PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK SOPIR ANGKOT
(Studi Kasus Sopir Angkot Trayek Bringin-Salatiga)
Tahun 2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan(S.Pd)
Oleh :
FATIKHATUS SAKDIYAH
NIM 111-13-211
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
PE
tangan di bawah ini:
tikhatus Sakdiyah
111-13-211
ndidikan Agama Islam
kultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupa
dan bukan jiplakan dari karya tulis orang lain.
yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau diruj
h. Selain itu, saya tidak keberatan jika nask
ain. Pendapat atau
u dirujuk berdasarkan
naskah skripsi ini
, 03 Agustus 2017 yatakan,
Imam Mas Arum S.Pd, M.P Dengan hormat, sete
naskah Skripsi mahasi
setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
hasiswi:
: Fatikhatus Sakdiyah
: 111–13–211
: S1-Pendidikan Agama Islam
: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA A
ANGKOT (STUDI KASUS SOPIR ANGK
BRINGIN-SALATIGA TAHUN 2017)
pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
ng munaqosyah. Demikian nota pembimbing i
I INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGUR
lan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 603136 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:tarbiyah@
SKRIPSI
N AGAMA ISLAM PADA ANAK SOPIR A
S SOPIR ANGKOT TRAYEK BRINGIN-SA
TAHUN 2017
Disusun oleh
FATIKHATUS SAKDIYAH
NIM: 11113211
n di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusa kultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agam
ada tanggal 29 Agustus 2017 dan telah dinyata roleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
: Mufiq, S.Ag., M.Phil. :...
: Imam Mas Arum, M.Pd. :
: Siti Rukhayati, M.Ag. :...
MOTTO
“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, tetapi
kekayaan sebenarnya adalah yang kaya jiwa (hati)
”
(HR. Bukhari Muslim)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua (Suparmin dan Sarni) yang senantiasa mencurahkan kasih
sayang, memberikan bimbingan, motivasi dan doa yang tidak pernah henti untuk
anak-anaknya.
Saudara-Saudaraku (Mbak Al, Mbak Yul, Mas Lutfi) yang selalu menyokongku
untuk terus bersabar dan berusaha.
Teman seperjuangan (Mbak Lu’luk Suroya) yang setia berbagi motivasi pengalaman dan bimbinganya.
Orang yang setia menungguku (Mas Zaini Aslam) yang selalu menasihati dan
memotivasi agar sabar dalam cobaan.
Keluarga besar Pondok Pesantren Samsun Muchana Bringin dan Racana Kusuma
Dilaga-Woro Srikandhi yang banyak memberiku
tempaan diri dan pengalaman.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga dalam penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafaatnya kelak di Yaumul Akhir. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PADA ANAK SOPIR ANGKOT (STUDI KASUS SOPIR ANGKOT TRAYEK
BRINGIN-SALATIGA TAHUN 21017)”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memeperoleh gelar S1 fakultas tarbiyah
dan keguruan, kejurusan pendidikan agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang
diterima dari berbagai pihak, baik berupa material maupun spiritual. Dengan berakhirnya
penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga,
2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI)
IAIN Salatiga.
4. Bapak Imam Mas Arum, S.Pd, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang
senantiasa membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
5. Bapak Supardi S.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang senantiasa
membimbing dan memotivasi untuk menjadi yang terbaik.
6. Seluruh Dosen dan Staf IAIN Salatiga yang telah membantu proses penyusunan
7. Ayah, ibu, keluarga
11. Semua pihak yang t
Harapan peulis, s
berlipat ganda dari Alla
bagi penulis dan umum
diharapkan untuk kesem
rga dan teman-teman yang telah berkontribusi selam
n orang yang setia menungguku, menemani,
uk Suroya dan Zaini Aslam).
angkot yang bersedia membantu dan berbagi inf
terselesaikan dengan baik
Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikhandi IAIN Salat
santren Samsun Muchana yang telah menjadi medi
ng telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.
