• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Gender Gap dan Pemberian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan antara Gender Gap dan Pemberian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap

Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya

Kelas A

Icchami Tasya Wardhana 111211131018

Dea Ayu Agatha Ningrum

111211132001

Evryanti Rasari

111211132002

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

Correlation between gender gap and reward to discretionary effort of salesperson in PT. Oriflame Surabaya

Icchami Tasya, Dea Ayu Agatha, Evryanti Rasari Cholichul Hadi

Faculty of Psychology, Airlangga University-Surabaya, Indonesia. Jl. Darmawangsa Selatan, Surabaya, East Java, Indonesia

Local Discussion Paper

Abstract

In obtaining a salary, gender gap phenomenon has always been a universal problem in every country. Men and women have different reward system based on gender differences. In the literature written by Gorman and Kmec (2010) states that the strategy used to increase discretionary effort includes giving incentive funds, social control process in teamwork, employee relations that involve a social and economic exchange, also organization culture that demonstrate loyalty and initiatives. The provision of incentive funds then form the basis of this study to explore its relationship with discretionary effort. Discretionary effort is the performance (behavior or activity) where the salesperson is doing more than his duty, gives more than expected, or exceeds the normal requests or requirements or expectations of the job. Therefore, researchers wanted to know the correlation between gender gap and reward to discretionary effort of salesperson in PT. Oriflame Surabaya. The reason for researchers to choose PT. Oriflame is because in 2010, PT Oriflame became a cosmetics company with direct sales system No. 1 in Indonesia (www.oriflame.co.id). The research approach used in this study is quantitative. This study uses survey research type (correlational). The results of this study will be discussed further in our full paper.

Keywords: Gender Gap, Discretionary Effort, Salesperson

(3)

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dalam memperoleh gaji, fenomena gender gap selalu menjadi masalah yang universal. Peneliti menemukan data bahwa gender gap ini terjadi di setiap negara. Median annual menyebutkan bahwa di United States gaji yang diterima wanita hanya sebesar 75,7% dari gaji pria (U.S. Census Bureau, 2011a). Pada tahun 2008, Wanita di Eropa memperoleh gaji rata-rata sebesar 82% dari gaji pria (Eurostat, 2010). Pada tahun 2010, suatu studi mengindikasikan bahwa wanita Australia juga memperoleh gaji 82% dari gaji pria (Gender Pay Gap Getting Worse, not Better: Australian study, 2010). Pada tahun 2008 di Canada, baik pekerja full-time dan part time hanya memperoleh rata-rata gaji 64,5% dari laki-laki pada tahun 2008 (Statistics Canada, 2010). Sementara pada tahun 2010 di United Kingdom, pekerja wanita full-time

memperoleh gaji sebesar 89,8% dibandingkan semua gaji pekerja pria dan berbeda sebesar 80,2% dari pria (Office for National Statistics, 2010). Data diatas menjelaskan bahwa pria dan wanita mengalami pemberian reward yang berbeda berdasarkan perbedaan gender.

The Bureau of Labor Statistics menyebutkan bahwa jumlah pekerja wanita meningkat secara cepat daripada laki-laki selama 10 tahun terakhir dalam periode 1998-2008. Hal yang terjadi kemudian adalah wanita merepresentasikan 48% dari keseluruhan total pekerja (Rasmusson, 2000). Sehingga tidak mengejutkan ketika pekerja wanita dalam bidang sales juga meningkat (Marchetti, 1996). Pertumbuhan wanita dalam bidang sales personnel ini terjadi selama peningkatan ekonomi. Di awal tahun 2000, pengangguran nasional menurun 3,9% sejak tahun 1957 dalam total presentase populasi pekerja 64,9% yang tertinggi di sejarah United States.

