• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELEVANSI PENGGUNAAN SISTEM M HAK KEKAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RELEVANSI PENGGUNAAN SISTEM M HAK KEKAYA"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

RELEVANSI PENGGUNAAN SISTEM M HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL INTERNASIONAL DAN NASIONAL GUNA MELINDUNGI HAK EKONOMI PENGETAHUAN

TRADISIONAL MASYARAKAT ADAT INDONESIA PADA ERA GLOBALISASI

oleh : Prasetyo Hadi Purwandoko1 omprasetyohp@gmail.com

A. Latar Belakang

.

Globalisasi merupakan gerakan perluasan pasar, dan di semua pasar yang berdasarkan persaingan selalu ada yang menang dan yang kalah. Perdagangan bebas dapat juga menambah kesenjangan antara negara maju dan negara-negara pinggiran, yang akan membawa akibat pada komposisi masyarakat dan kondisi kehidupan2. Globalisasi juga merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindari oleh berbagai bangsa/negara di dunia, termasuk Indonesia. Globalisation is a reality3. Menurut Francis Snyder , Globalisation is a fact of modern life4. Selanjutnya, ada yang menyatakan Globalisation can also be seen as the result of the increase in foreign direct investment and the development of multinational corporation.5. Salah satu globalisasi itu ialah globalisasi ekonomi.

1 Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi Strata 3 (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Solo

2 Erman Rajagukguk. 1999.” Peranan Hukum dalam Pembangunan pada Era Globalisasi”.

JURNAL HUKUM No. 11 Vol. 6. Yogyakarta: UII

3 Lihat R Went.1997. “

Globalization: Myths, Reality and Ideology: The EU in a Globalized World”. 26(3) Int’l J. Political Economy. p. 35–59; Lihat juga P Hirst. 1997. “The Global EconomyMyths and Realities” . 73(3) Int’l Affairs. p. 409–425.

4 Francis Snyder dalam Candido Tomas Garcia Molyneux. 2001. Domestic Structures and

International Trade, The Unfair Trade Instruments of the United States and the European Union. Oxford and Portland Oregon: Hart Publishing. p.iv

5

(2)

Larry Cata Backer menyatakan6 “Globalization is now best characterized as institutionalization of systems of transactions, principally of economic transactions”.

Perkembangan kehidupan masyarakat dunia dewasa ini tengah memasuki era globalisasi di berbagai bidang terutama bidang ekonomi. Globalisasi ekonomi ini antara lain ditandai dengan tingginya tingkat perdagangan internasional dan penanaman modal asing secara langsung.7 Konsep globalisasi yang demikian dapat dikatakan sebagai konsekuensi dari bebagai upaya yang dilakukan oleh masyarakat Internasional dalam memperbaiki kondisi kehidupan khususnya pasca perang dunia kedua (PD2).

Konsekuensi globalisasi ekonomi ialah adanya tarik ulur kepentingan dengan motor liberalisasi perdagangan dan keuangan yang tidak selalu memberikan keuntungan bagi semua orang (dan bangsa) di bumi ini8. Konsep globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, dengan demikian, memerlukan perlindungan. Globalisasi bukanlah suatu gerakan yang harus ditahan dan dibendung, tapi sebaliknya, memerlukan nalar logis untuk menjauhkannya dari efek buruk bagi keadilan.

Berkaitan globalisasi ekonomi, kemunculan kelompok negara berkembang yang merupakan negara-negara bekas jajahan khususnya di kawasan Asia, Amerika Selatan, dan Afrika telah menjadikan kelompok ini sebagai kekuatan sekaligus pendatang baru dalam percaturan Internasional khususnya di bidang ekonomi. Kelompok negara berkembang ini kian memegang peranan penting ketika pada keyataannya sebagian besar sumber daya alam yang menjadi

6 Backer, Larry Cata. 2007. Harmonizing Law in Era of Globalization Convergence, Divergence,

and Resistance. Durham, North Carolina: Carolina Academic Press.h.5.

7

Peter Van Den Bossche.2005.The Law and Policy of The World Trade Organization Text, Cases and Materials .Cambridge University Press.Uk. p.2

8 Ida Susanti dan Bayu Seto ed. 2003. Aspek Hukum dari Perdaganga n Bebas, Menelaah

(3)

bahan utama industri banyak terdapat di kawasan negara-negara berkembang tersebut. Dengan perkataan lain, dalam era globalisasi ekonomi ini negara berkembang memegang peranan sebagai pemilik bahan mentah bagi industri yang merupakan bagian terpenting dari perdagangan internasional.

Salah satu keprihatinan negara berkembang ialah bahwa proses globalisasi telah mengancam penyalahgunaan elemen-elemen pengetahuan kolektif suatu masyarakat menjadi pengetahuan sebagai hak milik dan mendatangkan keuntungan komersial bagi sebagaian kelompok tertentu9.

Pada zaman modern ini dapat dipahami bahwa globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas telah mempengaruhi perubahan yang sangat besar terhadap bidang hukum. Negara-negara di dunia yang terlibat dengan globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, baik negara maju maupun sedang berkembang bahkan negara yang terbelakang harus membuat standarisasi hukum dalam kegiatan ekonominya. Globalisasi ekonomi semakin dikembangkan berdasarkan prinsip liberalisasi perdagangan (trade liberalization) atau perdagangan bebas (free trade) lainnya yang telah membawa pengaruh pada hukum setiap negara yang terlibat dalam globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas tersebut. Arus globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas sulit ditolak dan harus diikuti karena globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas tersebut berkembang melalui perundingan dan perjanjian internasional10...

Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum tidak dapat dihindari karena globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi tersebut, secara substansi berbagai Undang Undang dan perjanjian-perjanjian menyebar

9

Cita Citrawinda dalam Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum UI bekerjasama dengan Ditjen HKI Depkumham..2005. Kepentingan Negara Berkembang terhadap Hak atas Indikasi Geografis, Sumber Daya Genetika, dan Pengetahuan Tradisional. Depok: LPHI FH UI p.29

10 John Braithwaite dan Peter Drahos.2000. Global Business Regulation. New York: Cambridge

(4)

melampaui batas-batas negara (cross-border)11. Tepatlah pandangan Lawrence M. Friedman, yang menyatakan hukum itu tidak bersifat otonom, tetapi sebaliknya hukum bersifat terbuka setiap waktu terhadap pengaruh luar12. Dalam

era globalisasi ekonomi, masyarakat negara berkembang, termasuk Indonesia, merupakan masyarakat transformasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri yang menerapkan paradigma barat dalam pembangunan ekonominya. Hal ini mempengaruhi sistem hukum dan ekonomi negara yang kemudian berimbas kepada kehidupan masyarakatnya.

Salah satu globalisasi ekonomi yang mempengaruhi sistem hukum dan ekonomi itu adalah Hak Kekayaan Intelektual13. Hal ini menjadi trend yang kemudian dipakai oleh masyarakat untuk lebih melindungi dan mengikat hak karya intelektualnya. Isu di bidang HKI merupakan isu yang sangat penting karena berkaitan dengan perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi

11Erman Rajagukguk. 2001. “Globalisasi Hukum dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia”. Pidato Dies. Disampaikan pada Dies Natalis Universitas Sumatera Utara Ke-44. Medan 20 Nopember 2001. h. 4

12 Lawrence M. Friedman,. 1990. Legal Culture and the Welfare State: Law and Society - An

Introduction. Cambridge, Massachusetts, London: Harvard University Press. p. 89.

13

Disingkat HKI (selanjutnya digunakan singkatan ini), dahulu sering disebut Hak Milik Industri disingkat HMI, kemudian ada yang menyebut Hak Milik Perindustrian sebagai terjemahan Industrial Property Rights, ada juga yang menyebut Hak Atas Kekakaan Intelektual disingkat HaKI. Saat ini digunakan isitilah Hak Kekayaan Intelektual yang disingkat HKI sebagai terjemahan Intellectual Property Rights

(5)

suatu negara. Inovasi teknologi sebagaimana peningkatan kekuatan ekonomi sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. Inovasi teknologi dapat mendatangkan kemakmuran bagi kehidupan masyarakat, dan pengembangan teknologi mendorong pertumbuhan masyarakat.

Salah satu isu yang sampai saat ini menarik dan berkembang dalam lingkup kajian HKI ialah pengetahuan tradisional/traditional knowledge. Pengetahuan tradisional yang merupakan kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat adat/asli/tradisional ini mencakup banyak hal mulai dari sistem pengetahuan tradisional, karya-karya seni, karya sastra, filsafat, obat-obatan, hingga apa yang dikenal sebagai indigenous science and technology.

