• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kadar Kalsium, Fosfor dan Produk Kalsium Fosfor Serum dengan Skor Pruritus pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Kadar Kalsium, Fosfor dan Produk Kalsium Fosfor Serum dengan Skor Pruritus pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pruritus Uremikum

2.1.1 Pendahuluan

Pruritus adalah suatu sensasi yang secara khusus ditemukan pada kulit, didefinisikan sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan yang menyebabkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat terjadi akibat faktor-faktor dermatologis maupun non dermatologis.6,21

Pruritus dermatologis adalah puritus karena kelainan-kelainan kulit seperti eksema atopi, psoriasis, xerosis, skabies, dermatitis kontak, insect bite, liken planus, dermatofitosis, pedikulosis, folikulitis, urtikaria dan liken simpleks kronis. Pruritus nondermatologis diakibatkan oleh penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit ginjal kronik, kolestasis, limfoma Hodgkin, polisitemia vera, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan hipertiroidisme; penyakit-penyakit neuropati, seperti pruritus brakioradial, parestetika notalgia dan gatal pada pasca herpetika; dan penyakit-penyakit psikogenik, seperti gangguan obsesif kompulsif, delusi parasitosis dan penyalahgunaan obat. Pada penyakit-penyakit psikogenik ini dapat ditemukan gambaran ekskoriasi neurotik berupa garis-garis linier berkrusta yang tersebar. Gambaran ini dapat terjadi dibagian tubuh yang dapat dijangkau oleh pasien, walaupun paling sering ditemukan pada daerah ekstremitas.22,23

(2)

2.1.2 Epidemiologi

Pruritus uremikum terjadi pada 10-85% pasien-pasien yang menjalani hemodialisis. Kesulitan dalam menentukan gejala yang sangat subjektif, terbatasnya jumlah pasien pada kebanyakan penelitian, dan sifat-sifat retrospektif dari beberapa informasi, mungkin merupakan penyebab mengapa angka ini memiliki rentang yang lebar.25 Dialysis Outcomes and Practice Pattern Study

(DOPPS) melaporkan pruritus mengenai 42% pasien yang sedang menjalani hemodialisis.24 Selama 20 tahun terakhir insidensi pruritus menurun dari 85% pada awal tahun 1970-an menjadi 30% pada akhir tahun 1990-an.2 Kemajuan teknik-teknik dialisis dan manajemen pasien disebutkan sebagai alasan mengapa prevalensi pruritus uremikum ini telah menurun.3,10

2.1.3 Etiologi dan patogenesis

Banyak faktor yang terlibat sebagai etiologi pruritus uremikum, dan faktor-faktor metabolik dikaitkan dalam patogenesisnya. Faktor-faktor metabolik tersebut diantaranya adalah hiperkalsemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme sekunder, dan hipermagnesemia.Keithi-Reddy et al membagi penyebab terjadinya gatal pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir atau End-Stage Renal

Disease (ESRD) berdasarkan penyebab yang berkaitan dengan uremia dan yang tidak berhubungan dengan uremia.26

(3)

2.1.3.1 Xerosis (kulit kering)

Kira-kira 50% pasien-pasien dialisis dengan pruritus melaporkan adanya kulit kering dan dikaitkan dengan adanya sensasi gatal. Tiga hal yang dikaitkan dengan xerosis pada PGK adalah dehidrasi kulit, fungsi barier yang mengalami perubahan dan iritasi yang jelas terhadap substansi-substansi eksternal seperti surfaktan. Patogenesis pruritus uremikum dikaitkan dengan adanya atrofi kelenjar sebasea dan bagian duktus dari kelenjar ekrin yang menyebabkan kadar lipid permukaan kulit yang lebih rendah. Selain itu disfungsi barier juga menyebabkan hilangnya integritas dari kandungan air pada stratum korneum kulit.27

