I.
METODE ANALISIS KARBOHIDRAT
Metode Analisis Karbohidrat ada 2 jenis, yaitu:
- Analisis Kualitatif
- Analisis Kuantitatif
1.
Metode Analisis Kualitatif Karbohidrat
Test Molish
Prinsip:
Karbohidrat akan didehidrasi oleh asam sulfat pekat membentuk senyawa furfural atau
turunannya. Furfural dan turunannya akan berkondensasi dengan alfanaftol (molish)
menghasilkan senyawa kompleks berwarna merah ungu pada bidang batas antara larutan
karbohidrat dan H2SO4 pekat.
Test Moore
Prinsip:
Uji Moore menggunakan NaOH (alkali) yang berfungsi sebagai ion OH- yang akan berikatan
dengan rantai aldehid yang membentuk aldol aldehid (aldehida dengan cabang gugus alkanol)
yang berwarna kekuningan. Pemanasan bertujuan untuk membuka ikatan karbon dengan
hydrogen dan menggantikannya dengan gugus –OH.
Test Benedict
Prinsip:
Larutan CuSO4 dalam suasana alkali akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid
Test Selliwanof
Prinsip:
Perubahan fruktosa oleh HCl panas menjadi levulinat dan hidroksimetil furfural, selanjutnya
kondensasi hidroksimetil dengan resorsinol akaan menghasilkan senyawa sukrosa yang mudah
dihidrolisa menjadi glukosa akan member reaksi positif berwarna oranye.
Test Barfoed
Prinsip:
Monosakarida akan mereduksi Cu2+ dalam suasana asam lemah (CH
3COOH), menghasilkan
endapan yang berwarna merah bata dari Cu2O.
Metode Fehling
Prinsip dari metode fehling yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi
senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada
suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat
(chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.
Metode Osazon
Prinsip:
Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan
menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning
yang dinamakan hidrazon (osazon).
Metode Tollens
Prinsip:
Tollen terdiri dari Ag2SO4 yang bila ada gula pereduksi Ag akan direduksi menjadi Ag+ yang
akan membentuk cinci perak. Kelemahan dari reaksi Tollen adalah diabukan cuma bereaksi
Metode iodine
Prinsip:
Uji iodium digunakan untuk melihat pembentukan polisakarida. Penambahan iodium pada suatu
polisakarida akan menyebabkan terbentuknya kompleks absorbsi berwarna spesifik. Amilum
atau pati akan menghasilkan warna biru. Hasil yang postif hanya pada penambahan air dan HCl
dengan iodine.
2
.
Metode Analisis Kuantitatif Karbohidrat
Ada beberapa macam metode yang dapat kita gunakan untuk analisa kadar gula reduksi secara
kuantitatif yaitu :
1. Metode Fisika
Ada dua (2) macam, yaitu :
a. Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, Refraktometer adalah alat yang
digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb.
Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan refraksi cahaya.
Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe seorang ilmuan dari German pada permulaan
abad 20 (Anonim, 2010). Pengukurannya didasarkan atas prinsip bahwa cahaya yang masuk
melalui prisma-cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara cairan dan prisma kerja dengan
suatu sudut yang terletak dalam batas-batas tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara
cairan dan alas.
yaitu dengan rumus :
X = [(A+B)C - BD)]
dimana :
X = % sukrosa atau gula yang diperoleh
A = berat larutan sampel (g)
C = % sukrosa dalam camp A dan B dalam tabel
D = % sukrosa dalam pengencer B –
b. Berdasarkan rotasi optis
Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat
memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan
polarimeter atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan
sakarimeter
Menurut hokum Biot; “besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi
larutan dan tebal cairan” sehingga dapat dihitung menggunakan rumus :
[a] D20 = 100 A
L x C
dimana :
[a] D20 = rotasi jenis pada suhu 20 oC menggunakan
D = sinar kuning pada panjang gelombang 589 nm dari lampu Na
A = sudut putar yang diamati
C = kadar (dalam g/100 ml)
L = panjang tabung (dm)
sehingga C = 100 A
-2. Metode Kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa
(kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus
aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi. Dalam
metode kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu :
a. Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada
SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.
b. Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus
karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O)
kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk
suatu komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 630 nm.
