ABSTRACT
SEMIOTIC ANALYSIS OF EROTICA IN PACAR HANTU PERAWAN (2011) MOVIE POSTER
By
WAHDYA NURUL QOLBY
Horror movie posters in Indonesia are developing to be more erotic, one of them is Pacar Hantu Perawan (2011) movie poster. Horror movie poster is tending to cause fear, dread, and shock, but this poster provide sexual desire. There should be a signs interpretation of this movie poster so we could understand what kind of ideology it bring up inside.
The study was done in Pacar Hantu Perawan (2011) movie poster with Roland Barthes Semiotic analysis technique. Held by Feminist-Marxist theory,
it’s bringing the study to be one of social critics study. Observation and
documentation were done to gather all data. The sign analysis was held in denotation, connotation, and myth.
this movie. The myth says that the sexy woman is they are who set up American fashion and the ghost has behavior as lively as human.
ABSTRAK
ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM PACAR HANTU PERAWAN (2011)
Oleh
WAHDYA NURUL QOLBY
Perkembangan poster film horor Indonesia mengarah pada nilai yang lebih erotik, salah satunya adalah poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Poster film horor yang seharusnya menimbulkan rasa ngeri dan ketakutan justru malah memancing hasrat birahi. Perlu adanya suatu interpretasi makna tanda dalam poster film tersebut sehingga dapat dipahami ideologi apa yang disampaikan dan dibangun di dalamnya.
tertentu. Denotasi berupa gambar ilustrasi, tipografi judul, subjudul, serta title credit yang kurang memenuhi syarat elemen visual poster film yang baik. Konotasi berupa poster film dengan tema cinta dan erotika, hantu sebagai lelucon merupakan peran pendukung dalam film ini. Mitos dalam poster film ini adalah perempuan seksi adalah perempuan dengan gaya fesyen ala Amerika, hantu bukanlah objek yang menakutkan, serta manusia dan hantu memiliki kesamaan dalam hal tingkah laku.
ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM PACAR HANTU PERAWAN (2011)
Oleh
WAHDYA NURUL QOLBY
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU KOMUNIKASI
Pada
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSTAS LAMPUNG
ANALISIS SEMIOTIK EROTIKA PADA POSTER FILM PACAR HANTU PERAWAN (2011)
(Skripsi)
Oleh
WAHDYA NURUL QOLBY
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSTAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya Ilir, Lampung Tengah pada tanggal 14 September 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Rianto dan Ibu Siti Munjiah.
Pendidikan formal yang pernah penulis tempuh adalah pendidikan TK Dharmawanita Bumi Dipasena Sejahtera, Tulang Bawang diselesaikan tahun 1998, SDN 1 Bumi Dipasena Sejahtera, Tulang Bawang diselesaikan pada tahun 2004, SMPN 1 Rawajitu Timur, Tulang Bawang diselesakan pada tahun 2007, dan SMAN 2 Menggala, Tulang Bawang diselesaikan pada tahun 2010.
SANWACANA
Alhamdulillahihorbbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik
Erotika pada Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011)” dapat diselesaikan. Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;
2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi;
3. Bapak Agung Wibawa, S. Sos. I., M. Si., selaku Pembimbing atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi ini;
ii
5. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Administrasi Jurusan Ilmu Komunikasi dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung;
6. Kedua orangtua, Bapak Rianto dan Ibu Siti Munjiah, serta adik tercinta
Iqbal Ridho Abdillah yang telah memberikan do’a dan dukungan yang tak
terhingga kepada penulis;
7. Sahabatku Andrie, Elsa, Iin, Cahyatin, Tira, Esy, Emirullyta, Waskito, Galuh, Darwin, Bagus, Andini, Tiara Luthfi, The Backpacker Crew dan seluruh teman-teman Ilmu Komunikasi 2010 atas dukungan, kebersamaan, dan kenangan selama studi. Semangat dan sukses untuk kita semua;
8. Kepada seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat.
Bandarlampung, 19 Mei 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR BAGAN ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Erotika ... 12
A.1.Penelitian Terdahulu ... 13
A.2.Perbedaan Erotika dan Pornografi ... 17
A.3.Indikator Erotika dalam Perangkat Budaya ... 18
B. Poster Film ... 23
B.1.Simbol dalam Poster ... 23
B.2.Poster sebagai Visualisasi Film... 24
B.3.Elemen Visual Poster Film ... 25
C. Film Horor ... 26
C.1.Subgenre Film Horor ... 28
D. Semiologi Roland Barthes ... 29
iv
III. METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian ... 34
B. Pemikiran Teoritis ... 34
C. Tipe Penelitian ... 35
D. Definisi Konsep ... 35
E. Metode Penelitian... 37
F. Teknik Pengumpulan Data ... 37
G. Sumber Data ... 38
H. Teknik Analisa Data ... 39
I. Kriteria Kualitas Penelitian ... 40
IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Poster ... 44
B. Poster Film Indonesia ... 45
C. Filmografi Pacar Hantu Perawan (2011) ... 47
D. Sinopsis Film Pacar Hantu Perawan (2011) ... 49
V. HASIL DAN PENELITIAN A. Analisis Elemen Visual Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) ... 52
B. Analisis Makna Tanda dalam Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) ... 58
C. Mitos dalam Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) ... 90
D. Sintesa ... 100
VI. PENUTUP A. Kesimpulan ... 103
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1. Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010 ... 45 2. Penggolongan Tanda ... 59 3. Makna Warna Menurut Molly E. Holzschlag ... 64 4. Isyarat Gerak Erotik dalam Poster Film Pacar Hantu
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1. Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) ... 7
2. Dewi Perssik ... 48
3. Vicky Vette ... 48
4. Misa Campo ... 48
5. Jonathan Frizzy ... 48
6. Natha Narita ... 48
7. Rafi Cinoun ... 48
8. Olga Syahputra ... 48
9. K.K. Dheeraj ... 48
10.Ilustrasi Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011) Berupa Foto ... 53
11.Tagline1 ... 54
12.Tagline2 ... 54
13.Nama-nama Pemeran Utama dan Pendukung ... 54
14.Logo K2K Production ... 55
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan
1. Erotika dan Pornografi ... 22 2. Kerangka Pikir ... 33 3. Grafik Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lahirnya karya Marx dan Friederich Engels mengenai sistem produksi dan kehidupan sosial-ekonomi menjadi induk cabang tradisi pemikiran kritik ilmu komunikasi. Sebagai sebuah pemikiran, tradisi kritik memberikan kontribusi yang besar terhadap teori-teori yang menyangkut bagaimana kekuatan, tekanan, dan keistimewaan sebagai hasil dari bentuk-bentuk komunikasi tertentu dalam masyarakat. Marx mengajarkan bahwa cara-cara produksi dalam masyarakat menentukan sifat dari masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi adalah dasar dari semua struktur sosial. Dalam sistem kapitalis, keuntungan mendorong produksi, yaitu suatu proses yang berakhir dengan menekan buruh atau pekerja.
bagian dari sebuah industri budaya yang secara harfiah menciptakan simbol dan gambaran yang dapat menekan kelompok kecil.1
Berbicara mengenai industri budaya yang menciptakan simbol, film merupakan salah satu media massa yang menciptakan simbol-simbol dalam industri budaya. Hal ini yang membuat film menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan produksi film, komunikator dalam hal ini sutradara, berusaha mengemas pesan menjadi rangkaian alur film yang sarat nilai-nilai. Karena sifat penyampaiannya yang massif inilah yang menyebabkan film menjadi media komunikasi massa paling efektif dalam mempengaruhi audiens. Audiens yang passif menerima begitu saja apa yang disajikan oleh film. Dengan teknologi penyajian yang tinggi dan alur cerita yang segar menjadikan film berdaya tarik besar dalam meraih simpati audiens. Penonton terbawa ke dalam nuansa psikologis yang dibangun film kemudian mengabsorbsinya ke dalam nilai yang dianut sehingga tidak sedikit penonton yang pada akhirnya menjadikan film sebagai pedoman kehidupan.
