• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Monopoli ( ), Persaingan Terbatas ( ) dan Persaingan Bebas (2008)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Monopoli ( ), Persaingan Terbatas ( ) dan Persaingan Bebas (2008)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan industri ritel BBM di Indonesia yang telah berubah dari Era Monopoli (1971-2005), Persaingan Terbatas (2005-2007) dan Persaingan Bebas (2008) telah ikut mendorong Pertamina untuk terus meningkatkan pelayanannya. Menghadapi

persaingan bebas, Pertamina menerapkan Program Pertamina Way untuk meningkatkan

pelayanan kepada pelanggan. Melalui program ini Pertamina berusaha memahami kebutuhan pelanggan dengan melakukan perbaikan pelayanan terhadap 3 (tiga) keluhan tertinggi konsumen yang meliputi takaran dan mutu, pelayanan, serta kebersihan. Tujuannya adalah untuk mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina, dalam upayanya mempertahankan konsumen, terhadap serangan produk luar, seperti Shell dan Petronas.

Dulu di Era Monopoli (1971-2005) masyarakat hanya membeli di SPBU Pertamina, bagaimanapun kondisinya, tanpa ada pilihan lain. Kini di Era Persaingan Bebas (2008), persaingan adalah hal biasa. Bahkan sesama SPBU Pertamina pun harus bersaing merebut konsumen. Pertamina harus berubah, dengan atau tanpa adanya persaingan. Dengan penerapan Pertamina Way, SPBU Pertamina siap bersaing dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pertamina Way adalah program standarisasi SPBU Pertamina yang dikembangkan dalam lima elemen, pertama pelayanan staf yang terlatih dan bermotivasi, standar kedua jaminan kualitas dan kuantitas, dan ketiga berupa peralatan yang terawat, keempat format fisik yang konsisten, serta kelima penawaran produk dan pelayanan bernilai tambah dengan operator yang selalu menerapkan 3S (Salam, Senyum, Sapa). Program standardisasi SPBU Pertamina melalui Program Pertamina Way ini diterapkan sejak tahun 2006 (Pertamina.com, 2007).

(2)

Pertamina menyiapkan diri untuk menghadapi kompetitor-kompetitor asing dalam persaingan di negara sendiri, dengan melakukan usaha-usaha dalam hal pembenahan dan perbaikan untuk memperbaiki citra dalam dunia energi. Usaha PT.Pertamina (Persero)

tersebut yaitu dengan mengelola SPBU COCO (Corporate Owned Corporate Operated)

dan Bright, yang memiliki komitmen untuk selalu memberikan produk dan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. SPBU COCO Pertamina merupakan salah satu program yang di unggulkan Pertamina, yang menjadi komitmen bagi Pertamina untuk terus maju di

tengah kompetisi bisnis hilir migas yang semakin kompetitif

(http://pertaminaretail.com/, 2014). Program SPBU COCO ini merupakan proyek percontohan untuk meningkatkan pelayanan agar semakin baik sehingga mampu bersaing. Program yang menjamin kepuasan pelanggan dengan fokus pada ketepatan takaran, kualitas, serta pelayanan dari operator ini sejalan dengan strategi Pertamina yang ingin memberikan kenyamanan dan pelayanan yang lebih kepada pelanggan. Strategi ini tidak lain bertujuan supaya pelanggan tetap setia pada SPBU Pertamina.

Suatu organisasi dalam melakukan aktivitasnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu adanya manajemen yang baik terutama sumber daya manusia, karena sumber daya manusia merupakan modal utama dalam merencanakan, mengorganisir, mengarahkan serta menggerakkan faktor-faktor yang ada dalam suatu organisasi. Jika dalam prosesnya, sumber daya manusia mengalami stres yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan yang tinggi di sebuah perusahaan, maka sumber daya manusia (dalam hal ini adalah karyawan/petugas operator SPBU) tidak dapat memberikan kontribusi yang maksimal pada perusahaan (Satrio, 2015).

Stres kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi perusahaan karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan perusahaan. Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di Jepang secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan

(3)

menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yg sama, 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan (Marchelia, 2014). Di Indonesia, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu (Saragih, 2010).

Sebagai hasil dari proses bekerja, karyawan dapat mengalami stres, yang dapat berkembang menjadikan karyawan sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Munandar, 2001). Stres kerja dapat berakibat positif (eustress) yang diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi, namun pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan (Munadar, 2001).

