• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Psikologi ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Psikologi ISSN:"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Adversity Quotient pada Guru Kelas Akselerasi di SD Ar

Rafi’ Bandung

Description of Adversity Quotient on Acceleration Classroom Teachers in SD Ar Rafi’ Bandung

1Eliska,2Ria Dewi Eryani

1,2Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung,

Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116

email:1eliska_kaka@yahoo.co.id ,2riadewieryani@yahoo.com

Abstract Special Education is one of the programs that cater for learners who have special potential intelligence. One school held a special intelligence program (acceleration) is SD Ar Rafi '. The teachers who teach in class acceleration aware of so many difficulties they encountered in carrying out his duties as a teacher. There are teachers who optimize its ability to overcome difficulties, but there are also teachers who have not been optimal in overcoming difficulties. According to Paul G. Stolz, Adversity Quotient is the ability to process trouble with intellectual capital. Adversity Quotient can be seen from a person's ability to control difficulties, the ability to recognize what causes difficulties, the ability of recognizing the effects caused by the difficulties, the ability to limit the reach of difficulty, as well as the durability in the face of adversity. The purpose of this study was to obtain a description of Adversity Quotient In Teacher Class Acceleration in SD Ar Rafi 'Bandung. The method used is descriptive method with the number of subjects by 12 teachers. The data collection is done by using a measuring instrument that was developed based on the dimensions of the Adversity Quotient of Paul G. Stolz. There are 32 items that valid normative Spearman-Brown and had a reliability 0.883. Based on the results of data processing is known that 67% of teachers have moderate Adversity Quotient (campers). The highest scores are the dimensions of Endurance, the lowest score on the dimensions contained Reach.

Keyword: Adversity Quotient, The Acceleration Program, The Class Teacher Acceleration

Abstrak. Pendidikan khusus merupakan salah satu program yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa. Salah satu sekolah yang menyelenggarakan program kecerdasan

istimewa (akselerasi) adalah SD Ar Rafi’. Para guru yang mengajar di kelas akselerasi menyadari begitu

banyak kesulitan yang mereka temui dalam menjalankan tugasnya sebagai guru. Terdapat guru yang mengoptimalkan kemampuannya dalam mengatasi kesulitannya, namun ada juga guru yang belum optimal dalam mengatasi kesulitannya. Menurut Paul G. Stolz , adversity quotient adalah kemampuan seseorang dalam mengolah kesulitan dengan kecerdasan yang dimiliki. Adversity Quotient dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk mengendalikan kesulitan, kemampuan mengakui apa yang menjadi penyebab kesulitan, kemampuan mengakui akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan, kemampuan membatasi jangkauan kesulitan, serta daya tahan dalam menghadapi kesulitan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran Adversity QuotientPada Guru Kelas Akselerasi di SD Ar Rafi’ Bandung. Metode

yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jumlah subjek sebanyak 12 guru. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi Adversity Quotient dari Paul G. Stolz. Terdapat 32 item yang valid berdasarkan norma Spearman-Brown dan memiliki reliabilitas 0,883. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa sebanyak 67 % guru memiliki Adversity Quotient sedang (campers). Skor yang paling tinggi terdapat pada dimensi Endurance, skor terendah terdapat pada dimensi Reach.

(2)

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang. pendidikan terdiri dari beberapa jenis yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, khusus. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003).Berdasarkan undang-undang tersebut, merupakan hak peserta didik adalah mendapatkan pelayanan pendidikan khusus, bagi yang memiliki kemampuan kecerdasan luar biasa. Salah satu wujud pelaksanaan UU (Undang-undang) tersebut adalah diberlakukannya program percepatan belajar dalam hal ini adalah akselerasi. Program akselerasi adalah bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan bagi siswa dengan kecerdasan dan kemampuan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, 2003).