Selanjutnya dalam literatur yang ditulis oleh Gorman & Kmec (2010) menyebutkan bahwa strategi yang digunakan untuk meningkatkan

discretionary effort meliputi pemberiaan dana insentif, social control process

(4)

loyalitas dan inisiatif. Pemberian dana insentif ini kemudian menjadi dasar penelitian ini untuk melihat hubungannya dengan discretionary effort. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan antara gender gap dan pemberian reward terhadap discretionary effort pada salesperson PT. Oriflame Surabaya. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat gender gap di perusahaan tersebut. Selanjutnya alasan peneliti memilih PT. Oriflame adalah karena pada tahun 2010, PT Oriflame Indonesia merupakan perusahaan kosmetik dengan sistem penjualan langsung No. 1 di Indonesia (www.oriflame.co.id). Namun fokus penelitian ini adalah PT. Oriflame yang ada di Surabaya.

1.2 Identifikasi Masalah

Hubungan antara gender gap dengan discretionary work effort

ditunjukkan oleh dua hal. Pertama, pria dan wanita berbeda dalam hal karakteristik personal yang menghasilkan discretionary work effort (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Kedua, pria dan wanita memiliki perbedaan level

discretionary work effort sebagai hasil dari pekerjaan yang dipegangnya (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Sedangkan pemberian reward juga berpengaruh terhadap discretionary work effort. Hal ini dinyatakan oleh Purcell (2003) bahwa salah satu kondisi yang diperlukan untuk terbentuknya discretionary behavior adalah cara SDM dan reward policies dari perusahaan. Sementara data yang peneliti dapat, ada perbedaan pemberian reward berupa gaji antara pria dan wanita. Untuk mengetahui hubungan antara gender gap dan pemberian reward terhadap discretionary work effort, peneliti menggunakan populasi salesperson PT. Oriflame Surabaya. Alasan peneliti memilih PT. Oriflame adalah karena pada tahun 2010, PT Oriflame Indonesia merupakan perusahaan kosmetik dengan sistem penjualan langsung No. 1 di Indonesia. Namun fokus penelitian ini adalah PT. Oriflame yang ada di Surabaya (www.oriflame.co.id).

1.3 Batasan Masalah

Discretionary effort pada salesperson

(5)

dari yang diharapkan, atau melebihi permintaan normal atau persyaratan atau harapan dari pekerjaannya.

Gender Gap

Pria dan wanita berbeda dalam hal karakteristik personal yang menghasilkan

discretionary work effort karena wanita lebih engage kepada perusahaan dan memiliki level altruistic organizational citizenship behavior yang lebih tinggi.

Pemberian Reward

Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan (Bull, 2008).

Reward terbagi menjadi dua yaitu financial reward dan non-financialreward.

Financial reward adalah Reward yang terdiri dari upah berdasarkan kerja. Dalam penelitian ini reward yang dilihat adalah gaji salesperson di PT. Oriflame, Surabaya.

Salesperson pada PT. Oriflame Surabaya

Subyek penelitian ini adalah salesperson pada PT. Oriflame Surabaya. Perusahaan tersebut dipilih karena PT. Oriflame merupakan perusahaan kosmetik dengan sistem penjualan langsung No. 1 di Indonesia.

1.4 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap

Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya?

1.5 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward

terhadap Discretionary Effort pada Salesperson PT. Oriflame Surabaya.

1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu psikologi dan menambah kajian ilmu psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi mengenai hubungan antara gender gap dan pemberian reward terhadap discretionary effort pada

salesperson.

(6)
(7)

BAB II Landasan Teori

2.1 Discretionary Effort

Dubinsky & Skinner (2002) menyebutkan bahwa discretionary effort adalah kinerja (perilaku tertentu atau aktivitas) dimana salesperson

melakukan lebih dari kewajibannya, memberikan lebih dari yang diharapkan, atau melebihi permintaan normal atau persyaratan atau harapan dari pekerjaannya. Salesperson tidak diharuskan untuk engage

dengan perilaku tersebut, tetapi ia memilih untuk melakukannya, sehingga ia bekerja melebihi panggilan tugasnya tanpa dipaksa oleh perusahan.