Banyak problem berkait pengetahuan tradisional pada era globalisasi.

Pada era ini, suatu bentuk kerjasama (cooperation), investasi, dan penelitian yang masuk ke negara berkembang oleh negara maju, ternyata hasil pengetahuan atau

penelitian suatu kekayaan atau aset tradisional tersebut justru didaftarkan oleh

pihak negara maju tanpa memandang nilai moral kemasyarakatan dan benefit sharing yang adil. Akibat hal tersebut, paradigma dalam melihat suatu karya tradisional di negara berkembang cenderung berubah dari suatu obyek yang perlu

tetap dijaga kebebasannya (“kegratisannya”) menjadi obyek yang bernilai ekonomis. Negara yang merasa memiliki kekayaan budaya dan sumber daya alam

mulai melihat bahwa pengetahuan tradisional harus dioptimalkan dalam

kompetisi perdagangan di tingkat internasional. Dengan demikian, karya-karya

seni tradisional dan teknik-teknik tradisional yang telah lama “hidup” dalam

masyarakat adat/asli/tradisional tersebut saat dianggap sebagai suatu aset yang

bernilai ekonomis. Ada beberapa kasus HKI terkenal di tingkat internasional

(6)

kasus paten basmawati rice antara India dan perusahaan multinasional (MNC) Amerika14 dan Paten tempe di AS15. Dalam kasus Basmati Rice yaitu beras dari daerah Basmati - India, penggunaan Turmeric (kunyit) dari India dipatenkan Amerika. Juga kasus Pohon Neem16 yang telah berabad-abad dimanfaatkan orang India dipatenkan Perusahaan AS WR Grace17 Tanaman Yacon sejenis umbi dari Peru yang dapat dijadikan bahan membuat pemanis buatan rendah kalori, plasma

nutfahnya telah diteliti Ahli Jepang, dan sudah dibudidayakan secara

besar-besaran melebihi dari petani Peru itu sendiri. Yellow Bean (phaseolus vulgaris) dari Meksiko telah dipatenkan oleh POD_Ners. Plc, Amerik18 dan justru paten ini digunakan untuk menggugat Perusahaan Meksiko. Di samping itu, ada

Carpet Case19

14 Agus Sardjono.2005. Potensi Ekonomi dari GRTKF; Peluang dan Hambatan dalam

Pemanfaatannya: Sudut Pandang Hak Kekayaan Intelektua”. Media HKI Vol. I/No.2/Februari 2005. h.26. Tangerang: DJHKI

15

Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta : Sinar Grafika h. 172.

16Kasus Pohon Neem dapat dibaca dalam Graham Dutfield.2004. Intellectual Property, Biogenetic

Resources and Traditional Knowledge. UK:. Earthscan . p.53

17

European Patent No. EP 436257 dan US Patent No.US.5124349.

18

US Patent No. 5,984,479

19

(7)

Masalah ini sering dijadikan kritik oleh negara berkembang mengenai “permintaan” negara maju dalam penerapan sistem HKI yang lebih ketat dan komprehensif yang lebih melindungi kepentingan negara maju. Sementara untuk kekayaan, budaya dan pengetahuan tradisional yang ada di negara berkembang, belum atau bahkan tidak mendapat pengakuan dan perlindungan.

Dalam sebuah keadaan global seperti sekarang ini, sangatlah susah untuk memisah-misahkan kebudayaan lokal dengan kebudayaan nasional dan kebudayaan global. Semuanya saling menyatu, saling mempengaruhi, sehingga sulit kita mengatakan ada bagian dari kebudayaan Indonesia yang masih sangat asli dan tak terkena pengaruh dari kebudayaan luar20. Sejarawan Perancis Deny Lombard menunjukkan hal ini dalam tiga jilid bukunya, Nusa Jawa Silang Budaya. Ia membuktikan bahwa Indonesia, dan Pulau Jawa khususnya, selama dua ribu tahun sejarahnya, telah menjadi sebuah persilangan budaya. Peradaban-peradaban yang terpenting di dunia (India, Islam, China, dan Eropa) bertemu di situ, diterima, diolah, dikembanghkan, dan diperbarui21.

Apabila diamati, perkembangan era globalisasi dapat dikatakan sebagai perkembangan kontemporer yang sulit menyebut adanya lapisan-lapisan yang terpisah satu sama lain, semuanya saling menyatu, saling berbaur dan

cipta. Pengadilan Federal Australia tidak sependapat dengan argumentasai tergugat. Pengadilan berpendapat bahwa jika jika suatu desain memiliki kompleksitas dan kerumitan yang mencerminkan keaslian dan keahlian yang tinggi maka desain tersebut telah memenuhi syarat keaslian dalam hak cipta.[11] Meskipun fakta menunjukkan bahwa sebelumnya telah terdapat desain yang diciptakan oleh masyarakat tradisional. Lebih dari itu tidak diperlukan terjadinya tindakan meniru secara sama persis untuk menyatakan adanya pelanggaran terhadap hak cipta. Pelanggaran dapat terjadi pada saat suatu ciptaan telah diubah secara substansial ke dalam ciptaan/produk yang lain. Dengan demikian, Pengadilan Federal Australia memenangkan gugatan penggugat dengan menyatakan bahwa tergugat telah terbukti melakukan tindakan pelanggaran hak cipta atas desain karpet milik penggugat.

20Ignatius Haryanto. 2004. “Menembus Kebekuan Sistem HKI”. Kompas, Minggu, 10 Oktober

2004.

21

(8)

menghasilkan suatu kebudayaan baru tersendiri. Mengutip pandangan seorang antropolog asal India, Arjun Appadurai22, yang mengatakan:

“The new global cultural economy has to be seen as a complex, overlapping, disjunctive order, which cannot any longer be understood in terms of existing center periphery models (even those which might account for multiple centers and peripheries) nor is it susceptible to simple model of push and pull (in terms of migration theory), or of surpluses and deficits (as in traditional models of balance of trade), or of consumers and producers (as in most neo-Marxis theories of development). Even the most complex ang flexible theories of global development which have comeout of the Marxis tradition (Amin, Mendel, Wallerstein, Wolf) …….…”

Salah satu keprihatinan negara berkembang ialah bahwa proses globalisasi telah mengancam penyalahgunaan elemen-elemen pengetahuan kolektif suatu masyarakat menjadi pengetahuan sebagai hak milik dan mendatangkan keuntungan komersial bagi sebagaian kelompok tertentu23. Salah satu contoh negara berkembang ialah negara Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya hayati (biodiversity) terbesar kedua setelah Brasil dan memiliki kekayaan pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan yang sangat beragam. Indonesia juga mempunyai kekayaan dalam bentuk ekspresi folklore seperti tari-tarian, batik, lagu-lagu, desain, karya sastra dan lain sebagainya. Dalam hal pengetahuan tradisional berupa pengobatan tradisional, hampir 40% penduduk Indonesia menggunakan pengobatan tradisional dan menjadi semakin dikenal baik di dalam maupun di luar negeri, seperti obat-obat herbal yang berasal dari jamu seperti Prolipit dan ProUric yang sudah digunakan secara luas di Indonesia dan bahkan

22Arjun Appadurai (“Disjuncture and Difference in the Global Cultural Economy”, dalam Bruce

Robbins [ed.] The Phantom Public Sphere, University of Minnesota Press, 1993). Juga dikutip

Ignatius.Haryanto. 2005. “Keluar dari Rumah Kaca: Problematika Memandang Masalah Hak atas Kekayaan Intelektual”, Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia Tahun XIII – 2005. p. 40.

23Lihat. Cita Citrawinda dalam dalam Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas

(9)

sudah di ekspor k eluar negeri 24. Indonesia yang memiliki potensi sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional ternyata belum menikmati secara ekonomi atas hasil dari pemanfaatan sumber daya tersebut. Misalnya, dari 45 jenis obat penting yang terdapat di Amerika Serikat berasal dari tumbuh-tumbuhan, dan 14 jenis di antaranya berasal dari Indonesia, seperti tumbuhan “tapak dara”, yang berfungsi sebagai obat kanker. Di Jepang juga tercatat adanya pemberian hak paten atas obat-obatan yang bahannya bersumber dari biodiversity dan pengetahuan tradisional Indonesia25. Selanjutnya, masyarakat lokal tidak menyadari bahwa pengetahuan tradisional mereka di bidang obat-obatan mempunyai nilai ekonomis. Yang mereka pahami adalah bahwa siapa saja boleh memanfaatkan pengetahuan obat-obatan tradisional untuk menolong mengobati orang sakit. Masyarakat juga tidak memahami konsep HKI, apalagi menggunakannya26. .