Ada beberapa genre film yang dapat dikategorikan sebagai yang paling populer dalam beberapa dekade yaitu film horor. Film horor menjadi genre film yang paling populer di Indonesia setelah fim Jelangkung (2001) berhasil meraih 700 ribu penonton. Keberhasilan ini membuat perubahan arah genre yang dominan horor pada perfilman Indonesia dalam dekade terakhir. Selain itu, Tempo dalam
1
3
sebuah laporannya menyebutkan bahwa film horor Kuntilanak (2006) ditonton oleh 2,4 juta penonton, Hantu Bangku Kosong (2007) meraup jumlah penonton 843 ribu orang, film Rumah Pondok Indah (2006) ditonton oleh 700 ribu orang, film Hantu Jeruk Purut (2006) mencapai 790 ribu orang, film Pocong 2 (2006) sebanyak 813 ribu orang. Bahkan selama tahun 2000-2007 produksi film horor berjumlah sekitar 40% dari total film yang diproduksi.
Film horor sebenarnya telah ada di Indonesia sejak Indonesia masih di bawah kekuasaan Belanda. Katinka van Heeren menyebutkan bahwa genre film horor telah diproduksi sejak tahun 1930-an. Film Doea Oeler Poeti en Item (1934) oleh The Teng Cun dianggap sebagai film horror pertama. Setelah itu film Lisa (1971) yang menjadi film horor pertama yang dibuat pada masa Orde Baru, disusul oleh film Beranak dalam Kubur (1971), kemudian diikuti oleh produksi film horor lain selama dekade tahun 1970-an hingga 1990-an.
membuktikan kebenarannya menjadi jamuan yang banyak disajikan dalam film horor saat ini. Terlebih lagi, kini film horor Indonesia banyak melakukan impor aktris luar negeri sebagai pendongkrak kepopuleran film tersebut. Tidak tanggung-tanggung, aktris yang ditawarkan merupakan nama-nama yang berkecimpung di dunia perfilman dewasa seperti Maria Ozawa, Terra Patrick, Sora Aoi, Rin Sakuragi, dan Sasha Grey.2 Hadirnya aktris-aktris film dewasa tersebut sedikit banyak merubah citra dan rasa film horor Indonesia menjadi berbau erotis.
Perubahan alur, karakter, dan ikon ini mencerminkan perubahan situasi produksi film di Indonesia sekaligus perubahan sosial-politik-ekonomi yang telah melanda masyarakat Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Riceour3 mengatakan bahwa titik tolak struktur naratif adalah alur. Oleh karena itu, pemilihan alur tertentu mencerminkan wacana tertentu. Dalam pengertian Foucoult, wacana adalah sebuah konstruksi sosial atas kenyataan, serangkaian gagasan dan praktik sosial-kultural yang membentuk bagaimana sebuah subjek melihat dan menilai dunia. Konsep wacana ini juga dituangkan sang pembuat film dalam poster film itu sendiri.
Poster film sebagai media komunikasi visual dibuat untuk menyampaikan informasi mengenai film yang diusung sekaligus sebagai media promosi. Poster
2
Sumber: http://indonesiaartnews.or.id/artikeldetil.php?id=113id edisi 12 Juni 2011,
Mempornokan Perfilman Indonesia
3
5
film adalah cetakan yang relatif luas ataupun display suatu barang atau peristiwa pada sebuah papan ataupun kertas yang kebanyakan berupa ilustrasi, iklan, atau pemberitaan untuk mengomunikasikan sesuatu dan sekaligus menarik perhatian orang lain akan suatu produk film.4 Bungin5 menyebutkan bahwa proses desain poster atas visualisasi film dalam tahapan dimana poster dirancang berdasarkan konsep dasar pemasaran layaknya iklan. Dengan memperhatikan perilaku sosial di masyarakat sebagai wacana kajian.
Sebagai media informasi dan promosi, poster film cukup banyak menggambarkan konten film secara eksplisit. Konten film sebagai wacana, disajikan sedemikian rupa dalam poster film dengan mempertimbangkan aspek visual, tanda, dan makna tentunya. Film horor sebagai film yang mengundang rasa takut dalam poin pentingnya, justru kini banyak menampilkan erotika dalam sajian naratifnya.
Erotika merupakan adjektiva bagi kata erotisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), erotik berkenaan dengan cinta asmara, nafsu birahi, dan bersifat (bertema) keasmaraan (tentang karya seni). Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa erotika merupakan semua materi yang berakar pada hal-hal yang berhubungan dengan cinta atau nafsu birahi, baik dalam sajian film, literatur, foto, video, dan sebagainya. Contoh dari sebuah karya yang erotik seperti puisi erotik yang banyak ditulis orang sepanjang zaman, diantaranya karya Henri Baude (1430-1495) dan Charles Baudelaire (1821-1867) di Prancis. Di tanah air banyak
4
Margono (1998) dalam Gustina, Citra. 2010. Tren Poster Film Indonesia Periode tahun 2000-2010. Universitas Lampung.
terdapat karya yang menggambarkan tindakan seksual seperti Centhini, dan di India Kama Sutra. Secara visual, erotika digambarkan dengan menampakkan bagian tubuh tertentu seperti paha, payudara, bokong secara close-up atau medium shot; menampilkan atau mengesankan ketelanjangan; mengesankan tindakan seksual atau persenggamaan; menampilkan ekspresi wajah atau mimik dan atau pose yang berhasrat seksual; gerakan atau tarian erotik; serta penggunaan kata-kata erotik (yang didasari libido).
Dalam karya erotik suatu gambaran tentang tindakan seksual dianggap sebagai bagian kehidupan manusia yang seringkali dianggap sebagai bagian penting dari kehidupan pribadi dan sosial.6 Mengutip pandangan Bungin yang menyatakan proses desain poster berdasarkan konsep pemasaran dengan memperhatikan „perilaku sosial‟ masyarakat, hal ini menjelaskan bahwa karya erotika merupakan
suatu bagian dari perilaku sosial yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan pribadi dan sosial masyarakat Indonesia. Dikatakan sebagai bagian dari kehidupan sosial masyarakat karena erotika hadir dalam setiap kesempatan dimana sektor publik dalam produksinya secara eksplisit diintegrasikan dengan nilai erotika. Salah satunya adalah poster film horor Indonesia.
Poster film horor Indonesia mengalami banyak perubahan alur sebagaimana yang terjadi pada filmnya. Poster film sebagai teras muka dari suatu film menjanjikan suatu kesan tertentu yang sengaja dimunculkan untuk menarik perhatian khalayak.
6
7
Hal ini menjadi dasar pertimbangan integrasi nilai erotika ke dalam poster film. Salah satunya adalah poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Film yang dibintangi Dewi Persik ini juga menghadirkan aktris film porno luar negeri Vicky Vette dan model seksi Misa Campo. Dalam suatu scene terdapat gambar Vicky dan Misa dalam balutan bikini, hampir seluruh lekuk tubuh dua bintang film dewasa itu dipamerkan dalam adegan tersebut. Selain itu, Dalam adegan Dewi Persik mandi, terlihat jelas Dewi mengenakan pakaian transparan yang mempelihatkan pakaian dalamnya. Selain itu, goyangan erotis yang menunjukan kemolekan tubuhnya sambil didepan kamera mempertegas erotika didalamnya.7
Gambar 1. Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011)
7
Poster film Pacar Hantu Perawan (2011) termasuk dalam kategori poster erotik karena di dalamnya terdapat visualisasi bagian tubuh tertentu seperti paha, payudara dan bokong secara close-up atau medium shot; menampilkan ekspresi wajah atau mimik dan atau pose yang berhasrat seksual; dan menggunakan kata „perawan‟ yang berarti „milik wanita‟ (dalam aspek biologis dan sosial) yang bersumber pada hasrat atau nafsu birahi.
