PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DI KABUPATEN BIMA
PUBLIKASI ILMIAH
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
OLEH
MUHAMMAD NIZAM ZULMY B1D013169
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DI KABUPATEN BIMA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh
MUHAMMAD NIZAM ZULMY B1D013169
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
Disetujui Pembimbing Utama
Dr. Ir. Hermansyah, M,Si Nip: 19621125 199201 1001
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS MATARAM
PERANAN KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DI KABUPATEN BIMA
Oleh
MUHAMMAD NIZAM ZULMY B1D013169
Program studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram Jl. Majapahit 62, Mataram 83125, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui pola kemitraan yang berjalan antara peternak mitra dengan perusahaan dan (2) Mengetahui manfaat kemitraan. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2018. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengamatan langsung kepada peternak. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi seperti perusahaan, Badan Pusat Statistik, dalam bentuk laporan dan tulisan yang relevan dengan topik penelitian. Sampel peternak berjumlah 30 orang, penelitian ini menggunakan metode survei dimana responden dipilih secara sengaja (purposive). Data yang didapat dianalisis menggunakan analisis pendapatan peternak dan analisis R/C Ratio. Hasil penelitian menunjukan : (1) Kemitraan yang dijalankan oleh PT. Baling-Baling Bambu dan PT. Mandiri Sinar Jaya dengan peternak di Kabupaten Bima adalah pola kerjasama operasional agribisnis (KOA) yang cenderung tidak menguntungkan peternak karena harga sarana produksi yang cukup tinggi. (2) Kemitraan antara perusahaan dengan peternak mitra Bima ditandai adanya kecenderungan terpaksa mengikuti kemitraan karena tidak adanya modal untuk usaha mandiri. Nilai Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Peternak mempunyai nilai 1,03 untuk kapasitas 1.500-3.000 ekor dan 1,05 untuk kapasitas 5.000-7.000 ekor ayam broiler.
THE ROLE OF PARTNERSHIP TOWARDS LIVESTOCK INCOME CHICKEN BROILER IN BIMA REGENCY
By
MUHAMMAD NIZAM ZULMY B1D013158
Program studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram Jl. Majapahit 62, Mataram 83125, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
ABSTRACT and writing of the relevant with research topic. Breeder sample in this research of 30 people this research used which survey method the choise of respondent in intentional (purposive). Data of get analysis used income of breeder and R-C Ratio. Results of this research indicate that : (1) The partnership be going by PT Baling-Baling Bambu and PT Mandiri Sinar Jaya farmer in Bima regency with system agrobissiness operational collaboration (KOA) this not that advantage to breeder, because price of production tod in very high (2) The partnership between company with of broiler farm in Bima perforce to follow because broiler farmer there not of fund for the independent effort. Analysis Value income and R-C Ratio have value of 1,03 for the friendly of broilerl farm 1.500-3.000 tail, 1,05 for the partnership of broiler farm with capasity of 5.000-7.000 tail.
PENDAHULUAN
Usaha peternakan ayam ras pedaging memiliki kelebihan dibandingkan dengan usaha peternakan lainnya. Kelebihan yang dimiliki diantaranya laju perputaran modal yang cepat, waktu pemeliharaan yang dibutuhkan lebih singkat, yaitu 4 sampai 5 minggu. Meskipun berbagai kelebihan yang dimiliki usaha peternakan ayam ras pedaging tetapi tidak lepas dari berbagai masalah. Masalah yang umumnya dihadapi oleh peternak ayam ras pedaging adalah masalah permodalan, pengetahuan tata laksana pemeliharaan ayam ras pedaging yang benar sampai masalah pemasaran hasil ternak. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut maka, peternak ayam ras pedaging melakukan pola kemitraan.
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan saling memberi manfaat antara pihak yang bermitra. Tujuan utama dari peternak untuk bergabung dengan kemitraan adalah untuk mendapatkan hasil dari kerjasama yang dilakukan. Pendapatan yang diperoleh dari kedua belah pihak tergantung dari perjanjian kontrak bagi hasil yang disepakati oleh kedua belah pihak.
MATERI DAN METODE
berbeda. Setelah responden dipilih dan ditentukan, maka selanjutnya dilakukan wawancara yang lebih mendalam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Kemitraan PT. Baling Baling Bambu dan PT. MSJ
Berdasarkan konsep kemitraan yang dijalankan oleh PT. Baling Baling Bambu dan PT. Mandiri Sinar Jaya, maka kerjasama kemitraan ini digolongkan ke dalam pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Konsep tersebut tercantum dalam perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peternak, dimana kedua perusahaan mempunyai peranan yang sama yaitu menyediakan sarana produksi untuk peternak yang bermitra.
Kerjasama perusahaan dengan peternak meliputi :
1. Perusahaan selaku pihak pertama adalah produsen yang menyediakan DOC dan sapronak kepada peternak mitra.
2. Sapronak yang diperoleh dari perusahaan selanjutnya dikembangkan dan dibudidayakan oleh peternak mitra selaku pihak kedua.
3. Peternak mitra haruslah peternak yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola usaha budidaya ayam broiler dan memiliki atau mampu menyewa lahan serta kandang ayam dan mampu menggaji tenaga kerja yang dapat digunakan untuk pembudidayaan ayam broiler.
4. Perusahaan membantu peternak dalam memasarkan hasil panen.
4.2 Analisis Penggunaan Faktor Produksi
Penggunaan faktor produksi secara rinci dapat dilihat pada Tabel :
Tabel 1. Total Biaya Faktor Produksi Ayam Broiler per 1.500 Ekor Peternak/periode
No Uraian Peternak
Sumber : Data primer diolah, 2018
Tabel 1 menunjukkan bahwa total biaya produksi sebesar Rp. 50.282.066 per 1.500 ekor dengan biaya pengeluaran terbesar yaitu sarana produksi sebesar Rp.45.925.000. Penyebab biaya sarana produksi besar yaitu karena biaya tersebut dikeluarkan setiap hari seperti pembelian pakan, biaya tenaga kerja dan perlengkapan lainnya.