Dalam keadaan global seperti sekarang ini, memang sangatlah susah

memisah-misahkan kebudayaan lokal, nasional, dan global. Semuanya saling menyatu, saling

mempengaruhi, sehingga sulit dikatakan ada bagian kebudayaan Indonesia yang masih

sangat asli dan tak terkena pengaruh dari kebudayaan luar27. Sejarawan Perancis Deny

Lombard menunjukkan hal ini dalam tiga jilid bukunya, Nusa Jawa Silang Budaya. Ia

membuktikan bahwa Indonesia, dan Pulau Jawa khususnya, selama dua ribu tahun

sejarahnya, telah menjadi sebuah persilangan budaya. Peradaban-peradaban yang

terpenting di dunia (India, Islam, China, dan Eropa) bertemu di situ, diterima, diolah,

dikembangkan, dan diperbarui28. Indonesia sebagai negara berkembang memang

24 Tantono Subagyo . 2005. Meraih Masa Depan Bermodalkan Kekayaan Masa Lalu

(Perlindung-an dan Pengembangan Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Folklore di Negara-Negara ASEAN”. Media HKI, Vol. II/No.5/Oktober 2005.h.13. Tangerang: DJHKI

25

Agus Sardjono. 2004. Pengetahuan Tradisional. Jakarta: Universitas Indonesia, h. 1.

26 Ibid. h. 104.

27Ignatius Haryanto. 2004. “Menembus Kebekuan Sistem HKI”. Kompas, Minggu, 10 Oktober

2004.

28

(10)

mempunyai kekayaan yang berlimpah ruah mengenai pengetahuan tradisional dan indikasi geografis. Namun, Indonesia belum maksimal mengkonkretkan potensi yang dimiliki karena lemahnya pengetahuan, skill, profesionalisme SDM, dan dana. Kondisi tersebut justru dimanfaatkan oleh negara maju yang mempunyai kelebihan teknologi, kemampuan finansial maupun teknis, dan melalui mekanisme beroperasinya berbagai perusahaan multinasional. Karena memiliki keragaman pengetahuan tradisional dan budaya yang terbesar, kini indonesia menjadi sasaran utama pembajakan pihak asing. Pencurian pengetahuan tradisional dan budaya yang terjadi di berbagai daerah selama ini, dilakukan dengan cara "berkedok" kerja sama penelitian.

Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, sering memberi ”cap” negara-negara berkembang sebagai pembajak. Ini perlu dibalik karena banyak tanam-tanaman obat dari negara berkembang yang dicurinya. Mereka justru yang berutang royalty pada para petani negara-negara berkembang, dan mereka sebagai Biopiracy yang harus dipertanggungjawabkan. Paten pengetahuan tradisional oleh negara maju membuat khawatir dan menusuk perasaan keadilan. Orang-orang asing mempelajari, mencari ilmu medis tradisional, tanaman obatan-obatan suku asli, kemudian dipatenkan. Justru kemudian dijual dengan harga yang mahal ke dunia ketiga29

Tantono Subagyo mengumpulkan Paten Jepang (40 paten) yang menggunakan bahan tanaman obatan-obatan asal Indonesia, seperti: brotowali, daun sukun gondopuro, sambiloto, cabe Jawa, dsb. Akhirnya ada sebagian dari paten tersebut ditarik sendiri oleh Perusahaan Shiseido30 Selanjutnya, berita yang mengagetkan pada tahun 1991 yaitu Perajin asal Bali pernah digugat di Pengadilan Distrik New York atas motif ukiran produknya yakni gelang motif naga dan kalung motif Borobudur31. Selanjutnya, pemanfaatan sumber daya

29

AusAID. 2001. Intellectual Property Law (Patent and Design). Jakarta: Asian Law Group. h. 32.

30

Tantono Subagyo .2002. h. 2-6

31

(11)

genetis untuk berbagai kepentingan (antara lain sebagai bahan obat, makanan, minuman, pengawet, atau sebagai benih) yang semakin meningkat dengan dukungan perkembangan ilmu di bidang bioteknologi, telah menarik perhatian perusahaan-perusahaan besar di negara maju/berkembang. Sayangnya, pembagian keuntungan yang adil, dan pengalihan teknologi yang sungguh-sungguh dari perusahaan besar tersebut ke negara penghasil/penyuplai sumber daya.

Di Indonesia, dapat diamati sejumlah peristiwa yang berkait pengetahuan tradisional. Pada 2004, di teater utama Esplanade, Singapura, digelar pertunjukan kontemporer yang menarik minat dunia sejak perjalanan persiapannya, yaitu pertunjukan yang mengangkat epik Bugis I La Galigo32 yang berumur ribuan tahun dan hampir dilupakan itu, disutradarai oleh Robert Wilson, sebuah nama besar yang dianggap sebagai tonggak teater kontemporer dunia. Pertunjukan melibatkan 50 seniman Indonesia sebagai pelakon utamanya33. Pementasan I La Galigo ini mengundang beberapa komentar dari sisi perlindungan HKI, antara lain dari pakar hukum Henry Soelistyo Budi34 yang menyatakan bahwa pementasan karya ini perlu dipertanyakan legalitasnya. Selanjutnya, pada akhir 2007 lalu, masyarakat Indonesia heboh mendengar lagu Rasa Sayange yang muncul di

32 I La Galigo merupakan karya sastra terpanjang di dunia serta dianggap keramat oleh sementara

orang Bugis—yang terdiri atas 300 ribu bait yang terpilah dalam 12 unit (6000 halaman folio). Isinya bersifat mitologis, dan sebagian bersifat epos (wiracarita) yang mengisahkan enam generasi tokoh-tokoh dari sejumlah kerajaan yang sebagaian besar berpusat di Sulawesi. Karya sastra ini lebih panjang dari Mahabharata. Teks karya sastra ini diperkirakan ditulis sekitar abad ke-14 sampai 17 Masehi. Naskah ini mulai mendapat perhatian setelah Rhoda Grauer yang berasal dari Poughkeepsie, New York, bertemu Mohammad Salim, seorang ahli lontar yang pernah meneliti naskah ini di Universitas Leiden, Belanda. Lihat Sinar Harapan ,9 Maret 2004 “Mitologi Bugis

Kuno itu Kini Milik Dunia”, .dan Kompas Cyber Media, 5 April 2002 “Pendahuluan Siklus ’I La Galigo’ yang Tak Dikenal” .

33

Lihat Kompas 14 Maret 2004 “I La Galigo’, Sejarah Baru Indonesia”. , dan Suara Merdeka 14 Februari 2004 “I La Galigo’ Keliling Dunia”.

34

, Henry Soelistyo Budi. 2005. “I La Galigo: Simulasi Sebuah Kebijakan Eksploitasi ‘Public

(12)

website pariwisata Malaysia untuk kepentingan promosi pariwisata. Mereka beralasan bahwa walaupun lagu itu berasal dari Indonesia, tetapi juga sudah menjadi lagu rakyat Malaysia sejak lama. Menanggapi persoalan itu, Komisi X DPR RI mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap Malaysia yang mengklaim lagu Rasa Sayange sebagai milik mereka. Pemerintah harus mengecek keaslian dan asal lagu tersebut di Indonesia, apakah benar dari Maluku atau bukan. Jika terbukti benar, pemerintah bisa melakukan penuntutan kepada Malaysia karena menjadikan lagu itu bagian dari promosi wisatanya yang bertema Truly Asia. Sebab, tindakan negeri jiran itu sudah sangat berlebihan35. Kasus ini menambah panjang daftar kasus klaim Malaysia atas khazanah budaya Indonesia karena negeri jiran tersebut sebelumnya sudah mempatenkan batik Indonesia, kerajinan tangan dan wayang karena mereka ingin menjadi etalase Asia. Namun, belum reda kasus tersebut, satu bulan berikutnya muncul kasus serupa, yaitu tampilnya gambar reog yang ditampilkan di website Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Malaysia yang memiliki banyak kemiripan dengan reog Ponorogo. Kasus ini membuat warga Ponorogo dan instansi pemerintahan setempat sempat kaget. Hal ini disebabkan oleh karena, Pemerintah Kabupaten Ponorogo sendiri telah mendaftarkan tarian reog Ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia36. Di samping itu, ada tindakan penggunaan/pemanfaatan secara komersial terhadap seni batik tradisional Indonesia oleh pihak asing, contoh yang dapat dikemukakan yaitu mengenai diakuinya motif batik parang oleh Malaysia37. Dengan demikian, peristiwa tersebut menunjukkan betapa problematisnya pengaturan perlindungan pengetahuan tradisional dalam konteks perlindungan hukum

