BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.
Luas desa ini 3,50 kilometer persegi atau 11,48 persen dari luas Kecamatan Beratagi
(BPS 2016).
Jarak dari desa dengan kota Kecamatan 12 Km, dari Ibukota Kabupaten sekitar
23 Km dan dari Kota Medan 55 Km dengan rincian, dari Kota Medan ke simpang Desa
Doulu 53 Km, sedangkan dari simpang Desa Doulu ke Desa Doulu 2 Km.
Untuk sampai ke lokasi tujuan penelitian, tidak cukup hanya sekali menaiki bus.
Dari Kota Medan, kita bisa menaiki bus besar yang menuju Berastagi maupun
Kabanjahe seperti Bus Sinabung dan Murni. Perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam.
Selanjutnya dari simpang Desa Doulu menuju Desa Doulu, kita bisa menaiki angkutan
umum atau ojek jika ada, yang memakan waktu kurang lebih 15 menit.
3. 2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah cerita rakyat Deleng Pertektekken. Data ini bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di Desa
Daulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo. Sumber data ini berkaitan langsung
dengan cerita yang dikaji.
Informan awal dipilih berdasarkan usia tertua yang ada di Desa Doulu ini. Kalau
orang yang dipilih ini tidak mengetahui cerita. maka ditanyakan kepadanya siapa
kira-kira yang memahami cerita. Demikiah seterusnya hingga akhirnya penulis mendapatkan
informan yang dapat mewakili informan yang sebenarnya.
3.2.2 Masyarakat Pendukung Cerita
Berdasarkan keterangan BPS 2016, jumlah penduduk Desa Doulu 2.554 orang,
Jumlah penduduk laki-laki 1.334 orang dan wanita 1.220 orang. Jumlah penduduk
termasuk yang bukan suku Karo yang tinggal di Desa Doulu. Semua penduduk yang
mengetahui cerita rakyat tersebut dianggap pendukung cerita Deleng Pertektekken. Dari sekian banyak masyarakat pendukung cerita, penulis hanya mengambil beberapa
masyarakat, sekitar lima orang saja.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara terhadap informan.
Penulis menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan
penulis. Alat bantu yang dipergunakan yaitu alat rekam (tape recorder), pulpen dan
buku tulis. Pedoman wawancara terlampir.
3.4 Teknis Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang telah diperoleh
adalah teknik deskriptif. Teknik ini sangat mendukung tercapainya tujuan penelitian
mengenai bentuk-bentuk -nilai moral yang terdapat dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken.
Prosedur penganalisisan data yang digunakan untuk menganalisis data penelitian
ini adalah:
1) Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Selanjutnya,
mengelompokkan data bentuk-bentuk nilai moral yang terdapat dalam cerita rakyat
Deleng Pertektekken berdasarkan rumusan masalah.
BAB IV
KAJIAN INTRINSIK DAN NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT KARODELENG PERTEKTEKKEN
4.1 Kajian Intrinsik dalam Cerita Rakyat Deleng Pertektekken
Pengkajian terhadap karya fiksi berarti menelaah, penyelidikan, atau mengkaji,
menyelidiki karya fiksi tersebut.Untuk melakukan pengkajian terhadap unsur-unsur
pembentuk karya sastra, khususnya fiksi, pada umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja
analisis. Istilah analisis, misalnya analisis karya fiksi, menyaran pada
pengertian-pengertian mengurai karya itu atas unsur-unsur pembentuknya tersebut, yaitu yang
berupa unsur-unsur intrinsiknya (Nurgiyantoro, 1995:30). Adapun unsur-unsur intrinsik
cerita rakyat “Deleng Pertektekken” adalah sebagai berikut:
4.1.1 Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga
peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku tersebut (Aminuddin, 2000:79).
Menurut Kosasih (2006:14) penokohan adalah cara pengarang dalam
menggambarkan karakter tokoh-tokoh. Ada berbagai cara untuk menggambarkan
karakter tokoh antara lain: (1) menyebut secara langsung; (2) gambaran fisik; (3)
perilak; (4) tata bahasa tokoh; (5) lingkungan kehidupan pikiran tokoh; (6) pembicaraan
Gambaran-gambaran tokoh yang terdapat pada cerita rakyat karo Deleng Pertektekken, yaitu:
1) Guru Penawar Remai
Guru Penawar Remai adalah tokoh utama dalam cerita rakyat karo Deleng Pertektekken. Ia adalah seoarang guru sakti dan merupakan seorang ayah yang memiliki sifat kurang peduli dan angkuh karena dibutakan oleh harta dan kekuatan yang
dimilikinya.