lis, semoga amal baik yang telah dibeikan mendapat
llah Swt. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berm
ABSTRAK
Sakdiyah, Fatikhatus. 2017. Pendidikan Agama Islam pada Anak Sopir Angkot
(Studi Kasus Sopir Angkot Trayek Bringin-Salatiga)
Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum S.Pd, M.Pd
Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam Pada anak Sopir Angkot
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui pendidikan agama Islam anak pada sopir angkot (Studi kasus sopir angkot trayek Bringin-Salatiga) tahun 2017. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pemahaman orang tua yang berprofesi sebagai sopir angkot trayek Bringin-Salatiga tentang pendidikan agama Islam, (2) Bagaimana upaya orang tua dalam pendidikan agama Islam dengan latar belakang orang tua berprofesi sopir angkot Dan (3) Apa kendala orang tua yang berprofesi sopir angkot dalam memberikan pendidikan agama Islam pada anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Subyek penelitian adalah keluarga sopir angkot.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Metode Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 14
B. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam... 26
C. Kendala Pendidikan Agama Islam Sopir Angkot ... ... 28
D. Penelitian yang Relevan ... 30
BAB III PAPARAN DAN HASIL TEMUAN A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 32
B. Temuan Penelitian ... 34
BAB IV ANALISIS DATA A. Pemahaman Orang Tua yang Berprofesi sebagai Sopir Angkot tentang Pendidikan Agama Islam... 47
B. Upaya Orang Tua dengan Latar Belakang Berprofesi sebagai Sopir Angkot dalam pendidikan Agama Islam ... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 67 B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Riwayat Hidup ... 71
Lampiran II Pedoman Wawancara ... 72
Lampiran III Surat Tugas pembimbing skripsi ... 74
Lampiran IV Surat Izin Penelitian ... 75
Lampiran V Lembar Konsultasi Skripsi ... 76
Lampiran VI Daftar Nilai SKK ... 77
Lampiran VII Dokumentasi ... 81
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu tidak dapat lepas dari pendidikan, sebagai bekal hidup
karena pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Menurut Henderson dalam
(Sadulloh, 2014: 5), pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial, dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Dengan
demikian, pendidikan sebenarnya dilakukan sejak manusia lahir tanpa disadari,
sehingga perlu ditanamkan pendidikan agama Islam sejak dini sebagai
pedoman kehidupan.
Menurut Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam didefinisikan dengan suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang
pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan
hidup (Umiarso dan Makmur, 2010: 39). Sedangkan, Pendidikan agama Islam
merupakan proses mengembangkan potensi diri secara jasmani dan rohani
untuk bekal di dunia dan akhirat. Pendidikan agama Islam berfungsi sebagai
pandangan hidup agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, dengan
selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangang-Nya yang
semata-mata untuk mendapatkan ridho-Nya.
Seorang bayi yang baru lahir merupakan makhluk Allah swt yang suci,
melangsungkan hidupnya di dunia. Sedangkan Ibu dan ayah merupakan orang
yang memberikan kasih sayang dan memelihara anaknya dengan baik tanpa
mengharapkan imbalan. Setiap orang tua berkeinginan mempunyai anak yang
berkepribadian baik dan membawa nama harum orang tua, karena anak yang
baik merupakan kebanggaan orang tua (Majid, 2012: 20-21). Maka orang tua
sangat berperan penting dalam merawat anak-anaknya. Sebagaimana dalam
Q.S At-Tahrim ayat 6 : keluargamudari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(Kementerian Agama RI, 2011: 560).
Berdasarkan ayat di atas anak adalah titipan Allah swt yang
diamanahkan kepada kedua orang tua dianggap mampu untuk merawat,
mengarahkan, dan menbimbing anaknya yang kelak akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang sudah diajarkan orang tua kepada anaknya.
Anak juga mempunyai hak yang harus dipenuhi. Hak tersebut yaitu
pendidikan, nama yang baik, dan tempat tinggal sehingga kedua orang tua
tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya.
Dalam hal ini pendidikan agama Islam sangat penting. Melalui
sangat ditentukan oleh kedua orang tuanya (Faiz, 2016: 2-3). Pendidikan
agama islam merupakan landasan bagi anak agar terbentuk akhlak yang baik,
mampu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Apabila anak
tanpa agama, maka anak tidak akan punya aturan dan tanggung jawab serta
sulit untuk diarahkan. Maka orang tua harus sedari dini mengajarkan agama.
Orang tua merupakan teladan untuk anaknya, sehingga perkataan dan
perbuatan yang dilakukan orang tua akan ditirukan anak. Maka perlu
kehati-hatian dalam mengucapkan maupun mengerjakan sesuatu hal apapun. Selain
itu, orang tua juga mempunyai kewajiban untuk bekerja agar kebutuhan
keluarga terpenuhi. Maka, orang tua yang berprofesi apapun memilki
tanggung jawab dalam memperhatikan pendidikan anak.
Sopir merupakan salah satu pekerjaan yang dijadikan mata pencaharian
seorang kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Di salatiga
terdapat beberapa trayek angkot. Salah satunya yaitu trayek angkot
Salatiga-Bringin yang dijadikan sumber mata pencaharian. Sebagian sopir berasalan
bahwa profesi tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sehingga menggantungkan penghasilannya dengan menjadi sopir angkot.