Untuk mengatasi problematika tersebut, secara teoritis sistem perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya masyarakat adat dapat

35 Lihat Detik.Com 1 Oktober 2007.”Komisi X: Klaim Rasa Sayange, Malaysia Harus Dituntut”.

36 Lihat Kompas 22 November 2007. Lagi, Reog Ponorogo Diklaim Malaysia”. 37

(13)

dilakukan dengan menggunakan dua macam sistem/model yaitu perlindungan dalam bentuk hukum dan perlindungan dalam bentuk non hukum. Perlindungan dalam bentuk hukum, yaitu upaya melindungi traditional knowledge melalui bentuk hukum yang mengikat, misalnya, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (sistem Hukum HKI), peraturan-peraturan yang mengatur masalah sumber genetika, khususnya traditional knowledge, kontrak dan hukum adat. Lebih lanjut, perlindungan dalam bentuk non hukum, yaitu perlindungan yang diberikan kepada traditional knowledge dan ekspresi budaya yang sifatnya tidak mengikat, meliputi code of conduct yang diadopsi melalui internasional, pemerintah dan organisasi non pemerintah, masyarakat profesional dan sektor swasta. Perlindungan lainnya meliputi kompilasi penemuan, pendaftaran, database traditional knowledge dan folklore.

Dalam makalah ini hanya dibahas perlindungan pengetahuan tradisional dalam bentuk hukum. Perlindungan pengetahuan tradisional ini dalam perkembangannya tidak terlepas dari pengaturan yang bersifat internasional, maupun praktek kerjasama antar negara dalam upaya memberikan perlindungan pengetahuan tradisional tersebut. Langkah langkah di tingkat internasional untuk melindungi pengetahuan tradisional, yaitu diadakannya konferensi diplomasi Stockholm tahun 1967 yang bertujuan untuk melindungi cerita rakyat adat melalui hak cipta dan berhasil memasukkan Pasal 15(4)38 ke dalam konvensi Berne. Selanjutnya, UNESCO dan WIPO mengadakan forum sedunia untuk perlindungan cerita rakyat adat. Terdapat 180 peserta dari 50 negara yang berpartisipasi dalam forum. Forum ini mengusulkan pendirian komite ahli untuk menyelidiki pelestarian dan perlindungan cerita rakyat adat dan merancang pembuatan perjanjian internasional untuk melindunginya. Tahun 1976 dibuat Tunis Model Law on Copyright for Developing Countries atas prakarsa UNESCO dan WIPO. Di dalamnya ada anjuran kepada negara berkembang untuk mengatur secara terpisah perlindungan folklore dengan ketentuan: tidak ada batas jangka

38 Selanjutnya,Pasal 15(4) ini di indonesia kemudian diadopsi oleh UU Nomor 19 tahun 2002

(14)

waktu perlindungan, mengecualikan karya-karya tradisional dari keharusan adanya bentuk yang berwujud, adanya hak moral tertentu untuk melindungi dari pengrusakan dan pelecehan karya tradisiona Selanjutnya, Konferensi Internasional I mengenai Hak Budaya dan Intelektual dari penduduk asli, diadakan di New Zealand tahun 1993 menghasilkan Deklarasi Mataatua yang isinya antara lain : hak melindungi pengetahuan tradisional adalah hak menentukan nasib, serta masayarakat asli menentukan sendiri kekayaan intelektual dan budayanya. Titik puncak perhatian masyarakat internasional terhadap masalah ini, pada tahun 2000, World Intellectual Property Organization (WIPO) membentuk Intergovermental Commitee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folkloree (IGC GRTKF)39. Sampai saat ini, IGC GRTKF telah melakukan sidang sebanyak tujuh kali dan pembahasan baru sampai kepada upaya menemukan prinsip-prinsip inti dan sasaran obyektif (core principles and policy objectives) yang disepakati bersama. Lambatnya pencapaian kesepakatan di dalam sidang-sidang IGC GRTKF ini disebabkan sifatnya yang melibatkan banyak negara anggota sehingga banyak sekali argumentasi yang disampaikan dan harus diakomodasikan. Melihat kondisi tersebut dan melihat pengalaman dalam proses pembentukan konvensi-konvensi multilateral, diperkirakan bahwa IGC GRTKF belum dapat merumuskan atau menghasilkan konvensi-konvensi mengenai perlindungan dan pemanfaatan Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Folklore dalam waktu dekat40. Di samping itu, sejumlah negara maju, khususnya Amerika Serikat, masih berkeberatan dengan rencana pembentukan suatu konvensi multilateral mengenai hal tersebut.

39

Mandat yang diberikan kepada IGC GRTKF adalah mencari kemungkinan membentuk satu atau beberapa konvensi multilateral yang mengatur masalah perlindungan dan pemanfaatan Sumber Daya Genetika, Pengetahuan Tradisional dan Folklore

40

(15)

Sejumlah pandangan negara-negara di dalam forum IGC GRTKF yang menarik dianalisis adalah sebagai berikut.

”...the Committee should now shift emphasis to the consideration of the international dimension of folkloree, TK and GR as a step towards norm setting for what had come to be referred to as ‘the third pillar of the IP community’, the other two being the Berne and Paris Conventions. Most countries in the developing world did not participate in the negotiation of the first two pillars through no fault of theirs. But this third pillar was being pushed by concerned member countries many of which were in developing world and it was inter esting to note that this was the first time that the agenda for an international norm setting procedure, at least within the framework of WIPO, was being set by developing countries.”

“Expressions of folkloree were closely tied to the identity – historical, cultural, spiritual and social of a people, but more than all that, they were also economic assets with significant economic value.”

Di samping itu, delegasi Selandia Baru pada Sidang ke-6 IGC GRTKF, 15-19 Maret 2004 di Jenewa menyampaikan bahwa Sony Corp. telah melakukan pemanfaatan image Suku Maori di dalam playstation yang diproduksinya tanpa meminta ijin. Menarik pula disimak pernyataan wakil dari salah satu organisasi non-pemerintah suku Indian Amerika, bahwa Pemerintah AS telah memanfaatkan Pengetahuan Tradisional mereka hingga menghasilkan keuntungan sebesar US$ 50 Milyar tanpa memberikan kompensasi sedikitpun kepada suku yang bersangkutan (sangat disayangkan bahwa pernyataan ini tidak direkam secara detail di dalam Draft Report sidang tersebut). Sampai sidang IGC GRTKF ke 13 November 2008, tetap terjadi perdebatan alot. Negara-negara berkembang pada umumnya mengharapkan segera disusunnya suatu international legally binding instrument, sedangkan negara-negara maju menghendaki agar dilakukan penelaahan dan pembahasan lebih mendalam mengenai berbagai hal/isu yang nantinya akan dituangkan dalam instrument dimaksud.

(16)

Salah satu isu yang paling tajam di dalam IGC GRTKF adalah usulan pembentukan suatu sui generic system bagi perlindungan dan pemanfaatan pengetahuan tradisional, atau mengadopsi sistem HKI yang berlaku di dunia saat ini. Banyak negara berkembang menghendaki agar sebaiknya dibuat sistem hukum yang sama sekali baru terhadap kedua jenis kekayaan intelektual tersebut. Selanjutnya, pada pertemuaan dan Simposium Internasional Negara-negara Sepaham (Like-Minded Countries Meeting/LMCM)41 di Bali tentang "Memastikan Perlindungan GRTKF Melalui Penyatuan Database" , pada tanggal 26 Juni 2012, dihasilkan beberapa komitmen sebagai berikut.42

Pertama, komitmen yang kuat di tingkat nasional dan internasional untuk

membentuk regim hukum guna melindungi GRTKF.

Kedua, pentingnya penyusunan database sebagai mekanisme perlindungan defensif yang mampu melengkapi mekanisme positif dalam memelihara dan memajukan GRTKF.

Ketiga, pentingnya partisipasi sektor swasta dan masyarakat dalam proses penyusunan database.

Keempat. perlunya P emerintah mengambil langkah-langkah strategis dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait arti penting penyusunan database dimaksud.

41

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan 16 negara-negara sepaham yaitu Aljazair, Brunei Darussalam, Kolombia, Mesir, India, Indonesia, Jamaica, Lebanon, Malaysia, Namibia, Pakistan, Peru, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, dan Viet Nam, serta perwakilan sekretariat WIPO dan South Centre.

