2.1 Tinjauan Pustaka
Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan pertanian.
Adapaun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberikan
bantuan sarana produksi pertanian kepada petani.
Bantuan sarana produksi pertanian merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi petani dalam upaya meningkatkan produksi padi. Bantuan sarana produksi
pertanian berupa benih, perbaikan jaringan irigasi, bantuan alat mesin tani adalah
sarana produksi yang dibutuhkan petani. Dalam implementasinya perlu
pengkajian yang intensif sehingga tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat
tercapai. Bantuan yang diberikan kepada petani memiliki sisi kelebihan dan
kekurangan yang memunculkan suatu respon dalam penggunaannya.
Bantuan sarana produksi yang diberikan bertujuan untuk membantu petani dalam
meningkatkan produksi. Petani sebagai sasaran utama yang merasakan manfaat
dari bantuan yang diberikan memiliki respon tersendiri. Pengkajian implementasi
bantuan sarana produksi pertanian dapat dikaji dari respon melalui sikap petani
terhadap bantuan yang diberikan. Sikap sangat penting dalam berbagai bidang
kehidupan karena dengan sikap, individu dapat mengekspresikan untuk
menanggapi suatu kejadian atau objek. Dapat disimpulkan bahwa sikap
atau tidak suka terhadap beberapa hal (objek). Bantuan sarana produksi yang
diberikan merupakan objek sikap yang dirasakan petani.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Konsepsi Sikap
a. Batasan Sikap/Pengertian Sikap
Para ahli psikologi seperti Louis Thurtone, Rensis Likert dan Charles Osgood
mendefinisikan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable)
pada objek tersebut (Berkowitz,1972). Secara lebih spesifik, Thurtone sendiri
memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap
suatu objek psikologis (Azwar, 1995).
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluatif berarti bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap
itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberikan
kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif,
menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi
reaksi, terhadap objek sikap (Azwar,1995).
b. Struktur sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling
menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan
komponen konatif (conative). Mann (1969) menjelaskan bahwa komponen
mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini disamakan dengan
pandangan (opini), terutama apabila menyangkut isu atau problem yang
kontroversial.
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap
suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang
dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat
berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh
asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.
2.2.2 Teori Sikap a. Insentif
Teori insentif memandang pembentukan sikap sebagai proses menimbang baik
buruknya berbagai kemungkinan posisi dan kemudian mengambil alternatif yang
terbaik. Salah satu versi yang terkenal dari pendekatan insentif terhadap sikap
adalah teori respon kognitif (Cognitive response theory)
(Greenwald, 1986; Petty, Ostrom dan Brock, 1981). Versi umum lain teori
insentif adalah pendekatan nilai ekspektansi (expectancy-value approach)
(Edwards, 1954). Orang mengambil posisi yang akan membawanya pada
kemungkinan hasil yang terbaik, dan menolak posisi yang akan membawanya
pada hasil yang buruk atau yang tidak mungkin mengarahkannya pada hasil yang
b. Konsistensi Kognitif
Kerangka utama lain untuk mempelajari sikap adalah menekankan kosistensi
kognitif. Pendekatan konsistensi kognitif berkembang dari pandangan kognitif
pendekatan ini menggambarkan orang sebagai makhluk yang menemukan makna
dan hubungan dalam struktur kognitifnya. Pendekatan ini meliputi sejumlah teori
yang hampir serupa. Mereka berbeda dalam beberapa hal yang penting, tetapi
gagasan dasar yang melatar belakanginya sama.
1. Teori Keseimbangan
Pengertian tentang gaya keseimbangan muncul dari teori gesalt mengenai
organisasi perseptual. Seperti yang telah kita ketahui orang yang berusaha untuk
memperoleh “ bentuk yang bagus “ atau “ figure yang bagus “ dalam persepsi
mereka tentang orang lain, seperti juga mereka berusaha memperoleh “ bentuk
yang bagus ” atau “ figure yang bagus “ dalam persepsi mereka tentang benda
mati. Motif utama yang mendorong orang ke arah keseimbangan adalah usaha
untuk memperoleh pandangan tentang hubungan sosial yang selaras, sederhana,
logis, dan penuh arti.