2.1.3.2 Substansi-substansi pruritogenik

Substansi pruritogenik merupakan akumulasi dari substansi-substansi yang tidak dapat dikeluarkan secara adekuat dengan dialisis yang dapat menyebabkan pruritus. Substansi-substansi ini antara lain adalah vitamin A, histamin, dan ion-ion divalen seperti kalsium, fosfor, dan magnesium. Secara lokal substansi-substansi ini dapat berperan pada reseptor-reseptor yang memediasi sensasi gatal. Secara sentral, substansi-substansi ini juga dapat memodulasi jalur yang menyebabkan persepsi gatal.10

(4)

Toksin-toksin uremikum disebutkan berperan dalam proses terjadinya pruritus uremikum. Toksin dapat berupa senyawa kecil yang larut dalam air (berat molekul < 500 Dalton), molekul menengah (> 500 Dalton) dan molekul-molekul yang terikat protein (sebagian besar memiliki berat molekul-molekul <500 Dalton, juga berperan untuk terjadinya pruritus uremikum. Pada proses hemodialisis, senyawa-senyawa kecil mudah dibersihkan, namun molekul-molekul menengah hanya dapat dipindahkan dengan strategi tertentu. Sedangkan molekul-molekul yang terikat protein, oleh karena ikatannya tersebut, terhambat pola pemindahannya melalui proses hemodialis.28

2.1.3.3 Etiologi neuropatik

Proliferasi yang abnormal dari serat-serat saraf sensoris yang menyebabkan sensasi gatal pada PGK. Pada keadaan ini, pruritus dapat merupakan tanda dari neuropati yang mendasari.10 Hipotesis ini didukung oleh penemuan bahwa gabapentin, suatu agen yang digunakan untuk nyeri neuropatik, telah terbukti efektif dalam mengobati pruritus pada penyakit ginjal kronik.3

2.1.3.4 Ketidakseimbangan peptida opioid

Pada pruritus yang berkaitan dengan PGK, diyakini bahwa terdapat ketidakseimbangan antara peptida opioid endogen yang menstimulasi dan yang menghambat jalur pruritus.3 Beberapa reseptor opioid terlibat dalam jalur pruritus, seperti yang sudah dikonfirmasi dengan observasi bahwa morfin, suatu agonis opioid, dapat menginduksi gatal. Sebaliknya, agen-agen yang menstimulasi

(5)

2.1.3.5 Keadaan proinflamasi

Penyakit ginjal kronik dianggap menyebabkan abnormalitas sistem imun yang menyebabkan keadaan pro inflamasi, yang bermanifestasi sebagai pruritus. Hal ini didukung oleh studi-studi yang menunjukkan bahwa terapi-terapi imunosupresan termasuk sinar ultraviolet B (UVB), takrolimus, dan talidomid memberikan respon terhadap penurunan pruritus.3

2.1.4 Pendekatan diagnostik

Gambaran klinis dari pruritus uremikum adalah bersifat simetris, dimana daerah yang paling sering terlibat adalah punggung, lengan, dada dan kepala. Pruritus yang bersifat generalisata jarang dijumpai. Eksaserbasi pruritus dapat dipicu oleh adanya panas dari eksternal, keringat, stres dan kulit kering. Sementara mandi dengan air hangat atau dingin, suhu yang dingin dan aktivitas dapat mengurangi pruritus. Pada kulit dapat terlihat ekskoriasi akibat garukan, dengan atau tanpa adanya lesi impetigo, prurigo maupun likenifikasi yang merupakan suatu fenomena sekunder. Agitasi atau depresi dapat ditemukan pada separuh pasien pruritus uremikum. Durasi, derajat keparahan dan karakteristik pruritus bervariasi, dapat berubah sepanjang waktu dan berbeda-beda pada tiap pasien. Pruritus biasanya lebih berat dirasakan pada malam hari sehingga sering menyebabkan gangguan tidur. Sebagian pasien mengalami pruritus dalam jangka waktu yang singkat sementara sebagian lainnya merasakannya sepanjang hari dan sepanjang malam.13,14