42

(17)

B.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di muka, permasalahan yang dibahas dalam ini makalah ialah :

1. Apakah sistem Hak Kekayaan Intelektual Internasional dapat digunakan melindungi hak ekonomi pengetahuan tradisional Masyarakat Adat Indonesia pada era globalisasi?

2. Apakah sistem Hak Kekayaan Nasional dapat digunakan melindungi hak ekonomi pengetahuan tradisional Masyarakat Adat Indonesia pada era globalisasi?

3. Bagaimana prospek perlindungan hak ekonomi pengetahuan tradisional Masyarakat Adat Indonesa pada era globalisasi?

C. Pembahasan

Sebelum dibahas inti permasalahan, penulis akan membahas terlebih dahulu terminologi Pengetahuaan Tradisional, terminologi Hak Keakayaan Intelektual, dan perkembangan teori Hak Kekayaan Intelektual

1. Deskripsi Terminologi Pengetahuan Tradisional

(18)

dilawankan dengan istilah “modern”. Gordon Christie dalam Osgoode Halla Law Journal, tidak menyetujui mempertentangkan istilah tradisional dan modern karena, lebih dipengaruhi oleh pandangan Eurocentrism43. Traditional knowledge adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, know how yang secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit social. Traditional knowledge mulai berkembang dari tahun ke tahun seiring dengan pembaruan hukum dan kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keanekaragaman hayati (biological diversity), dan kekayaan intelektual (intellectual property)44. Menurut Deepak and Shrivastava Anshu45,

Traditional knowledge (TK), indigenous knowledge (IK), traditional environmental knowledge (TEK) and local knowledge generally refer to the matured long-standing traditions and practices of certain regional, indigenous, or local communities. Traditional knowledge also encompasses the wisdom, knowledge, and teachings of these communities. In many cases, traditional knowledge has been orally passed for generations from person to person. Some forms of traditional knowledge are expressed through stories, legends, folklore, rituals, songs, and even laws. Other forms of traditional knowledge are often expressed through different means...

Pembahasan kreativitas intelektual penduduk asli sejak pertengahan

tahun 1980 difokuskan pada perlindungan ekspresi kebudayaan tradisional

(folklore), genetic resources (GR) serta traditional knowledge (TK). Setelah kurun waktu tersebut pembahasan mulai meluas pada bidang-bidang seperti

ekologi, obat-obatan serta bidang pengetahuan tradisional yang lain. Hal ini

dikarenakan berbagai bidang pengetahuan tradisional tersebut merupakan salah

43

Agus Sarjono. 2006.Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional. Bandung: Alumni. h. 1

44

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. h.27

45

Acharya, Deepak and Shrivastava Anshu .2008. Indigenous Herbal Medicines: Tribal

(19)

satu sumber daya bernilai tinggi dalam rangka pelaksanaan konsep pembangunan

berkelanjutan46.

Ilmu pengetahuan “barat” selama ini didefinisikan sebagai ilmu yang menggunakan pendekatan yang sistematis dan metodologis dalam menjawab suatu permasalahan, serta mengandung prinsip dapat diulang (repeatability) dan dapat diprediksi (predictability). Berdasarkan pengertian tersebut, tra ditional knowledge sebenarnya juga merupaksan ilmu pengetahuan, meskipun banyak pihak (ilmuwan barat) yang menolaknya dengan alasan traditional knowledge tidak bersistem dan bermetode. Suatu pengetahuan dapat dikategorikan sebagai traditional knowledge manakala pengetahuan tersebut47 :

a. diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi;

b. merupakan pengetahuan tentang lingkungannya dan hubungannya dengan segala sesuatu;

c. bersifat holistik, sehingga tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang membangunnya;

d. merupakan jalan hidup (way of life), yang digunakan secara bersama sama oleh komunitas masyarakat, dan karenanya disana terdapat nilai-nilai masyarakat).

Selanjutnya, definisi baku traditional knowledge itu sendiri sampai saat ini masih menjadi perdebatan, bahkan dalam lingkup internasional, dan sangat bergantung pada karakteristik dan keadaan-keadaan khusus di suatu negara.

Tradisional knowledge secara umum didefinisikan sebagai:

“all traditional based (i.e.,generally developed on the basis of transmission from generation to generation) intellectual (i.e., based on intellectual activity) creations and innovations, in the very broadest sense, which are constanly evolving in response to a changing environment and are generally regarded as pertaining to a particular people or territory.

46

S. Von Lewinski. 2004. Indigenous Heritage and Intellectual Property Genetic Resouces, Traditional Knowledge and Folklore. . Netherlands: Kluwer Law International.p.49

47 M Zulfa Aulia. 2006. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual atas Pengetahuan Tradisional.

(20)

Salah satu definisi yang banyak diacu adalah yang ditetapkan World Intellectual Property Organization (WIPO), yaitu: “Traditional based literary, artistic or scientific works, performances, inventions, scientific discoveries, designs, marks, names and symbols, undisclosed information and all other tradition-based innovations and creations resulting form intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields”48.

Dari pengertian dan penjelasan traditional knowledge yang diberikan WIPO tersebut maka dapat diketahui bahwa traditional knowledge adalah pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat lokal atau daerah yang sifatnya turun temurun.

Dalam hal isu terminologi, penggunaan serangkaian istilah yang lazim diterapkan pada pokok masalah pengetahuan tradisional/traditional knowledge bengantung pada sub-bidang, area kebijakan dan instrumen internasional yaitu:

traditonal knowledge, indigenous communities, peoples and nations; traditional medicine knowledge innovations and practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the conservation and sustainable use of biological diversity; local local and traditional knowledge; and traditional and local technology; knowledge; know how and practices; traditional knowledge; innovations and creativity.

Juga istilah folklore, expressions of folklore; verbal expressions of folklore, musical verbal expressions of folklore; expressions by action, tangible expressons of folklore; artisanal product49

Adanya variasi terminologi karena pentingnya pengetahuan tradisional terhadap berbagai bidang kebijakan dan luasnya lingkup pengetahuan tradisional, termasuk semua karya dalam bidang industri, sastra, artistik dan ilmiah. Dalam

48 Artinya:“Pengetahuan tradisional mengacu pada sastra yang berupa budaya; karya seni atau

ilmiah; pementasan; penemuan-penemuan; penemuan ilmiah; desain; merek; nama dan simbol-simbol; rahasia dagang dan inovasi-inovasi yang berupa budaya dan ciptaan-ciptaan yang merupakan hasil kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, seni dan

sastra”.

49 Cita Citrawinda.2003. Hak Kekayaan Intelektual- Tantangan Masa Depan. Jakarta: Badan

(21)

perdebatan internasional tentang pengertian traditional knowledge, beberapa terminologi/istilah yang sering dinyatakan termasuk: “traditional knowledge, innovations and practices” (dalam konteks perlindungan dan pemanfaatan sumber daya biologis); “heritage of indigenous peoples” dan “indigenous heritage rights”; “traditional medicinal knowledge” (dalam konteks kesehatan); “expressions of foklore” (dalam konteks perlindungan kekayaan intelektual); “folklore” atau “traditional and popular culture” (dalam konteks pelestarian budaya tradisional); “intangible culture heritage”; “indigenous intellectual property” dan “indigenous cultural and intellectual property”; “traditional ecological knowledge” dan “traditional and local technology, knowledge, know-how and practices”)50. Satu hal yang membedakan antara pengetahuan tradisional dan hasil karya intelektual lain adalah bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal. Selanjutnya, menurut WIPO pengetahuan tradisional meliputi: The categories of traditional knowledge include...expressions of folklore in the form of music, dance, song, handcraft, design, stories and artwork...”

Pengertian traditional knowledge dapat dilihat secara lengkap lagi dalam Article 8 J Traditional Knowledge, Innovations, and Practices Introduction, yang menyatakan:

“Traditional knowledge refers to the knowledge, innovations and practices of indigenous and local communities around the world. Developed from experience gained over the centuries and adapted to the local culture and environment, traditional knowledge is transmitted orally from generation to generation. It tends to be collectively owned and takes the from of stories, songs, folklore, proverbs, cultural values, beliefs, ritual, community laws, local language and animal breeds. Traditional knowledge is mainly of a practicalnature, particularly in such fields a s agriculture, fisheries, health, holticulture and forestry”51.

50Ign. Subagjo.2005.”Kerangka Kebijakan Pengelolaan Pengetahuan Tradisional di Indonesia”.

