• Tidak ada hasil yang ditemukan

Islam dan Politik SPAI 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Islam dan Politik SPAI 1"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Politik dalam Pandangan Islam

(Politik Identitas Kampus Sebagai Langkah Strategis)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam dari dosen pengampu :

Dr. H. Sudirman, M. Pd.

Disusun oleh :

Rossa Mawar Kesuma

NIM 1507279

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2018

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi...ii

KATA PENGANTAR...iii

BAB I... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian...2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 2

1.5 Metode Penelitian... 3

BAB II...4

PEMBAHASAN...4

2.1 Pengertian Politik... 4

2.1.2 Asas-asas Politik Islam...5

2.1.3 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an...5

2.2 Pembahasan... 9

2.2.1 Berebut Kader Potensial Masa Depan...12

2.2.2 Menjaga Keragaman dan Kedamaian...13

2.2.3 Buta Politik Kampus...14

BAB III...16

KESIMPULAN...16

3.1 Simpulan... 16

3.2 Saran... 16

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "Memahami Pengertian dan Fungsi Perbankan Syariah" tepat pada waktunya

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.

Bandung, 20 Maret 2018

Rossa Mawar Kesuma

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Berbicara mengenai hubungan nilai-nilai agama dengan perilaku politik rasanya sejalan benar dengan penelitian Weber tentang pengaruh nilai-nilai agama terhadap perilaku ekonomi. Agama diakui telah memperjelas nilai-nilai dan norma-norma kehidupan daripada aspek apapun dalam masyarakat. Artinya bahwa agama merupakan salah satu di antara sumber nilai yang penting, yang menunjang budaya politik masyarakat. Adapun terpolarisasinya umat Islam ke dalam beberapa kelompok antara lain berkenaan dengan corak pemikiran atau pemahaman meraka dalam menghadapi masalah-masalah kagamaan.

(5)

lain-lain. Secara umum mahasiswa tersebut digolongkan kedalam empat fungsi, yakni: agent of change,direct of change, iron stock, dan moral force.

Berbicara Gerakan Mahasiswa akan kurang jika tidak mengaitkannya dengan politik. Bukan ingin menjadikan politik sebagai suatu yang dijunjung tinggi, tapi memang kenyataan menunjukkan bahwa dengan berpolitik seseorang ataupun sekelompok orang (Gerakan mahasiswa) mampu melaksanakan fungsi idealnya. Namun, tentu saja berpolitik disini berbeda dengan politik yang sifatnya pragmatis,seperti kondisi perpolitikan negeri ini. Nuansa politik yang ingin dibangun di dalam kultur mahasiswa adalah politik ideologis, bukan semata-mata hanya pada politik kepentingan. Politik memang kepentingan, namun kepentingan disini adalah kepentingan yang sifatnya berlandaskan pada pokok-pokok ideologis. Pada hakikatnya sistem politik kampus adalah cerminan dari sistem politik Indonesia. Proses yang terjadi di dalamnya pun seringkali polanya mirip dengan politik nasional.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran politik Islam dalam kampus?

2. Bagaimana pandangan Islam terhadap problematika politik?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peran politik Islam dalam kampus

2. Untuk mengetahui perkembangan politik islam di dalam kampus

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(6)

2. Bagi pembaca, adalah untuk menambah wawasan mengenai konsep politik mahasiswa dalam Islam serta dapat menyikapi problematika politik yang ada di kampus.

1.5 Metode Penelitian

(7)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Politik

Perkataan politik berasal dari bahasa Latin politicus dan bahasa Yunani politicos, artinya sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis yang maknanya kota. Dalam teori politik islam, politik itu identik dengan siyasah secara bahasa disebut dengan mengatur. Fiqh siyasah adalah aspek ajaran islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan. Politik artinya segala urusan dan tindakan, kebijakan, dan siasat mengenai pemerintahan suatu negara atau kebijakan suatu negara terhada negara-negara lain. Politik dapat juga dikatakan kebijakan atau cara bertindak suatu negara dalam menghadapi / menangani suatu masalah.

Jauh sebelum terjadinya faksi-faksi (firqah) di kalangan umat Islam, Nabi Muhammad Saw telah memprediksi bahwa jika kelak akan muncul berbagai aliran dan golongan di kalangan umat Islam. Sebagaimana sabda Nabi Saw:

“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda: Orang-orang Yahudi terpecah ke dalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani. Dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan." (HR. Sunan Abu Dawud).

“Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad ditanganNya. Akan terpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk surga dan yang lain masuk neraka. Bertanya para sahabat: 'Siapakah yang tidak masuk neraka itu ya Rasulullah?' Nabi menjawab: 'Ahlussunnah wal Jamaah." (HR. Imam Thabrani).

Politik Islam terdiri dari dua aspek yaitu politik dan islam. Politik berarti suatu cara bagaimana penguasa mempengaruhi perilaku kelompok yang dikuasai agar sesuai ddengan keinginan penguasa. Sedangkan islam berarti penataan dan islam sebagai din merupakan organisasi penataan menurut ajaran Allah , yaitu Al-Qur’an dan menurut sunnah rasulnya.

(8)

Penguasa tidak memiliki kekuasaan yang mutlak, ia hanya wakil (khalifah) Allah di muka bumiyang berfungsi untuk menegakkan ajaran Allah dalam kehidupan nyata.

2.1.2 Asas-asas Politik Islam

HAKIMIYAAH ILAHIYYAH

Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa terasutama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyahdan Uluhiyyah.

RISALAH

Risalah bererti bahawa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad saw adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.

KHILAFAH

Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.

2.1.3 Nilai-Nilai Dasar Sistem Politik Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan di implementasikan dalam pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah :

(9)

“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.

(Q.S. al-Mukminun: 52)”.

b) Kemestian bemusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

(QS Asy Syura : 38)”.

c) Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.( Q.S. an-Nisa: 58)”.

d) Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan).

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu benar-benar

(10)

beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa: 59)”.

e) Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam.

“Dan jika dua golongan daripada orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara kedua-duanya. Maka jika salah satu daripada kedua-duanya berbuat aniaya terhadap yang lain, maka perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga kembali kepada perintah Allah. Maka jika telah kembali, damaikanlah antara kedua-duanya dengan adil.Dan hendaklah berlaku adil, sesungguhnya Allah menyukai orang yang berlaku adil”.Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya.(Q.S. al-Hujurat:9)”.

f) Keharusan mempertahankan kedaulatan Negara dan larangan melakukan agresi dan invasi.

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah: 190)”.

g) Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan.

(11)

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Anfal 8:61)”.

h) Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).(Q.S. al-Anfal: 60)”.

i) Keharusan menepati janji.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.(Q.S. an-Nahl:91)”.

j) Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa.

(12)

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. al-Hujurat: 13)”

k) Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Q.S. al-Hasyr: 7)”.

2.2 Pembahasan

2.2.1 Politik Kampus

(13)

mahasiswa UPI sudah seharusnya mahasiswa mendapat pengetahuan mengenai kompetisi antar grup/kelompok/organisasi ekstra dalam upaya memperebutkan bursa pencalonan Ketua BEM REMA UPI. Terdapat kekuatan ideologis nasionalis-sosialis (GMNI, LMND), di samping itu ada ikhwan-akhwat dari gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang berada di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan punya basis kuat di organisasi kerohanian Islam (Rohis) kampus, ada juga sahabat-sahabat dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berlatar Nahdliyin, ada juga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan lainnya.

Sejak awal tahun 2000 Rohis telah menjadi motor gerakan politik yang cukup massif di kampus. Dan hal itu terjadi hingga saat ini. Untuk momentum sederhana seperti pemilihan ketua BEM Rohis berperan penting sebagai penggalang massa untuk mencoblos calon, tentu saja calon yang mereka jagokan. Kaitan Rohis, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dengan gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin kian jelas jika kita telusuri model kaderisasi dan ideologi Islam yang diajarkan. Pasti tidak jauh dari Hassan al Banna, Sayid Quthb, dan kawan-kawan. Kaitan politisnya juga jelas dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Beberapa ketua BEM UPI yang dulu didukung oleh KAMMI dan Rohis misalnya jelas naik pangkat ke struktur partai di PKS. Kalaupun tidak menjadi simpatisan, Ustadz yang berideologi Ikhwanul Muslimin, dan sejenisnya. Seperti yang terlihat kaitan Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan dengan Hizbut Tahrir. Oleh karena itu tidak heran jika anggota Rohis baik yang merangkap anggota KAMMI menggalang massa untuk mendukung calon dari partai tertentu (biasanya PKS) dalam perhelatan Pilkada dan lainnya.

Sementara itu, sekitar tahun 2005 sampai 2013-an kelompok-kelompok mahasiswa yang berideologi nasionalis maupun Islam lainnya tampak menarik diri dari percaturan politik kampus. Baru tahun 2014 terlihat geliat terutama di kalangan mahasiswa yang berlatar tradisi Nahdliyin (Nahdlatul Ulama), yaitu dari PMII, IPNU dan IPPNU.