“Tetapi tetap saja guru tersebut kurang peduli dan karena merasa bahwa dia memiliki ilmu yang begitu hebat, maka dia berkata : “Tak usah sangsi, asalkan masih ada tulangnya sebesar sisir, dia masih dapat ku hidupkan.”
Akhirnya Guru Penawar Remai menyesal dan dia mengakui kesalahannya
dengan bersumpah dan membuang ilmunya.
“Apalah artinya ilmu dan harta yang kumiliki kalau anakku sendiripun tidak bisa lagi kuhidupkan, baiklah kubuanglah kekuatanku ini.”
2) Nini Kertah Ernala:
Nini Kertah Ernala adalah seorang tokoh yang memiliki sikap yang mau turun
tangan atau ikut campur karena sikap seseorang yang tidak baik.
“Mendengar keangkuhan dan kesombongan Guru Penawar Remai tersebut, lalu keramat deleng Sibayak, yaitu Nini Kertah Ernala yang lebih sakti mencuri tulang-tulang dua putri guru hebat ini.”
Menurut saya Nini Kertah Ernala juga memiliki sikap toleransi.
3) Kedua putri Guru Petawar Reme
Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa adalah anak dari Guru Penawar Remai,
tokoh ini memiliki sikap yang sayang kepada ayahnya, dan mengajarkan ayahnya untuk
menjadi lebih baik lagi.
“Lebih mahal kam rasa emas perak daripada nyawa bapak. Lebih berharga lagi kam rasa harta daripada anakmu bapak. Sudahlah Bapak, mungkin memang di sinilah tempat kami.”
4) Laki-laki dari Tanah Karo
Laki-laki dari tanah karo memiliki sifat yang sabar dan mau menolong.
“Datang seseorang laki-laki dari Tanah Karo memberitahukan kepada Guru Penawar bahwa dua anaknya dalam keadaan sakit keras, namun Guru Penawar kurang peduli. Hingga sudah beberapa bulan. laki-laki dari Tanah Karo itu datang lagi dan membawa berita dukacita, memberitahukan bahwa dua putri Guru Penawar telah meninggal dunia, tetapi tetap saja guru tersebut kurang peduli karena merasa bahwa dia memiliki ilmu yang begitu hebat.”
5) Tetangga dan Masyarakat Desa Doulu
Tetangga dan masyakat Desa Doulu memiliki sikap mau membantu dan
bekerjasama jika ada yang membutuhkan bantuan.
“Guru Penawar menanyakan pada tetangga di mana letak kuburan kedua putrinya, dan mulai mencari, namun tulang-tulang kedua putrinya itu sudah tidak ada lagi. Sehingga para masyarakat atau tetangga sekitar ikut mencari.”
4.1.2 Setting/Latar
dan fungsi psikologis. Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis antara lain, sebagai berikut:
(1) setting yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat, misalnya kota Jakarta, daerah pedesaan, pasar, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, serta
benda-benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna
apa-apa, sedangkan setting psikologis adalah setting yang berupa lingkungan atau
benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu
makna serta mampu mengajukan emosi pembaca, (2) setting fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik sedangkan setting psikologis dapat
berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat
tertentu, (3) untuk memahami setting yang bersifat fisikal pembaca cukup
melihat dari apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap setting psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran, dan, (4)
terdapat saling pengaruh dan ketumpangtindihan antara setting fisikal dengan
setting psikologis.
Menurut Kosasih (2006:15) latar adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa.
Setting/latar dalam cerita rakyat Deleng Pertetekken, yakni:
1) Latar Tempat
a. Di Tanah Karo, tepatnya Desa Doulu.
b. Di luar Desa Doulu.
“Dahulu kala, ada seorang dukun sakti, bernama Guru Penawar Remai di Desa Doulu.”
“Bukan hanya itu, Guru Penawar ini kabarnya mampu menghidupkan lagi orang yang sudah meninggal dunia. Karena kesaktiannya, Guru Penawar ini tidak hanya mengobati di kampungnya saja, tetapi ia juga pergi mengobati orang yang sedang sakit ke luar desa.”
“Lalu dengan hati yang begitu sedih berniatlah Guru Penawar Remai membuang segala ilmu yang dimilikinya, dengan cara mematahkan batang rotan dan bersumpah di bawah kaki Gunung Sibayak.”
2) Latar Suasana
Latar suasana yang terdapat dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken ini adalah
kesal, kecewa dan sedih.