Sedangkan, profesi sopir angkot menyita banyak waktu yaitu pagi sampai sore.
Di sisi lain anak juga memerlukan perhatian, pengarahan, pembinaan seorang
ayah sebagai pemimpin keluarga. Hal ini menyebabkan kurangnya waktu
dengan anak mengingat pekerjaan itu tidak ada liburnya.
Secara finansial kebutuhan anak terpenuhi meskipun perhatian orang
maksimal. Waktu yang dimiliki orang tua berprofesi sopir untuk anak masih
kurang, sebab pagi sudah berangkat untuk mencari nafkah, dan sore baru
selesai. Sehingga waktu untuk bersama satu sama lain terutama dengan ayah
cukup sedikit.
Dalam keluarga sopir angkot ayah berperan sebagai tulang punggung
keluarga sedangkan ibu dianggap sebagai sosok yang berperan penting dalam
pendidikan anaknya. Namun, ada juga seseorang yang berprofesi sopir angkot
(Ayah) mampu menjalani kehidupannya dengan merawat anaknya sendiri
karena istrinya menjadi TKW di luar negeri. Hal tersebut tidak menyurutkan
sang Ayah dalam memperhatikan pendidikan agama Islam pada anaknya. Jadi
orang tua, baik Ayah atau Ibu sebenarnya mempunyai peran yang sama, yaitu
bersama membina, membimbing, mengarahkan anak agar menjadi manusia
yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa untuk bekal dunia dan akhirat.
Tidak semua orang tua yang berprofesi sopir angkot, tidak memperdulikan
pendidikan agama Islam pada anak. Justru, kebanyakan mereka menginginkan
anaknya menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berprestasi. Pendidikan
agama islam sebagai pondasi dasar dalam membentengi dirinya.
Dari uraian di atas dan observasi awal dapat dilihat bahwa keagamaan
anak dari orang tua yang berprofesi sopir cukup baik, orang tua tetap
mengarahkan, mengenalkan pendidikan agama Islam sejak dini. Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk mengajukan penelitian
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman orang tua yang berprofesi sebagai sopir angkot
trayek Bringin-Salatiga tentang pendidikan agama Islam ?
2. Bagaimana upaya orang tua dalam pendidikan agama Islam anak dengan
latar belakang pendidikan agama Islam orang tua berprofesi sebagai sopir
angkot trayek Bringin-Salatiga?
3. Apa kendala orang tua yang berprofesi sopir angkot trayek Bringin – Salatiga dalam memberikan pendidikan agama Islam pada anak?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pemahaman orang tua berprofesi sebagai sopir angkot
trayek Bringin-Salatiga tentang pendidikan agama Islam.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan orang tua dalam pendidikan
agama Islam anak dengan latar belakang pendidikan agama Islam orang tua
berprofesi sebagai sopir angkot trayek Bringin-Salatiga.
3. Untuk mengtahui kendala orang tua yang berprofesi sopir angkot trayek
Bringin-Salatiga dalam memberikan pendidikan agama Islam pada anak.
D. Manfaaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi jelas dan
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan, pengetahuan pendidikan agama Islam anak di keluarga
sopir angkot dan menghasilkan informasi mengenai pendidikan agama
Islam pada keluarga yang berprofesi sebagai sopir angkot.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dalam pendidikan agama
Islam pada anak bagi orang tua yang berprofesi sopir angkot.
E. Penegasan Istilah
1. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Quran dan
Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan
pengalaman (Abdul Majid, 2012: 11).
Menurut Daradjat (2011: 86) Pendidikan Agama Islam merupakan
usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak untuk memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikan sebagai pandangan
hidup di dunia dan akhirat.
2. Sopir Angkot
Sopir adalah pengemudi mobil menurut KBBI (Kamus besar
angkutan kota. Sopir angkot adalah seorang pengemudi yang mengangkut
penumpang di suatu daerah atau kota.
3. Anak Sopir Angkot
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia (2007: 41)dijelaskan bahwa
anak merupakan keturunan.. Anak sopir angkot adalah keturunan yang
dilahirkan dari keluarga sopir angkot. Dengan hadirnya anak, maka orang
tua merasa ada pihak yang akan meneruskan garis keturunannya sehingga
lebih bisa diharapkan kemuslimannya akan berlangsung terus (Mansur,
2005: 9)
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Pendekatan
Dalam penulisan skripsi ini, penelitian menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, bukan angka-angka. Sedangkan menurut
Bogdan dan Taylor dalam (Moleong, 2009: 4) prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.