c. Cara Luff Schoorl
Prinsip: Monosakarida dioksidasi oleh CuO dari reagen Luff Schoorl menjadi Cu2O.kemudian
kelebihan CuO dari reagen luff Schoorl akan bereaksi dengan KI suasana asam membentuk I2
yang akan bereaksi dengan cara dititrasi dengan Na-tiosulfat dengan indikator amilum .
dilakukan pengujian telah tersedia sehingga dalam praktikum ini kami tidak melakukan proses
persiapan sampel.
d. Metode Nelson-Somogyi
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan pereaksi
tembaga arseno molibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan
larutan gula. Kupro yang terbentuk selanjutnya dilarutkan dengan arseno molibdat menjadi
molibdenum berwarna biru yang menunjukkan ukuran konsentrasi gula dan membandingkannya
dengan larutan standar sehingga konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna
yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur
3. Metode enzimatis
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara
individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim yang dapat digunakan
ialah glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa.
a. Glukosa oksidase
D- Glukosa + O2 oleh glukosa oksidase à Asam glukonat dan H2O2
H2O2 + O-disianidin oleh enzim peroksidase à 2H2O + O-disianidin teroksdasi yang berwarna
cokelat (dapat diukur pada l 540 nm).
b. Heksokinase
D-Glukosa + ATP oleh heksokinase à Glukosa-6-Phospat +ADP Glukosa-6-Phospat + NADP+
oleh glukosa-6-phospat dehidrogenase à Glukonat-6-Phospat + NADPH + H+ Adanya NADPH
yang dapat berpendar (memiliki gugus kromofor) dapat diukur pada l 334 nm dimana jumlah
NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah glukosa.
Menggunakan enzim spesifik untuk karbohidrat yan g akan diuji. Contoh enzimnya yaitu
glukosa oksidase dan heksokinase.
4. Metode Dinitrosalisilat (DNS)
Prinsip:
Metode ini digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik kolorimetri. Teknik ini
hanya dapat mendeteksi satu gula pereduksi, misalnya glukosa. Glukosa memiliki gugus
aldehida, sehingga dapat dioksidasi menjadi gugus karboksil. Gugus aldehida yang dimiliki oleh
glukosa akan dioksidasi oleh asam 3,5-dinitrosalisilat menjadi gugus karboksil dan menghasilkan
asam 3-amino-5-salisilat pada kondisi basa dengan suhu 90-100oC. Senyawa ini dapat dideteksi
Cara membuat pereaksi DNS :
1. Sebanyak 5 g asam 3,5-dinitrosalisilat dan 5 g NaOH 2 N dilarutkan dalam 100 mL aquades
(larutan A).
2. Sebanyak 150 g natrium kalium tartarat dilarutkan dalam 200 mL aquades (larutan B). Larutan A
dan B dicampur, lalu ditera dalam labu takar dengan aquades hingga volume akhirnya menjadi
500 mL, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu malam.
5. Metode Asam Fenol Sulfat
Prinsip:
Metode ini disebut juga dengan metode TS (total sugar) yang digunakan untuk mengukur
total gula. Metode ini dapat mengukur dua molekul gula pereduksi. Gula sederhana,
oligosakarida, dan turunannya dapat dideteksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat yang akan
II.
METODE ANALISIS LIPID
A. Uji kualitatif Lipid
1. Uji Kelarutan Lipid
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid terdahap berbagai macam pelarut.
Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke
dalam pelarut polar maka hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid
memiliki sifat nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar (Scy
Tech Encyclopedia 2008)
2. Uji Akrolein
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji akrolein. Dalam uji ini terjadi dehidrasi gliserol dalam
bentuk bebas atau dalam lemak/minyak menghasilkan aldehid akrilat atau akrolein. Menurut Scy
Tech Encyclopedia (2008), uji akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin atau lemak.
Ketika lemak dipanaskan setelah ditambahkan agen pendehidrasi (KHSO4) yang akan menarik
air, maka bagian gliserol akan terdehidrasi ke dalam bentuk aldehid tidak jenuh atau dikenal
sebagai akrolein (CH2=CHCHO) yang memiliki bau seperti lemak terbakar dan ditandai dengan
asap putih (Scy Tech Encyclopedia 2008)
3. Uji Ketidakjenuhan Lipid
Uji ketidakjenuhan digunakan untuk mengetahui asam lemak yang diuji apakah termasuk asam
lemak jenuh atau tidak jenuh dengan menggunakan pereaksi Iod Hubl. Iod Hubl ini digunakan
sebagai indikator perubahan. Asam lemak yang diuji ditambah kloroform sama banyaknya.