Usaha dapat didefinisikan sebagai dorongan, energi, atau aktivitas untuk menyelesaikan tugas (Brown & Peterson, 1994). Discretionary effort mengindikasikan extra-role performance (MacKenzie, et al., 1999).

Extra-role performance dapat diartikan sebagai perilaku salesperson yang

discretionary, dimana tidak secara spesifik diakui oleh sistem pemberian

reward perusahaan dan memiliki dampak menyehatkan bagi organisasi (Dubinsky & Skinner, 2001). Lebih jauh lagi, hal itu bukan merupakan bagian dari job description pekerja dan tidak akan diberikan hukuman bila gagal menunjukkan perilaku tersebut (MacKenzie, et al., 2001).

Dubinsky & Skinner (2002) menyatakan bahwa terdapat empat kategori umum model anteseden dari discretionary effort yang dilakukan oleh salesperson, yaitu organizational antecedents, salesperson precursors, customer antecedents, dan environmental factors. Organizational antecedents berhubungan dengan fenomena dalam perusahaan yang dapat menimbulkan discretionary effort yang terdiri dari faktor yang berhubungan dengan sales manager atau management. Salesperson precursors mengacu pada ciri kognitif, afektif atau objektif tertentu dari individu dan terdiri dari faktor personal dan reaksi yang berhubungan dengan pekerjaan. Customer antecedents berkontribusi pada

(8)

2.2 Gender Gap dalam Discretionary Work Effort

Pendapat mengenai alasan mengapa pria dan wanita berbeda dalam hal discretionary work effort dibagi menjadi dua kategori besar dan hal ini memberikan prediksi tentang siapa yang lebih memiliki komitmen terhadap discretionary work effort (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Pertama, pria dan wanita berbeda dalam hal karakteristik personal yang menghasilkan discretionary work effort (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Kedua, pria dan wanita memiliki perbedaan level discretionary work effort

sebagai hasil dari pekerjaan yang dipegangnya (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Dibandingkan dengan Pria, Wanita lebih engage kepada perusahaan dan memiliki level altruistic organizational citizenship behavior yang lebih tinggi (Lin, 2008; Lovell et al., 1999). Bagi wanita, discretionary work effort itu penting untuk memenangkan persetujuan dari organisasi (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Ketika organisasi menganggap wanita bersifat altruis dan suportif maka wanita tersebut memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010).

Salah satu stereotype percaya bahwa wanita merasa lebih helpful,

cooperative, dan supportive dibandingkan dengan pria (Eagly & Crowley, 1986). Dalam sebuah pekerjaan proses sosialisasi yang dilakukan wanita digunakan untuk menunjukkan dedikasi mereka kepada pekerja lain, atau organisasi dibandingkan dengan pria (Kidder & Parks, 2001). Sehingga wanita disebutkan kembali memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi daripada pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010).

Tetapi dalam studi cultural lain menemukan bahwa wanita lebih berfokus pada rumah dan keluarga, sedikit komitmen terhadap organisasi dan pekerjaan, dan hanya memikirkan gaji (Curran, 1988). Wanita terlihat kurang antusias dalam memanfaatkan waktu bekerjanya : Mereka lebih sering absen dari pekerjaan (Mastekaasa & Olsen, 1998), Mereka sering membatasi jam kerjanya dan mengambil lebih banyak waktu untuk berlibur (Maume,2006b).

Gorman & Kmec (2010) menyatakan bahwa job sex composition

(9)

Sex composition dari pekerjaan individu mempengaruhi kesungguhan seseorang untuk melakukan usaha lebih dalam bekerja (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Dalam setting pekerjaan yang didominasi oleh satu

gender, pekerja dengan kedua gender (wanita dan pria) akan mengikuti norma dari salah satu gender yang mendominasi (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Sehingga wanita yang bekerja di suatu perusahaan yang didominasi oleh wanita akan memiliki kepuasaan kerja yang tinggi daripada wanita yang bekerja di perusahaan yang didominasi oleh laki-laki karena gender yang berkuasa adalah wanita (Hodson, 1989). Ketika kepuasaan kerja seorang wanita meningkat maka discretionary work effort seseorang tersebut akan meningkat pula (Gorman, E & Kmec,J, 2010).