“Akhirnya si pembawa beritapun pulanglah dengan hati yang kecewa dan kesal.”
“Lalu dengan hati yang begitu sedih berniatlah Guru Penawar Remai membuang segala ilmu yang dimilikinya, dengan cara mematahkan batang rotan dan bersumpah di bawah kaki Gunung Sibayak.”
4.1.3 Alur/Plot
Alur merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita
(Aminuddin, 2000:83).
Menurut Kosasih (2006:14) alur merupakan pola pengembangan cerita yang
terbentuk oleh hubungan sebab-akibat.
Alur/plot dalam cerita rakyat Karo Deleng Pertekteken adalah menggunakan alur maju, artinya dalam cerita ini peristiwa yang terjadi sesuai dengan urutan waktu
kejadian, dari awal sampai akhir. Hal ini dilihat dalam cerita rakyat Deleng
Pertektekken, dimulai dari pengenalan, komplikasi, konflik, peleraian, klimaks, dan
“Dahulu kala, ada seorang dukun sakti, bernama Guru Penawar Remai di Desa Doulu. Dia mampu mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit cacar yang pada saat itu belum ada obatnya. Bukan hanya itu, Guru Penawar ini kabarnya mampu menghidupkan lagi orang yang sudah meninggal dunia. Karena kesaktiannya, Guru Penawar ini tidak hanya mengobati di kampungnya saja, tetapi ia juga pergi mengobati orang yang sedang sakit ke luar desa dan meninggalkan dua putrinya bernama Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa.”
Kutipan di atas merupakan perkenalan, dimulai dari pengenalan tokoh Guru
Penawar Remai yang merupakan seorang dukun sakti.
“Mendengar keangkuhan dan kesombongan Guru Penawar Remai tersebut, lalu keramat deleng Sibayak, yaitu Nini Kertah Ernala yang lebih sakti mencuri tulang-tulang dua putri guru hebat itu.”
Kutipan di atas menunjukkan komplikasi yakni penybab awal munculnya
konflik. Kompilikasi dalam certia rakyat ini terjadi karena keangkuhan dari Guru
Penawar.
“Guru Penawar menanyakan pada tetangga di mana letak kuburan kedua putrinya, dan mulai mencari, namun tulang-benulang kedua putrinya itu sudah tidak ada lagi. Sehingga para masyarakat atau tetangga sekitar ikut mencari, tetap saja tulang-tulang dua putrinya tidak ditemukan. Sampai akhirnya Guru Penawar hebat itu melakukan upacara memanggil roh.”
Kutipan di atas menunjukkan mulai terjadinya konflik atau ketegangan. Ketika
Guru Penawar tidak berhasil menemukan tulang-benulang putrinya, sehingga harus
melakukan upacara pemanggil roh.
“Maka, muncullah Nini Kertah Ernala, ia memberi kesempatan kepada Guru Penawar untuk berbicara dengan dua putrinya, namun dengan syarat.”
Kutipan di atas menunujukkan peleraian, karena Guru Penawar akhirnya bisa
bertemu dengan putinya Tandang Ternalem dan Tandang Suasa.
sinilah tempat kami. Mendengarkan perkataan itu, tersentaklah hati Guru Penawar dan karena rindu yang begitu mendalam, Guru Penawar itu memeluk kedua anaknya sehingga disentuhlah kain putih itu dan bayangan dua putri Guru Penawar Remai itu tiba-tiba menghilang.”
Kutipan di atas adalah punjak dari ketegangan atau klimaks, menceritakan
karena sikap seorang ayah yang kurang peduli, sehingga anaknya harus menanggung
nasib.
“Lalu dengan hati yang begitu sedih berniatlah Guru Penawar Remai membuang segala ilmu yang dimilikinya, dengan cara mematahkan batang rotan dan bersumpah di bawah kaki Gunung Sibayak.”
Kutipan di atas menunjukkan tahap penyelasaian, karena sikap angkuh Guru
Penawar Remai, ia harus menerima akibatnya, kehilangan kedua putrinya. Hatinya
sungguh hancur, ia merasa tak ada gunanya lagi kelebihan yang ia miliki, sehingga ia
membuang kekuatannya.
4.1.4 Tema
Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa
rekaan oleh pengarangnya. Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan
dipaparkan sebelum menciptakan karya sastra sedangkan pembaca dapat memahami
tema apabila pembaca telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi pemapar tema
tersebut, menentukan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan
penciptaan pengarangnya (Aminuddin, 2000:91).