Tabel 2. Total Biaya Faktor Produksi Ayam Broiler per 3.000 Ekor Peternak/periode
No Uraian Peternak
Sumber: Data primer diolah, 2018
Penyebab biaya sarana produksi besar yaitu karena biaya tersebut dikeluarkan setiap hari
seperti pembelian pakan, biaya tenaga kerja dan perlengkapan lainnya.
Tabel 3. Total Biaya Faktor Produksi Ayam Broiler per 5.000 Ekor Peternak/periode
No Uraian Peternak
Sumber: Data primer diolah, 2018
Tabel 3 menunjukkan bahwa total biaya produksi sebesar Rp. 156.895.000 per 5.000 ekor dengan biaya pengeluaran terbesar yaitu sarana produksi sebesar Rp.
166.593.922.; Penyebab biaya sarana produksi besar yaitu karena biaya tersebut dikeluarkan setiap hari seperti pembelian pakan, biaya tenaga kerja dan perlengkapan
lainnya.
Tabel 4. Total Biaya Faktor Produksi Ayam Broiler per 7.000 Ekor Peternak/periode
No Uraian
Tabel 4 menunjukkan bahwa total biaya produksi sebesar Rp. 216.371.000 per 7.000 ekor dengan biaya pengeluaran terbesar yaitu sarana produksi sebesar Rp. 228.446.203. Penyebab biaya sarana produksi besar yaitu karena biaya tersebut dikeluarkan setiap hari seperti pembelian pakan, biaya tenaga kerja dan perlengkapan lainnya.
4.3Analisis Penerimaan Ternak Ayam Broiler
Analisis penerimaan peternak ayam broiler di Kabupaten Bima tertera pada Tabel 5:
Tabel 5. Pendapatan Bersih Usaha Ternak Ayam Broiler/periode
Sumber: Data primer diolah, 2018
Tabel 5 menunjukkan pendapatan bersih peternak ayam broiler untuk kapasitas 1.500 ekor Rp. 1.571.470, kapasitas 3.000 ekor Rp. 3.117.878, kapasitas 5.000 ekor Rp.7.926.755, kapasitas 7.000 ekor Rp. 10.856.997 dengan rata-rata Rp. 5.877.275, sedangkan pendapatan bersih yang tertinggi yaitu pada usaha ternak ayam broiler 7.000 ekor per periode meskipun mortalitas dan berat rata rata lebih kecil dibandingkan ternak kapasitas 1.500 ekor dan 3.000 ekor tetapi kapasitas ternak akan mempengaruhi pendapatan, semakin banyak ternak yang dipelihara maka pendapatan cenderung akan lebih besar. 3 Penerimaan 51.853.536 100.676.800 166.593.922 239.303.200 139.606.864,5 4 Pendapatan
4.4 Analisis Pendapatan dan RC Ratio
Hasil Analisis Pendapatan RC Ratio dan Biaya Persatuan Hasil Usaha Ternak Ayam Broiler/periode dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6. Hasil Analisis Pendapatan, RC Ratio dan Biaya Persatuan Hasil Usaha Ternak Ayam Broiler/periode
No Uraian Peternak Mitra (Rp)
1 Ternak ayam broiler 1.500 ekor
I. Total Biaya (Rp) 50.282.066
II. Total Penerimaan 51.853.536
Pendapatan Bersih 1.571.470
RC Ratio atas Biaya Total (II/I) 1,03
2 Ternak ayam broiler 3.000 ekor
I. Total Biaya (Rp) 97.558.922
II. Total Penerimaan 100.676.800
Pendapatan Bersih 3.117.878
R/C atas Biaya Total (II/I) 1,03
3 Ternak ayam broiler 5.000 ekor
I. Total Biaya (Rp) 166.593.922
II. Total Penerimaan 174.556.677
Pendapatan Bersih 7.962.755
R/C atas Biaya Total (II/I) 1,05
4 Ternak ayam broiler 7.000 ekor
I. Total Biaya (Rp) 228.446.203
II. Total Penerimaan 239.303.200
Pendapatan Bersih 10.856.997
R/C atas Biaya Total (II/I) 1,05
5 Rata-rata R/C Ratio 1,04
Tabel 6 menunjukkan bahwa RC atas total biaya keempat peternak lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak ayam broiler yang dijalankan relatif menguntungkan. Setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh peternak akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp. 1,03 pada peternak kapasitas 1.500 dan 3.000 ekor. Sedangkan Setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan oleh peternak akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp. 1,05 pada peternak kapasitas 5.000 dan 7.000 ekor.
Artinya semakin besar kapasitas pemeliharaan maka akan semakin besar pula RC rationya.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian adalah sebagai berikut :
1. Kemitraan yang dijalankan oleh PT. Baling-Baling Bambu dan PT. MSJ dengan peternak di Kabupaten Bima yang beternak pola kerjasama operasional agribisnis (KOA) ini tidak begitu menguntungkan peternak karena harga sarana produksi yang cukup tinggi.
2. Kemitraan antara perusahaan dengan peternak mitra Bima terpaksa mengikuti kemitraan karena tidak adanya modal untuk usaha mandiri.
5.2 Saran
1. Harga sapronak sebaiknya diberikan dengan harga yang relatif sama dengan harga pasar. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan pendapatan peternak dan menghindari terjadinya kecurangan yang dapat dilakukan oleh peternak.
DAFTAR PUSTAKA