Poster film sebagai media komunikasi visual tersusun dari serangkaian tanda dengan makna yang dibuat berdasarkan wacana tertentu. Untuk dapat melihat poster film sebagai bagian dari kajian komunikasi, tidak salah bila kita memposisikan poster film sebagai sekumpulan tanda yang tersusun atas gambar, teks, warna, dan wacana. Sehingga akan lebih mudah apabila analisa tanda dan makna dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011) dengan menggunakan metode analisa Semiotika Roland Barthes.
9
apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan makna konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
Barthes mengkritik masyarakatnya dengan mengatakan bahwa semua yang sudah dianggap wajar dalam sebuah kebudayaan sebenarnya adalah hasil dari proses konotasi. Bila konotasi menjadi tetap, itu akan menjadi mitos, sedangkan kalau mitos menjadi mantap, akan menjadi ideologi. Ia mengatakan bahwa dalam sebuah kebudayaan selalu terjadi “penyalahgunaan ideologi” yang mendominasi pemikiran masyarakat.8 Ideologi yang berkembang di masyarakat sebagai hasil dari konotasi dan mitos merupakan ideologi yang dikonstruksikan. Sebagaimana sebuah drama yang telah dibuat skenarionya sehingga pada akhirnya penonton akan merasa bahwa pertunjukkan drama itulah realitas yang sesungguhnya.
Kehadiran tanda dalam industri budaya merupakan suatu kajian yang penting untuk didalami. Karena kita sebagai bagian, pembentuk, dan pemakai budaya, perlu untuk dapat membedakan apa yang lahir sebagai budaya konstruksi media. Begitu pula dengan poster film Pacar Hantu Perawan (2011). Dengan analisa semiotika Roland Barthes penulis berusaha untuk dapat menggali makna tanda dalam paparan denotasi, konotasi, dan mitos dalam budaya tanda media massa Indonesia khususnya dalam poster film horor.
8
Berdasarkan paparan tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai erotika dalam poster film horor Indonesia yang berjudul Pacar Hantu Perawan dengan menggunakan analisa semiotika Roland Barthes.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan memperhatikan metode analisa Semiotika Roland Barthes maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimanakah denotasi erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan (2011)?
b. Bagaimanakah konotasi erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan (2011)?
c. Bagaimanakah mitos erotika pada poster film Pacar Hantu Perawan (2011)?
C. Tujuan Penelitian
11
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Secara teoritis kajian, diharapkan penelitian ini dapat menambah kekayaan studi Ilmu Komunikasi khususnya bagi perkembangan penelitian dengan analisis kualitatif dengan model pendekatan semiotika Roland Barthes. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan membuka cakrawala berpikir yang lebih baik dalam studi komunikasi yang objektif dan bermanfaat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Erotika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), erotik berkenaan dengan cinta asmara; nafsu birahi; bersifat (bertema) keasmaraan (tentang karya seni). Sedangkan erotika merupakan ajektiva dari kata erotik. Sehingga dapat dikatakan bahwa erotika merupakan semua materi yang memiliki sifat erotik. Definisi yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merujuk kata erotik sebagai sebuah tema, nuansa, atau kondisi yang berkenaan dengan atau diilhami oleh cinta, nafsu birahi, keasmaraan.
13
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa erotika merupakan literatur atau karya yang bertema dan bertujuan menimbulkan hasrat seksual. Pada dasarnya erotika berkaitan erat, dan bahkan didasari oleh libido yang dalam perkembangan selanjutnya teraktualisasi dalam keinginan seksual. Libido merupakan dasar atau ilham untuk menggambarkan sesuatu yang lebih luas misalnya konsep cinta, perbedaan antar jenis, atau masalah yang timbul dalam tradisi interaksi sosial.
A.1.Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya. Penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah–langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep. Tinjauan pustaka harus mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan permasalahan penelitian: teori, konsep-konsep, analisa, kesimpulan, kelemahan dan keunggulan pendekatan yang dilakukan orang lain.
erotika dalam poster film horor untuk perkembangan ilmu komunikasi selanjutnya.
Telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai erotika. Ratih Puspaning Ayu (2006) yang menganalisis Konstruksi Erotika dalam Majalah Cosmopolitan (Analisis Semiotik Artikel pada Rubrik Love and Lust. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa, pertama, penggunaan bahasa lisan-tulis cenderung tulis (akademik-ilmiah) dalam teks sudah sangat efektif, mengingat khalayaknya adalah perempuan menengah ke atas (dewasa-berpendidikan). Kedua, pemilihan bahasa dan penampilan selera merupakan upaya Cosmopolitan untuk merangkul khalayak. Pemilihan bahasa terkait dengan strategi ideologis, yaitu menerapkan solusi penyederhanaan problem hidup melalui penyeragaman selera seksual–dengan strategi bujuk rayu. Sedangkan, penampilan selera berkaitan dengan strategi “pemolesan wajah”, yaitu mengkonstruksi citra majalah Cosmopolitan sebagai majalah kelas atas–dengan menampilkan materi seks ilmiah-edukatif. Ketiga, Cosmopolitan merupakan majalah khusus perempuan yang menganut ideologi liberalisme seksual dengan keberpihakan pada ideologi kapitalis-patriarki (bertentangan dengan spirit liberasi seksual).
Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa efek negatif dari tampilan
15
(terkategori porno atau tidak), melainkan juga harus dilihat dari substansi
materi seksualnya (tingkat edukasi dan efek psikologisnya bagi pembaca).
Dengan demikian, diperlukan kajian-kajian tentang ketidakadilan gender
dalam media massa, melalui berbagai studi terhadap penggunaan bahasa
dalam teks erotik di media, dengan tujuan membuka kesadaran dan
meningkatkan pengetahuan khalayak tentang strategi ideologis media dalam
mempengaruhi pandangan, tindakan, dan minat pembaca.
Selanjutnya penelitian yang berjudul Analisis Struktural-Semiotik Roman La
Salamandre Karya Jean-Christophe Rufin oleh Rizka Kurniawati (2011).
Penelitian ini berfokus pada objek penelitian roman La Salamandre karya
Jean-Christophe Rufin yang diterbitkan oleh Gallimard pada tahun 2005.
Penelitian yang dikaji berkaitan dengan unsur-unsur intrinsik yaitu alur,
penokohan, latar, tema, dan keterkaitan atau wujud hubungan antar unsure
tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif
dengan pendekatan teknik analisis isi (content analysis). Validitas data
diperoleh dan diuji dengan validitas semantik. Sedangkan reliabilitas data
diperoleh dengan teknik pembacaan dan penafsiran teks roman La
Salamandre dan didukung dengan teknik expert-judgement.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) roman La Salamandre
mempunyai alur campuran dengan lima tahapan penceritaan yaitu la
situation initiale, l’action se déclenche, l’action se développe, l’action se
utama dalam cerita ini adalah Catherine, sedangkan tokoh-tokoh tambahan
adalah Gilberto dan Aude. Cerita ini mengambil latar tempat dominan di
Paris, Recife, dan Olinda. Latar waktu dalam cerita ini terjadi pada tahun
1986. Latar sosial dalam roman ini adalah kehidupan masyarakat Brazil
dengan rasismenya yang kental, (2) unsur-unsur intrinsik tersebut saling
berkaitan dalam membangun keutuhan cerita yang diikat oleh tema. Adapun
tema yang mendasari cerita ini adalah tentang pencarian jati diri, (3) wujud
hubungan antara tanda dan acuannya terlihat pada ikon (ikon topologis, ikon
diagramatik, ikon metafora), indeks (l’indice trace, l’indice indication),
simbol (le symbole emblême, le symbole allégorie, le symbolle ecthèse).