Kaitan ideologis dan politisnya tidak jauh berbeda dengan Rohis, KAMMI, dan PKS. Secara general dan simplistis tentu saja. PMII adalah gerakan mahasiswa yang lahir dari

(14)

rahim Nahdlatul Ulama, demikian juga dengan IPNU dan IPPNU. Oleh karena itu yang diperjuangkan juga jelas, yakni Islam Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana telah dirintis perjuangan keorganisasiannya di Nusantara oleh Hadratusy Syaikh Hasyim ‘Asy’ari, pendiri NU. Jika kelompok-kelompok mahasiswa yang berlatar NU calon ketua/presiden BEM-nya tiada lain untuk semakin memperluas syi’ar Ahlusunnah wal Jama’ah di kampus.

Bedanya adalah: NU bukan PKS yang jelas merupakan partai politik, hingga pada akhirnya kesadaran dan gerak infiltrasi politik PKS –> KAMMI –> Rohis menjadi lebih kentara dan masif dibandingkan dengan NU –> PMII di kampus. Terlebih lagi IPNU dan IPPNU, nyaris tidak terlihat gerak politiknya di kampus dan luar kampus. Di balik PKS sebenarnya terdapat gerakan “tanpa bentuk” yaitu gerakan Tarbiyah yang kadernya sering disebut sebagai kader dakwah, bentuk formalnya adalah PKS. Sementara itu NU tidak punya partai, secara formal dulu Gus Dur memang pernah mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai sah NU, tapi sekarang tidak lagi. Begitu banyak kader NU yang ada di banyak partai lain, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, dan lainnya.

Itulah bisa jadi yang dapat menjelaskan mengapa gerakan politik kampus beberapa organisasi yang berlatar historis dan kultur NU tidak masif dan terorganisasi rapi di kampus sebagaimana PKS –> KAMMI, karena memang motifnya bukan untuk politik praktis seperti PKS. Pun PMII dan kelompok Nahdliyin lain tidak punya basis kuat di Rohis, karena secara presentase kalah jumlah dari kader Tarbiyah di situ. Walau ada beberapa mahasiswa berlatar kultural NU, namun secara faktual tidaklah dominan perannya. Oleh karena itu, kalau dikatakan Rohis—secara umum—telah menjadi motor penggerak/mesin politik bagi kepentingan politik gerakan Tarbiyah di kampus, maka NU, PMII, dan IPNU-IPPNU tidak punya.

(15)

atau lainnya. Namun para kadernya dibebaskan untuk masuk dalam organisasi dan partai politik apapun itu. Hal inilah yang membedakan dengan KAMMI dan PKS.

2.2.2 Berebut Kader Potensial Masa Depan

Mungkin banyak pembaca, mahasiswa terutama, akan bertanya: mengapa begitu repot-repot organisasi-organisasi besar semacam PKS, NU, Muhammadiyah, dan lainnya perhatian betul dengan mahasiswa dan ingin menarik massa banyak dari kalangan mahasiswa untuk menjadi bagian darinya. Jawabnya adalah: mahasiswa punya potensi besar sebagai pemanggul masa depan bangsa Indonesia dan Islam. Gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin-PKS perlu kader dari kalangan sarjana terdidik untuk menjadi bagian dari garda depannya, demikian juga NU dan Muhammadiyah.

Salah satu caranya adalah dengan menduduki kursi presiden BEM universitas. Melalui kekuasaan yang sebenarnya tidaklah prestise tersebut. BEM dapat mengadakan acara yang menghadirkan tokoh-tokoh dari kalangan mereka. Jelasnya: kalau ketua BEM-nya didukung Rohis-KAMMI-PKS maka tokoh dan kajian yang dilakukan tidak jauh-jauh dari tokoh-tokoh dan tema-tema di lingkaran gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Demikian juga jika ketua BEM-nya didukung oleh kalangan Nahdliyin maka akan banyak menghadirkan pada Kyai, Habaib, dan Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah An Nahdliyah dan tema-temanya juga tidak jauh dari diskursus yang berkembang di tubuh NU tentang Islam dan kebangsaan/nasionalisme.

Mungkin banyak juga yang akan bertanya mengapa kampus dengan model infiltrasi kepentingan politik dan Ormas tersebut malah menjadi ajang perseteruan dan ditarik ke upaya “Islamisasi”, yang satu “Islamisasi” ke arah yang bercorak Ikhwanul Muslimin, di sisi lain ke arah Ahlussunnah wal Jama’ah An Nahdliyah?