Kontroversi gender gap dalam discretionary work effort diatas terjadi di negara yang menjadi sampel penelitian sebelumnya yaitu United State dan Britania. Oleh karena itu peneliti ingin menambah data penelitian dengan menjadikan negara Indonesia sebagai sample penelitian. Sehingga salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan dari gender gap dengan discretionary work effort pada pekerja

salesman di Indonesia.

2.3 Pemberian Reward

Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan (Bull, 2008). Reward terbagi menjadi dua yaitu financialreward dan

(10)

Purcell (2003) menyatakan bahwa salah satu kondisi yang diperlukan untuk terbentuknya discretionary behavior adalah cara SDM dan reward policies, praktek yang dilaksanakan oleh front-line managers

dan cara top-level, nilai yang dianut budaya organisasi yang ditetapkan oleh mereka, akan meningkatkan atau melemahkan efek dari kebijakan SDM dalam memicu discretionary behavior.

Perusahaan membentuk program Manajemen reward untuk melakukan improvisasi pelaksanaan organisasi dengan mengembangkan sistem penghargaan yang membantu untuk menarik, menahan, dan mengikutsertakan orang sebagai sandaran bisnis (Amstrong, 2010). Manajemen reward berkonsentrasi pada strategi, kebijaksanaan dan proses yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa penilaian terhadap orang dan kontribusi yang mereka buat untuk mencapai tujuan organisasi, departemen dan tim telah diakui dan dihargai (Amstrong, 2010).

Ekonom tenaga kerja membedakan antara efek yang mendorong dari hadiah finansial (menghasilkan keterlibatan dan usaha yang lebih) dan efek yang menarik (menarik pegawai dengan kualitas yang lebih baik). Isu yang mendasar adalah sejauh mana manfaat hadiah finansial ini memberikan efek pacu (Amstrong, 2010).

2.4 Tinjauan Pustaka Mengenai Hubungan Antar Variabel

Gorman & Kmec (2010) menyebutkan bahwa strategi yang digunakan untuk meningkatkan discretionary work effort meliputi pemberian dana insentif, social control process di dalam kerjasama tim, hubungan karyawan yang melibatkan pertukaran sosial dan pertukaran ekonomi, dan budaya organisasi yang menunjukkan loyalitas dan inisiatif. Peneliti menghubungkan pemberian dana insentif dengan pemberian

reward yang mempengaruhi discretionary work effort. Pemberian reward

(dalam hal ini reward eksternal) yang didapatkan antara pria dan wanita berbeda.

Selain itu, adanya gender gap dalam sebuah perusahaan juga memberikan pengaruh terhadap discretionary work effort. Dibandingkan dengan Pria, Wanita lebih engage kepada perusahaan dan memiliki level

(11)

Lovell et al., 1999). Bagi wanita, discretionary work effort itu penting untuk memenangkan persetujuan dari organisasi (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Ketika organisasi menganggap wanita bersifat altruis dan suportif maka wanita tersebut memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Maka dari itu pemberian reward dan gender gap yang ada dalam sebuah perusahaan merupakan hal yang berkaitan terhadap discretionary effort.

Dalam hal ini, peneliti memandang bahwa terdapat hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward terhadap Discretionary Effort

pada Salesperson yang bekerja di Kota Surabaya.

2.5 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis :

“Ada hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward

terhadap Discretionary Effort pada Salesperson yang bekerja di Kota Surabaya”

engage kepada perusahaan dan memiliki level altruistic organizational citizenship

behavior yang lebih tinggi.

Pemberian Reward

Reward eksternal yang diterima wanita berupa gaji tidak sama dengan yang

didapatkan oleh pria.