(6)

yang dapat dibantu oleh pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penamaan pruritus uremikum sering dianggap suatu kesalahan dalam penamaan oleh karena beberapa alasan berikut:3

1. Pruritus pada pasien-pasien penyakit ginjal stadium akhir tidak universal 2. Pruritus ini tidak memiliki korelasi dengan tingkat keparahan uremia 3. Bahkan dialisis dengan aliran tinggi tidak meringankan masalah 4. Pruritus tidak didapati pada pasien-pasien gagal ginjal akut

Telah diajukan istilah “pruritus yang terkait uremia”, namun nomenklatur yang

lebih tepat untuk kondisi ini adalah “pruritus yang berkaitan dengan penyakit

ginjal kronik” atau “gatal karena penyakit ginjal kronik”.

Kriteria spesifik yang digunakan untuk mendiagnosis pruritus uremikum adalah apabila didapatkan salah satu dari gejala-gejala yang berikut ini:26

1. Pruritus timbul segera sebelum dialisis, atau kapan saja, tanpa adanya bukti penyakit aktif lainnya yang dapat menjelaskan terjadinya pruritus. 2. Lebih dari atau sama dengan tiga episode gatal selama suatu periode 2

minggu, dengan gejala yang timbul beberapa kali sehari, terjadi paling tidak beberapa menit, dan mengganggu pasien.

3. Timbulnya suatu keadaan gatal dalam pola yang teratur selama periode 6 bulan, tetapi frekuensinya lebih sedikit daripada yang disebutkan diatas.

2.1.5 Pemeriksaan laboratorium

(7)

pemeriksaan urin lengkap. Pemeriksaan elemen-elemen darah lain yang terkait juga dapat dilakukan, seperti kalsium, fosfor, magnesium, aluminium, fosfatase alkali dan hormon paratiroid.6,13-15

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk pruritus uremikum meliputi penatalaksanaan nonfarmakologis, farmakologis dan dengan mengatasi penyakit yang mendasarinya. Penatalaksanaan nonfarmakologis meliputi pengobatan secara fisik, seperti fototerapi, akupunktur dan sauna, sampai dengan tindakan paratiroidektomi. Penatalaksanaan farmakologis meliputi penatalaksanaan topikal dan sistemik. Pada penatalaksanaan topikal dapat diberikan emolien, kapsaisin dan steroid topikal. Pada penatalaksanaan sistemik dapat diberikan diet rendah protein, minyak primrose, lidokain dan metiksilin, antagonis opioid, charcoal aktif, kolestiramin, antagonis serotonin, talidomid, nicergoline dan nalfurafine. Pruritus uremikum dapat diatasi dengan penanganan penyakit yang mendasarinya, yaitu dengan transplantasi ginjal, dialisis yang efisien maupun pemberian eritropoietin.26,29

2.2 Derajat Keparahan Pruritus

(8)

numeric rating scale (NRS), verbal rating scale (VRS)], kuesioner gatal yang menyediakan data kualitas gatal, sistem analisis terkomputerisasi, dan penilaian ambang persepsi pruritus. Untuk menilai garukan dapat dilakukan dengan bantuan pengamatan adanya ekskoriasi dan derajat likenifikasi, rekaman video inframerah,

limb meter (monitor aktivitas pergelangan tangan, sensor tekanan), transduser vibrasi kuku jari-jari tangan (sensor piezo film, pruritometer) dan sistem evaluasi akustik dari garukan. Selain itu, untuk menganalisis aktivitas otak selama episode gatal, telah dilakukan teknik-teknik pencitraan fungsional (functional magnetic resonance, positron emission tomography).30

Untuk menilai pruritus direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi paling sedikit dua metode penilaian rasa gatal yang independen. Namun, rekomendasi ini dapat terlalu menghabiskan waktu pada pengunaan klinis sehari-hari, oleh karena itu untuk penilaian intensitas gatal tersebut dibutuhkan suatu metode yang sederhana dan dapat dipercaya.30,31