2. Konsistensi Kognitif dan Afektif
Versi kedua penjelasan konsistensi menjelaskan bagaimana orang juga berusaha
membuat kognisi mereka konsisten dengan afeksi mereka. Dengan kata lain
keyakinan kita, pengetahuan kita dan pendirian kita tentang suatu fakta sebagian
ditutup oleh afeksi kita demikian juga sebaliknya. Rosenberg (1960) menyajikan
suatu peragaan yang jelas mengenai perubahan kognitif yang ditimbulkan
3. Teori Ketidaksesuaian
Variasi ketiga pendekatan konsistensi kognitif adalah bahwa sikap akan berubah
demi mempertahankan konsistensi dengan perilaku nyatanya. Wujud utamanya
adalah teori ketidaksesuaian kognitif yang dikemukakan oleh
Leon Festinger (1957). Seperti telah dikemukakan sejak awal teori
ketidaksesuaian difokuskan pada dua sumber pokok ketidakkonsistensistenan
sikap perilaku akibat pengambilan keputusan, dan akibat dari perilaku yang saling
bertentangan dengan sikap (counterattitudinal behavior).
c. Teori Atribut
Teori atribusi juga telah diterapkan dalam ketidakkonsistenan sikap-perilaku.
Bem (1967) menyatakan bahwa orang mengetahui sikap mereka sendiri bukan
melalui peninjauan ke dalam diri mereka, tetapi dengan mengambil kesimpulan
dari perilaku mereka sendiri dan persepsi mereka tentang situasi.
2.2.3 Metode Pengukuran Sikap a. Metode Penskalaan Thrustone
Metode interval tampak-setara, yang sering pula dikenal sebagai metode
penskalaan Thurstone, merupakan salah satu model penskalaan pernyataan sikap
dengan pendekatan stimulus, artinya penskalaan dalam pendekatan ini ditujukan
untuk meletakkan stimulus atau pernyataan sikap pada suatu kontinum psikologis
yang akan menunjukkan derajat favorable atau tak favorable pernyataan yang
bersangkutan. Dengan metode ini, setelah kita memiliki banyak pernyataan sikap
isinya perlu menetapkan sekelompok orang yang akan bertindak sebagai panel
penilai.
b. Teknik Diskriminasi - skala (Scale-Discrimination Technique)
Teknik diskriminasi-skala yang dikembangkan oleh Edwards dan Kilpatrick di
tahun 1948 merupakan salah satu contoh pengembangan skala sikap yang dalam
prosedur penskalaannya menggunakan kombinasi kedua pendekatan terdahulu,
yaitu pendekatan stimulus dan pendekatan respon. Pengembangan skala dengan
teknik ini dimulai dengan cara yang serupa sebagaimana prosedur penskalaan
metode interval tampak setara yaitu berawal dari suatu kumpulan pernyataan
sikap yang berjumlah besar yang telah dipilih menurut kriteria-kriteria item yang
terbaik.
c. Skala Diferensi Semantik (Semantic Differential Technique)
Teknik ini mempunyai karakteristik khusus yang menjadikannya unik apabila
dibandingkan dengan metode-metode yang telah dibicarakan terdahulu. Salah satu
keunikan itu adalah pada cara responden memberikan respon pada item dalam
skala diferensi semantik yang dalam hal ini responden tidak diminta untuk
memberikan respon setuju atau tidak setuju akan tetapi diminta untuk langsung
memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus menurut kata sifat
yang ada pada setiap kontinum dalam skala.
d. Metode Penskalaan Model Likert
Penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang
menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dalam
dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh distribusi
respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai
kelompok uji coba (Gable, 1986).
Metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai
dasar penentuan nilai skalanya. Prosedur pensklaan dengan metode ini didasari
oleh dua asumsi yaitu:
a. Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk
pertanyaan yang favorabel atau pertanyaan yang tak favorabel.
b. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus
diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh
responden yang mempunyai sikap negatif.
Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah
ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan yang didasarkan pada rancangan
skala yang telah ditetapkan. Responden akan diminta untuk menyatakan
kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan dalam lima macam
kategori jawaban yaitu “sangat tidak setuju (STS)”, “tidak setuju (TS)”, tidak
dapat menentukan atau entahlah (E)”, setuju (S), dan “sangat setuju (SS)”.
Dari beberapa metode penskalaan yang telah diungkapkan, masing - masing
memberikan penjelasan mengenai fungsi dan kegunaannya. Dalam penelitian ini
metode penskalaan yang digunakan adalah skala Likert. Penggunaan skala Likert
dibutuhkan untuk mengetahui sikap petani mengenai bantuan yang diberikan
Alasan penggunaan skala Likert adalah untuk mengukur sikap positif dan sikap
negatif petani terhadap bantuan sarana produksi pertanian yang diberikan. Sikap
terhadap bantuan. Skala Likert relatif mudah dalam menyusun sejumlah
pernyataan mengenai sikap tertentu. Menentukan skor juga mudah karena tiap
jawaban diberi nilai berupa angka yang mudah dijumlahkan. Penafsirannya juga
relatif mudah. Skor yang tinggi menunjukkan sikap yang lebih tinggi atau taraf
intensitasnya dibandingkan dengan skor yang lebih rendah. Skala Likert
mempunyai reliabilitas yang tinggi dalam mengurutkan manusia berdasarkan
intensitas sikap responden terhadap pernyataan itu. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui sikap yang ditunjukan oleh responden terhadap suatu objek yaitu
sikap petani terhadap bantuan sarana produksi pertanian . Sikap yang ditunjukkan
diukur dengan data ordinal dan skala Likert digunakan untuk pengukuran ordinal.
