• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Psikologi ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Psikologi ISSN:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas dengan Risky

Driving Behavior pada Pengendara Sepeda Motor di Bandung

The Relationship Between Attitude in Traffic Rules With Risky Driving Behavior on Motorcyclist in Bandung

1

Elisa Khaeru Rizqa, 2Endah Nawangsih

1,2Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116| email: [email protected], 2 [email protected]

Abstract. The condition of traffic has been bad in Bandung, it was seen from many motorcyclists who break traffic rules. Based on data from Traffic Unit of Polrestabes Bandung (2016), the number of motorcyclists who break traffic rules increased by 2016 as much as 104,276 cases. Traffic accidents also increased in 2016 as many as 838 cases. Based on the results of preliminary studies and interviews, the researchers found many motorcyclists has risky driving behavior in traffic accidents that were affected by motorcyclists's value on traffic rules. The purpose of this study was to determine whether there was a relationship between attitudes in traffic rules with risky driving behavior on motorcyclists in Bandung. The method in this study was a correlation study with the number of subjects was 100 motorcyclists who break the traffic rules in Bandung. Data retrieval using measuring tools constructed by researchers based on attitude theory (Brehm & Kassin, 1990 in Azwar, 2007) and risky driving behavior (Parker, 2012). The results of this study indicate that the attitude variable to the traffic rules have a positive correlation and quite strong with the variable risky driving behavior with a correlation value of 0.616, that was the more negative attitude of motorcyclists against traffic rules was the higher risky driving behavior by motorcyclists.

Keywords: Attitude in Traffic Rules, Risky Driving Behavior, Motorcyclist

Abstrak. Kondisi lalu lintas di Bandung masih tergolong buruk, hal tersebut terlihat dari masih banyak pengendara sepeda motor yang melanggar aturan lalu lintas. Berdasarkan data yang diperoleh dari Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung (2016), jumlah pengendara sepeda motor yang melakukan pelanggaran lalu lintas mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 104.276. Tidak hanya pada pelanggaran, kecelakaan lalu lintas pun mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 838 kasus. Dari hasil studi awal dan wawancara, peneliti mendapatkan suatu temuan bahwa banyak pengendara sepeda motor yang melakukan perilaku mengemudi yang dapat berisiko terjadinya kecelakaan yang dipengaruhi oleh penilaian pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap terhadap aturan lalu lintas dengan risky

driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah studi korelasi dengan jumlah subjek 100 pengendara sepeda motor yang melanggar peraturan lalu lintas di Bandung. Pengambilan data menggunakan alat ukur yang dikonstruksikan peneliti berdasarkan teori sikap (Brehm & Kassin, 1990 dalam Azwar, 2007) dan risky driving behavior (Parker, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel sikap terhadap aturan lalu lintas mempunyai hubungan yang positif dan tergolong kuat dengan variabel risky driving behavior dengan nilai korelasi 0,616, artinya semakin negatif sikap pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky

driving behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor.

Kata kunci : Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas, Risky Driving Behavior, Pengendara Sepeda Motor

A. Pendahuluan

Transportasi jalan raya sebagai salah satu moda transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam kehidupan masyarakat, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan jasa angkutan bagi mobilitas orang, barang dan jasa dari dan ke seluruh wilayah dan daerah (dalam Setiawan, 2014). Di Indonesia terdapat tiga jenis sarana transportasi yaitu transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Dari ketiga jenis transportasi tersebut, transportasi darat paling mudah untuk ditemukan yaitu sepeda motor (dalam Khakim, 2016). Saat ini di Indonesia populasi

(2)

sepeda motor merupakan yang terbanyak dibandingkan kendaraan bermotor lainnya dengan jumlah pada tahun 2011 sebanyak 69.204.675 unit (dalam Khakim, 2016). Peningkatan jumlah sepeda motor sejalan dengan peningkatan tingkat kecelakaan pengguna sepeda motor. Selama tahun 2011, tercatat terjadi 147.391 kecelakaan yang melibatkan sepeda motor dan angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yakni 140.277 kecelakaan atau mengalami kenaikan sebanyak lima persen (Korps Lalu Lintas Polri, 2012 dalam Hakim, 2011).