Pemberian Reward

Reward eksternal yang diterima wanita berupa gaji tidak sama dengan yang

didapatkan oleh pria.

(12)

Bab III

Metode Penelitian

3.1 Tipe Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Pendekatan ini memiliki karakteristik antara lain data yang diperoleh berupa bukti secara empiris atau informasi yang diperoleh dikumpulkan dengan hati-hati berdasarkan suatu prosedur tertentu (Neuman, 2007). Penelitian kuantitatif menggunakan variabel, hipotesis, unit analisis dan penjelasan sebab-akibat (Neuman, 2007).

Tipe penelitian yang dimaksudkan disini adalah prosedur atau cara dalam menjalankan penelitian. Menurut Neuman (2007), prosedur yang biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif ada 3 (tiga) jenis, yaitu: eksperimen, survei dan content analysis. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian survei. Penelitian survei sering disebut correlational (Neuman, 2007). Penelitian survei menggunakan variabel kontrol dan menghubungkannya melalui analisis statistik. Kerlinger (2004) menyatakan bahwa metode penelitian survei memiliki karakteristik :

1. Prosedur sampling yang cermat dan ketat.

2. Adanya desain keseluruhan dan implementasi desain/rancangan kajian.

3. Definisi yang jelas-tegas serta spesifikasi masalah penelitian dan analisis serta penafsiran data.

Penelitian survei yang dilakukan penulis memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan (explanatory research). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tujuan penelitian ini adalah menjelaskan hubungan korelasional antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Neuman,2007). Ini sejalan dengan tujuan penelitian yaitu menguji secara empirik ada tidaknya hubungan antara Gender Gap dan Pemberian Reward

terhadap Discretionary Effort pada Salesperson yang bekerja di Kota Surabaya.

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian

(13)

a. Variabel independen (X)

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu gender gap sebagai variabel independen pertama (X1) dan pemberian reward sebagai variabel independen yang kedua (X2). Anggapan mengenai gender gap diangkat karena wanita memiliki discretionary work effort yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Gorman, E & Kmec,J, 2010). Sementara pemberian reward digunakan sebagai (X2) karena reward menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi discretionary behaviour (Purcell, 2003).

Reward adalah bentuk apresiasi kepada suatu prestasi tertentu yang diberikan, baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan (Bull, 2008).

b. Variabel dependen (Y)

Kriteria subjek yang ditetapkan penulis adalah sebagai berikut : 1. Berstatus sebagai karyawan PT. Oriflame Surabaya.

2. Karyawan laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang setara.

Pengambilan data atas subjek penelitian dilakukan dengan accidental sampling. Penulis memberikan kesempatan pada semua subjek penelitian untuk terlibat dalam penelitian dengan cara memberitahukan kepada semua subjek penelitian tentang adanya penelitian tersebut. Dalam jangka waktu tertentu diberikan kesempatan kepada subjek penelitian untuk terlibat dalam penelitian. Dengan cara ini diharapkan diperoleh sampel yang representatif, yang memenuhi sifat-sifat sebagai berikut (Singarimbun & Effendi, 1989) : 1. Memberikan gambaran yang dapat dipercaya

dari seluruh populasi yang diteliti.

(14)

kedua penelitian adalah sama) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar).dari taksiran yang diperoleh.

3. Sederhana sehingga mudah untuk dilaksanakan.

4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang serendah-rendahnya.