Tepatnya karena memang demikian karakteristik BEM. Karakternya lebih bersifat politik ketimbang intelektual. BEM tidak diorientasikan untuk peningkatan kualitas akademik, karena pihak kampus sudah melakukannya melalui program kreativitas mahasiswa,

(16)

lomba mahasiswa berprestasi, bahkan ada juga unit kegiatan mahasiswa bidang keilmiahan. BEM adalah replikasi, simulasi, atau cermin wajah perpolitikan nasional kita di Indonesia yang tak dapat dilepaskan dari keberadaan politik aliran.

Dalam perspektif pedagogi kritis Freirean, kampus adalah arena pertarungan kepentingan ideologi, politik, ekonomi, budaya, bahkan agama. Pendidikan tidaklah netral, selalu ada motif dan kepentingan ideologis di baliknya. Bagi yang tidak percaya ideologi ambil peran penting dalam semua hal ada baiknya membaca bagaimana tatanan sosial ekonomi-politik neoliberal dewasa ini yang digerakkan oleh WTO, IMF, Bank Dunia dan didukung oleh negara-negara maju telah menyetir perekonomian Indonesia bahkan hingga selera konsumsi kita. Pandangan Anda tentang tujuan pendidikan, karakteristik guru ideal, dan sistem ekonomi ideal tak lepas dari yang namanya ideologi.

Jadi wajar memang jika orientasi BEM perguruan tinggi lebih ke arah politik ketimbang intelektual. Wajar juga jika banyak pihak termasuk NU, Muhammadiyah, PKS, dan lainnya berupaya menarik simpati dan menjaring kader sebanyak-banyaknya dari kampus.

2.2.3 Menjaga Keragaman dan Kedamaian

(17)

Tentu di tiap organisasi di kampus memiliki gradasi dan karakter dominannya walau terdapat keberagaman. Hal yang penting adalah tidak memaksa mahasiswa yang bermazhab keislaman berbeda untuk mengikuti yang mazhabnya berlainan. Mahasiswa berkultur tradisi NU yang sejak dari kampung dan pesantren punya amalan Dzikir, Yasin, dan Tahlil hendaknya jangan dipaksa untuk mengamalkan Ma’tsurat dari Hassan al Banna—walau sejatinya juga tidak banyak berbeda secara substansi. Mahasiswa yang gemar maulidan, bersholawat, dan diba’an tidak dilarang untuk ikut mazhab yang tidak suka dengan aktivitas-aktivitas tersebut. Demikian juga sebaliknya. Itulah yang penting, yakni menjaga keragaman dan saling menghormati satu sama lain.

2.2.4 Buta Politik Kampus

Hal yang tabu dan hendaknya dihilangkan dalam mekanisme demokrasi adalah: memilih tanpa tahu yang dipilih dan risiko konsekuensi dari pilihannya. Sama halnya kita memilih Wakil Rakyat, Gubernur, atau Presiden yang tanpa kita ketahui pribadinya, karakternya, maka ibarat membeli kucing dalam karung. Pada akhirnya yang terjadi adalah: Wakil Rakyat, Gubernur, dan lainnya yang kita pilih lebih banyak disetir oleh kepentingan partai politik, para konglomerat, dan kelompok-kelompok yang mendukungnya.

Dari informasi yang beredar di media sosial akhir akhir maka dapat disimpulkan : (1) jika hendak memilih pasangan Tyas-Fikri misalnya, harus tahu bahwa ia membawa visi ideologis anak-anak Santri Nahdlatul Ulama dengan Islam Ahlussunah wal Jama’ahnya; (2) mau pilih Fauzan-Junai, juga harus tahu bahwa ia membawa visi ideologis ikhwan-akhwat gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin-PKS. Bisa saja Tyas-Fikri tidak mengaku, bisa juga Fauzan-Junai pun tidak mengaku demi citra diri terlihat netral meskipun hal tersebut jarang terjadi, namun itulah setidaknya simpulan sementara yakni terdapat risiko dan potensi untuk dikendalikan oleh organ pengusungnya.

Lalu, apakah mahasiswa lain yang tidak masuk dalam firqah tersebut, atau kawan satu jurusan atau fakultas yang telah mendukung akan mampu menyetir calon yang didukung? Jawabnya: jika mendukung berdasarkan pertimbangan teman sekelas, kakak kelas, satu jurusan atau fakultas biasanya tidak punya kesadaran kritis dan tidak paham politik dan

(18)

kepentingan ideologis, sehingga tidak akan memiliki posisi vital ketika calonnya jadi ketua BEM. Paling hanya sebagai penggembira yang dapat usul namun potensi diterimanya usul amat kecil, terlebih ketika usulnya berlawanan dengan kepentingan ideologis dari gerbong lain yang juga mendukungnya.