Secara teoritik, penyebab kecelakaan lalu lintas jalan raya, termasuk kecelakaan sepeda motor dapat diklasifikasikan dalam empat faktor. Keempat faktor penyebab tersebut adalah kelalaian pengguna jalan, ketidaklayakan kendaraan, ketidaklayakan jalan, dan lingkungan (UU RI No. 22 Tahun 2009). Sebagian besar kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan manusia atau pengemudi terjadi karena pelanggaran pengemudi terhadap peraturan lalu-lintas (Arumeswari & Bhinnety, 2009; Vafaee-Najar, dkk., 2010 dalam Hakim, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung (2016), jumlah pengendara sepeda motor yang melakukan pelanggaran lalu lintas mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 104.276 dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015 sebanyak 103.681, pada tahun 2014 sebanyak 66.257 dan tahun 2013 sebanyak 62.122. Tidak hanya pada pelanggaran, kecelakaan lalu lintas pun mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 838 kasus dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2015 sebanyak 738, pada tahun 2014 sebanyak 682, pada tahun 2013 sebanyak 602 kasus.

Dengan masih tingginya angka pelanggaran dan kecelakaan, pengemudi harus dapat mentaati peraturan tata tertib lalu lintas. Namun pada kenyataannya, peraturan lalu lintas masih banyak dilanggar oleh pengemudi. Dari hasil studi awal ditemukan bahwa banyak pengendara sepeda motor yang melakukan perilaku berkendara yang dapat berisiko terjadinya kecelakaan atau disebut juga dengan risky driving behavior seperti menerobos lampu merah, melewati jalur yang berlawanan arah, jarang menggunakan helm, memainkan handphone saat berkendara, mengendarai kendaraan diatas batas kecepatan batas aman maksimum (60 km/jam), tidak menyalakan lampu sein saat akan berbelok maupun berhenti. Selain itu tindakan seperti mendahului kendaraan lain terlalu dekat, menggunakan jalur kiri untuk mendahului kendaraan lainnya, berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda, melakukan rem mendadak ketika akan berhenti, melakukan putaran balik secara mendadak, berkendara ketika cuaca sedang buruk, mengebut ketika sedang marah. Berdasarkan hasil wawancara kepada pengendara sepeda motor, diketahui bahwa pengendara mengatakan dengan adanya peraturan lalu lintas itu untuk menjaga keselamatan dan untuk menghindarkan pengendara dari risiko kecelakaan, namun peraturan lalu lintas tersebut tidak menunjang pengendara untuk tidak berperilaku melanggar atau berperilaku yang dapat membahayakan dirinya maupun orang lain misalnya menerobos lampu merah itu tidak masalah selama tidak mengalami kecelakaan atau terkena tilang oleh polisi. Pengendara juga mengatakan bahwa ketika berkendara terkena tilang oleh polisi karena melanggar aturan lalu lintas, sehingga pengendara sepeda motor itu tidak suka terhadap aturan lalu lintas misalnya pengendara sepeda motor tidak suka terhadap aturan lalu lintas karena ketika melewati jalur yang berlawanan arah terkena tilang oleh polisi. Selain itu pengendara juga mengatakan bahwa meskipun ada atau tidak ada polantas yang bertugas, pengendara akan tetap berperilaku melanggar karena menurutnya pelanggaran tersebut hal yang biasa dan lumrah adanya misalnya seandainya ada polantas yang bertugas tetap tidak akan menggunakan helm saat berkendara. Hal tersebut mencerminkan sikap pengendara sepeda motor terhadap

(3)

aturan lalu lintas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil studi awal melalui online dan wawancara bahwa tidak sedikit pengendara sepeda motor berperilaku berkendara yang dapat berisiko kecelakaan meskipun mengetahui tata cara berlalu lintas yang baik namun peraturan tersebut tidak dihiraukannya. Terbentuknya suatu perilaku berkendara yang dapat berisiko kecelakaan, dimulai dari pemahaman informasi pengendara sepeda motor yang negatif mengenai aturan lalu lintas kemudian sikap yang ditunjukkan pengendara sepeda motor akan sesuai dengan informasi yang diketahuinya. Kemudian sikap pengendara sepeda motor tersebut akan menimbulkan respons berupa perilaku atau tindakan terhadap aturan lalu lintas yang meliputi rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, penggunaan lampu, jalur atau lajur lalu lintas, belokan dan simpangan, perlintasan kereta api, kecepatan dan berhenti. Perilaku tersebut menjelaskan bahwa pengendara sepeda motor memiliki sikap negatif terhadap aturan lalu lintas sehingga mengabaikan keselamatan dalam berkendara baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.

