah itu dihitung total standard time dari tiap elemen pekerjaan dengan

cara mengalikan nilai standard time elemen pekerjaan dengan volume

perolehan untuk elemen pekerjaan tersebut. Standard time dan volume

perolehan haruslah berasal dari 1 kali pengamatan dalam waktu tertentu

5) Membandingkan volume total perolehan pekerjaan dengan total standard

time untuk memperoleh nilai produktivitas suatu pekerjaan.

II.6 Perhitungan Produktivitas Berdasarkan Upah Tenaga Kerja

Perhitungan produktivitas berdasarkan upah ini untuk melihat berapa besar

produktivitas yang diperkirakan perencana dengan yang terjadi dilapangan.

Langkah perhitungan untuk mendapat nilai produktivitasnya adalah sebagai

berikut:

1) Dilihat berapa besar upah harian tenaga kerja di lapangan dan upah suatu

pekerjaan berdasarkan RAB

2) Dihitung produktivitas dengan membagi upah harian tenaga kerja dengan

upah suatu pekerjaan

3) Selanjutnya produktivitas yang didapat berdasarkan upah tenaga kerja

Gambar

Tabel 2.2 Formulir Tabel Studi Waktu Untuk Basic Time
Tabel 2.4 Formulir Tabel Studi Waktu Untuk Penilaian
Tabel 2.6 Pengaruh Relaksasi Terhadap Basic Time

Referensi

Dokumen terkait

Yang tidak kalah penting untuk mewujudkan kader inti ikatan selain dengan penyelenggaraan Taruna Melati yang baik dan efektif, peran fasilitator atau pendamping

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa modul asam basa berbasis inkuiri terbimbing dilengkapi soal-soal tipe HOTS untuk peserta didik kelas XI

Kemudian untuk melihat pengaruh variasi pendapatan, harga rumah dan suku bunga terhadap variasi permintaan KPR pada Bank BTN di Kota Palembang dapat dilihat dari nilai R 2

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu melihat ada atau tidaknya hubungan positif yang signifikan antara sikap terhadap pernikahan dan kesiapan

Setelah dilakukan penghitungan terhadap kuisioner, didapatkan hasil bahwa uji validitas variabel Kampanye “Jadilah Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas dan Budayakan Keselamatan

The critical legal question to come from Seale’s 2007 conviction is whether Civil Rights Era kidnapping prosecutions should proceed under the unlimited statute of limitations

Dari beberapa jenis gaya kognitif yang dikemukakan oleh para ahli, Kagan (Santrock, 2010) mengelompokkan gaya kognitif siswa yang disebut dengan gaya kognitif impulsif dan

Tebing Tinggi (ANTARA) - Pemerintah Kota Tebing Tinggi melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PMK) menggelar lomba inovasi Teknologi Tepat Guna