Terkadang banyak calon dalam perpolitikan tingkat RT, kampung, kampus, daerah, atau nasional yang senang didukung oleh kelompok keagamaan tertentu, partai tertentu, atau korporasi tertentu. Tapi semua orang juga tahu tidak ada makan siang gratis, tak ada dukungan yang tanpa pamrih. Secara ideologis percaturan politik memperebutkan ketua BEM di level universitas memang bukan soal menaikkan citra jurusan atau fakultas (berbeda dengan di level jurusan), tapi adalah soal ideologis. Dan tiap kali beberapa pihak menyatakan tak ada kaitannya dengan ideologi dan politik, sejatinya itu adalah upaya untuk menyembunyikan kepentingan ideologi dan politik itu sendiri.

Jika berbicara soal niat baik, siapapun berhak percaya bahwa semua calon mempunyai niat baik. Meskipun kadang tidak mengetahui jika BEM tersebut disetir oleh invisible hand dari partai politik tertentu yang menginstruksikan. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah soal potensi dan risiko dari intervensi kelompok-kelompok di balik semua calon tersebut.

Seseorang mengklaim diri sebagai warga NU misalnya jelas memiliki kepentingan agar Islam yang rahmatan lil ‘alamin tersebar di kampus dan amalan-amalan NU tetap eksis dan dilakukan oleh mahasiswa yang berlatar NU baik secara pribadi maupun kolektif.

(19)

BAB III KESIMPULAN

3.1 Simpulan

Setiap gerakan mahasiswa memiliki arah ideologis masing-masing berdasarkan historis dan tujuan idealnya. Individu hendaknya memahami tiap arah politik masing-masing pergerakan agar dapat menyesuaikan dengan karakteristik yang akan membentuk pribadi serta lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan akan politik islam di kampus sangat penting untuk menghindari penggiringan opini maupun dokrin yang memaksa kita mengikuti suatu aliran tertentu. Hal ini juga akan membangun nalar kritis agar peka pada kehidupan kampus dan senantiasa memberikan gagasan melalui pemahaman dari pemetaan politik kampus.

3.2 Saran

Perbedaan ideologis dari masing-masing gerakan hendaknya bukan dijadikan ajang untuk kepentingan golongan. Namun dengan kemajemukan tersebutlah kita dapat belajar bahwa perbedaan hendaknya menjadi penawar dimana kita dapat belajar berbagi antar sesama dan menghargai satu sama lain. Hendaknya mahasiswa perlu diberikan peta biar jelas mau ke mana, karena kalau tidak tahu maka selamanya mahasiswa akan buta politik.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar mata kiliah pendidikan agama islam. Rujukan utama dosen dan

mahasiswa diseluruh periodi universitas negeri gorontalo. Oleh H. Lukman D. Katili, S.Ag.

http://kamusbahasaindonesia.org/politik/mirip

http://tugasulyakyu.blogspot.com/2012/03/sistem-politik-islam.html

http://www.referensimakalah.com/2013/03/prinsip-prinsip-politik-islam.html

http://studipemikiranquranhadist.wordpress.com/2013/12/25/tafsir-ayat-ayat-al-quran-tentang-musyawarah/

http://jatisarwoedy.blogspot.com/2011/11/nilai-nilai-dasar-sistem-politik-dalam-Al-Qur’an.html

http://kreatif123.blogspot.com/2013/06/ruang-lingkup-fiqh-siyasah.html

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengaruh penggunaan lama waktu penyinaran dengan sinar ultraviolet (UV) pada air, yang

Kebiasaan belajar yang efektif juga akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa dimana mereka akan senantiasa terbiasa melakukan sesuatu dengan hasil

Ikan pari berenang dengan gerakan mengelombang sirip pectoral yang lebar.warna punggung dari ikan pari mirip dengan warna dasar sekitar, dan beberapa jenis mempunyai duri beracun

Penurunan yang lebih jauh dari sekresi insulin dan penambahan dari produksi insulin oleh hepar dapat menyebabkan diabetes dengan hiperglikemi pada saat puasa.. Dan pada

Untuk pertanian masa panen sekitar empat bulan antara bulan agustus sampai november, sedangkan masa tanam antara bulan januari sampai maret, jadi masyarakat muara

Penyajian hasil penelitian ini secara univariat, berdasarkan karakteristik pasien atau responden yaitu menurut usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjan, pendapatan,

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, serta sholawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan nabi

HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH: JURNAL ILMIAH