2.2.4 Teori Produksi
Produksi merupakan konsep arus. Apa yang dimaksud dengan konsep arus (flow
concept) adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat
output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri diasumsikan konstan
kualitasnya. Jadi peningkatan produksi adalah peningkatan output dengan
mengasumsikan faktor-faktor yang lain yang sekiranya berpengaruh tidah berubah
sama sekali (konstan) (Miler dan Miner, 1999).
Produktivitas dipengaruhi oleh suatu kombinasi dari banyak faktor antara lain
kualitas bibit, pupuk, jenis teknologi yang digunakan, ketersediaan modal,
kualitas infrastruktur dan tingkat pendidikan/pengetahuan petani/buruh tani.
Selain faktor faktor tersebut praktek manajemen (pemupukan, pemberian pestisida
Sebagaimana telah diketahui pada umunya petani masih mengalami kesulitan
dalam usaha meningkatkan taraf hidupnya. Hambatan-hambatan yang dihadapi
oleh petani dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidupnya dapat berupa
lemahnya modal, rendahnya tingkat pendidikan, dan keterampilan serta lemahnya
bergaining position yang dimiliki oleh petani itu sendiri. Fasilitas yang dapat
diberikan kepada petani dapat berupa sarana produksi pertanian berupa sarana
produksi pertanian seperti bibit tanaman unggul, pupuk, obat-obatan, pembasmi
hama dan biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk membayar upah buruh yang
melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh petani itu sendiri
(Soekartawi, 2003).
Petani berkepentingan untuk meningkatkan penghasilan usahatani dan keluarga
sehingga tidak mengherankan apabila ada teknologi baru, petani akan
mempertimbangkan untung ruginya. Setelah secara teknis dan ekonomi dianggap
menguntungkan kemudian petani memutuskan untuk menerima dan
mempraktekkan ide-ide baru tersebut ( Mosher, 1997).
2.2.5 Teori Pendapatan
Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu (1) pendapatan
kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani selama
satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil
produksi yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat
pemungutan hasil, (2) pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh
petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses
produksi. Biaya produksi meliputi biaya riil tenaga kerja dan biaya riil sarana
Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur
penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil
perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran
atau biaya yang di maksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan
lain-lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut . Produksi berkaitan dengan
penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih
harus dikurangi dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai
dalam proses produksi tersebut (Mubyarto, 1989).
Soekartawi (1995), menyatakan pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya, dimana penerimaan usahatani dalah perkalian antara
produksi dan harga jual, sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang digunakan
dalam suatu usahatani.
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian Darmawan Baskoro Wibisono (2011) mengenai Sikap Petani terhadap
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) di Kota Salatiga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa moyoritas umur responden dalam kategori
produktif (37,5%), pengalaman pribadi tergolong cukup berpengalaman terhadap
program jenis PUAP (50%), pendidikan formal tergolong rendah yaitu SLTA
(40%), pendidikan non formal meliputi pelatihan dan penyuluhan tergolong tinggi
(40%), pengaruh orang lainyang dianggap penting tergolong rendah (35%), media
massa yang diakses petani tergolong sangat rendah (32,5%), kognisi terhadap
tujuan program PUAP tergolong sangat baik (70%), kognisi terhadap hasil
baik (50%), konasi terhadap tujuan program PUAP tergolong baik (47,5%),
konasi terhadap pelaksanaan program PUAP tergolong baik (42,5%), dan konasi
terhadap hasil program PUAP tergolong baik (52,5%). Dari hasil analisis (rs)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan positif antara umur dan sikap petani
terhadap proram PUAP, ada hubungan positif antara pengalaman pribadi dan
sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara pendidikan
formal dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara
pendidikan non formal dan sikap petani terhadap program PUAP, ada hubungan
positif antara pengaruh orang lain yang dianggap penting dan sikap petani
terhadap program PUAP, ada hubungan positif antara media massa yang diakses
petani dan sikap petani terhadap program PUAP.