Menurut Kosasih (2006:16) tema adalah gagasan yyang menjalin struktur isi
cerita. Tema suatu cerpen menyangkut segala persoalan, baik merupakan masalah
Tema cerita rakyat karo Deleng Pertektekan yakni, harta dan kekuatan dapat membutakan siapa saja, bahkan itu seorang ayah kepada anaknya, hingga akhirnya ayah
tersebut menyesal.
4.1.5 Titik Pandang/Sudut Pandang
Menurut Aminuddin (2000:90) titik pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa
diistilahkan dengan point of view atau titik kisah meliputi:
(1) narrator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai
pelaku cerita, (2) narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai
pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu
tentang perilaku batiniah para pelaku, (3) narrator observer omniviscient adalah pencerita sebai pengamat serba tahu. Dalam hal ini, narator menyebut nama
pelaku dengan ia, mereka, atau dia, dan (4) narrator the third person omniscient adalah narator sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat secara langsung dalam
keseluruhan satuan dan jalinan cerita, namun pengarang tahu semua para pelaku.
Cerita rakyat karo Deleng Pertekteken menggunakan titik pandang/sudut pandang: Sudut pandang yang digunakan dalam cerita rakyat ini adalah sudut pandang
orang ketiga serba tahu.
4.1.6 Amanat
Menurut Kosasih (2006:16) dalam sebuah cerpen, hal yang paling penting untuk
diketahui pembacanya adalah amanat atau pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
Amanat selalu berhubungan dengan tema. Misalnya tema cerpennya tentang
persahabatan. Amanat cerpen itu adalah pentingnya kesetiaan kepada sahabat atau
perlunya menjalin banyak persahabatan.
Pesan yang ingin penulis sampaikan adalah kita sebagai makhluk sosial,
janganlah angkuh dan sombong, serta tidak peduli pada sekitar kita, terutama pada hal
4.2 Nilai-Nilai Moral dalam Cerita Rakyat Deleng Pertektekken
4.2.1 Nilai-Nilai Moral Individual
4.2.1.1 Rela Berkorban
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rela adalah bersedia dengan ikhlas hati, izin (persetujuan); perkenan, dapat diterima dengan senang hati, tidak mengharap
imbalan dengan kehendak atau kemauan sendiri (2008:1159). Berkorban adalah
menyatakan kebaktian, kesetiaan, menjadi korban; menderita; memberikan sesuatu
sebagai korban (2008:733).
Kedua putri dari Guru Penawar Remai yang harus ditinggalkan karena ayahnya
harus bekerja mengobati orang ke luar desa, membuat kedua putrinya harus menjalani
hidup dengan kurangnya kasih sayang orang tua.
Rela berkorban dari kedua putri Guru Petawar Reme.
“sudahlah ayah mungkin tempat kami harus disini.”
Hal lain, rela berkorban juga ditemukan pada pemuda dari tanah Karo yang
sudah jauh-jauh dari kampong halamannya pergi ke luar desa untuk memberitahukan
kabar mengenai putri Guru Penawar Remai.
4.2.1.2 Jujur
Jujur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lurus hati, tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang (misalnya dalam permainan,
dengan mengikuti peraturan yang berlaku) (2008:591).
Sikap jujur dicerminkan dari Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa, kedua
putri dari Guru Petawar Reme yang sekalipun menyakiti perasaan ayahnya namun baik
untuk diutarakan sehingga ayahnya tahu kekurangannya. Kedua putri Guru Petawar
Reme berkata apa adanya.
“Dengan percakapan terakhir anaknya berkata: “Lebih mahal kam rasa emas perak daripada suasa bapak. Lebih berharga lagi kam rasa harta daripada anakmu bapak”. Mendengarkan perkataan itu, tersentaklah hati Guru Penawar dan karena rindu yang begitu mendalam.”
4.2.1.3 Adil dan Bijaksana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adil yaitu sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak; memihak kepada yang benar; berpegang teguh kepada
kebenaran (2008:10). Bijaksana yaitu menggunakan akal budinya (pengalaman dan
pengetahuannya); arif; tajam pikiran, pandai, dan hati-hati (cermat, teliti, dan
sebagainya) apabila menghadapi kesulitan (2008:190).
Nilai adil ditemukan dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken saat Guru Petawar
Reme bertemu dengan Guru Kertah Ernala. Ketika Guru Kertah Ernala memberi
kesempatan kepada Guru Petawar Reme untuk berjumpa lagi dengan kedua putri Guru
“Nini Kertah memberi kesempatan terakhir kepada Guru Penawar itu untuk berbicara dengan dua putrinya, dengan syarat. Bila ingin bertemu bentangkan kain putih. Ingat, jangan menjamah kain putih itu karena bayangan tersebut akan lenyap.”