Sehingga berdasarkan uraian diatas, rumusan masalahnya adalah “apakah ada hubungan antara sikap terhadap aturan lalu lintas dengan risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap aturan lalu lintas dengan

risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung”.

B. Landasan Teori

I. Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas

Menurut Brehm & Kassin (1990 dalam Azwar, 2007) sikap terhadap aturan lalu lintas adalah penilaian positif atau negatif terhadap aturan lalu lintas yang meliputi rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, penggunaan lampu, jalur atau lajur lalu lintas, belokan dan simpangan, perlintasan kereta api, kecepatan dan berhenti.

Terdapat tiga komponen dalam sikap (Brehm & Kassin, 1990 dalam Azwar, 2007): 1) Komponen Kognitif. Komponen kognitif ini berupa pengetahuan dan informasi mengenai objek, mencakup fakta-fakta, pengetahuan, persepsi tentang objek, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. 2) Komponen Afektif. Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. 3) Komponen Konatif. Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

II. Risky Driving Behavior

Menurut Parker (2012) risky driving behavior adalah perilaku-perilaku yang meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Contoh perilaku-perilaku ini adalah mengemudi pada saat lelah, mendahului kendaraan melalui lajur kiri, dan melakukan putaran balik (u-turn) illegal.

Terdapat lima dimensi yang mempengaruhi risky driving behavior (Parker, 2012): 1) Transient Violation (pelanggaran tidak tetap). Transient violation adalah kecenderungan individu dalam melakukan perilaku-perilaku berisiko secara berulang tetapi belum tentu ada dalam setiap kegiatan berkendara. 2) Fixed violation (pelanggaran tetap). Fixed violation adalah kecenderungan individu dalam melakukan perilaku-perilaku berisiko secara berulang dalam setiap kegiatan berkendara. Hal ini bisa dikatakan pula sebagai perilaku mengemudi berisiko yang sudah menjadi

(4)

kebiasaan dari pengendaranya. 3) Misjudgment (salah perkiraan/ penilaian).

Misjudgment adalah kesalahan-kesalahan secara penghitungan, baik waktu maupun

jarak yang dilakukan pengendara dalam berkendara. 4) Risky exposure (kecenderungan terpapar situasi berisiko). Risky exposure adalah kecenderungan pengendara untuk memaparkan diri dalam kegiatan berkendara pada waktu dan situasi berisiko yang sebenarnya risiko sudah diketahui oleh pengendara. 5) Driver mood (kondisi emosi pada saat berkendara). Driver mood adalah kondisi emosi pengendara pada saat mengemudi.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tabel 1. Hasil Uji Korelasi

Hubungan Nilai Korelasi Nilai P Derajat Hubungan Kesimpulan Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas

dan Risky Driving

Behavior

0,616 0,000 Kuat Signifikan

Komponen Kognitif

dan Risky Driving

Behavior

0,756 0,000 Kuat Signifikan

Komponen Afektif

dan Risky Driving

Behavior

0,288 0,004 Lemah Signifikan

Komponen Konatif

dan Risky Driving

Behavior

0,385 0,000 Lemah Signifikan

Dari hasil uji korelasi antara sikap terhadap aturan lalu lintas dengan risky

driving behavior diketahui bahwa sikap terhadap aturan lalu lintas memiliki nilai

korelasi 0,616 yang menunjukkan tingkat korelasi yang kuat serta terdapat hubungan positif antara sikap terhadap aturan lalu lintas dengan risky driving behavior, artinya semakin negatif sikap terhadap aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky driving

behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor di Bandung. Diketahui komponen

kognitif memiliki nilai korelasi 0,756 yang menunjukkan tingkat korelasi yang kuat, sedangkan komponen afektif dan komponen konatif masing-masing memiliki korelasi yang rendah, yaitu pada komponen afektif memiliki nilai korelasi sebesar 0,288 dan pada komponen konatif memiliki nilai korelasi sebesar 0,385.