Idealnya program akselerasi di suatu sekolah harus didukung oleh beberapa faktor penting salah satunya adalah guru. Pemerintah menuntut guru agar mampu berperan secara proporsional dan profesional melalui fungsi dan peranannya secara optimal. Para guru harus memahami fase perkembangan anak, psikologis anak, serta cara menghadapi anak. Oleh sebab itu, tantangan terberat ketika menjadi guru terutama memberikan pendidikan saat usia siswa masih dikategorikan anak-anak atau tingkat sekolah dasar. Terlebih lagi guru sekolah dasar yang harus mengajar banyak mata pelajaran, otomatis guru tersebut harus bisa menguasai segala mata pelajaran, serta harus mempunyai pengetahuan yang luas. Menindaklanjuti UU tentang kompetensi profesionalitas yang harus dikuasai oleh guru, dengan demikian diperlukan kesiapan guru itu sendiri baik aspek fisik maupun mental. Terlebih dari aspek mental yang harus disiapkan mau tidak mau guru harus memiliki keinginan kuat dalam menghadapi kesulitan dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Mengatasi kesulitan tentu dengan mencari solusi dengan melibatkan potensi yang dimiliki, salah satunya adalah dengan Adversity Quotient (AQ). Di Indonesia, program akselerasi sudah diselenggarakan dibeberapa sekolah yang ada di kota besar salah satunya adalah di kota Bandung. Salah satu Sekolah Dasar yang menyelenggarakan program akselerasi adalah SD Ar Rafi’.SD Ar-Rafi’ merupakan salah satu SD swasta yang ada di kota Bandung dengan akreditasi A.

Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 orang guru yang mengajar dikelas akselerasi mengatakan bahwa, tantangan terberat dalam mengajar siswa akselerasi adalah harus memahami karakteristik setiap siswa, memahami apa yang siswa inginkan, sebab bila tidak paham guru akan dikritik oleh siswa. Guru juga harus membuat pembelajaran yang mengundang agar kecerdasan mereka menjadi terarah, kemampuan berpikir tingkat tinggi harus diberikan kepada siswa. Rasa ingin tahu dan minat belajar yang tinggi membuat siswa akselerasi bertanya apa saja yang mereka temui di lingkungan sekitar, terkadang diluar konteks pelajaran dan kurang terkontrol, sebagian guru juga merasa kesulitan dalam mengajar dikarenakan mata pelajaran yang diajarkan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya sehingga guru merasa kesulitan.

Strategi yang dilakukan oleh para guru SD Ar Rafi’ menunjukkan kemampuan guru yang berbeda-beda dalam menangani kesulitan mengajar siswa akselerasi. Stoltz mendefinisikan Adversity Quotient sebagai kemampuan seseorang dalam mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. Dalam mengatasi kesulitan mengajar siswa

(3)

akselerasi, terdapat guru yang terus menerus melakukan usaha sampai tujuannya tercapai yang dalam adversity quotient dinamakan dengan tipe climbers, kemudian terdapat juga guru yang mengatasi kesulitan dengan cukup puas dengan metode pembelajaran yang telah diajarkan, sehingga tidak melakukan perbaikan dan usaha serta memperhitungkan kerugian dan keuntungan dalam mengerjakan sesuatu yang dalam adversity quotient dikategorikan dalam tipe campers, serta terdapat guru yang lebih memilih untuk berhenti berusaha dan memilih untuk menghindari kewajibannya yang dalam adversity quotient dinamakan dengan tipe quitters. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melihat gambaran adversity quotient guru kelas akselerasi. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris mengenai gambaran adversity quotient pada guru kelas akselerasi di SD Ar Rafi’ Bandung.

B. Landasan Teori

Stoltz mendefinisikan AQ sebagai kemampuan seseorang dalam menangani kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus berkembang sepanjang hidupnya meskipun berbagai kesulitan dan hambatan menjadi penghalang (Stoltz, 2000). Terdapat 4 dimensi yang menentukan keseluruhan skor AQ, yaitu (1) control; menunjukkan kemampuan kendali individu terhadap kejadian yang menimbulkan kesulitan. (2) origin dan ownership; menunjukkan kemampuan individu menyadari asal usul kesulitan dan mengakui akibat-akibat dari kesulitan serta bertanggung jawab. (3) reach; menggambarkan seberapa jauh kesulitan atau hambatan mempengaruhi masalah lain dalam hidup individu. (4) endurance; menggambarkan daya tahan individu dan berapa lama individu menganggap kesulitan atau hambatan akan berlangsung.