Makalah. Disampaikan dalam Seminar Perlindungan Traditional Knowledge dalam Kerangka Otonomi Daerah di Fakultas Hukum UGM tanggal 20 Agustus 2005.,1.

51

(22)

negara-The Director General of United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization mendefinisikan traditional knowledge:

“The indigenous people of the world posess an immense knowledge of their environments, based on centuries of living close to nature. Living in and from the richness and variety of compelx ecosystems, they have an understanding of the properties of plants and animals, the functioning of ecosytems and the techniques for using and managing them that is particular and often detailed. In rural comunities in devloping countries, locally occurring species are relied on for many-sometimes all-foods, medicines, fuel, building materials and other products. Equally, people is knowledge and perceptions of the environment, and their relatonships with it, are often important elements of cultural identity”52

.

Sementara itu, menurut pemahaman masyarakat asli traditional knowledge adalah:53

1) hasil pemikiran praktis yang didasarkan atas pengajaran dan pengalaman dari generasi ke generasi;

2) pengetahuan di daerah perkampungan;

3) tidak dapat dipisahkan dari masyarakat pemegangnya, meliputi kesehatan, spiritual, budaya dan bahasa dari masyarakat pemegang. Hal ini merupakan way of life. Traditional knowledge memberikan kredibilitas pada masyarakat pemegangnya.

negara, diadaptasi ke budaya lokal, dan lingkungan, pengetahuan tradisional ditransmisikan secara lisan dari generasi ke generasi. Hal itu menjadi kepemilikan secara kolektif dan mengambil bentuk cerita, lagu, folklore, peribahasa, nilai-nilai budaya, keyakinan, ritual, hukum masyarakat, bahasa daerah dan praktik pertanian, mencakup pengembangan spesies tumbuhan dan keturunan binatang. Pengetahuan tradisional utamanya merupakan praktik alamiah, secara khusus seperti dalam wilayah pertanian, perikanan, kesehatan, hortikultura dan kehutanan”.

52 Terjemahannya: orang-orang asli;lokal dunia yang menguasai pengetahuan luas sekali dari

lingkungan mereka yang berdasarkan pada kehidupan alamiah yang tertutup selama berabad-abad. Kehidupan dalam dan dari ketidakpunyaan sampai pada suatu ekosistem kompleks yang beragam, mereka memahami kekayaan dari tumbuh-tumbuhan dan binatang, memfungsikan ekosistem dan teknik-teknik untuk mengunakan dan mengelola tumbuhan-tumbuhan dan binatang tersebut secara khusus dan detail. Dalam masyarakat pedesaan di negara-negara berkembang, secara lokal menjadi spesies yang banyak-terkadang semua-makan, obat-obatan, minyak, material pembangunan dan produk-produk lainnya. Sama-sama, orangorang yang merupakan lingkungan pengetahuan tradisional dan persepsi, dan hubungan mereka dengan itu adalah merupakan elemen penting dari identitas kebudayaan

53 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya

(23)

Dari pemahaman pengertiannya, traditional knowledge mempunyai ruang lingkup sangat luas, dapat meliputi bidang seni, tumbuhan, arsitektur dan lain sebagainya.

Menurut Cita Citrawinda54 kategori traditional knowledge mencakup pengetahuan pertanian, pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan, pegetahuan teknis, pengetahuan ekologis, pengetahuan yang berhubungan dengan obat, termasuk obat-obatan yang berhubungan dengan obat penyembuhannya, pengetahuan yang berhubungan dengan keanekaragaman hayati, pernyataan/ ekspresi folklor berupa musik, tari, lagu, kerajinan, desain, dongeng dan seni pentas, unsur bahasa seperti: nama, indikasi geografi dan simbol-simbol, dan kekayaan-budaya yang dapat dipindah-pindahkan.

Pengetahuan tradisional untuk menunjuk pada kesusasteraan berbasis tradisi, karya artistik atau ilmiah, pertunjukkan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informai yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan kreasi berbasis tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik55.

Pengertian berdasarkan Convention on Biological Diversity, traditional knowledge merupakan pengetahuan, penemuan, dan praktek masyarakat asli dan lokal terwujud baik dalam gaya hidup tradisional maupun teknologi yang asli dan lokal. Intinya traditional knowledge terdiri atas , pertama, pengetahuan tradisional mengenai pengobatan tradisional, praktek pertanian tradisional dan bahan-bahan tumbuhan asli/lokal, dan kedua. menyangkut seni seperti yang dinyatakan folklore.

54

Cita Citrawinda dalam Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum UI bekerjasama dengan Ditjen HKI Depkumham.2005, Depok: LPHI FH UI. h.21

55 Afrillyana Purba,dkk.. 2005. TRIPS-WTO dan Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak

(24)

Berikut ini penjelasan ruang lingkup traditional knowledge dilihat dari subyek dan obyeknya.

1) Subyek Traditional Knowledge

Berdasarkan hukum positif Indonesia dikenal dua subyek hukum yaitu Manusia (natuurlijke person) dan Badan Hukum (rechtpersoon). Secara umum, terdapat beberapa pihak yang dimungkinkan menjadi subyek pemegang hak milik pengeetahuan tradisional traditional knowledge, yaitu56: a) Masyarakat Adat

Masyarakat adat merupakan pemilik utama atas traditional knowledge, b) Pemerintah (Pusat dan Daerah):

Pemerintah (Pusat) dan daerah) bukan pemilik hak traditional knowledge, tetapi mempunya kewajiban untuk mengelola dan melindunginya,

c) Pihak Ketiga

Perlindungan traditional knowledge dengan sistem positif menghendaki keterbukaan dalam pemanfaatannya, dengan syarat pemanfaatan oleh pihak ketiga, tetapi tetap memperhatikan kepentingan pemilik hak

2) Obyek Traditional Knowledge

Dalam hal objek, pengertian yang banyak dipakai berasal dari WIPO yakni terdiri dari: agriculture knowledge, environtment knowledge dan medical knowledge, tetapi belum sempurna karena tidak merncakup hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan tentang manufaktur tradisional. Mengingat banyaknya know-how masyarakat adat di bidang industri. misalnya, pembuatan makanan tradisional, alat-alat rumah tangga untuk kehidupan sehari-hari, bahkan industri tekstil. Ruang lingkup traditional knowledge dapat dikategorikan menjadi lima kelompok besar yaitu: a) Pengetahuan Agrikultural (Biodiversity); b) Pengetahuan Pengelolaan Lingkungan (Environtment); c) Pengetahuan Obat-obatan; d) Pengetahuan Manufaktur ; e) Pengetahuan Ekspresi Budaya Tradisional (Ekspresi Folklore). Tidak termasuk

56 Anonim. Pejabat Pemegang Komitmen pada Dasisiten Deputi Daya Saing Iptek Kementerian

(25)

deskripsi traditional knowledge adalah hal-hal yang bukan merupakan hasil dari kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, bidang sastra dan seni seperti jasad renik, bahasa secara umum, dan elemen-elemen warisan yang serupa dalam arti luas57.

Kemudian, persamaan HKI dan traditional knowledge ialah sama-sama kreasi manusia, sumber daya intelektual, modal intelektual, hajat kehidupan, interaksi sosial /dan alam, eksploitasi alam (HKI Intensif, TK/folklore low intensif) dan perlu Penghargaan 58. Kepedulian mengenai isu-isu HKI yang berkait pengetahuan tradisional, inovasi dan kreativitas semakin meningkat. Isu HKI berkait pengetahuan tradisional dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yang dikembangkan pada isu yang bersifat substansial, sebagai berikut.

1) Terminologi dan konseptual,

2) “Batasan” antara “sistem HKI formal dan hukum adat” yang telah ada bagi perlindungan pengetahuan tradisional di dalam beberapa komunitas asli dan lokal, dan

3) Sifat kolektif, karya, kepemilikan, dan pemeliharaan yang berlaku dalam sistem komunitas-komunitas tertentu dan pengetahuan tradisional.

Berdasarkan uraian di atas maka batasan/ukuran kategori pengetahuan tradisional dan folklore dapat meliputi pengetahuan agrikultural (biodiversity), pengelolaan lingkungan (environtment), obat-obatan, pengetahuan manufaktur, dan ekspresi budaya tradisional (ekspresi folklore), yang masing-masing dapat dirinci lagi. Di sampimg itu, perlu diperhatikan juga batasan pengetahuan tradisional yang terdapat dalam RUU PTEBT (Perlindungan dan Pemanfaatan

57

Cita Citrawinda dalam Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum UI bekerjasama dengan Ditjen HKI Depkumham.2005. op.cit.h., 21

58 Abdul Bari Azed dalam Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum UI

(26)

Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional)59.