Makna cerita yang terkandung dalam roman ini yaitu keputusan yang diambil secara emosional akan memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan.
17
secara konotatif atau yang disebut Roland Barthes sebagai identifikasi tahap dua. Dalam identifikasi tahap dua ini menyertakan nilai-nilai ideologi budaya yang terbentuk lewat mitos. Nilai mitos yang ingin diusung dalam estetika karya film maupun video adalah dominasi pria atas perempuan.
A.2.Perbedaan Erotika dan Pornografi
Erotika jelas berbeda dari pornografi. Pornography1 adalah sexually explicit writing, images, video, or other material whose primary purpose is to cause sexual arousal; lurid or sensational material, often used in combination: violence pornography. Bila diterjemahkan menjadi „tulisan, gambar, video, atau materi lain yang secara eksplisit mengandung materi seksual yang bertujuan untuk membangkitkan hasrat seksual; materi yang mengerikan atau sensasional, sering berbentuk kombinasi: pornografi dengan kekerasan‟. Definisi ini menunjukkan bahwa ada sebuah penekanan dimana pornografi merupakan semua produk yang menunjukkan kegiatan seksual secara eksplisit bahkan ada beberapa yang menyertakan kekerasan di dalamnya. Tentu hal ini berbeda dengan erotika yang menggunakan „ilham‟ dari libido atau nafsu cinta sebagai tema
dalam materinya.
Erotika berasal dari kata Yunani Kuno, Eros, yaitu nama dewa cinta, putera Aphrodite, sedangkan pornografi berasal dari bahasa Yunani yaitu
porne „pelacur‟ dan graphein „menulis‟. Jelaslah bahwa makna erotika lebih mengarah pada penggambaran perilaku, keadaan, atau suasana yang didasari libido dalam arti keinginan seksual, sedangkan makna pornografi lebih cenderung pada tindak seksual yang ditonjolkan untuk membangkitkan nafsu birahi. Jika selanjutnya kita tinjau definisi pornografi dalam bahasa Prancis2, kita akan lebih melihat sifat „kasar‟ yang ada dalam pornografi, yaitu „representation des choses obscenes
(cetak tebal dari penulis) en matiere litteraire on artistique; publications obscenes‟ penyajian hal-hal cabul dalam sastra atau seni; penerbitan cabul.
A.3.Indikator Erotika dalam Perangkat Budaya
Erotika sebagai sebuah nilai memiliki batas yang berbeda antara masyarakat satu dengan yang lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam memahami sesuatu yang erotik itu pornografis atau tidak, tergantung pada kebudayaan yang kita miliki.3 Kita akan sulit bila mendeskripsikan erotika dengan definisi yang dibuat masyarakat dalam konvensi tidak tertulis.
Tidak adanya kejelasan tentang batasan tampilan seksual yang mengarah pada erotika dan atau pornografi menyebabkan standarisasi porno dan erotika menjadi relatif. Ada UU Pornografi namun tidak ada UU Erotika.
2
Lexis (1979) dalam Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
19
Pemerintah telah berusaha merumuskan standarisasi tersebut ke dalam RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Namun hingga saat ini kehadirannya masih belum bisa menjelaskan secara komperehensif, ditambah sebagian masyarakat tidak mau menerima berlakunya peraturan tersebut.
Di dalam UU Pornografi No 44 tahun 2008, pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau perrtunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Pada Bab II mengenai Larangan dan Pembatasan Pasal 4 poin (1) berbunyi: setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memper-jualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; b. Kekerasan seksual;
c. Masturbasi atau onani;
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; e. Alat kelamin; atau
Dalam peraturan ini, pornografi dijelaskan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seksual. Ada peraturan lain yang juga membatasi masalah adegan seksual yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Di dalam P3SPS tidak tertulis secara detail mengenai erotika, namun pada Bab XII tentang Pelarangan dan Pembatasan Seksual Bagian Pertama Pelarangan Seksual Pasal 18 berbunyi “Program siaran yang memuat adegan seksual dilarang:
a. menayangkan ketelanjangan dan/atau penampakan alat kelamin; b. menampilkan adegan yang menggambarkan aktivitas seks
dan/atau persenggamaan;
c. menayangkan kekerasan seksual;
d. menampilkan suara yang menggambarkan berlangsungnya aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
e. menampilkan percakapan tentang rangkaian aktivitas seks dan/atau persenggamaan;
f. menayangkan adegan dan/atau suara yang menggambarkan hubungan seks antarbinatang secara vulgar;
g. menampilkan adegan ciuman bibir;
h. mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot;
i. menampilkan gerakan tubuh dan/atau tarian erotis; j. mengesankan ketelanjangan;
21
l. menampilkan kata-kata cabul.
Peraturan ini telah mendefinisikan adegan seksual baik yang erotik maupun porno secara bersamaan. Namun peraturan ini dibuat untuk kegiatan penyiaran, dimana penyiaran atau yang disebut broadcasting memiliki pengertian sebagai kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan atau sarana transmisi di darat, di laut, dan di antariksa dengan menggunakan spectrum frequency radio (sinyal radio) yang berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat melalui udara, kabel dan atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Sehingga kurang tepat bila peraturan ini dijadikan sebagai acuan untuk mengkategorisasi erotika secara lebih luas.
Bagan 1. Erotika dan Pornografi
Gambar di atas menunjukkan bahwa antara erotika dan pornografi memiliki pengertian yang berbeda namun ada persamaan di antara keduanya. Hubungan ini seperti continuum, di mana erotika berada di salah satu ujung dan pornografi berada di ujung lain dan keduanya terhubung di daerah persinggungan. Hal ini menjelaskan bahwa sesuatu yang erotika dapat berarti pornografis maupun tidak. Daerah persinggungan ini ada karena kedua kategori ini sama-sama berakar pada hasrat seksual. Perbedaan yang terjadi ada pada fungsinya. Pornografi dibuat untuk membangkitkan hasrat seksual/libido, namun tidak selalu begitu dalam erotika. Seperti karya Sade yang mengilhami kata „sadis‟,
tulisan-tulisannya bermuatan erotis namun ia sendiri tidak mau karya-karyanya disebut pornografis karena semuanya dibuat sebagai kritik sosial.
Erotika Pornografi
[image:40.595.208.443.126.264.2]23
B. Poster Film
Poster film sebagai media komunikasi visual dibuat untuk menyampaikan informasi mengenai film yang diusung sekaligus sebagai media promosi. Poster film adalah cetakan yang relatif luas ataupun display suatu barang atau peristiwa pada sebuah papan ataupun kertas yang kebanyakan berupa ilustrasi, iklan, atau pemberitaan untuk mengomunikasikan sesuatu dan sekaligus menarik perhatian orang lain akan suatu produk film.
B.1.Simbol dalam Poster
Komunikasi didefinisikan sebagai "proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku".
terdapat kesesuaian pemahaman tentang simbol-simbol tersebut, tercapai suatu keadaan yang bersifat komunikatif.4
B.2.Poster sebagai Visualisasi Film
Poster merupakan media yang mampu membentuk imajinasi atau bayangan orang akan film yang diwakilinya. Poster turut pula memvisualisasikan realitas semu kedalam alam pikiran orang yang kemudian semakin lama akan menjadi bayangan akan reka cerita suatu film.
Proses design poster atas visualisasi film dibentuk dalam tahapan dimana poster dirancang berdasarkan konsep dan logika komunikasi, serta pemberian konsep dasar pemasaran layaknya iklan, dengan memperhatikan perilaku sosial di masyarakat sebagai wacana kajian.5 Wacana kajian yang dimaksud berkembang melalui media interaksi simbolis dengan permainan semiotika yang dikemas dalam bentuk wacana kreativitas, seni, sosial dan budaya populer sehingga menghasilkan sebuah tahap proses dalam koridor realitas sebuah film. Berbicara tentang poster sebenarnya lebih merujuk pada penggunaan simbol karena sebagian besar tampilan yang disajikan pada sebuah poster tidak menggambarkan sebuah realitas dan memiliki referensi yang jelas
4
Morissan dan Wardhany, Andy Corry. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia. 5
25
terhadap produk filmnya tetapi dipakai untuk menarik mata dan rasa ingin tahu dari orang-orang.