Pengendara bermotor melakukan risky driving behavior dipengaruhi oleh penilaian positif atau negatif terhadap aturan lalu lintas yang meliputi rambu-rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, penggunaan lampu, jalur atau lajur lalu lintas, belokan dan simpangan, perlintasan kereta api, kecepatan dan berhenti (Brehm & Kassin, 1990 dalam Azwar, 2007). Dalam hal ini, peneliti menemukan sikap negatif pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas yang mengabaikan risiko kecelakaan lalu lintas dari perilaku melanggarnya tersebut. Seperti yang digambarkan dari pernyataan pada kuesioner yang disusun oleh peneliti bahwa masih banyak pengendara bermotor yang melewati jalur yang berlawanan arah, menerobos lampu merah, tidak memberikan isyarat penunjuk arah ketika akan berpindah jalur,

(5)

berkendara dengan kecepatan yang tinggi. Masih banyak pengendara sepeda motor tetap melakukan perilaku mengemudi yang berisiko (risky driving behavior) meskipun mereka telah mengetahui himbauan mengenai tatacara berlalu lintas yang baik di jalan seharusnya dapat berhenti melakukan perilaku berkendara yang akan berisiko buruk bagi dirinya. Informasi mengenai bahaya melakukan risky driving behavior disertai sugesti bahwa selama berkendara tetap aman meskipun melakukan risky driving

behavior, akan memperkuat sikap negatif pengendara sepeda motor terhadap aturan

lalu lintas. Salah satu dasar terbentuknya sikap adalah pengalaman pengendara sepeda motor saat melakukan pelanggaran lalu lintas yang berpotensi untuk melakukan risky

driving behavior.

Tabel 2. Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas

Dari 100 pengendara bermotor, 43 orang (43,0%) diantaranya menunjukkan

sikap positif terhadap aturan lintas dan 57 orang (57,0%) diantaranya menunjukkan sikap negatif terhadap aturan lalu lintas. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pengendara bermotor yang melanggar aturan lalu lintas di Bandung menunjukkan sikap negatif terhadap aturan lalu lintas.

Tabel 3. Risky Driving Behavior

Dari 100 pengendara bermotor, 81 orang (81,0%) diantaranya menunjukkan

risky driving behavior dengan kategori tinggi dan 19 orang (19,0%) diantaranya

menunjukkan risky driving behavior dengan kategori rendah. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pengendara bermotor yang melanggar aturan lalu lintas di Bandung menunjukkan risky driving behavior dengan kategori tinggi.

D. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang positif (searah) dan tergolong kuat antara sikap terhadap lalu lintas dengan risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung (r = 0,616), artinya semakin negatif sikap pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky driving behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor. Pengendara sepeda motor yang melakukan risky driving behavior saat berkendara dipengaruhi oleh sikap pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas.

2. Terdapat hubungan yang positif dan tergolong kuat antara komponen kognitif dengan risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung (r = 0,756), artinya semakin negatif pengetahuan dan persepsi pengendara sepeda

No Kategori F % 1 Positif 43 43,0 2 Negatif 57 57,0 Total 100 100,0 No Kategori F % 1 Tinggi 81 81,0 2 Rendah 19 19,0 Total 100 100,0

(6)

motor terhadap aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky driving behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor.

3. Terdapat hubungan positif dan tergolong lemah antara komponen afektif dengan

risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung (r = 0,288),

artinya semakin negatif perasaan pengendara sepeda motor terhadap aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky driving behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor.

4. Terdapat hubungan positif dan tergolong lemah antara komponen konatif dengan risky driving behavior pada pengendara sepeda motor di Bandung (r = 0,385), artinya semakin negatif kecenderungan pengendara sepeda motor mematuhi aturan lalu lintas maka semakin tinggi risky driving behavior yang dilakukan pengendara sepeda motor.

Daftar Pustaka

Agung, I.M. (2014). Model perilaku pengendara beresiko pada remaja. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau: Jurnal Psikologi Integratif.