4.2.1.4 Menghormati dan Menghargai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menghormati artinya menaruh hormat
kepada; hormat (takzim, sopan) (2008:507). Menghargai adalah memandang penting
(bermanfaat, berguna, dan sebagainya) (2008:483).
Laki-laki dari tanah Karo dan masyarakat atau tetangga sekitar menunjukkan
sikap saling menghormati dan menghargai.
“Datang seseorang laki-laki dari Tanah Karo memberitahukan kepada Guru Penawar bahwa kedua anaknya dalam keadaan sakit keras, namun Guru Penawar kurang peduli. Hingga sudah beberapa bulan. laki-laki dari Tanah Karo itu datang lagi dan membawa berita dukacita, memberitahukan bahwa kedua putri Guru Penawar telah meninggal dunia, tetapi tetap saja guru tersebut kurang peduli dan karena merasa bahwa dia memiliki ilmu yang begitu hebat, maka dia berkata.”
“Tak usah sangsi, asalkan masih ada tulangnya sebesar sisir, dia masih dapat kuhidupkan.”
Akhirnya si pembawa beritapun pulanglah dengan hati yang kecewa dan kesal.”
Kutipan di atas menunjukkan sikap laki-laki dari Tanah Karo yang meskipun
sudah kesal dan kecewa terhadap sikap dari Guru Penawar Remai, ia masih menghargai
Guru Penawar Remai sebagai orang tua dan orang satu kampungnya.
“Guru Penawar menanyakan pada tetangga di mana letak kuburan kedua putrinya, dan mulai mencari, namun tulang-tulang dua putrinya itu sudah tidak ada lagi. Sehingga para masyarakat atau tetangga sekitar ikut mencari, tetap saja tulang-tulang dua putrinya tidak ditemukan.”
Sikap masyarakat dan tetangga dari Guru Penawar Remai memnunjukkan saling
menghargai, itu terbukti saat Guru Penawar Remai menanyakan kuburan kedua putrinya
4.2.1.5 Bekerja Keras
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bekerja adalah melakukan suatu pekerjaan (perbuatan), berbuat sesuatu (2008:682).
Dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken Guru Penawar Remai sebagai seorang
ayah dari kedua putrinya Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa adalah seorang yang
bekerja keras.
“Guru Penawar ini tidak hanya mengobati di kampungnya saja yaitu, Desa Doulu. Ia juga pergi mengobati orang yang sedang sakit ke luar desa dan meninggalkan kedua putrinya bernama Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa.”
Kutipan di atas membuktikan bahwa ayah Tandang Kumerlang dan Tandang
Suasa adalah orang yang mau bekerja keras untuk mencukupi kehidupan sekalipun
harus meninggalkan dua putrinya di rumah.
“Apalah artinya ilmu dan harta yang kumiliki kalau anakku sendiripun tidak bisa lagi kuhidupkan, baiklah kubuanglah kekuatanku ini.”
Kutipan di atas semakin menunjukkan bahwa Guru Penawar Remai yang sudah
bekerja keras selamai ini mengobati orang ke luar desa namun, tidak akan berarti
apa-apa kerena tidak memiliki kedua putrinya lagi.
4.2.1.6 Rendah Hati
Dalam cerita rakyat Deleng pertektekten ditemukan hal sebaliknya dari sikap
rendah hati.
“Datang seseorang laki-laki dari Tanah Karo memberitahukan kepada Guru Penawar bahwa dua anaknya dalam keadaan sakit keras, namun Guru Penawar kurang peduli. Hingga sudah beberapa bulan. laki-laki dari Tanah Karo itu datang lagi dan membawa berita dukacita, memberitahukan bahwa kedua putri Guru Penawar telah meninggal dunia, tetapi tetap saja guru tersebut kurang peduli dan karena merasa bahwa dia memiliki ilmu yang begitu hebat, maka dia berkata.”
“Tak usah sangsi, asalkan masih ada tulangnya sebesar sisir, dia masih dapat ku hidupkan lagi.”
Kutipan di atas menunjukkan sifat Guru Penawar Remai yang angkuh dan
sombong karena kekuatan yang ia miliki. Sekalipun Guru Penawar Remai memiliki
kekuatan yang mampu menghidupkan orang yang telah mati, tak seharusnya ia berkata
sombong seperti itu. Seharusnya Guru Penawar Remai khawatir kepada kedua putrinya
dan alangkah baiknya jika Guru Penawar Remai berterima kasih kepada laki-laki dari
tanah Karo yang telah membawa berita.