Penelitian Donaria Sinaga (2005) berjudul Sikap Petani Terhadap Alokasi
Bantuan Desa Di Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan bahwa sikap petani
terhadap alokasi DAU Desa/Kelurahan untuk kegiatan pembangunan tali air
adalah negatif. Dimana 43,3 % petani bersikap positif dan 56,7% petani bersikap
negatif. Hubungan karakteristik petani dengan sikap petani terhadap bantuan
pengalokasian DAU Desa/Kelurahan adalah terdapat hubungan antara umur
dengan sikap petani terhadap pengalokasian DAU Desa/Kelurahan. Di mana
semakin rendah usia petani maka semakin negatif sikap petani terhadap bantuan
pengalokasian DAU Desa/Kelurahan, terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan sikap petani terhadap pengalokasian DAU Desa/Kelurahan. Di
mana semakin rendah pendidikan maka semakin negatif sikap petani terhadap
pengalokasian DAU Desa/Kelurahan. Terdapat hubungan antara pengalaman
mana semakin rendah pengalaman bertani maka sikap petani semakin negatif
terhadap pengalokasian DAU Desa/Kelurahan. Tidak ada hubungan jumlah
tanggungan dengan sikap petani terhadap pengalokasian DAU Desa/Kelurahan.
Terdapat hubungan antara luas lahan dengan sikap petani terhadap pengalokasian
DAU Desa/Kelurahan. Terdapat hubungan antara sikap petani terhadap
pengalokasian DAU Desa/Kelurahan. Tidak ada hubungan antara pemberian
DAU Desa/Kelurahan oleh pemerintah daerah terhadap peningkatan usaha di
daerah penelitian. Di mana dana bantuan yang diberikan oleh pemda tidak dapat
meningkatkan produksi.
Penelitian Hilda Nurul Hidayati tahun (2013) berjudul Konverensi Lahan
Pertanian dan Sikap Petani di Desa Cihideung Ilir Kabupaten Bogor menujukkan
Dampak dari konversi lahan terhadap kondisi sosial ekonomi petani antara lain,
berkurangnya hasil sawah, penurunan pendapatan petani, berkurangnya ketahanan
pangan keluarga, berkurangnya peluang kerja dalam pertanian, sulitnya akses
petani terhadap lahan, dan lainnya. Akan tetapi terdapat juga dampak positif dari
konversi lahan yakni pembangunan perumahan bisa jadi menunjukan
perkembangan ekonomi pedesaan. Sikap petani terhadap konversi lahan pertanian
tidak memiliki hubungan dengan karakteristik individu, yakni jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, status pekerjaan bertani, jumlah tanggungan dalam keluarga,
tingkat pendapatan, serta luas dan pengusaan lahan.
2.4 Kerangka pemikiran
Dalam upaya peningkatan produksi padi, pemerintah melakukan berbagai cara
sarana produksi pertanian seperti pemberian bantuan benih padi unggul, bantuan
perbaikan jaringan irigasi dengan pembetonan saluran irigasi (lining) dan
pemberian bantuan alat mesin tani. Upaya/kegiatan ini ditujukan kepada petani
padi sawah sebagai pelaku usahatani dan penerima manfaat bantuan yang
diberikan. Pemberian bantuan sarana produksi memunculkan sikap dari petani dan
akan dilihat bagaimana sikap petani terhadap bantuan sarana produksi yang
diberikan. Sikap petani diukur dengan menggunakan skala Likert dan akan
memunculkan sikap positif dan sikap negatif dari petani. Setelah itu akan dilihat
bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi dengan sikap petani.
Tujuan pemberian bantuan sarana produksi pertanian adalah untuk membantu
petani meningkatkan hasil produktivitas dan pendapatan. Sehingga akan dilihat
bagaimana hubungaan antara sikap petani dengan produktivitas dan pendapatan
usahatani. Penjelasan terhadap adanya hubungan antara karakteristik sosial
ekonomi dengan sikap petani serta hubungan antara sikap petani dengan
produktivitas da pendapatan dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi rank
Skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Bantuan Perbaikan Jaringan Irigasi dengan
Pembetonan Saluran Irigasi (Lining)
Bantuan alat mesin pertanian
Sikap Petani Padi
Pemberian bantuan benih padi unggul
Petani Padi Sawah
Positif Negatif
Analisis Korelasi Rank Spearman
Produktivitas Pendapatan Usahatani
Karakter sosial ekonomi
-Umur petani
-Tingkat Pendidikan
-Lama Berusahatani
-Jumlah Tanggungan
-Luas Lahan
Skala Likert Bantuan Sarana Produksi
Keterangan : Menyatakan proses
Menyatakan hubungan
2.5 Hipotesis Penelitian
1. Sikap petani terhadap bantuan sarana produksi pertanian adalah Positif.
2. Karakteristik sosial ekonomi petani berhubungan nyata dengan sikap petani
terhadap bantuan sarana produksi pertanian.
3. Sikap petani terhadap bantuan sarana produksi pertanian berhubungan nyata