Tabung dikocok sampai bahan larut. Setelah itu, tetes demi tetes pereaksi Iod Hubl dimasukkan
ke dalam tabung sambil dikocok dan perubahan warna yang terjadi terhadap campuran diamati.
Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh dengan cara melihat
positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai dengan timbulnya warna merah ketika iod Hubl
diteteskan ke asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna awal kuning bening. Warna merah
yang kembali pudar menandakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon
asam lemak (Scy Tech Encyclopedia 2008).
4. Uji Ketengikan
Uji kualitatif lipid lainnya adalah uji ketengikan. Dalam uji ini, diidentifikasi lipid mana yang
sudah tengik dengan yang belum tengik yang disebabkan oleh oksidasi lipid. Minyak yang akan
diuji dicampurkan dengan HCl. Selanjutnya, sebuah kertas saring dicelupkan ke larutan
floroglusinol. Floroglusinol ini berfungsi sebagai penampak bercak. Setelah itu, kertas
digantungkan di dalam erlenmeyer yang berisi minyak yang diuji. Serbuk CaCO3 dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dan segera ditutup. HCl yang ditambahkan akan menyumbangkan ion-ion
hidrogennya yang dapat memecah unsur lemak sehingga terbentuk lemak radikal bebas dan
hidrogen radikal bebas. Kedua bentuk radikal ini bersifat sangat reaktif dan pada tahap akhir
oksidasi akan dihasilkan peroksida (Syamsu, 2007)
5. Uji Salkowski untuk kolesterol
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan
kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang sama
ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester lipid. Apabila
dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi
berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau
6. Uji Lieberman Buchard
Uji Lieberman Buchard merupakan uji kuantitatif untuk kolesterol. Prinsip uji ini adalah
mengidentifikasi adanya kolesterol dengan penambahan asam sulfat ke dalam campuran.
Sebanyak 10 tetes asam asetat dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari
percobaan Salkowski). Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan
dibiarkan beberapa menit. Mekanisme yang terjadi dalam uji ini adalah ketika asam sulfat
ditambahkan ke dalam campuran yang berisi kolesterol, maka molekul air berpindah dari gugus
C3 kolesterol, kolesterol kemudian teroksidasi membentuk 3,5-kolestadiena. Produk ini
dikonversi menjadi polimer yang mengandung kromofor yang menghasilkan warna hijau. Warna
hijau ini menandakan hasil yang positif. Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan
warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru-ungu dan akhirnya menjadi hijau tua
B. Uji Kuantitatif Lipid
Firestone dalam Schmidl dan Labuza (2000) dalam Fachri (2008) menyebutkan bahwa untuk
menganalisa kandungan lemak dalam makanan dapat dilakukan dengan cara volumetris,
gravimetris, dan kromatografi. Kromatografi yang dapat dipakai seperti kromatografi gas (CG),
kromatografi lapisan tipis (TLC), kromatografi ekslusi (SEC), kromatografi cairan (LC) dan
kromatografi yang memiliki unjuk kerja baik seperti HP-SEC dan HPLC.
Kromatografi gas digunakan untuk melarutkan dan menghitung lipida seperti triasilgliserol dan
turunan-turunan FAME. TLC sangat sesuai untuk memisahkan ester kolestrol, mono, di,
triacylglycerols, asam lemak bebas, kolestrol, dan fospolipid. SEC dan HP-SEC digunakan untuk
memisahkan produk hidrolitik, oksidasi dan pemanasan lemak. Sedangkan HPLC digunakan
untuk memisahkan lipida non-volatil yang memiliki berat molekul tinggi.
Untuk menentukan kadar lemak total dalam makanan, the Nutrition and Labeling Education
membutuhkan tahapan sebagai berikut, yaitu (1) hidrolisis dengan asam atau basa; (2) ekstraksi
dengan eter ; dan (3) konversi asam lemak ke metil ester asam lemak (FAME) kemudian
menghitung kadar FAME dengan kromatografi gas. Artiss dkk (1988) menentukan kandungan
lipida dengan menggunakan TLC dan metode enzimatis. Enzim yang digunakan adalah enzim
hidrolase, oxidase dan peroxidase dalam precursor chromogen. Metode ini sesuai untuk
III.