4.2.1.7 Hati-Hati dalam Bertindak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hati-hati adalah ingat-imgat; hemat-hemat; waspada (2008:487). Hati-hati dalam bertindak maksudnya waspada dalam
melakukan tindakan atau sebelum melakukan tindakan maka memikirkan terlebih
dahulu.
Dalam cerita rakyat ini, hati-hati dalam bertindak dapat kita jadikan contoh pada
kutipan berikut.
Kutipan di atas menunjukan karena kurang berhati-hati atau tidak memikirkan
terlebih dahulu apa akibatnya, Guru Penawar menyentuh kain putih yang sebelumnya
sudah dikatakan oleh Nini Kertah Ernala jika menyentuh kain putih maka bayangan dua
putri Guru Penawar akan hilang.
4.2.2 Nilai-Nilai Moral Sosial
4.2.2.1 Bekerjasama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bekerjasama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga, pemerintah, dan sebagainya)
untuk mencapai tujuan bersama (2008:682).
Bekerjasama ditunjukkan oleh Guru Penawar Remai dengan tetangganya atau
masyarakat Desa Doulu, yang bersama-sama mencari tulang-benulang Tandang
Kumerlang dan Tandang Suasa.
Sikap bekerjasama dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
“Guru Penawar menanyakan pada tetangga di mana letak kuburan kedua putrinya, dan mulai mencari, namun tulang-tulang dua putrinya itu sudah tidak ada lagi. Sehingga para masyarakat atau tetangga sekitar ikut mencari.”
4.2.2.2 Suka Menolong
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tolong adalah bantu, minta bantuan.
Menolong adalah membantu untuk meringankan beban (penderitaan, kesukaran, dan
sebagainya), membantu supaya dapat melakukan sesuatu, melepaskan diri dari (bahaya,
Dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken tokoh-toh yang menunjukkan sikap suka menolong adalah Guru Penawar Remai, laki-laki dari tanah Karo, dan tetangga
atau masyarakat Desa Doulu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
“Dahulu kala, ada seorang dukun sakti, bernama Guru Penawar Remai di Desa Doulu. Dia mampu mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit cacar yang pada saat itu belum ada obatnya. Bukan hanya itu, Guru Penawar ini kabarnya mampu menghidupkan lagi orang yang sudah meninggal dunia. Karena kesaktiannya, Guru Penawar ini tidak hanya mengobati di kampungnya saja, tetapi ia juga pergi mengobati orang yang sedang sakit ke luar desa.”
Pekerjaan Guru Penawar Remai sebagai seorang dukun yang sakti dan mampu
mengobati berbagai macam penyakit, maka Guru Penawar Remai memiliki sikap suka
menolong orang, meringankan beban yaitu menyembuhan orang sakit dengan berbagai
jenis penyakit.
“Datang seseorang laki-laki dari Tanah Karo memberitahukan kepada Guru Penawar bahwa kedua anaknya dalam keadaan sakit keras, namun Guru Penawar kurang peduli. Hingga sudah beberapa bulan. laki-laki dari Tanah Karo itu datang lagi dan membawa berita dukacita, memberitahukan bahwa dua putri Guru Penawar telah meninggal dunia.”
Kutipan di atas menunjukkan sikap dari suka menolong oleh laki-laki dari tanah
Karo. Laki-laki tersebut mau pergi jauh ke luar dari Desa Doulu untuk memberitahukan
kabar mengenai kedua Putri Guru Penawar, dan walaupun sikap Guru Penawar yang
kurang peduli atau sombong tetapi Laki-laki dari tanah Karo itu tetap saja membawa
berita mengenai kedua putri Guru Penawar Remai untuk kedua kalinya.
Kutipan di atas menunjukkan sikap saling menolong, sebagaimana kita sebagai
manusia social yang tidak dapat hidup sendiri dan bermasyarakat saling membantu satu
dengan yang lain, apabila ada orang yang sedang kesusahan.
4.2.2.3 Kasih Sayang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kasih sayang berarti cinta kasih,
berbelas kasihan (2008:631).
Kasih sayang dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken ini di tunjukkan oleh
kedua putri Guru Penawar Remai yaitu, Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa.
Begitu juga sebaliknya, Kasih sayang yang ditunjukkan oleh ayah kepada anaknya.
“Lebih mahal kam rasa emas perak daripada nyawa bapak. Lebih berharga lagi kam rasa harta daripada anakmu bapak. Sudahlah Bapak, mungkin memang di sinilah tempat kami.”