Saat ini kita berada dalam era simulasi dimana simbol didorong oleh media merupakan salah satu aspek simulasi. Dari simbol memberitahu kita apa yang harus dilakukan, simbol ini membentuk selera, pilihan, kesukaan dan kebutuhan kita. mengkonsumsi menjadi sangat penting, bukan apa yang kita konsumsi atau apa yang sebenarnya kita inginkan. Kita mengira bahwa kebutuhan pribadi kita terpenuhi tetapi kebutuhan ini sebenarnya adalah kebutuhan yang disamakan yang dibentuk oleh penggunaan tanda-tanda dalam media.6
B.3.Elemen Visual Poster Film
Menurut Askurifai Baksin7, elemen-elemen yang harus ada pada poster film antara lain adalah sebagai berikut.
a. Ilustrasi. Karena ilustrasi merupakan unsur yang menarik dalam poster dan harus banyak ditonjolkan pada poster film
b. Tagline. Karena tagline merupakan premis dari sebuah film yang akan ditayangkan untuk mengundang rasa penasaran.
6
Littlejohn, Stephen W. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta: Penerbit Salemba. 7
c. Titel Kredit (Credit Title) Titel kredit dalam poster film terdiri atas nama, produser film, sutradara, judul film, nama-nama pemeran utama dan pemeran pendukung, desainer kostum, pembuat efek visual (visual effect), pengarah musik, editor film, desainer produksi, pengarah koreografi, fotografer, penyusun naskah skenario, logo-logo pendukung suara, serta logo-logo perusahaan. d. Tipografi Judul Film. Tipografi judul film merupakan bagian dari rancangan grafis yang diciptakan oleh desainer grafis dengan harapan mewakili konsep, karakteristik serta kekuatan kata-kata guna mengekspresikan cerita filmnya.
C. Film Horor
Menurut Askurifai Baksin8 film horor Indonesia cenderung diangkat dari tradisi, adat, ritual, menampilkan keadaan yang benar-benar dialami masyarakat setempat. Ketegangan, kerisauan, kejijikan, dan berbagai ketidakmasukalan yang disuguhkan dalam film-film horor merupakan situasi yang berkembang dalam masyarakat. Dalam alur cerita film horor, berbagai kekuatan, kejadian, atau karakter jahat, terkadang semua itu berasal dari dunia supernatural, memasuki dunia keseharian masyarakat Indonesia.
8
27
Horor9 adalah a very strong feeling of fear, dread, and shock; the quality of something that cause of fear, dread, and shock: the horrible or shocking quality or character of something; something that causes feelings of fear, dread, and shock: something that is shocking and horrible. Definisi pertama merujuk pada horor sebagai ketakutan, kengerian, dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu hebat. Kedua, horor sebagai tema yang berkenaan dengan ketakutan, kengerian, dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu hebat. Dan yang ketiga menyebutkan horor sebagai sesuatu yang berkenaan dengan ketakutan, kengerian, dan kecemasan yang menyakitkan dan begitu hebat.
Dengan demikian, pengertian dari film horor adalah film yang dirancang untuk menerbitkan rasa, takut, teror, atau horor dari para penontonnya. Film horor memusatkan diri pada tema kejahatan dalam berbagai ragam bentuknya. Dalam film horor Indonesia sosok yang adalah hantu yang bergentayangan untuk melampiaskan dendam, sang hantu yang sebelumnya adalah manusia biasa selalu teraniaya, diperkosa, diinjak-injak, dan dihinakan. Balas dendam hanya bisa terjadi ketika sang manusia berubah sebagai hantu.
9
C.1.Subgenre Film Horor
Menurut Seorang kritikus film Amerika, Charles Derry dalam bukunya Dark Dreams: A Psychological History of the Modern Horror Film (1977) membagi genre horor dalam tiga subgenre.10
a. Horror-of-personality adalah jenis film horor yang tak lagi menokohkan karakter-karakter mistis sebagai sumber horornya. Dalam horor jenis ini, objek horor bukan lagi sosok berciri monster, melainkan manusia biasa yang terlihat normal dan biasanya baru pada bagian akhir cerita tampak tabiatnya yang mengerikan. Secara tipikal, film-film jenis ini memberikan tekanan pada tema-tema psikologi aliran Freud dan seks. Contoh film dari subgenre horor ini adalah film Hannibal dan Saw.
b. Horror-of-the-Armageddon adalah jenis film horor yang memetik arketip kisah/mitologi biblikal tentang kiamat. Namun, dalam film, arketip ini diambil melewati rute perkembangan film-film fiksi ilmih (science-fiction) pada 1950-an. Contoh film dari subgenre horor ini adalah film-film Zombie yaitu, 28 Weeks Later, Dawn of The Dead, Shaun of The Dead dan film The Birds.
10
29
c. Horror-of-the-Demonic adalah film yang menawarkan tema tentang dunia yang buruk karena kuasa Setan ada di dunia, dan selalu mengancam kehidupan umat manusia. Kuasa Setan/Kejahatan itu bisa hanya berupa penampakan spiritual belaka. Contoh film dari subgenre horor ini adalah Child’s Play, Nightmare On Elm’s Street, The Exorcist dan The Omen.
Melihat dari ceritanya, film horor Indonesia menggunakan subgenre Horror-of-the-Demonic. Karena film-film horor Indonesia selalu mengisahkan tentang kekuasaan dari setan itu sendiri, contohnya adalah film Tengkorak Hidoep, Dendam Nyi Roro Kidul, Jelangkung, Pocong, Suster Ngesot, dan Kuntilanak.
D. Semiologi Roland Barthes
Semiotika berasal dari kata semeiotics yang diperkenalkan oleh Hippocrates (460-377 SM), penemu ilmu medis Barat. Hippocrates menggambarkan semeion sebagai “gejala-gejala” yang kini lebih dikenal dengan istilah “tanda”. Tanda -tanda (sign) adalah basis atau dasar dari seluruh komunikasi. menurut Littlejohn, manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya dan banyak hal yang bisa dikomunikasikan di dunia ini.
menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan, saluran komunikasi, dan acuan yang dibicarakan. Sementara semiotika signifikasi tidak mempersoalkan adanya tujuan berkomunikasi. Pada jenis yang kedua, yang lebih diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan ketimbang prosesnya.11
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan „tanda‟. Sebuah
gambar atau poster, sebagaimana ditunjukkan oleh poster dari British Army (1990-an) memiliki sarat makna. Mengapa tokoh yang dipilih justru berasal dari kalangan warga kulit hitam. Gambar ini menimbulkan banyak tafsiran yang sarat makna.
Roland Barthes dilahirkan pada 1915 di Cherbourg, Prancis utara. Pemikirannya mengenai system tanda amat terkenal dengan konsep sintagmatik-paradigmatik untuk menjelaskan konsep budaya. Hal lain dari Barthes mengenai tanda yang terdiri dari signifiant ataau signifier dan signifie atau signified yang ia kembangkan menjadi expression „ungkapan‟ (untuk signifiant) dan contenu „isi‟ (untuk signifie). Namun, kemudian ia pun mengembangkan teori tanda tersebut menjadi teori tentang denotasi dan konotasi.