2. Terminologi dan Perkembangan Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) a. Terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

HKI merupakan hak yang berasal dari kekayaan intelektual, yang dapat dideskripsikan sebagai hak kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai assets perusahaan. Dengan demikian, hak ini lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Definisi HKI menurut World of Intellectual Property Organization (WIPO), s “Very broadly, intellectual property means the legal rights which result from intellectual actitivity in the industrial, scientific, literary and artistic fields.”60.

Selanjutnya, dalam Konvensi World Intellectual property Organization (WIPO), IPR (HKI) diartikan “Intellectual property right is defined as ”intellectual property shall include the rights relating lo: leterary, artistic and scientific works, inventions in all fields of human endeavor, scientific discoveries, industrial designs, trademarks, service makrs, and commercial names and designations, protection against unfair competition and all other rights from intellectual activity in the industrial, scientific or artistic fields” (Article 2).

59 dalam RUU PTEBT, Pengetahuan Tradisional adalah karya intelektual di bidang pengetahuan

dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.

(27)

Selanjutnya, dalam Perjanjian TRIPS/World Trade Organization dinyatakan:

“ Intellectual property is defined as “The term intellectual property” refers to all categories of intellectual property that are subject of section 1 through 7 of part II” (Article 1(2)). And…r, copyright and related rights (Section 1), trademarks (Section 2), geographical indications (Section 3), industrial designs (Section 4), patents (Section 5), la yout designs of integrated circuits (Section 6), and protection of undisclosed information (Section 7) are stipulated in the Agreement. Di Jepang HKI diartikan61: The world “intellectual property” is usually used to refer generallyu to mental works created through intellectual human activities, such as industrial property, including” a patent, a utility model, a design and a trademark, “and copyright

Dengan demikian, HKI adalah segala sesuatu yang diciptakan melalui kegiatan intelektual seseorang. HKI juga dapat diartikan sebagai hak milik yang berasal dari kemampuan intelektual yang diekspresikan dalam bentuk ciptaan hasil kreativitas melalui berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, desain dan sebagainya62 . Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong63 mengartikan HKI sebagai “…hak yang timbul dari kemampuan berpikir atau olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna

61 Sadayuki Hosai dalam Prasetyo Hadi Purwandoko. 2010. “Pokok-pokok Hak Kekayaan

Intelelktual”. Makalah. Disampaikan dalam Workshop Technical Assistance Hak Kekayaan Intelektual, Selasa – Rabu, 21-22 September 2010, di AULA Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya. h.3.

62 Lihat Akira Okawa. 1997.Major Provisions under WTO-TRIPs Agreement. Paper. Industrial

Property Rights Training Course for Management. Tokyo : JIII & AOTS. h.1., Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah.1996. Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia). Bandung: Citra Aditya Bakti. h. 16. , Ok Saidin. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property Rights), Jakarta: PT Raja. h. 9. , Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.h.84-85., Adami Chazawi. 2007. Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI): Penyerangan Terhadap Kepentingan Hukum Kepemilikan dan Penggunaan Hak Atas Kekayaan Intelektual. Malang: Bayumedia Publishing. h.2. , Rachmadi Usman. 2003, Hukum atas Kekayaan Intelektual. Bandung: Alumni. h.2., Muhammad Ahkam Subroto & Suprapedi. Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual), Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi. Jakarta: PT Indeks. 2008.h. 14., Dicky R. Munaf dalam Budi Agus Riswandi & Siti Sumartiah.2006. Masalah-masalah HAKI Kontemporer. Yogyakarta: Gita Nagari..h.3.

63 Elsi Kartika Sari dan A Simanunsong. tt. Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo .h. 112..

(28)

untuk manusia. Dalam ilmu hukum HKI merupakan harta kekayaan…yang mempunyai objek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat immaterial…”.3

Menurut Graham Dutfield, “IP rights are legal and institutional devices to protect creations of the mind such as inventions, works of art and literature, and designs. They also include marks on products to indicate their difference from similar ones sold by competitors”64. Selanjutnya, Zaid Hamzah dalam bukunya yang berjudul “Intellectual Property Law & Strategy” mengungkapkan65 :

Intellectual Property is society’s recognition of intellectual efforts. It is monopoly granted in exchange fot the contribution of inteellcetual creation to the society. It is an intangible property. The use IP by third party does not disprove the owne of his right of enjoyment. As such, an IP right is a right to restian others from using the right. The extent of this right is dependent upon the scope of the ablity granted by the law to restrain its us. The wider the scope given, the greater the monopoly an IP owner has. An IPR is a proprietary right which a person may exert over the use of his own intelligence. In so exerting this right, the person claims for himself a basic to protect his intelligence from being used by other without his permission. Through the growth and evolvement of law, this tight has become enforceable under the law of IPRs almost globally.

Sementara itu, Aaron Schwabach66 menyebutnya sebagai: “…the intangible but legally recognized right to property in the products of one’s intellect. Intellectual property rights allow the originator of certain ideas, inventions, and expressions to exclude others from using those ideas, inventions, and expressions without permission”.22..

Ditinjau dari cara perwujudannya, HKI sebenarnya berbeda dari objek berwujud lainnya. Hal ini dapat digambarkan dalam kasus yang melibatkan seseorang pengarang terkenal yang bernama Charles Dickens67. HKI termasuk

64

Dutfield, G. 2003. Intellectual Property Rights and the Life Science Industries: A 20th Century History.. Hampshire: Ashgate Publishing Limited. p.1...

65

Zaid Hamzah. 2007. Intellectual Property Law & Strategy. Singapore: Thomson/ Sweet&Maxwell Asia. p. 19- 21

66

Schwabach, A. 2007. Intellectual Property. California: ABC-CLIO, Inc. p.1.

67Baca Tim Lindsey. dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar . Bandung: PT

(29)

hukum kebendaan yang tidak berwujud (intangible assets) terdiri atas industrial property rights (hak milik perindustrian) dan copyrights (Hak Cipta). Berdasarkan realita, sulit untuk membedakan pembagian tersebut karena sering menyatu satu sama lain dalam suatu produk atau obyek tertentu68. Selanjutnya, Mr N.E. Algra69 menyatakan bahwa ada beberapa sifat asli HKI yang dijadikan tumpuan perubahan peraturan HKI, yaitu mempunyai jangka waktu terbatas, bersifat eksklusif dan mutlak, bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan.

Dari beberapa pengertian tersebut, HKI merupakan istilah umum hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil kegiatan intelektual manusia dan tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis, dan termasuk ke dalam hak tak berwujud yang memiliki nilai ekonomis70. HKI adalah sistem yang memberikan apresiasi kepada para inventor, pendesain, pencipta dan pemegang karya intelektual lain. Hal ini tidak lain merupakan insentif (dan tentu saja kompensasi) bagi tumbuhnya karya-karya yang bermanfaat dan sangat diperlukan oleh masyarakat luas 71. Inovasi teknologi sebagaimana peningkatan kekuatan ekonomi sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. Inovasi teknologi

68

Insan Budi Maulana. 2007. “Paten dalam Bingkai AL-Qur`an : Pendekatan Sejarah dan

Hukum”. Pidato Pengukua n Guru Besar. Jakarta: Fakultas Hukum Krisnadipayana. h.6

69 Dalam Muhammad Djumhana dan Djubaedillah. 1996. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori,

dan Prakteknya). Bandung: alumni.

70 Baca juga JICA Team.2003. Capacity Building Program on the Implementation of the WTO

Agreements in Indonesia (TRIPS COMPONENT), Training Material on Enforcement of Intellectual Property Rights. Jakarta: DGIPR. h,1.