Menurut Stranks (2005) ada beberapa penyebab stres di lingkungan pekerjaan, yaitu lingkungan fisik, organisasi, manajemen organisasi, peran organisasi, hubungan antar organisasi, pengembangan karir, relasi personal dan sosial, peralatan dan perengkapan kerja, dan urusan pribadi. Selain hal tersebut, ada penyebab stres yang tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan, yaitu adanya shift kerja, terutama shift kerja malam (Stranks, 2005). Shift kerja yang berubah-ubah dapat berdampak pada timbulnya stres (Wijono, 2010). Kerja malam diduga menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada karyawan yaitu berupa kekurangan tidur (Yuriko, 2005). Gangguan tidur diduga dapat menyebabkan stres pada karyawan (Kim, Kim, Min, Hwang, & Park, 2011). Gustafsson

(4)

(dalam Febriana, 2013) menyatakan bahwa berkurangnya kualitas tidur pada karyawan berpengaruh terhadap stres dan perubahan mood.

SPBU Pertamina Pasti Pas yang dibuka selama 24 jam nonstop membuat petugas harus bekerja dalam sistem shift. Tuntutan kerja, beban kerja, jadwal kerja, karakteristik pekerjaan yang ada di perusahaan ritel BBM ini patut menjadi perhatian untuk menjaga work life balance pada karyawan. Apabila tuntutan pekerjaan (yang salah satunya adalah shift kerja) terlalu berlebih, maka akan menyulitkan para karyawan untuk memenuhi tanggung jawabnya di tempat lain seperti masyarakat dan keluarga. Ketidakseimbangan dalam pemenuhan tuntutan dapat memicu timbulnya konflik antara pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan bagi karyawan. Oleh karena itu diperlukan adanya work life balance pada karyawan.

Kurangnya praktek work life balance dalam bekerja menjadi salah satu faktor pemicu stres. Karena semakin banyaknya waktu dalam bekerja maka stres akan meningkat. Ketika seorang individu tidak menjaga keseimbangan dan bekerja terlalu banyak dalam pengaturan organisasi, hal ini dapat menyebabkan psikologis (pikiran, jiwa) dan konsekuensi perilaku, sebagai hasil produktivitasnya juga akan rendah (Moedy, 2013). Menurut Stephen Robbins karyawan akan merasa puas jika ia mampu memenuhi semua kebutuhan hidup sesuai dengan apa yang ia harapkan (Robbins, 2005). The Industrial Society (Dex & Bond, 2005) menyatakan bahwa work life balance merupakan kondisi saat seseorang dapat memenuhi kebutuhan dan mencapai keseimbangan baik pada pekerjaannya maupun pada kehidupannya di luar pekerjaan, seperti kehidupan di rumah, kehidupan sosial bersama rekan-rekan di luar pekerjaannya, kesehatan, waktu luang, dan semangat karyawan itu sendiri. Jika tidak ada keseimbangan antara kehidupan pekerjaan dengan kehidupan di luar pekerjaan maka akan terjadi konflik. Konflik kerja dan kehidupan personal terjadi apabila

(5)

tuntutan-tuntutan secara komulatif dari peran di pekerjaan dan non pekerjaan bertentangan satu sama lain sehingga pertisipasi dalam suatu peran menyulitkan pertisipasi pada peran yang lain (Duxburry & Higgins, 2003). Peran yang dijalani oleh manusia ada bermacam-macam, namun dalam penelitian ini peran tersebut dipersempit, yaitu peran dalam lingkungan kerja dan lingkungan di luar pekerjaan (masyarakat, rekan kerja, dan keluarga). Hasil survei Stellman & Daum (1973) menyatakan bahwa kerja shift sangat mempengaruhi gangguan kesehatan dan kehidupan sosialnya sehingga karyawan sulit untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan kehidupan sosial karyawan.

Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada petugas untuk mengerjakan sesuatu dan biasanya dibagi atas kerja pagi, siang dan malam. Pertimbangan perusahaan membagi waktu kerja menjadi 3 shift adalah agar setiap perusahaan dapat beroperasi selama 24 jam dan mendapat keuntungan yang maksimal. Berkenaan dengan hal ini shift kerja memiliki pengaruh pada kinerja petugas. Penggunaan kerja shift menjadi salah satu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal dan efisien. Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan sistem shift kerja. Shift kerja membutuhkan banyak sekali penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul bersama keluarga.