11
31
Unsur erotis, baik verbal maupun nonverbal, yang dilihat sebagai tanda, terdiri dari dua segi yang tak terpisahkan. Segi pertama adalah penanda (signifiant) yang dicerap oleh penerima tanda. Pada saat yang sama penanda itu dikaitkan dengan petandanya (signifie) yang merupakan konsep tentang penanda itu. Menurut Barthes, ditinjau dari segi pemakai tanda, hubungan penanda (disebut expression „ungkapan‟; lambang E) dan petanda (disebut contenu „isi‟; lambang C) juga tidak
hanya terjadi satu kali, melainkan berlanjut. Ia mengungkapkan bahwa hubungan atau relasi (R) dalam konteks E1R1C1 yang merupakan hubungan dalam yang disebut sebagai sistem primer akan mengalami perluasan ke arah suatu sistem sekunder yang mengandung relasi baru E2R2C2 (Hoed, 2011).
Barthes menulis: such sign system can become an element of a more comprehensive sign system. If the extension is one of content, the primary sgn (E1R1C1) becomes the expression of a secondary sign system:
E2= (E1R1C1) R2C2
yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan makna konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
1 Signifier 2 Signified 3 Sign
II SIGNIFIED I SIGNIFIER
III SIGN
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud. Van Zoest (1991) menegaskan siapa pun bisa menemukan ideologi dalam teks dengan jalan meneliti konotasi-konotasi di dalamnya.
E. Kerangka Pikir
Poster film sebagai media komunikasi massa visual tersusun atas serangkaian tanda dengan makna tertentu. Film horor sebagai genre film yang popular di Indonesia juga menggunakan poster film sebagai media informasi dan visualisasi film itu sendiri. Film Pacar Hantu Perawan (2011) sebagai salah satu film horor yang kontroversial dibuat sedemikian rupa sehingga menampilkan erotika dalam posternya. Hal ini berkontradiksi dengan tujuan film horor itu sendiri yang titik poin eksistensinya untuk menghadirkan rasa takut. Erotika yang digambarkan
Langue (code)
33
dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011) dapat dianalisa dengan menggunakan dikotomis tanda semiotika Roland Barthes yang meliputi Denotasi, Konotasi, dan Mitos. Kerangka berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
Bagan 2. Kerangka Pikir
Poster Film Pacar Hantu Perawan (2011)
Analisis Semiotika Roland Barthes
Denotasi Konotasi
Kesimpulan makna erotika dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011)
III. METODE PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis, di mana media massa dipahami berhubungan dengan kekuasaan dalam masyarakat dan dominasi kepentingan tertentu terhadap lainnya. Penekanan dari paradigma ini adalah kepada kekuatan media massa karena potensi media massa untuk menyebarkan ideologi dominan dan potensinya untuk mengekspresikan ideologi yang alternatif dan berlawanan dengan ideologi dominan atau ideologi resistensi (Junaedi, 2007 dalam Esther, 2010).
B. Pemikiran Teoritis
Penelitian ini menggunakan teori Feminis-Marxis untuk memahami erotika sebagai buah dari kapitalisme media. Dalam pemikiran teori Feminis-Marxis, perempuan merupakan kelas subordinat dalam kegiatan produksi kapitalis. Para feminis menyadari bahwa ketidakadilan gender dilatarbelakangi oleh konstruksi sosial-ekonomi yang berpihak pada laki-laki (patriarki). Sehingga pemberian
35
sering terjadi. Rosemarie Tong dalam bukunya Feminis Thougt (2006) berpendapat bahwa Feminisme Marxis mengidentifikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap perempuan. Opresi terhadap perempuan tersebut bukanlah hasil tindakan sengaja dari satu individu, melainkan produk dari struktur politik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup.
C. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Menurut Kenneth D. Bailey, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena secara detil untuk menggambarkan apa yang terjadi.1
D. Definisi Konsep
Merupakan batasan terhadap masalah-masalah yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga tujuan dan arahnya tidak menyimpang. Adapun yang menjadi definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Erotika
Secara visual, erotika berupa segala penampakan manusia (khususnya perempuan) dengan mengeksploitasi bagian-bagian tertentu seperti paha,
1
payudara, perut, dan bokong, tanpa menyertakan ketelanjangan. Sedangkan secara verbal, erotika berupa tulisan dan kata-kata yang menggambarkan tindakan erotis, dan atau eksploitasi bagian tubuh perempuan dengan tujuan menimbulkan hasrat/nafsu seksual.
2. Poster Film
Cetakan yang relatif luas ataupun display suatu barang atau peristiwa pada
sebuah papan ataupun kertas yang kebanyakan berupa ilustrasi, iklan,
ataupun pemberitaan untuk mengkomunikasikan sesuatu dan sekaligus
menarik perhatian orang lain akan suatu produk film.
3. Film Horor
37
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analisis isi kualitatif dengan pendekatan semiotika Roland Barthes. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengetahui dan menganalisa apa yang justru tidak terlihat, atau dengan kata lain ingin melihat isi komunikasi yang tersirat. Saat ini banyak metode analisis isi yang menggunakan pendekatan analisis isi kualitatif diantaranya: analisis semiotika, analisis framing, analisis wacana, analisis wacana kritis, analisis retorika, dan ideological criticism. Metode penelitian yang digunakan dalam semiotika adalah interpretatif. Jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif.2
F. Teknik Pengumpulan Data
Data adalah segala sesuatu yang sudah dicatat, segala sesuatu itu dapat berupa dokumen, batu-batuan, pohon, manusia. Berkaitan dengan rangkaian kegiatan penulisan yang dilakukan maka tentunya diperlukan data-data yang relevan dengan fokus penulisan untuk dianalisa dan memperoleh gambaran umum sebagai hasil penulisan. Pengumpulan data merupakan suatu proses mencari data yang diperlukan dalam penulisan. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk mengumpulkan data.
2
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik pengamatan terhadap bahan penelitian, yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan pengamatan dan pecatatan pada objek penelitian berupa:
1. Observasi
Salah satu cara pengumpulan data dalam mengkaji fenomena sosial yang dijadikan sebagai objek penelitian ini dengan teknik observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan dengan melihat dan memperhatikan secara teliti dan mendalam mengenai objek yang diteliti.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang relevan berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.
G. Sumber Data
39
2. Data skunder, adalah informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Data skunder dibagi menjadi dua kelompok menurut sumbernya yaitu data internal yang tersedia di tempat penulisan dilakukan. Dan data eksternal yang merupakan data perolehan dari pihak luar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data primer berupa arsip dokumentasi poster film Pacar Hantu Perawan (2011) pada website filmindonesia.or.id dan sumber data sekunder berupa buku-buku, jurnal, internet, skripsi terdahulu yang berkaitan dengan analisa penelitian.
H. Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa tanda semiotika Roland Barthes, dengan formula sebagai berikut.
E2 = (E1R1C1) R2C2
Keterangan:
E : Ekspresi (Signifier)
R : Hubungan
C : Isi (Signified)
Formula tersebut dapat digunakan untuk menganalisa tanda dengan makna yang terbentuk atas hubungan denotasi (E1R1C1) dan konotasi. Denotasi atau makna
mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek sedangkan makna konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
1 Signifier 2 Signified 3 Sign
II SIGNIFIED I SIGNIFIER
III SIGN
Dengan digunakannya teknik analisa ini, diharapkan peneliti mampu membaca makna yang ada dibalik poster film Pacar Hantu Perawan (2011).
I. Kriteria Kualitas Penelitian
Penelitian dalam tradisi pemikiran kritis menilai kualitas suatu penelitian dari hal sejauh mana penelitian tersebut menjadi sebuah studi yang memiliki kejelasan historical situatedness, yaitu tidak mengabaikan konteks sejarah, politik-ekonomi, serta sosial-budaya yang melatarbelakangi fenomena yang diamati.3 Sehingga penelitian kritis tidak selalu berguna untuk mengeneralisasi fenomena sosial tetapi merupakan studi holistik.