Stoltz (2000) mengelompokkan tipe manusia berdasarkan daya juangnya dalam tiga tingkatan yaitu (1) Quitters, yaitu orang yang memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Individu dengan tipe ini memilih untuk berhenti berusaha, mereka mengabaikan, menutupi dan meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk terus berusaha. Dengan demikian, individu dengan tipe ini biasanya meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Quitters selalu melarikan diri dari kehidupannya, yang berati juga mengabaikan potensi yang mereka miliki dalam hidupnya. (2) Campers, adalah orang-orang yang telah berusaha sedikit kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Tipe ini biasanya mencari posisi yang nyaman dan bersembunyi pada situasi yang bersahabat. Kebanyakan para campers menganggap hidupnya telah sukses sehingga tidak perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha. (3) Climbers, adalah individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya. Tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan, kerugian, individu dengan tipe ini akan terus berusaha sampai tujuan tercapai. Climbers memperbesar kemampuan dalam memberikan kontribusi dengan belajar dan memperbaiki diri. Climbers bersedia mengambil resiko, menghadapi tantangan, mengatasi rasa takut, mempertahankan visi, memimpin dan bekerja keras sampai pekerjaannya tercapai.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling berjumlah 12 guru yang mengajar di kelas akselerasi. Penelitian ini menggunakan kuesioner berjumlah 54 item. Hasil dari uji validitas menggunakan korelasi Rank Spearman didapatkan 32 item yang valid. Uji reliabilitas yang dilakukan menggunakan metode Split Half didapatkan nilai sebesar 0,883 yaitu derajat reliabilitas tinggi. Berdasarkan

(4)

hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa mayoritas guru kelas akselerasi SD Ar Rafi’ memiliki adversity sedang dengan persentase 67% berjumlah 8 guru dan adversity tinggi dengan persentase 33 % berjumlah 4 guru. Dengan demikian, rata-rata guru kelas akselerasi SD Ar Rafi masuk ke dalam adversity quotient sedang atau campers. Menurut Stolz campers atau orang-orang yang bertahan pada suatu posisi yang nyaman adalah orang-orang yang telah berusaha sedikit kemudian mudah merasa puas atas apa yang dicapainya. Kebanyakan para campers menganggap hidupnya telah sukses sehingga tidak perlu lagi melakukan perbaikan dan usaha. Hal ini menggambarkan bahwa guru sudah berusaha mencari beberapa cara untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengajar siswa akselerasi, namun guru cepat merasa puas atas usaha yang sudah dilakukannya sehingga guru merasa cara mengajarnya sudah baik tanpa melakukan usaha lagi.

Guru dengan tipe campers masih memiliki kendali dalam mengatasi kesulitannya, masih melihat masalah secara spesifik dan masih memiliki pandangan positif untuk bertahan lebih lama. Namun untuk masalah yang dirasanya tidak dapat diselesaikan akan membuatnya merasa putus asa, tidak merasa bertanggung jawab, memberikan sedikit kontribusi, Sehingga ketika sudah melakukan suatu usaha, maka guru akan menganggap usaha tersebut sudah cukup sehingga tidak ada usaha lebih yang dilakukan, apabila mendapatkan hasil kerja yang kurang memuaskan akan cepat merasa putus asa sehingga menghambatnya untuk melakukan perbaikan seperti ketika mendapatkan penilaian yang cukup atau kurang dari evaluasi kinerjanya membuat guru merasa kecewa sehingga terkadang menyalahkan diri sendiri yang menghambatnya untuk mengambil tindakan dalam memperbaiki diri, menghindari sesuatu yang bukan tanggung jawab nya sehingga merasa tidak perlu memberikan kontribusi serta masih mempertimbangkan keuntungan atau kerugian bagi dirinya ketika melakukan sesuatu.

Pada adversity quotient tinggi dengan jumlah 4 guru (33%) masuk kedalam tipe climbers. Menurut stolz, climbers adalah individu yang melakukan usaha sepanjang hidupnya, tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan, kerugian, individu dengan tipe ini akan terus berusaha sampai tujuannya tercapai. Para guru kelas akselerasi SD Ar Rafi yang memiliki adevrsity quotient pada tingkat climbers ini merasa bahwa kesulitan yang dirasakannya dalam mengajar siswa akselerasi membuat guru berusaha terus menerus untuk mengatasi kesulitan tersebut. Guru menunjukkan keuletan dan tekad yang tidak kenal menyerah walaupun terkadang masih mendapatkan penilaian yang kurang atau cukup dari hasil evaluasi, menjadi termotivasi untuk terus menerus mengembangkan kreativitasnya dengan menggunakan metode cooperative learning dalam mengajar siswa kelas akselerasi, tetap optimis dalam memandang masalah sehingga terus meningkatkan kualitasnya dalam mengajar, mengganggap bahwa kesulitan yang dirasakannya sebagai tantangan yang harus dilewati sehingga timbul rasa kepuasan apabila dapat mengatasinya. Adanya tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan, tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan, tidak menyalahkan diri secara berlebihan namun tetap mengevaluasi kekurangan diri, mampu membatasi permasalahan sehingga tidak meluas ke hal yang lain, daya tahan tinggi karena mengganggap kesulitan sebagai sesuatu yang tidak akan berlangsung lama, serta menganggap pekerjaan yang sedang dijalaninya sebagai bentuk ibadah kepada Allah.