Shift kerja menyebabkan terganggunya pola tidur hingga pola hidup petugas. Berdasarkan pengamatan dan wawancara singkat pada beberapa operator SPBU DODO di wilayah Surakarta dan Yogyakarta permasalahan yang sering ditemui oleh para petugas selama bekerja shift malam adalah kurangnya waktu istirahat saat melakukan pekerjaan pada malam hari sehingga petugas sering mengantuk. Sering terjadi kelalaian dan kesiagaan dalam bertugas, misalnya yang paling sering ditemui adalah kurang maksimal dalam melayani konsumen. Hal ini terlihat dari lambannya petugas dalam

(6)

melayani konsumen dan memberikan uang kembalian. Berikut kutipan hasil wawancara singkat yang dilakukan pada beberapa operator:

“Kalo menurut saya sih, kalo pagi tuh ga kaya siang tu loh, kalo siang tuh waktunya rame banget. Jadi kan mulainya sekitar jam 2, nanti kena yang jam anak-anak pulang sekolah, ntar agak siang lagi banyak orang pulang kerja, nah itu kan jadi yang paling rame tu shift yang siang itu. Iya kalo siang itu emang yang paling rame siang. Kita sendiri juga harus sabar ya mba menghadapi pelanggan. Ya pokoknya harus sabar. Iya mba itu juga jadi salah satu yang bikin kalo kerja malem ga enak tu ya itu. Ngantuk, apalagi kalo udah di atas jam 12 gitu kan udah sepi mba jadi kalo ga ada kerjaan gitu kan bingung mba ma ngapain” (Q3, A3, S1)

“Ho’o. Dulu saya pernah kan dulu itu kalo pas masuk shift siang awal-awal, wah itu saya itu pusing banget itu, gara-gara misalnya ngasih kembalian ke pelanggan itu saya malah bingung soalnya rame banget. Nah kalo malam itu ngantuk e mba. Kalo misalnya saya masuk malem ya jadi susah momong anak mba. Nah itu udah tidur juga mba. Saya pamit juga cuma sama istri saya mba” (Q3, A3, S2)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem shift menyebabkan sejumlah

masalah bagi pekerja shift. Pada pekerja shift diperlukan usaha fisik yang lebih untuk menyelesaikan pekerjaan dibanding dengan pekerja dengan jam normal. Survei yang

dilakukan oleh Weddenburn (dalam Firdaus, 2005) mengenai tanggapan terhadap shift

kerja dari 315 pekerja industri baja di Inggris diperoleh bahwa 18% sangat suka, 29% suka, 22% kurang suka, 23% tidak suka, dan 8% sangat tidak suka. Individu yang tidak suka terhadap sistem shift kerja tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya 61%

beranggapan bahwa shift kerja berpengaruh terhadap kehidupan sosial, 47%

beranggapan bahwa shift kerja menyebabkan waktu tidur menjadi tidak teratur, 44% karena kerja malam, 38% waktu makan tidak teratur, 35% menyebabkan gangguan tidur.

Shift kerja juga berpengaruh pada efek kondisi, yaitu dapat mempengaruhi fisik maupun psikis pekerja/karyawan dan juga kehidupan sosial di luar pekerjaan. Karyawan yang bekerja pada shift siang atau shift malam terpaksa melakukan penyesuaian secara fisiologis, psikologis, maupun sosial (Ritson, 2006). Hal ini juga didukung oleh

(7)

lebih untuk menyelesaikan pekerjaan dibanding dengan pekerja dengan jam kerja normal. Selain itu, karyawan dalam kerja shift malam lebih merasa lelah secara fisik daripada bekerja pada jam normal (Jena & Goswami, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara singkat terhadap beberapa petugas operator SPBU Pertamina DODO di wilayah Yogyakarta dan Surakarta, beberapa dari mereka mengakui lebih bersemangat bekerja pada shift pagi dibandingkan dengan shift siang atau malam. Hal ini disebabkan karena pada shift siang keadaannya kurang mendukung seperti ramai (karena jam pulang kerja dan pulang sekolah), cuaca yang panas dan berdebu, serta para karyawan merasa bahwa siang hari adalah waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga ataupun bersosialisasi dengan teman di luar pekerjaan. Keadaan pada shift malam yang sepi dan dingin membuat karyawan sering mengantuk. Berikut kutipan hasil

wawancara pada beberapa operator SPBU ketika ditanya pendapat mengenai sistem shift

kerja:

“Nah iya sih mba, tapi kalo disini kan kita gimana ya udah dipilihin jadwalnya mba jadi gabisa milih. Jadi kalo misalnya ada kegiatan di luar pekerjaan gitu ya kita sendiri yang harus menyesuaikan. Jadi ya gitu sih, kalo malem sore atau siang gitu susah kan jadi kalo mau kumpul sama temen-temen. Misalnya kan ada ajakan gitu ya kan jadi susah mba gitu. (Q1, A1, S1)”

“Ho’o, yaa kalo pribadi ya saya lebih suka shift pagi mba, yo gara-gara itu kalau misalnya saya shift siang tu ya cuacanya lah, ya itu, terus kalo malem ngantuk malah ga konsen gitu lah, enakan pagi mba, jadi ga ngantuk soalnya masih seger juga.Enak, soalnya kan nanti kan, kalo disini tu shiftnya pagi tu sampe jam 2, jadi pas pulang kerja ini saya masih bisa jemput anak saya yang masih SD, saya bisa jemput terus makan bisa bareng. (Q1, A2, S2)”

“Kalo pagi kan jam 6 sampe jam 2 siang, itu ya harus bangun pagi-pagi, terus ntar sampe siang, terus panas banget. Terus kalo yang siang itu kan dari jam 2 sampe jam 10 malem, itu kadang tu kalo jam kuliah itu rame banget jadi bikin capek. (Q1, A2, S2)”

Berdasar latar belakang akan adanya perbedaan stres kerja dan work life balance yang disebabkan oleh shift kerja yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, maka

(8)

dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti: “Perbedaan stres kerja dan work life balance ditinjau dari shift kerja pagi, siang, dan malam pada petugas operator SPBU Pertamina “Pasti Pas!”

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih lanjut dan memberikan informasi secara empirik tentang perbedaan stres kerja dan work life balance ditinjau dari shift kerja pagi, shift siang, dan shift malam pada petugas operator SPBU Pertamina “Pasti Pas!”

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis adalah bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemahaman dalam keilmuwan psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi mengenai perbedaan stres kerja dan work life balance jika ditinjau dari shift kerja

2. Manfaat praktis

a. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan berkaitan dengan shift kerja, stres kerja, dan work life balance untuk meningkatkan kinerja karyawan.

b. Bagi pihak akademis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran dan memperkaya bahan pembelajaran dan pengaplikasian ilmu pengetahuan di

(9)

bidang psikologi industri dan organisasi, untuk memahami perbedaan stres kerja dan work life balance pada karyawan yang ditinjau dari shift kerja c. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai manajemen sumber daya manusia secara riil khususnya yang menyangkut shift kerja, stres kerja karyawan, dan work life balance pada karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Eksploitasi minyak dan gas bumi Blok Cepu yang dimulai pada tahun 2009 menjadi awal adanya isu berkaitan dengan kesenjangan fiskal pembagian Dana Bagi Hasil

Bank syariah sebagai financial intermediary institutions tidak hanya berusaha memaksimalkan expected utility pemegang sahamnya, tapi juga memerhatikan expected utility

08.24WIB masa gestasi 37 minggu status gestasi G3P2A0 bayi dilahirkan secara spontan dibantu oleh dokter tempat melahirkan di RSUD SRAGEN Do=kesadaran compos mentis BB=2850gram

Pendidikan kader Tarung Derajat dilaksanakan dengan tujuan membentuk cikal bakal pemimpin-pemimpin baru yang bukan hanya mempuni dalam kemampuan bela dirinya, akan

 Klik teks judul yang Anda tulis, dengan menggunakan mouse sebelah kanan atau klik Slide Show > dan pilih custom animation > pilih dan klik pada >

Sudah menjadi kewajaran dalam sebuah pemikiran pasti ada kelemahan dan kelebihan dari sudut pandang yang berbeda. Begitu juga berlaku pada kedua tokoh

“SMS Gateway adalah sebuah perangkat lunak yang menggunakan bantuan komputer dan memanfaatkan teknologi seluler yang diintegrasikan guna mendistribusikan pesan

KEEMPAT : Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA mempunyai tugas mengarahkan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah agar sesuai dengan