2.2.1 Visual analogue scale (VAS)

(9)

untuk mengubah suatu hasil grafik menjadi metrik, maupun dalam hal motorik, sehingga sulit untuk menandai garis dengan pena.30

2.2.2 Penilaian pruritus modifikasi Duo dan Mettang

Derajat keparahan pruritus dapat dinilai dengan suatu metode yang didasarkan pada metode yang diusulkan oleh Duo (1987) dan dimodifikasi oleh Mettang et al. Skor dinilai oleh peneliti yang sama terhadap semua pasien. Metode ini didasarkan pada kriteria yang mencakup scratching, keparahan, frekuensi dan distribusi pruritus, dan gangguan tidur yang berkaitan dengan pruritus, yaitu sebagai berikut:7,32

1. Scratching: Pruritus yang dilaporkan dengan periode waktu: pagi, sore, dan malam, dan masing-masing memiliki 1 skor.

2. Keparahan:

1 skor : sensasi gatal ringan tanpa perlu menggaruk 2 skor : beberapa kali menggaruk

3 skor : sering menggaruk

4 skor : menggaruk tanpa ada rasa berkurang 5 skor : pruritus yang dirasakan terus menerus.

3. Distribusi: Setiap lokasi misalnya lengan, tungkai bawah, dan batang tubuh mendapatkan masing-masing 1 skor, dengan skor maksimal adalah 5, untuk pruritus generalisata.

(10)

mendapatkan 1 skor. Skor maksimal adalah 5, yaitu dengan > 10 episode singkat atau > 5 episode panjang.

5. Gangguan tidur: Keadaan yang dinilai adalah jumlah jam tidur dan frekuensi gangguan tidur oleh karena rasa gatal. Skor 0 jika memiliki > 7 jam tidur pada malam hari dan skor 10 jika tidak dapat tidur sama sekali. Gangguan tidur juga dinilai dari jumlah berapa kali pasien terbangun pada malam hari oleh karena rasa gatal.

1 skor : untuk 1 kali terbangun 2 skor : untuk 2 kali terbangun 3 skor : untuk 3 kali terbangun 4 skor : untuk 4 kali terbangun 5 skor : untuk > 5 kali terbangun.

Untuk keparahan, distribusi dan frekuensi, penilaian skor dilakukan pagi dan siang. Sehingga skor paling tinggi selama 24 jam adalah 48.7,32 Pada penelitian yang menggunakan penilaian derajat pruritus, evaluasi dalam 4 minggu terakhir pernah dilakukan untuk menentukan skor pruritus.11,18

(11)

2.3 Penyakit Ginjal Kronik

2.3.1 Pendahuluan

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu spektrum dari berbagai proses patofisiologis yang berkaitan dengan fungsi ginjal yang abnormal, dan suatu penurunan yang progresif dari laju filtrasi glomerulus (LFG).1 Penyakit ginjal

stadium akhir didefinisikan sebagai “gangguan ginjal yang membutuhkan dialisis

atau transplantasi ginjal untuk dapat bertahan hidup”.2 Istilah penyakit ginjal stadium akhir menunjukkan suatu stadium dari penyakit ginjal kronik dimana terjadi akumulasi toksin-toksin, cairan dan elektrolit yang secara normal diekskresikan oleh ginjal yang menyebabkan terjadinya sindrom uremikum. Sindrom ini dapat menyebabkan kematian jika toksin-toksin tersebut tidak dikeluarkan dengan terapi penggantian ginjal, dengan menggunakan dialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ginjal stadium akhir adalah istilah untuk penyakit ginjal kronik stadium 5.1

(12)