3.4 Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan terstruktur dengan alternatif jawaban yang telah tersedia sehingga responden tinggal memilih jawaban sesuai dengan aspirasi, persepsi, sikap, keadaan, ataupun pendapat pribadinya (Suyanto dkk, 1994). Jawaban dari kuesioner dapat dimanifestasikan ke dalam angka-angka, tabel analisis statistik dan uraian serta kesimpulan hasil penelitian. Hasil pengukuran dengan menggunakan kuesioner untuk discretionary effort dan gender gap serta pemberian reward

diukur dengan menggunakan skala Likert sehingga data yang diperoleh berupa data interval.

a. Alat ukur discretionary effort

Alat yang digunakan untuk mengukur variabel dependen adalah dengan 15 item discretionary effort questionnaire. Instrumen ini dikembangkan dari

survey tools dari Yankelovich dan Immerwhr (1983) dan Benkoffs (1997)

b. Alat ukur gender gap dan pemberian reward

Alat yang digunakan untuk mengukur variabel independen adalah dengan

Gender Empowerment Measure. Instrumen ini terdiri dari tiga dimensi yaitu partisipasi politik dan pengambilan keputusan, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan, serta kekuasan atas sumber daya ekonomi (United Nations Development Project Report, 2005 dalam Siegel, 2005).

3.5 Validitas dan reliabilitas alat ukur 3.5.1 Validitas alat ukur

(15)

Validitas isi suatu alat ukur ditentukan oleh sejauhmana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Singarimbun & Effendi, 1989). Alat ukur yang disusun berdasarkan kawasan ukur yang teridentifikasi dengan baik dan dibatasi dengan jelas, secara teoritik akan valid (Azwar, 2006). Dalam pengukuran validitas isi suatu penelitian, keterkaitan aitem dengan tujuan ukur dengan tujuan penelitian dapat dievaluasi lewat nalar dan akal sehat.

3.5.2 Reliabilitas alat ukur

Singarimbun dan Effendi (1989) mendefinisikan reliabilitas sebagai indeks yang menunjukkan sejauhmana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konsistensi internal (internal consistency). Estimasi reliabilitas dengan pendekatan reliabilitas konsistensi internal didasarkan pada data dari sekali pengenaan satu bentuk alat ukur pada sekelompok subyek (Azwar, 2005).

Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1. Semakin koefisien reliabilitas mendekati 1 maka semakin tinggi reliabilitasnya. Begitu juga sebaliknya, koefisien yang semakin rendah dan mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya (Azwar, 2006).

3.6 Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun & Effendi, 1989). Dalam proses ini seringkali digunakan statistik.

Hadi (2000) mengemukakan agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik, maka haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan dalam penyelidikan harus sampel yang diambil dengan cara random.

(16)

3. Bentuk distribusi variabel X dan variabel Y dalam populasi adalah atau mendekati distribusi normal.

Teknik korelasi yang dipakai menganalisis data dari penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment. Penulis menggunakan teknik ini karena teknik ini melukiskan hubungan antara dua variabel. Operasionalisasi teknik ini menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows.

Selanjutnya, besar nilai r (koefisien korelasi) dapat diinterpretasikan untuk memperkirakan kekuatan hubungan korelasi, seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 10. Interpretasi terhadap Nilai r Hasil Analisis Korelasi

Interval nilai r Interpretasi 0,001 - 0,200 Korelasi sangat lemah 0,201 – 0,400 Korelasi lemah 0,401 – 0,600 Korelasi cukup kuat 0,601 – 0,800 Korelasi kuat 0,801 – 1,000 Korelasi sangat kuat

(17)

Daftar Pustaka

Amstrong, M. (2010). Armstrong’s Essentials Human Resource Management Practice. London: KoganPage.

Anonim. (2010). Sekilas Mengenai Oriflame. Diakses pada tanggal 5 Juli 2014 dari http://www.oriflame.co.id/

Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Benkhoff, B. (1997). Ignoring commitment is costly: new approaches establish the

missing link between commitment and performance. Human Relation. 50 (6), 701-726

Brown SP, Peterson RA. The effect of effort on sales performance and job satisfaction. J Mark 1994; 58:70 – 80.

Bull, Victoria. (2008). Oxford Dictionary. United Kingdom: Oxford University Press. Curran, M. M. (1988). Gender and recruitment: People and places in the labor

market. Work, Employment, & Society, 2, 335-351.