METODE ANALISIS PROTEIN
Analisis Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
2. Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
a. Pembuatan kurva baku.
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut : Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel.
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret :
Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV.
IV.
METODE ANALISIS ASAM AMINO
1. Uji ninhidrin
Dalam rentang pH 4-8, semua asam amino α- bereaksi dengan ninhidrin (triketohydrindene
hidrat), agen pengoksidasi kuat untuk memberikan produk berwarna ungu (diketohydrin) disebut
Rhuemann yang ungu. Semua amina primer dan amonia bereaksi sama tetapi tanpa pembebasan
karbon dioksida. Asam imino prolin dan hidroksiprolin juga bereaksi dengan ninhidrin, tetapi
mereka memberikan kompleks berwarna kuning bukan yang ungu. Selain asam amino, struktur
kompleks lainnya seperti peptida, pepton dan protein juga bereaksi positif ketika mengalami
reaksi ninhidrin.
2. Tes asam Xanthoproteic
Asam amino aromatik, seperti Phenyl alanin, tirosin dan triptofan, menanggapi tes ini. Dengan keberadaan asam nitrat pekat, cincin fenil aromatik nitrasi untuk memberikan berwarna kuning nitro-derivatif. Pada pH basa, perubahan warna oranye karena ionisasi kelompok fenolik.
3.
Pauly yang diazo Uji
Tes ini khusus untuk mendeteksi Tryptophan atau Histidin. Reagen yang digunakan untuk tes ini mengandung asam Sulphanilic dilarutkan dalam asam klorida. Sulphanilic asam pada diazotisasi dengan adanya natrium nitrit dan hasil asam klorida dalam pembentukan garam diazonium. The diazonium garam yang terbentuk pasangan dengan baik tirosin atau histidin dalam medium alkali untuk memberikan chromogen berwarna merah (zat warna azo).
4. Uji Millon yang
Asam amino fenol seperti Tyrosine dan turunannya menanggapi tes ini. Senyawa dengan hidroksibenzena radikal bereaksi dengan reagen Millon untuk membentuk kompleks berwarna merah. Reagen Millon adalah larutan merkuri sulfat dalam asam sulfat.
5. Uji histidin
6. Tes Hopkins cole
Tes ini tes khusus untuk mendeteksi triptofan. Gugus indol dari triptofan bereaksi dengan asam
glyoxilic dengan adanya asam sulfat pekat untuk memberikan produk berwarna ungu. Asam
Glyoxilic dibuat dari asam asetat glasial dengan terkena sinar matahari.
7. Tes Sakaguchi
Dalam kondisi basa, naftol α- (naftalen 1-hidroksi) bereaksi dengan mono-disubstitusi guanidin
senyawa seperti arginine, yang setelah pengobatan dengan hipobromit atau hipoklorit,
menghasilkan karakteristik warna merah.
8. Uji sulfida timbal
Sulphur mengandung asam amino, seperti sistein dan sistin. setelah mendidih dengan natrium
hidroksida (alkali panas), menghasilkan natrium sulfida. Reaksi ini disebabkan pengkonversian
sebagian dari sulfur organik sulfida anorganik, yang dapat dideteksi dengan mengendapkan
untuk memimpin sulfida, menggunakan solusi asetat memimpin.
9. Folin di McCarthy Sullivan Uji
Asam imino seperti prolin dan hidroksiprolin mengembun dengan isatin reagen dalam kondisi
basa untuk menghasilkan adduct berwarna biru.Selain natrium nitroprusside [Na2Fe (CN) 5NO]
untuk larutan alkali metionin diikuti oleh pengasaman reaksi menghasilkan warna merah.Reaksi
ini juga membentuk dasar untuk penentuan kuantitatif metionin.
10.Tes Isatin
Asam imino seperti prolin dan hidroksiprolin mengembun dengan isatin reagen dalam kondisi
MAKALAH KIMIA KLINIS
METODE PENGUJIAN SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF KARBOHIDRAT, LEMAK, PROTEIN DAN ASAM AMINO
DISUSUN OLEH :
NAMA : AMANDA AULIA TRISNANINGSIH
NIM : 201251190
INSTITUT SAINS TEKNOLOGI AL-KAMAL (ISTA)
JAKARTA