2.3.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat pada tahun 1995-1999 diperkirakan terdapat 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, yang memiliki populasi sekitar 18 juta penduduk, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahunnya, sedangkan di negara-negara berkembang lainnya insidensi ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus per 1 juta penduduk per tahun.4 Prevalensi penyakit ginjal stadium akhir di Amerika Serikat pada tahun 2003 adalah lebih dari 320.000 pasien dan prevalensi ini pada saat itu diperkirakan akan meningkat menjadi 650.000 pada tahun 2010 dan menjadi 2 juta pada tahun 2030.3

Prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia adalah sekitar 12,5%, seperti yang dilaporkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2009.5 Data yang didapatkan di Kota Medan adalah berdasarkan penelitian pada tahun 2010 didapatkan 265 orang penderita PGK di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Pirngadi Medan dan penelitianpada tahun 2011 terdapat 633 orang penderita PGK di RSUP Haji Adam Malik Medan.33,34

2.3.3 Etiologi dan patogenesis

(13)

glomerulonefritis, diabetes melitus, obstruksi dan infeksi, hipertensi dan sebab-sebab lain.4

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan dua rangkaian mekanisme kerusakan, yaitu: (1) mekanisme awal yang spesifik terhadap etiologi yang mendasarinya (misalnya kompleks imun dan mediator-mediator inflamasi dalam jenis tertentu dari glomerulonefritis, atau pajanan toksin pada penyakit-penyakit tertentu dari tubulus renal dan interstisium); dan (2) suatu rangkaian dari mekanisme progresif, yang melibatkan hiperfiltrasi dan hipertrofi dari nefron-nefron yang tersisa, yang merupakan konsekuensi umum dari etiologi yang mendasarinya tersebut.1

(14)

progresifitas PGK. Terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial berbeda-beda pada tiap individu.1,4

Pada PGK stadium dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, walaupun LFG masih normal atau malah meningkat. Selanjutnya terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan urea dan kreatinin serum. Sampai LFG 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik). Sampai LFG 30% mulai terjadi keluhan misalnya seperti nokturia dan badan lemah. Sampai LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme kalsium dan fosfor, mual dan muntah. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi komplikasi yang lebih serius dan memerlukan terapi penggantian ginjal antara lain dialisis atau transplantasi, yaitu pada gagal ginjal.4

2.3.4 Pendekatan diagnostik

Beberapa gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik adalah: (a) sesuai dengan penyakit yang mendasari, (b) sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma, (c) gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).4

(15)

dalam tes pencitraan (imaging tests) dan (2) LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.4

Ada 5 klasifikasi PGK berdasarkan stadium penyakitnya yang dinilai dari laju filtrasi glomerulus, yaitu LFG normal atau meningkat, penurunan LFG ringan, sedang, berat sampai dengan gagal ginjal.1,4 Gambaran laboratorium PGK meliputi: (a) sesuai penyakit yang mendasarinya, (b) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG, (c) kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia dan asidosis metabolik, dan (d) kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast dan isostenuria. Pemeriksaan radiologi dan histopatologi juga membantu untuk mengetahui kerusakan ginjal yang terjadi, mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang diberikan.4

2.3.5 Penatalaksanaan

(16)

2.4 Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu sistem penggantian ginjal modern yang menggunakan mesin dialisis melalui difusi dan hemofiltrasi untuk mengeluarkan air dan zat terlarut yang tidak diinginkan maupun toksin-toksin, yang dilakukan pada pasien-pasien gagal ginjal kronik.35,36

Difusi zat-zat terlarut melewati membran semipermeabel merupakan prinsip hemodialisis. Produk-produk sisa metabolisme berpindah sesuai dengan gradien konsentrasi dari sirkulasi ke dialisat. Laju transportasi difus meningkat sebagai respons terhadap berbagai faktor, termasuk besarnya gradien konsentrasi, daerah permukaan membran dan koefisien transfer massa dari membran tersebut. Modalitas hemodialisis ini dilakukan kira-kira selama 3-4 jam dengan sesi dialisis intermiten.1

(17)