71Baca A. Zen Umar Purba,. 2001 “

Traditional Knowledge Subject Matter For Which Intellectual Protection is Sought”. Paper. WIPO Asia-Pacific Regional Symposium on Intellectual Property Rights, Traditional Knowledge and Related Issues, October 17 to 19. Yogyakarta: WIPO & DGIPR.,., A. Zen Umar. 2002. “Sistem Haki Nasional dan Otonomi

(30)

dapat mendatangkan kemakmuran bagi kehidupan masyarakat, dan pengembangan teknologi mendorong pertumbuhan masyarakat72. Menurut Don Tapscot, HKI diibaratkan sebagai berikut. The new economy is a knowledge economy and the key assets of every firm become intellectual assets73. Dalam New York Times dinyatakan, Kekayaan Intelektual telah berubah dari bidang hukum dan bisnis yang sepi menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi teknologi tinggi74. Pengembangan HKI pada hakekatnya merupakan pengembangan sumber daya manusia (“SDM”). Hal ini disebabkan oleh karena HKI berurusan dengan produk dan proses berkait olah pikir manusia. Pengembangan sistem HKI diharapkan akan berkembang pula SDM terutama terciptanya budaya inovatif dan inventif. Hal ini sangat penting dikaitkan dengan kenyataan, bahwa walaupun kekayaan atau sumber daya alam (“SDA”) berlimpah, kita masih “begini-begini” saja bahkan mundur, dan tingkat kemiskinan makin bertambah75. Hal ini sesuai editorial The Washington Post, 28 April 2001 yang menyatakan: “… if there is one lesson in the past half century of economic development, it is that natural resources do not power economies, human resources do”. Hal ini secara singkat dapat diartikan bahwa Sumber Daya Manusia (yang potensial menghasilkan kekayaan intelektual) lebih penting daripada Sumber Daya Alam.

72A. Zen Umar Purba. 2001. “Perlindungan dan Penegakan Hukum HKI”. Makalah.Disampaikan

pada Acara PelatihanTeknis Fungsional Peningkatan Profesionalisme, Diselenggarakan oleh Pusdiklat Mahkamah AgungRI, Makassar, 20 November 2001. http://www. dgip.go.id/article/ articleview/60/1/15/. [10 Oktober 2012].,

73

Don Tapscot dalam Andy Noorsaman Sommeng .2002. “Relevansi Relevansi Kekayaan

Intelektual terhadap Usaha Kecil dan Menengah “. Naska h Power Point. Disampaikan dalam Sosialisasi HKI bagi Aparatur Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang Membidangi Koperasi Dan Usaha Kecil dan Menengah Makassar, 21 Oktober 2002 . http://www.dgip.go.id/ article/articleview/60/1/15/ [20 Novem-ber 2004] .h. 1.

74 New York Times, 9 April 1999

75

(31)

Para ahli ekonomi selama bertahun-tahun telah mencoba memberikan penjelasan mengenai adanya sebagian perekonomian yang dapat berkembang pesat, ada yang tidak. Secara umum disepakati bahwa HKI memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Akumulasi dari ilmu pengetahuan merupakan kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Bagi negara yang ingin meningkatkan pertumbuhan ekonominya, maka kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat haruslah mendorong investasi di bidang penelitian, pengembangan dan mensubsidi program untuk pengembangan sumber daya manusia76. Keberadaan HKI dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HKI77 .

Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI yang baik, antarra lain meningkatkan posisi perdagangan dan investasi, mengembangkan teknologi, mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional, dapat membantu komersialisasi suatu invensi, dapat mengembangkan sosial budaya, dan dapat menjaga reputasi internasional untuk kepentingan ekspor.

Menjelang era perdagangan bebas masalah HKI telah menjadi isu yang strategis. Adanya globalisasi ekonomi terutama bidang perdagangan dan industri berarti pula globalisasi HKI. Hal ini mengakibatkan negara-negara berkembang akan menjadi sasaran penerapan HKI milik negara-negara maju. Berdasarkan hasil penelitian para ahli UNESCO ternyata negara-negara majulah yang telah

76Baca Kamil Idris dalam Prihaniwati. 2004. “Peranan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) dalam Pembangunan EkonomI”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Hubungan antara Penegakan Hukum HKI dan Pembangunan Ekonomi, tanggal 28 Sptember, di Hotel Sheratom Bandung. h. 2.

(32)

mendahulukan HKI. Dengan demikian, HKI berperan sangat penting di dunia internasional. Oleh karena itu, setiap negara wajib melindungi kreasi manusia (human creativity) untuk lebih mendorong kemajuan di bidang IPTEK dan seni. Dengan demikian, HKI merupakan hak yang dilindungi hukum atas benda yang tidak berwujud (immaterial), yang dihasilkan dari kemampuan intelektual manusia di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, serta bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hak tersebut, pencipta atau pemilik HKI memiliki hak untuk mengizinkan atau melarang orang lain memanfaatkan, mengumumkan dan/atau memproduksinya.

HKI memang tidak mudah didefinisikan. Namun demikian, dari istilah tersebut dapat diketahui bahwa hak tersebut merupakan hak yang berasal dari kekayaan intelektual seseorang. Hak kekayaan intelektual mempunyai lingkup yang sangat luas.. Lionel Bentley dan Brad Sherman menyebutkan bahwa: “Intellectual property law creates property rights in a wide and diverse range of things from novels, computer programs, films, television broadcasts, and performances, through to dress designs, pharmaceuticals, genetically modified animals and plants78.

Selanjutnya, WIPO (World Intellectual Property Organization) membagi hak kekayaan intelektual menjadi dua kategori hak milik perindustrian dan hak cipta, yang dinyatakan:

Intellectual property is divided into two categories: Industrial property, which includes inventions (patents), trademarks, industrial designs, and geographic indications of source; and Copyright, which includes literary and artistic works such as novels, poems and plays, films, musical works, artistic works such as drawings, paintings, photographs and sculptures, and architectural designs. Rights related to copyright include those of performing artists in their performances, producers of phonograms in their recordings, and those of broadcasters in their radio and television programs79.

78

Lionel Bently & Brad Sherman. 2004. Intellectual Property Law. New York: Oxford University Press Second edition. p.1

79http://www.wipo.int/about-ip/en/. 2009. “What is Intellectual Property?”, (diakses tanggal

(33)

Dengan demikian, HKI sebagai terjemahan Intellectual Property Rights (IPR), menurut WIPO (The World Intellectual Property Organization) secara garis besar meliputi dua cabang yaitu:

1) Hak Cipta (Copyright), dan

2) Hak Atas Kekayaan Industri (Industrial Property Right) yang terdiri atas: a) Paten (Patent)

b) Merek (Mark)

c) Desain Produksi Industri (Industrial Design);

d) Penanggulangan Praktek Persaingaan Curang (Repression of Unfair Competition Practices).

Penggologan HKI menurut WIPO tersebut agak sedikit berbeda dengan

TRIP’s Agreement. Berdasarkan Bab II Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs), HKI digolongkan menjadi delapan, yaitu i80:

1) Hak Cipta (Copyright) dan Hak-hak yang terkait lainnya; 2) Merek (Mark);

3) Indikasi Geografis (Geographical Indication); 4) Desain Produksi Industri (Industrial Design); 5) Paten (Patent);

6) Rangkaian Elektronika Terpadu (Lay Out Design of Integrated Circuit); 7) Perlindungan Rahasia Dagang (Undisclosed Information/Trade Secret); 8) Pengendalian terhadap Praktek Persaingan Curang/tidak sehat (Repression

Unfair Competition Practices).

Pada prinsipnyanya memang belum ada keseragaman di antara para ahli/praktisi tentang penggolongan HKI, lebih lagi saat ini pengelompokan tersebut sudah kurang mempunyai daya pembeda sebab karya-karya hasil

80

(34)

intelektual tersebut dalam pemanfaatannya kadang-kadang saling tumpang tindih terjadi kombinasi. Hal senada dikemukakan oleh Deborah E bounchoux. Deborah E Bounchoux menyatakan bahwa pada dasarnya hak kekayaan intelektual terdiri dari empat jenis tipe kekayaan intelektual namun seringkali saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain yang terdiri dari merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang: Intellectual property generally is viewed as comprising four separate but often overlapping types of property rights: trademarks, copyrights, patents, and trade secrets81.

Perbedaan Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuiit Terpadu (DTLST) dapat dilihat pada tabel berikut ini.

81

(35)

Gambar

Gambar 4. Bagan Chambliss dan Seidman

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Meneruskan dan mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009, sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan

Pada hari ini Minggu tanggal lima bulan Agustus tahun Dua ribu dua belas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pembangunan RKB MAN Sekadau Hilir Tahun 2012, telah

[r]

[r]

Kutipan tersebut menunjukan ketika Marni memiliki keinginan untuk menikahkan anknya dengan adat yang biasa dilakukan di desa Singget dan secara besar-besaran seperti

“ Pengaruh Waktu Fermentasi dan Persentase Starter Pada Nira Aren (Arenga pinnata) Terhadap Bioetanol yang Dihasilkan ”. Salatiga : Universitas

Pada penelitian ini 100 pasang serangga dimasukkan kedalam tandan bunga jantan yang telah disungkup dan masih berada pada tanaman kelapa sawit kemudian diambil 3 spikelet