Jaelani, A. (2014). Pengaruh etika auditor terhadap kemampuan mendeteksi praktik

akuntansi kreatif. Semarang: Universitas Diponegoro.

Koniyo & Andika, M. (2015). Efektivitas pelayanan pembuatan SIM (surat izin

mengemudi) ditinjau dari SOP (Standar operasional prosedur). Gorontalo:

Universitas Negeri Gorontalo.

Kusumadi, P. (2012). The influence of risk perception and utility perception towards the

decision to cross red-light in young motorcyclist. Depok: Universitas Indonesia.

Mahfuzh, D.S. (2012). Hubungan antara driving anger dan kualitas hidup pada

pengemudi dewasa muda di Jakarta. Depok: Jurnal Psikologi.

Parker, B.S. (2012). A Comprehensive Investigation Of The Risky Driving Behavior Of

Young Novice Drivers. Thesis Of Psychology. Queensland University of

Technology.

Rahayu, A.F. (2012). Gambaran disonansi kognitif pada mahasiswa pelaku

prokrastinasi akademik di Universitas Bina Nusantara. Jakarta: Universitas Bina

Nusantara.

Putra, A.M. (2014). Analisis Biaya Kemacetan Lalu Lintas Sebagai Rujukan Dalam

Perencanaan Transportasi Di Kota Bandung. Bandung: Universitas Pasundan.

Sadono, S. (2016). Budaya tertib berlalu lintas: kajian fenomenologis atas masyarakat

pengendara sepeda motor di Kota Bandung. Yogyakarta: Universitas Ahmad

Dahlan Yogyakarta.

Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development : perkembangan masa hidup (edisi

kelima). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S.W (2014). Psikologi sosial: teori-teori psikologi social (cetakan ke-17). Jakarta: Rajawali Pers.

Setiawan, J. (2012). Latar belakang perilaku remaja dalam mengemudikan sepeda

motor tanpa surat izin mengemudi. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Silalahi, U. (2009). Metode penelitian sosial. Bandung : PT Refika Aditama.

Simbolon, R. (2014). Analisis Deret Waktu Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Di Provinsi

Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

(7)

Sofyanida, T. (2015). Studi deskriptif mengenai perilaku mengemudi agresif pada

mahasiswa pengendara sepeda motor di kota Bandung. Bandung: Universitas

Islam Bandung.

Triana, M.K. (2014). Studi deskriptif disonansi kognitif pada mahasiswa terhadap

perilaku golput pada pemilihan cagub-cawagub Jawa Timur periode 2014-2019.

Surabaya: Universitas Surabaya.

Utami, N. (2010). Hubungan persepsi risiko kecelakaan dengan aggressive driving

pengemudi motor remaja. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Wulandari, M. (2015). Hubungan antara risk taking behavior dengan aggressive

driving pada pengemudi kendaraan bermotor di jalan Surapati kota Bandung usia dewasa awal. Bandung: Universitas Islam Bandung.

. (2014). Hubungan Antara Risk Perception Dan Risky Driving Behavior Pada

Remaja Di Jakarta. Tesis Psikologi. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.

www. Hukumonline: undang-undang nomor 22 tahun 2009.com diakses pada tanggal 27 Mei 2017.

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Korelasi
Tabel 2. Sikap Terhadap Aturan Lalu Lintas

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara dilakukan kepada siswa dan guru untuk memperoleh data tentang pembelajaran hidrolisis garam, kelebihan dan kekurangan metode praktikum dan pendekatan

No.  Inflasi terjadi terutama disebabkan karena kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 1,37 persen, kelompok makanan

Hal ini sesuai dengan penelitian Kusumaningtyas (2011) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,000) pada hasil pretest dan posttest terhadap pengetahuan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara penanganan penanganan luka snake bite dengan insisi dan tanpa insisi terhadap kecepatan penurunan

Terdapat faktor lain yang dapat menjadi sumber stres (stressor) selain beban kerja yaitu hubungan sosial, gaya manajemen, kondisi organisasi, work family

Selain itu, karena dalam persilangan tersebut digunakan klon kakao Sca 6 yang berfungsi sebagai donor sifat-sifat resistensi terhadap hama dan penyakit nya, maka besar

Semua besaran  Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land subsidence), air tanah serta gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu

[r]