Semakin besar molekul, semakin lambat laju perpindahannya melewati membran, sesuai dengan asas difusi. Molekul kecil seperti ureum (60 Da), dapat melalui klirens substansial, sementara molekul yang lebih besar, seperti kreatinin (113 Da), lebih sedikit yang dibersihkan secara efisien. Perpindahan produk-produk sisa dari sirkulasi ke dialisat juga dapat terjadi sebagai hasil dari ultrafiltrasi. Proses pembersihan konvektif terjadi oleh sebab tarikan dari pelarut, dengan zat-zat terlarut ikut terbuang bersama dengan air melewati membran dialisis semipermeabel tersebut.1

2.5Beberapa Faktor Metabolik yang Berkaitan dengan Pruritus Uremikum

Gangguan mineral dan tulang pada PGK ialah suatu sindrom klinik yang terjadi akibat gangguan sistemik pada metabolisme mineral dan tulang pada PGK. Salah satu kelainan yang ditemukan pada sindrom ini adalah kelainan laboratorium akibat gangguan metabolisme kalsium, fosfat atau hormon paratiroid.5

Faktor-faktor metabolik telah terlibat dalam patogenesis gatal, seperti, hiperkalsemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme sekunder, dan hipermagnesemia.10 Namun demikian, secara klinis, belum jelas didapatkan adanya kaitan antara perubahan metabolik yang dapat dideteksi dengan persentase kejadian pruritus yang tinggi.15

2.5.1. Kadar kalsium serum

(18)

hormon dan koagulasi darah. Oleh karena itu konsentrasi kalsium ekstrasel harus dipertahankan dalam rentang yang sempit namun stabil melalui suatu rangkaian mekanisme umpan balik yang melibatkan hormon paratiroid dan metabolit vitamin D aktif. Mekanisme ini diatur oleh adanya sinyal-sinyal yang terintegrasi antara kelenjar paratiroid, ginjal, usus dan tulang.1

Kalsium merupakan salah satu dari target biokimia yang telah ditetapkan dalam pemeriksaan laboratorium pada pasien-pasien yang menjalani hemodialisis. Jika target tersebut tercapai, penyakit ginjal terkait tulang oleh karena kadar kalsium yang abnormal semakin kecil kemungkinannya untuk berkembang.36

Kalsium berada di dalam plasma dalam beberapa bentuk yaitu bentuk bebas/terionisasi, terikat pada protein dan bentuk kompleks.37 Kalsium yang terionisasi merupakan 48% dari seluruh kalsium total, yang terikat pada protein 40% dan yang berbentuk kompleks yang terikat dengan anion lain seperti fosfat, sitrat dan bikarbonat sebanyak 12%. Dalam praktek di klinik yang dipakai adalah kalsium total yaitu jumlah dari ketiga bentuk tersebut.5

Dalam keadaan kadar albumin plasma abnormal, kalsium (Ca) total tidak

merefleksikan kadar yang sebenarnya, oleh karena itu dilakukan “koreksi”

terhadap hasil pengukuran. Hasil yang didapat disebut kalsium koreksi (corrected Ca). Rumus koreksi adalah sebagai berikut: Ca koreksi = [(4-albumin)x0,8] + Ca total. Kadar kalsium darah normal atau normokalsemia adalah 8,4-9,5 mg/dl. Hipokalsemia adalah kadar kalsium total darah < 8 mg/dl. Hiperkalsemia adalah kadar kalsium total darah > 10 mg/dl.5

(19)

produksi hormon paratiroid yang berlebihan, adanya keganasan, produksi 1,25(OH)2D yang berlebihan, peningkatan resorpsi tulang primer, peningkatan asupan kalsium yang berlebihan dan penyebab-penyebab lainnya. Produksi hormon paratiroid yang berlebihan dapat disebabkan adanya adenoma atau hiperplasia, stimulasi jangka panjang sekresi hormon paratiroid pada insufisiensi renal, sekresi hormon paratiroid ektopik, mutasi calcium sensor receptor (CaSR) atau perubahan fungsi CaSR.1