Dubinsky A.J., Skinner S.J. Industrial Marketing Management 31 (2002) 589–598. Eagly, A. H., & Crowley, M. (1986). Gender and helping behavior: A meta-analytic

review of the social psychological literature. Psychological Bulletin, 100, 283-308.

Eurostat (2010, Oktober). Gender pay gap statistics. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari

http://epp.eurostat.ec.europa.eu/statistics_explained/index.php/Gender_pay_ga p_statistics

Hadi, S. (2004). Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset.

Kerlinger, F.N. (2004). Azas-Azas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kidder, D. L., & Parks, J. M. (2001). The good soldier: Who is s(he)? Journal of Organizational Behavior, 22, 939-959.

(18)

Lin, C. P. (2008). Examination of gender differences in modeling OCBs and their antecedents in business organizations in Taiwan. Journal of Business and Psychology, 22, 261-273.

Lovell, S. E., Kahn, A. S., Anton, J., Davidson, A., Dowling, E., Post, D., et al. (1999). Does gender affect the link between organizational citizenship behavior and performance evaluation? Sex Roles, 41, 469-478.

Gender pay gap getting worse, not better: Australian study (2010, September). The China Post. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari http://www.chinapost .com.tw/life/discover/2010/09/01/270850/Genderpay. htm

Hodson, R. (1989). Gender differences in job satisfaction: Why aren’t women more dissatisfied? Sociological Quarterly, 30, 385-399.

MacKenzie SB, Podsakoff PM, Paine JB. Do citizenship behaviors matter more for managers than for salespeople? J Acad Mark Sci (1999);27:396–410. MacKenzie SB, Podsakoff PM, Rich GA. Transformational and transactional

leadership and salesperson performance. J Acad Mark Sci (2001);29:115– 34.

Marchetti, M. (1996). Women’s movement. Sales Mark Manage, 148(4), 76 – 82. Mastekaasa, A., & Olsen, K. M. (1998). Gender, absenteeism, and job characteristics:

A fixed effects approach. Work and Occupations, 25, 195-228.

Maume, D. J. (2006). Gender differences in taking vacation time. Work and Occupations, 33, 161-190.

Neuman W. L. (2007). Basics of Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approachs (2ed). Boston: Allyn &Bacon

Office for National Statistics (2010a). Earning: full-time gender pay gap narrows. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari

http://www.statistics.gov.uk/CCI/nugget.asp?ID0167

(19)

Rasmusson E. (2000). Does your sales force need a new look? Sales Mark Manage, 152(5):13.

Siegel, E. (2005). The Gender Gap and Growth: Measures Models and the Explained.

Departemen of Economic: University of Copenhagen

Singarimbun, M & Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Statistics Canada (2010, Juni). Summary Tables: Average earnings by sex and work

pattern (all earners). Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari http://www40.statcan.gc.ca/l01/cst01/labor01a-eng.htm

U.S. Census Bureau (2011). Historical income tables: People. Diakses pada tanggal 4 Juli 2014 dari

http://www.census.gov/hhes/www/income/data/historical/people/index.ht ml

Gambar

Tabel 10. Interpretasi terhadap Nilai r Hasil Analisis

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari aspek perkembangan ilmu (teoritis) penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan referensi dibidang psikologi perkembangan, terutama yang

a) Secara teoritis kajian, diharapkan penelitian ini dapat menambah kekayaan studi Ilmu Komunikasi khususnya bagi perkembangan penelitian dengan analisis

Manfaat teoritis, khususnya bagi para ilmuwan psikologi penelitian ini menambah wawasan terhadap bidang psikologi, khususnya psikologi sosial yang berkaitan dengan pengaruh

Manfaat teoritis adalah bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk memperkaya khasanah ilmu

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu teknologi mengenai penggunaan sistem yang telah

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu ekonomi khususnya di bidang transportasi jasa, yang dimana akan

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis/teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi

Manfaat teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah bahwa hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan kajian dan referensi bagi pihak-pihak atau instansi terkait