2. Kehadiran Peneliti
Sesuai pendekatan yang digunakan, adalah deskriptif kualitatif
maka kehadiran peneliti prioritas utama dan mutlak. Karena dalam
penelitian kualitatif, peneliti sebagai kunci utama. Peneliti mengadakan
sendiri pengamatan, wawancara tak berstruktur dengan menggunakan buku
peneliti menggunakan alat rekam, kamera, dan peneliti menghandel seluruh
penelitian sebagai alat peneliti.
3. Lokasi
Lokasi penelitian berada di trayek angkot Bringin-Salatiga dan rumah
keluarga sopir angkot.
4. Sumber Data
Ada dua sumber yang digunakan peneliti yaitu :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh
perorangan/suatu organisasi langsung melalui objeknya (Supranto,
2003: 20). Data didapat langsung berasal dari orang tua dan anak sopir
angkot. Peneliti membatasi keluarga sopir angkot yang memiliki anak.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah
jadi berupa publikasi (Supranto, 2003: 21). Data ini berupa foto-foto,
rekaman video, rekaman suara, catatan harian, benda-benda yang dapat
mendukung data primer. Peneliti menggunakan data sekunder untuk
memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara. Adapun data sekunder yang digunakan adalah foto dan
data-data lain di tempat penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono, 2016: 145) mengemukakan
bahwa,obeservasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari bernagai proses biologis dan psikologis(pengamatan
dan ingatan).
Observasi digunakan agar peneliti mengetahui kondisi yang akan
diteliti sehingga peneliti dapat mempersiapkan sesuatu hal yang
diperlukan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan sebentuk kumpulan data yang bermanfaat
(Daymon, 2008: 258) secara mendalam agar mendapatkan data yang
valid. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan wawancara terbuka dan
berstruktur karena narasumber mengetahui bahwa mereka sedang
diwawancarai dan tahu maksud dari wawancara. Saat wawancara,
peneliti sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara
sistematis.
Wawancara akan dilakukan kepada narasumber diantaranya adalah
anak dan orang tua keluarga sopir angkot.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah menyelidiki data yang berupa buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian,
dan sebagainya dalam memperoleh informasi (Arikunto, 1998: 149).
foto yang terkait kegiatan pendidikan agama Islam dalam keluarga
sopir angkot.
6. Analisis Data
Analisis data, menurut Moleong (2009: 280) adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Dalam tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul dari
hasil wawancara dan dokumentasi. Menganalisis data meliputi mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan
mengkategorikannya.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability)(Moleong, 2009: 324).
Penelitian ini, peneliti menggunakan kriteria kepercayaan
(credibility). Kriteria kepercayaan digunakan untuk melakukan penelaahan
data secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai.
Peneliti memperpanjang penelitian dengan melakukan observasi secara
terus menerus sampai data yang dibutuhkan cukup. kemudian peneliti
menggunakan teknik triangulasi data adalah teknik pemeriksaann
330). Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dengan jalan
membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara,
membandingkan data hasil wawancara antar narasumber yang terkait, dan
membandingkan data hasil dokumentasi antar dokumen.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap
sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan
tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:
a. Tahap sebelum ke lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada
subyek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan pola pendidikan agama Islam dalam keluarga sopir angkot.
Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Tahapan analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan
temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2016:
Analisis dilakukan sebelum di lapangan, saat di lapangan, dan
setelah di lapangan agar data yang dikumpulkan akurat.
d. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua
rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data.
Kemudian melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi
kesempuraan skripsi dengan tindaklanjut hasil bimbingan tersebut
penulis menghasilkan skripsi yang sempurna.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun kedalan 5 (lima) bab yang rinciannya
sebagai berikut:
BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II merupakan bab kajian pustaka yang terdiri atas pengertian
pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, pihak
yang terlibat dalam pendidikan agama Islam anak, metode
pembelajaran pendidikan agama Islam, ruang lingkup pendidikan
agama Islam, kendala pendidikan agama Islam sopir angkot, dan
BAB III merupakan bab paparan data dan temuan hasil penelitian yang
berisi gambaran umum lokasi penelitian yaitu angkot trayek
Bringin-Salatiga, penyajian data yang meliputi: data responden
serta hasil wawancara terhadap sopir angkot dan anak sopir angkot.