Dengan memburuknya fungsi ginjal, terjadi gangguan homeostasis mineral yang progresif, yang terlihat dari abnormalitas kadar kalsium dan perubahan hormon paratiroid. Gangguan mineral dan tulang ditemukan pada sebagian besar pasien PGK stadium 3-5 dan secara universal dialami pasien PGK stadium 5 yang menjalani dialisis.5 Pada pasien-pasien hemodialisis terjadi penurunan kemampuan mengeliminasi dan mereabsorpsi kalsium dan penurunan aktivasi vitamin D3 dalam ginjal. Kadar kalsium darah pada pasien-pasien ini dipengaruhi kuat oleh perubahan keseimbangan kalsium yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme sekunder.19

(20)

Obat-obat antihistamin atau anti alergi disebutkan memiliki mekanisme menghambat influks ion kalsium ke sel mast yang dapat menghambat degradasi sel mast.19

(21)

2.5.2. Kadar fosfor serum

Fosfor (P) adalah elemen penting bagi pembentukan adenosine triphosphate (ATP) dan sintesis membran fosfolipid dan tulang. Sumber dari fosfat anorganik pada sel terutama berasal dari fosfat ekstrasel, oleh sebab itu regulasi fosfat serum sangat penting untuk fungsi sel dan struktur membran.37 Tubuh menyimpan fosfor dalam rentang 700 sampai 1000 g dan terutama berpasangan dengan oksigen sebagai suatu anion fosfat. Kira-kira 85% fosfat adalah komponen anorganik dari kristal hidroksiapatit yang terkandung dalam reservoar fosfat dalam tulang dan gigi. Empat belas persen fosfat adalah suatu anion intrasel organik yang penting untuk metabolisme energi aerobik dan anaerobik dalam sel darah merah. Dalam membran sel, fosfat merupakan struktur sebagai suatu fosfolipid dan merupakan konstituen utama dari deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) dan makromolekul fosfoprotein. Selain itu fosfat penting untuk metabolisme karbohidrat, lipid dan protein, serta berfungsi sebagai suatu kofaktor dalam berbagai sistem enzim dan sebagai suatu komponen integral dalam serum atau metabolisme asam basa intrasel. Terakhir, sebagai adenosin difosfat, menghasilkan energi yang penting untuk semua aktivitas metabolik. Fosfor anorganik yang sisa sebanyak 1% ditemukan dalam kompartemen ekstrasel, yang dapat diukur dalam serum.42

(22)

Metabolisme fosfat diatur oleh pengangkut fosfat yang berpasangan dengan natrium yang terletak di nefron, tulang dan usus untuk mempertahankan homeostasis. Ekskresi fosfat melalui ginjal secara kasar serupa dengan absorpsi di saluran gastrointestinal. Fosfat terutama diabsorbsi melalui transport aktif pada tubulus proksimal. Mekanisme tambahan juga membantu homeostasis fosfor, dimana adanya parathyroid hormone (PTH) dapat menghambat reabsorpsi fosfat.1

Ginjal merupakan organ utama yang berperan dalam mempertahankan homeostasis fosfat, dan progresifitas penyakit ginjal kronik dapat berakibat pada retensi fosfat, meskipun terdapat respons adaptasi untuk mengkompensasi rendahnya LFG terhadap keseimbangan fosfat. Hiperfosfatemia dapat meningkatkan mortalitas pada pasien hemodialisis dan pasien penyakit ginjal kronik yang tidak menjalani hemodialisis. Hiperfosfatemia menyebabkan hipokalsemia, penurunan kadar kalsitriol, hiperparatiroidisme sekunder, kalsifikasi ekstraosseus, kalsifikasi jaringan lunak, gangguan hemodinamik, kalsifikasi vaskuler dan koroner, kalsifikasi miokard dan katup jantung.43

(23)