Erotika sebagai bagian dari budaya, sudah ada bersamaan dengan kehadiran manusia itu sendiri. Masyarakat primitif mengasosiasikan seksualitas dengan
3
Fardiyan, Ahmad Rudi. 2010. Nilai-Tanda Objek dalam Masyarakat Konsumen (Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Blackberry). Universitas Indonesia.
Langue (code)
Myth
Denotasi
41
kegiatan supranatural atau bahkan berhubungan erat dengan kepercayaan yang dianut. Di beberapa negara Asia seperti India, Nepal, Sri Lanka, Jepang dan Cina, representasi kegiatan seksual dan karya seni erotik memiliki simbol magis. Sedangkan Yunani dan Romawi menjadikan erotika sebagai tema dalam seni yang berhubungan dengan alam dan kepercayaan terhadap dewa-dewa.4
Berbagai penggambaran erotika telah ditemukan sejak zaman Paleolitikum dan Mesolitikum. Dimana terdapat gambar manusia dengan penggambaran karakteristik seksual berlebihan di dinding gua Cresswell Crag, Inggris. Berbagai bentuk kerambah dengan penggambaran kegiatan seksual banyak ditemukan sebagai peninggalan zaman Pompeii dan Romawi. Di India bahkan ada literatur yang berisi serangkaian petunjuk manual berjudul Kamasutra.
Seiring berkembangnya masyarakat dan teknologi percetakan, erotika juga turut berkembang. Di Eropa, berbagai lukisan erotis tentang mahluk mitologi atau dewa-dewa muncul sejak abad ke-14. Hingga abad ke-17, karya erotika dan pornografi mulai diedarkan baik dalam bentuk lukisan maupun literatur seperti karya Sade. Abad ke-18 merupakan awal perkembangan erotika dalam fotografi. Banyak majalah yang dicetak dengan gambar-gambar erotik perempuan. Tahun 1940 muncul istilah pin-up photo untuk foto perempuan dengan fokus pada paha dan dada. Pertengahan abad 20 lahirlah majalah Playboy dengan model Marylin
4
Monroe. Jenis majalah seperti inilah yang menjadi cikal bakal konsumsi majalah pornografi hingga saat ini.
Erotika dan perempuan seperti menyatu sejak zaman awal peradaban manusia dimulai. Hal ini bermula sejak masa perkembangan masyarakat yang berciri
laki-laki sebagai ‘kepala’ rumah tangga. Dalam masyarakat seperti ini, keluarga
memainkan peranan penting untuk mengatur pembagian kelas, memastikan bahwa kekayaan tidak ada bagi kemakmuran mereka dan memiskinkan kemanusiaannya. Sistem produksi kapitalis yang menyandarkan peran kaum modal dan memposisikan perempuan sebagai pihak yang paling ditindas, adalah basis persoalannya.5
Sejarah menunjukkan bahwa pada mulanya, dunia bergerak maju karena manusia (laki-laki dan perempuan) telah berhasil mengelola alam dengan membuat, menggunakan, dan memodernisasi alat-alat kerja, sehingga hasil produksi dapat berlimpah (surplus). Ketidaksetaraan, penindasan, dominasi, diskriminasi, subordinasi perempuan berkembang dan terstruktur secara luas oleh karena kepemilikan pribadi terhadap surplus produksi dan alat-alat produksi (kelas). Imbas dari kapitalisme inilah yang mengarah pada eksploitasi erotika tehadap perempuan. Bentuk penanaman yang kontinu melalui berbagai literatur dan media menjadikan perempuan itu sendiri tidak sadar atas apa yang menimpa dirinya.
5
43
Hingga hari ini, erotika hadir sebagai produk kapitalisme media tidak terkecuali di Indonesia.
Adapun kriteria kualitas penelitian untuk jenis penelitian dengan paradigma kritis menurut Patton6 adalah sebagai berikut:
1. Perspektif kritis; meningkatkan kesadaran akan ketidakadilan;
2. Mengidentifikasi sifat dan sumber-sumber ketidakadilan dan ketidak-seimbangan;
3. Mewakili sudut pandang pihak yang lemah;
4. Menampakkan cara pihak yang memiliki kekuasaan untuk mengambil keuntungan dari situasi yang ada;
5. Memikat pihak yang lemah dengan penuh hormat dan kolaboratif; 6. Meningkatkan kapasitas pihak yang terlibat untuk mengambil tindakan; 7. Mengindentifikasi perubahan potensial; membuat strategi;
8. Praxis;
9. Konteks sejarah dan nilai yang jelas.
6
IV.GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Poster Film
Pada awalnya poster-poster film hanya berupa selebaran yang ditulis dengan
huruf-huruf balok berikut coretan-coretan seadanya. Kemudian terjadi
perkembangan menjadi gambar-gambar yang menyerupai aktor/aktris yang
berperan dalam film berikut adegan-adegan terpilih. Dari sana muncul
seniman-seniman yang mulai menggunakan warna-warna berani yang menjadi cikal bakal
pengembangan desain poster film.
Sampai pada tahun 1920-an, menurut Premiere poster bioskop masih terpengaruh
oleh teater. Pada masa itu teknik pembuatan poster masih dibuat dengan teknik
litografi, sebelum mereka mengenal foto offset. Sebagai alat pemasaran yang
utama sebelum era televisi, poster dikatakan tak ternilai harganya. Namun begitu
era televisi, serta gedung bioskop berukuran studio merebak, poster-poster
45
B. Poster Film Indonesia
[image:63.595.119.505.399.606.2]Poster film Indonesia terus berkembang seiring perkembangan film Indonesia itu sendiri. Dalam pembuatan sebuah poster biasanya ditentukan tema sesuai dengan narasi film tersebut. Tema menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang terlihat dari penggambaran sebuah poster.1 Berdasarkan penelitian mengenai Trend Poster Film Indonesia Periode tahun 2000-2014 oleh Citra Gustina, diperoleh hasil selama tahun 2000 sampai 2010 sejumlah 378 poster dengan kategori tema antara lain: komedi, drama, religi, heroik, mistik, dan erotik.
Tabel 1. Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010
Tahun Tema Total
Komedi Religi Drama Heroik Mistik Erotik
2000 - - 2 - - - 2
2001 - - 4 - 1 - 5
2002 - - 8 - 1 - 9
2003 - 1 8 - 1 - 10
2004 1 - 8 - 4 1 15
2005 - - 21 1 3 - 25
2006 - - 24 - 7 1 32
2007 - - 31 - 17 2 49
2008 3 3 41 - 17 8 74
2009 16 1 34 1 22 4 76
2010 7 1 40 3 11 19 82
Total 27 6 221 5 84 35 378
1
Berdasarkan data yang tergambar pada Tabel1. Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010 dan Bagan1. Grafik Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010 dapat dilihat terjadi peningkatan pada jumlah poster dengan tema erotik. Poster dengan tema erotik pertama kali muncul pada tahun 2004 sebanyak satu (1) buah poster, kemudian muncul kembali tahun 2006 dengan jumlah yang sama yaitu satu (1) poster. Diikuti tahun 2007 sebanyak dua (2) buah poster, tahun 2008 sebanyak delapan (8) buah poster, menurun di tahun 2009 sebanyak empat (4) buah poster dan bertambah drastis di tahun 2010 sebanyak 19 buah poster. Sehingga secara akumulasi, selama periode tahun 2000-2010, jumlah poster dengan tema erotik sebanyak 35 buah poster atau 9,2 % dari keseluruhan 378 buah poster film Indonesia.
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
p
e
rsen
tase
tahun
Bagan 3. Grafik Jumlah Poster Berdasarkan Tema Periode Tahun 2000-2010.