D. Simpulan

Secara umum dari 12 orang guru yang mengajar kelas akselerasi di SD Ar Rafi’ Bandung, sebanyak 33 % guru yang memiliki adversity quotient tinggi

(5)

(climbers). Kemudian 67% guru yang memiliki adversity quotient sedang (campers). Secara khusus dilihat dari dimensi adversity quotient, didapatkan data bahwa dimensi yang paling banyak mendapat kategori tinggi berada pada dimensi Endurance, dimensi yang paling banyak kategori sedang yaitu dimensi origin dan ownership, serta dimensi yang masih rendah berada pada dimensi reach yang artinya Guru-guru berusaha bertahan menghadapi kesulitan yang dialami selama mengajar, namun ketika dihadapakan pada masalah yang dirasa cukup berat maka kesulitan yang dialami cenderung mempengaruhi tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban guru yang lain.

Daftar Pustaka

Ariani, C. (2010). Studi Mengenai Adversity Quotient Pada Guru Pembimbing Khusus (GPK ) Yang Menangani Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Solalin Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Ashardiani, R. R. (2007). Survai Mengenai Adversity Quotient Pada Mahasiswa Kurnas Fakultas Psikologi Yang Sedang Menyelesaikan Skripsi Di Universitas Islam Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hurrahmi, M. (2013). Studi Deskriptif Adversity Quotient Pada Guru SD Yang Mengajar Siswa Berkebutuhan Khusus Di SDN Pelesiran Kota Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Noor, J. (2012). Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Karya Ilmiah. Bandung: Kharisma Putra Utama.

Ofianto.(2015). Evaluasi Program Percepatan /Akselerasi Di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta. Jurnal Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Padang: Tidak diterbitkan.

Ormrod, J.E. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga.

Putri, R.A. (2016). Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient Pada Guru SLB-C Islam Di Kota Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Rahmawati, D.P. (2013). Studi Mengenai Adversity Quotient Pada Guru Di Sekolah Dasar Dewi Sartika Kota Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan

Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama

Sugiharti, A. (2008). Studi Deskriptif Adversity Quotient Pada Guru Tutor Anak Autis Di SD Hikmah Teladan Cimahi. Skripsi Jurusan Psikologi Universitas Islam Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sukardewi, N. (2013). Kontribusi Adversity Quotient, Etos Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri Di Kota Amlapura. Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Administrasi Pendidikan. Singaraja: Tidak diterbitkan.

(6)

John Wiley & Sons.Inc

Stoltz, P.G. (2005). Adversity Quotient : Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT Grasindo.

Sumber internet

Eprints.uny.ac.id. Diunduh tanggal 10 Desember 2015 Grafispaten.wordpress.com Diunduh tanggal 17 Maret 2016 Journalunair.ac.id Diunduh tanggal 15 Desember 2016

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Tipe Kepribadian Carl Gustaf Jung dengan Adversity Quotient Mahasiswa Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Fakultas Psikologi Universitas

Berdasarkan Tabel 1 hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara social support dengan parenting stress ibu dengan anak tunagrahita

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian, Terdapat keeratan hubungan antara self esteem dengan prososial pada siswa SMP

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,619 < 0, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diterima yang berarti terdapat hubungan

Berdasarkan Tabel 1 hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara social support dengan parenting stress ibu dengan anak

Hasil dari pengolahan data menunjukan nilai r s = 0,773, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang erat antara religiusitas dengan penyesuaian sosial pada anggota komunitas

Terdapat hubungan yang positif (searah) dan tergolong kuat antara sikap terhadap lalu lintas dengan risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung

Terdapat hubungan yang negatif antara Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire Dengan Kepuasan Kerja karyawan departemen handuk jahit PT X, sehingga dapat dikatakan bahwa