2.5.3. Produk kalsium fosfor

Produk kalsium fosfor adalah hasil perkalian antara kadar fosfor darah (mg/dl) dan kadar kalsium total darah (mg/dl). Nilai produk kalsium fosfat ini harus dipertahankan < 55 mg2/dl2.5 Gangguan mineral dan tulang pada penyakit ginjal kronik dapat diketahui dengan pemeriksaan laboratorium, diantaranya adalah kalsium, fosfor, produk kalsium x fosfor (Ca x P), hormon paratiroid dan fosfatase alkali. Walaupun hormon paratiroid sendiri tidak bersifat pruritogenik ketika diinjeksikan ke kulit, namun hormon paratiroid sendiri diperkirakan menyebabkan sel mast melepaskan histamin dan juga menyebabkan mikropresipitasi garam kalsium dan magnesium pada kulit. Peningkatan produk kalsium fosfor berhubungan erat dengan pruritus, diperkirakan oleh karena hormon paratiroid merangsang peningkatan kalsium dalam serum sehingga juga dapat menyebabkan mikropresipitasi kalsium pada kulit.13,44

2.6Hubungan antara Kalsium, Fosfor dan Produk Kalsium Fosfor Serum

dengan Skor Pruritus

(24)

melaporkan bahwa hiperkalsemia dan hiperfosfatemia diidentifikasi sebagai faktor-faktor risiko independen untuk perkembangan pruritus uremikum yang lebih berat.10 Resic et al melaporkan korelasi yang signifikan dari produk kalsium fosfat pada pasien-pasien pruritus dan tanpa pruritus dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar kalsium dan fosfor serum.2 Afsar et al. menemukan korelasi yang signifikan antara pruritus uremikum dengan PTH dan produk kalsium fosfat.45 Pisoni et al melaporkan bahwa pasien-pasien memiliki pruritus sedang hingga berat yang secara signifikan lebih tinggi jika mereka memiliki kadar kalsium serum atau fosfor serum yang lebih tinggi. Konsentrasi produk kalsium fosfor juga ditemukan berkaitan dengan pasien-pasien yang memiliki gejala gatal yang sedang sampai ekstrim, khususnya pasien-pasien dengan produk kalsium fosfor > 80 mg2/dl2.18 Gatmiri et al melaporkan derajat keparahan pruritus lebih tinggi didapatkan pada pasien-pasien dengan kadar fosfor serum yang lebih tinggi.17

(25)
(26)

2.7 Kerangka Teori

Fosfor Kalsium

(27)

2.7 Kerangka Konsep

Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka konsep

2.8 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara kadar kalsium serum dengan skor pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Terdapat hubungan antara kadar fosfor serum dengan skor pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Terdapat hubungan antara produk kalsium fosfor serum dengan skor pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP Haji Adam Malik Medan.

Skor Pruritus (Pruritus uremikum)

- Kalsium serum

- Fosfor serum

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 2.2 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Uiian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam.. Bidang Ilmu

Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha “Karya Nugraha” Kecamatan Cigugur

Adapun saran yang diperlukan untuk penyempurnaan adalah setting keamanan pada VoIP, yang bertujuan agar tidak mudah ditembus untuk ikut mendengarkan

Pesan-pesan moral yang ditunjukkan dalam novel ini adalah kejujuran, yaitu kekuatan pasti pada setiap langkah tanpa keragu-raguan.. Keputusan yang

Seperti yang telah kita ketahui bahwa boarding school merupakan perpaduan antara pendidikan pesanten dan sekolah, dimana output yang dihasilkan siswa mempunyai kepribadian

Selanjutnya adalah membuat penyimpanan data ( Hard disk ) yang akan digunakan untuk

Salah satu bentuk karya sastra yang mengangkat masalah manusia dan kemanusiaan serta memiliki nilai moral adalah novel.. Dalam setiap novel pasti mengandung sebuah pesan, baik

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia yang memenuhi persyaratan dengan terlebih dahulu melakukan registrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)