47
C. Filmografi Pacar Hantu Perawan (2011)
Film yang dirilis pada 6 Oktober 2011 ini merupakan salah satu produksi K2K Production. Rumah produksi film ini didirikan oleh K.K. Dheeraj pada tahun 2006 dengan visi untuk membangun perfilman kontemporer Indonesia. Dengan 150 staff dan kru, K2K Production berusaha meningkatkan dinamisasi film Indonesia bertaraf global dengan menggabungkan sinematografer, teknisi, aktor dan aktris yang terbaik di bidangnya.2
K.K. Dheeraj adalah seorang produser film Indonesia keturunan India yang seringkali menghasilkan film-film bertajuk komedi dewasa atau horor komedi yang kontroversial. K.K. Dheeraj dikenal sering menggunakan aktris porno dari luar negeri dalam film-filmnya, seperrti Leah Suzuki dalam Rayuan Arwah Penasaran (2010), Terra Patrick dalam Rintihan Kuntilanak Perawan (2010), Vicky Vette dalam Pacar Hantu Perawan (2011), dan Sasha Grey dalam Pocong Mandi Goyang Pinggul (2011).3
K2K Production membuat film Pacar Hantu Perawan (2011) di dua lokasi yang berbeda yaitu sebagian di Indonesia dan sisanya dibuat di Hot Springs, Arkansas, Amerika Serikat. Pengambilan gambar sengaja dibuat terpisah untuk menghindari terjadinya kerawanan sosial dan demi keamanan semua kru yang terlibat. Film ini disutradarai oleh Yoyok Dumprink dan ditulis oleh Melonys.
2
Sumber: k2kproduction.com diakses pada 25 Maret 2014. 3
Sumber: e-magazine kapanlagi.com dengan judul K.K. Dheeraj dan Sensasi dalam Film-Filmnya
Film ini dibintangi oleh Dewi Perssik sebagai Mandy, Vicky Vette sebagai Vicky, Misa Campo sebagai Misa, Jonathan Frizzy sebagai Romy, Natha Narita sebagai Joyce, Rafi Cinoun sebagai Alex, dan Olga Syahputera sebagai Yoga. Film ini lulus sensor pada 28 Juni 2011 dengan masa tayang 70 menit, tapi kemudian direvisi, disensor ulang, dan lulus dengan masa tayang 76 menit pada tanggal 22 Juli 2011.
Gambar 1 Dewi Perssik
Gambar 2 Vicky Vette
Gambar 3 Misa Campo
Gambar 4 Jonathan Frizzy
Gambar 5 Natha Narita
Gambar 6 Rafi Cinoun
Gambar 7 Olga Syahputra Gambar 8 K.K. Dheeraj
D. Sinopsis Film Pacar Hantu Perawan (2011)
Vicky, Mandy, dan Misa adalah kakak beradik sekandung. Alasan pekerjaan membuat mereka harus tinggal di dua negara yang berbeda: Vicky dan Misa di Amerika, sedangkan Mandy tinggal di Indonesia bersama Opa dan managernya, Joyce. Suatu hari Mandy yang sedang jenuh pergi berwisata bersama Joyce dan pacarnya Alex, ke sebuah hutan yang asri. Tempat itu dijuluki Hutan Jodoh, karena memiliki pancuran keramat yang bisa memberi jodoh. Joyce merasa menemukan Alex setelah melakukan ritual mandi di tempat itu. Dan ia yakin bahwa Mandy akan mengalami keberuntungan yang sama dengannya bila melakukan ritual di Hutan Jodoh tersebut.
Ternyata Mandy tidak percaya pada hal-hal yang bersifat takhayul, tetapi ia menerima saran Joyce sekadar untuk menyegarkan pikiran yang penat. Mandy, Joyce, dan Alex sampai di Hutan Jodoh pada sore hari dan mereka langsung melakukan mani ritual di pancuran tersebut. Malamnya, ketika sedang mengitari hutan, Mandy bertemu dengan seorang pria tampan bernama Romy. Mereka pun saling terpikat dan jatuh cinta.
mengalami keanehan demi keanehan. Mandy sering pergi ke kuburan Belanda tanpa sadar, seolah ia pergi berdua mengunjungi rumah Romy. Mandy tidak menyadari hal itu.
Sebagai sahabat, Joyce dan Alex merasa prihatin terhadap sikap aneh Mandy. Mereka pun diam-diam mengikuti Mandy ke kuburan Belanda yang sering dikunjunginya di malam hari. Mereka ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. tanpa di duga, Joyce dan Alex bertemu dengan penjaga kuburan yang bernama Yoga. Ternyata Yoga sudah mengetahui kebiasaan Mandy yang mengunjungi kuburan Belanda di malam hari. Yoga berpendapat bahwa Mandy telah terkena kutukan hantu Hutan Jodoh.
Hantu Hutan Jodoh bergentayangan karena mati secara misterius akibat ulahnya yang tidak percaya pada keramatnya ritual mandi di pancuran Hutan Jodoh dan bersikap tidak sopan di tempat itu. Untuk menghilangkan kutukan tersebut, saudara Mandy harus menjalankan puasa selama tiga hari berturut-turut kemudian membakar peti mati dan mayat hantu Hutan Jodoh. Joyce dan Alex berusaha menyadarkan Mandy atas hal buruk yang menimpa dirinya, tetapi ternyata Mandy bersikeras bahwa Romy bukanlah hantu Hutan Jodoh dan mereka akan menikah secepatnya.
51
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada poster film Pacar Hantu Perawan (2011) mengenai erotika dengan perspektif semiotika Roland Barthes, maka peneliti memiliki kesimpulan sebagai berikut.
104
2. Konotasi dalam poster film Pacar Hantu Perawan (2011) adalah judul film dengan genre horor yang bertemakan cinta dan erotika. Subjudul yang mencoba merangsang daya khayal dengan pertanyaan seputar hubungan asmara abnormal antara hantu dengan hantu atau manusia dengan hantu. Tiga orang perempuan dengan pakaian, pose, dan ekspresi yang menampilkan erotika. Ditambah pocong yang menjadi suruhan kuntilanak. Dan adanya keinginan hantu-hantu untuk menggapai ketiga perempuan di tengah, keriuhannya tampak seperti dalam sebuah pesta yang tergambar melalui gambar latar berupa konsep panggung pertunjukkan dengan latar belakang kehidupan di daerah perkotaan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis, maka saran yang dapat diberikan pada poster film horor Indonesia antara lain sebagai berikut.
1. Bagi film horor Indonesia sebaiknya tidak menyertakan erotika di dalam konten film maupun posternya. Hal ini dapat merubah cita rasa dari horor yang berisi ketakutan dan kengerian menjadi erotik. Selain itu, erotika pada poster juga dapat merubah pandangan masyarakat terhadap perempuan. Sehingga erotika tidak perlu menyisip pada poster film horor Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Cheng, Khoo Gaik, dkk. 2011. Mau Dibawa ke Mana Sinema Kita? Beberapa Wacana Seputar Film Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.
Cons, Tri Handoko, 2004. Ilustrasi Iklan Cetak dengan Pendekatan Afektif dalam Hubungannya dengan Penerimaan dan Ingatan Khalayak. Universitas Kristen Petra. Surabaya.
Creating Color Scheme by Molly E. Holzschlag diakses dari http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/16803/4/Chapter%20II.pdf pada 30 April 2014.
Daftar Film Horor Indonesia. http://www.filmindonesia.or.id/ diakses pada (10 Desember 2013 pukul 23.00)
Efendy, Onong U. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya bakti.
Fardiyan, Ahmad Rudi. 2010. Nilai Tanda Masyarakat Konsumerisme (Analisis Semiotika Roland Barthes pada Blackberry). Jakarta: Universitas Indonesia.
Gustiana, Citra. 2011. Trend Poster Film Indonesia (Analisis Visualisasi Poster Film Indonesia Periode Tahun 2000-2010). (Skripsi). Universitas Lampung. Bandarlampung.
Komisi Penyiaran Indonesia. 2012. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Jakarta.
Littlejohn, Stephen W. 2008. Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika.
Mangk