Kutipan di atas, sekalipun terasa begitu menyakitkan bagi seorang ayah,
namumn menunjukkan betapa besar cinta anaknya kepada ayahnya, supaya ayahnya
tahu kekurangannya dan tidak mengulanginya lagi.
“Apalah artinya ilmu dan harta yang kumiliki kalau anakku sendiripun tidak bisa lagi kuhidupkan, baiklah kubuanglah kekuatanku ini.”
Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ayah kepada anaknya, yang
sudah menyesali segala perbuatannya. Bahwa sesungguhnya tak ada artinya segala
kelebihan yang dimiliki Guru Penawar Remai, jika kedua putrinya sendiripun tidak
dapat diselamatkannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia rukun adalah baik dan damai; tidak bertengkar (tentang pertalian persahabatan dan sebagainya), bersatu hati; bersepakat.
Kerukunan adalah perihal hidup rukun; rasa rukun; kesepakatan (2008:1187).
Dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken dapat dilihat kehidupan masyarakatnya
di Desa Doulu rukun.
“Singkat cerita, saat pulang dari desa orang, setelah mengobati banyak orang sakit, maka Guru Penawar menanyakan pada tetangga di mana letak kuburan kedua putrinya, dan mulai mencari, namun tulang-tulang dua putrinya itu sudah tidak ada lagi. Sehingga para masyarakat atau tetangga sekitar ikut mencari.”
Kutipan di atas menunjukkan sikap gotong royong atau saling membantu
menunjukkan bahwa masyarakat Desa Doulu hidup rukun. Meskipun mungkin banyak
yang tahu bagaimana sikap Guru Penawar Remai yang angkuh dan banyak juga yang
tidak menyukainya, namun masyarakat setempat lebih memilih salang membantu dan
hidup rukun.
4.2.2.5 Peduli Nasib Orang Lain
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peduli adalah mengindahkan; memerhatikan; menghiraukan (2008:1036).
Dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken ada beberapa tokoh yang menunjukkan
sikap peduli pada Guru Penawar Remai yaitu laki-laki dari tanah Karo, kedua putri
Guru Penawar dan Nini Kertah Ernala.
laki-laki dari Tanah Karo itu datang lagi dan membawa berita dukacita, memberitahukan bahwa dua putri Guru Penawar telah meninggal dunia.”
Kutipan di atas menunjukkan kepedulian laki-laki dari Tanah Karo yang
jauh-jauh pergi ke luar Desa Doulu memberitahukan mengenai keadaan kedua putri Guru
Penawar, meskipun ia tau jika ia dating untuk kedua kalinya memberitahukan kabar
mengenai kedua putri Guru Penawar mungkin hasilnya tetap sama, Guru Penawar juga
kurang peduli dan angkuh, tetapi lelaki dari Tanah Karo tersebut masih saja datang.
“Mendengar keangkuhan dan kesombongan Guru Penawar Remai tersebut, lalu keramat deleng Sibayak, yaitu Nini Kertah Ernala yang lebih sakti mencuri tulang-tulang dua putri guru hebat ini.”
Kutipan di atas menurut saya sikap, Nini Kertah Ernala bukannya iri terhadap
kekuatan yang dimiliki Guru Penawar, tetapi karena ia peduli dan ingin member
pelajaran karena sikap angkuh Guru Penawar Remai. Kutipan lain juga menunjukkan
bahwa Nini Kertah Ernala juga peduli pada Guru Penawar Remai, yaitu:
“Maka, muncullah Nini Kertah Ernala, ia memberi kesempatan kepada Guru Penawar untuk berbicara dengan dua putrinya, namun dengan syarat.”
“Bila ingin bertemu dengan kedua putrimu, bentangkan kain putih. Ingat, jangan menjamah kain itu karena bayangan tersebut akan lenyap.”
Kutipan di atas menununjukkan kepedulian NinI Kertah Ernala kepada Guru
Penawar Remai. Jika, Nini kertah Ernala tidak peduli pada Guru Penawar bisa saja ia
hanya mencuri tulang-benulang dua putri Guru Penawar dan tidak member kesempatan
lagi kepada Guru Penawar untuk berjumpa dengan dua putrinya.
Kutipan di atas menunjukkan rasa peduli seorang anak kepada ayahnya.
Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa sangat peduli pada ayahnya, mereka sudah
ikhlas terhadap nasibnya. Tandang Kumerlang dan Tandang Suasa tidak ingin ayahnya
4.2.3 Nilai-Nilai Moral Religi
Dalam cerita rakyat Karo Deleng Pertektekken memang tidak ada membicarakan
tentang kepercayaan dan Tuhan, namun ada beberapa hal dalam cerita rakyat ini yang
mengajarkan kita bahwa Tuhan ikut campur tangan dalam kehidupan manusia. Dapat
dilihat pada bagian berikut ini.
4.2.3.1 Percaya Kekuasaan Tuhan
“Dahulu kala, ada seorang dukun sakti, bernama Guru Penawar Remai di Desa Doulu. Dia mampu mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit cacar yang pada saat itu belum ada obatnya. Bukan hanya itu, Guru Penawar ini kabarnya mampu menghidupkan lagi orang yang sudah meninggal dunia.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Guru Penawar Remai memiliki kelebihan,
yaitu mampu mengobati orang sakit dan menghidupkan orang yang sudah meninggal.
Setiap kelebihan yang dimiliki oleh manusia sesungguhnya adalah anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa, yang sebaiknya digunakan untuk membantu sesama manusia.
4.2.3.2 Percaya Adanya Tuhan
“Mendengar keangkuhan dan kesombongan Guru Penawar Remai tersebut, lalu keramat deleng Sibayak, yaitu Nini Kertah Ernala yang lebih sakti mencuri tulang-tulang dua putri guru hebat ini.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa pada saat itu, masyarakat masih percaya
pada makhluk halus atau jin hingga saat ini juga seperti itu. Nini Kertah Ernala yang
dimaksud dalam cerita ini bukanlah seorang manusia, namun adalah jin atau penunggu
Gunung Sibayak. Ya, kita memang tidak dapat membuktikan ada atau tidaknya
halnya seperti Tuhan, semua ada di hati manusia dengan iman dan kepercayaan
masing-masing.
4.2.3.3 Berserah Diri Kepada Tuhan/Bertawakal
“Lalu dengan hati yang begitu sedih berniatlah Guru Penawar Remai membuang segala ilmu yang dimilikinya, dengan cara mematahkan batang rotan dan bersumpah di bawah kaki Gunung Sibayak.”
Kutipan di atas menunjukkan adanya sebab akibat, karena keangkuhan yang
dilakukan oleh Guru Penawar Remai, ia telah kehilangan kedua putrinya. Hal ini
mengajarkan kita bahwa apa yang kita tanam maka itu yang akan kita tuai. Percayalah
setiap masalah ataupun bencana yang kita alami ada hikmah dibaliknya, jika kita
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Hasil Penelitian Intrinsik
Tema cerita adalah harta dan kekuatan yang membutakan seorang ayah kepada
anaknya, hingga akhirnya sang ayah menyesal. Tokoh cerita adalah Guru Penawar
Remai, Nini Kertah Ernala, Kedua putri Guru Petawar Reme, Laki-laki dari Tanah
Karo, Tetangga dan Masyarakat Desa Doulu.Setting/Latar Desa Doulu dan di luar Desa
Doulu.Alur/Plot yang digunakan adalah alur maju yaitu sesuai dengan urutan waktu
kejadian dari awal hinggga akhir cerita. Sudut pandang orang ketiga.Amanat dalam
cerita rakyat Deleng Pertektekken ini mengajarkan untuk tidak sombong atas apa yang
kita miliki dan tentunya saling menghargai antara sesama umat manusia.
5.1.2 Nilai-Nilai Moral
Nilai-nilai moralyang terdapat dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken
a. Nilai-nilai moral individual yang terdapat dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken mencakup rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati dan menghargai, bekerja keras, dan rendah hati.
c. Nilai-nilai moral religi yang terdapat dalam cerita rakyat Deleng Pertektekken
mencakup percaya kekuasaan Tuhan, percaya adanya Tuhan, dan berserah diri
kepada Tuhan/bertawakal.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan mengenai certa rakyyat Karo Deleng Pertektekken adalah sebagai makhluk sosial dan bermasyarakat, tentunya ada orang-orang di sekeliling kita terutama keluarga yang kita sayangi, oleh karena itu haruslah
kita untuk saling menjaga, baik itu dari cara berbicara dan perilaku kita, agar tidak
menyakiti perasaan satu dengan yang lainnya. Saran di luar cerita rakyat Deleng Pertektekken ini adalah, bahwa cerita rakyat Karo Deleng Pertektekken ini sudah mulai pudar, banyak masyarakat yang tidak mengetahui cerita rakyat ini, penulis berharap
bagi masyarakat Karo, khususnya di Desa Doulu agar tradisi mendongeng dibudayakan