BAB IV merupakan bab hasil dan analisisn data yang terdiri atas hasil dan
analisis data tentang pendidikan agama Islam dalam keluarga Sopir
Angkot Trayek Bringin-Salatiga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari kata didik, dengan awalan “pen” dan akhiran “an”, yang berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara perbuatan mendidik
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 263). Sedangkan mendidik
merupakan memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.
Marimba dalam (Tafsir, 2003: 6) mendefiniskan pendidikan
sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai latihan, mental, moral,
dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi sehingga
menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab
(Arifin, 2014: 7).
Dengan demikian, pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku setiap manusia secara sadar terhadap
perkembangan jasmani dan rohani yang menghasilkan manusia berbudaya
tinggi sehingga menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa
Agama berasal dai bahasa sansekerta gam yang artinya jalan, agama adalah peraturan, tata cara, kepercayaan kepada tuhan yang maha
esa serta berhubungan antarmanusia berdasarkan ajarannya (Ali, 2008:
35). Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang maha kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan manusia dengan manusia serta lingkungan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 12).
Dalam bahasa Arab kata agama berarti Ad-Din (tunduk) yang
didefiniskan makna etimologis dan Qurani (An-Nahlawi, 1996: 35)
sebagai berikut:
“Ad-Din adalah hubungan ketundukan, kepatuhan dan pengahambaan yang dirasakan umat manusia terhadap Sang Pencipta Yang Memeritah dan memberjalankan seluruh urusan alam yang memerintah itu : (a) Yang Maha Mengalahkan, Menghidupkan, Mematikan dan tempat kembali seluruh makhluk; (b) Yang telah meletakkan bagi mereka sebuah sistem kehidupan yang paripurna dan meliputi seluruh aspeknya; (c) Yang menyuruh kita supaya menerapkan sistem itu; dan (d) Yang memberitahukan kepada kita tentang balasanyang disediakan-Nya bagi para mukallaf (pengembang kewajiban) pada hari pembalasan”.
Dengan demikian, agama dapat diartikan ajaran atau sistem
penghambaan, ketundukan, kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
berhubungan dengan seluruh urusan alam kelak dipertanggungjawabkan di
akhirat.
Islam merupakan agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW
yang berpedoman pada kitab suci Alquran yang diturunkan ke dunia
Islam merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia di
muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya (Majid, 2014: 11).
Jadi, Islam adalah agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW,
berpedoman pada Alquran yang diturunkan oleh Allah Swt kepada umat
manusia agar beribadah kepada-Nya untuk melakukan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya.
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar dalam kegiatan
bimbingan, pengajaran dan latihan yang dilakukan secara berencana untuk
mencapai tujuan yang dihendaki (Muhaimin, 2008: 30). Menurut Daradjat
(2011: 86) Pendidikan Agama Islam merupakan usaha berupa bimbingan
dan asuhan terhadap anak untuk memahami dan mengamalkan ajaran
agama Islam serta menjadikan sebagai pandangan hidup di dunia dan
akhirat.
Menurut Majid (2014: 11) Pendidikan Agama Islam adalah upaya
sadar yang dilakukan pendidik dalam mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran yang telah direncanakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar berupa bimbingan, pengajaran, dan
asuhan terhadap anak agar anak meyakini, memahami, dan mengamalkan
ajaran agama Islam untuk mencapai tujuan serta sebagai pandangan hidup
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan adalah usaha yang dilakukan manusia untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan. Tujuan pendidikan agama Islam adalah upaya
menyeimbangkan dunia dan akhirat dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Adanya kesinambungan antara akal, hati dan jiwa
dalam perkembangan diri manusia merupakan hal yang penting. Karena,
dalam pendidikan ada banyak aspek yang harus seimbang, diantaranya
yaitu kecerdasaan, sikap, dan ketrampilan sehingga akan terbentuk anak
yang kepribadian baik. Apabila tiga aspek tersebut dapat tercapai, maka
langkah selanjutnya yaitu mengarahkan anak untuk selalu beribadah
kepada-Nya menuju manusia yang beriman dan bertakwa.
Menurut Abdul Fattah Jalal dalam (Tafsir, 2014: 46) tujuan
Pendidikan Islam ialah terwujudanya manusia sebagai hamba Allah,
menjadikan manusia menghambakan diri, beribadah kepada Allah agar
manusia dapat merealisasikan tujuan hidupnya yang sudah digariskan oleh
Allah. Sebagaimana di jelaskan dalam surat Adz-Dzariyat : 56 sebagai
mereka mengabdi kepada-Ku” (Kementerian Agama RI, 2011:
523).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwasanya manusia diciptakan
agar selalu beribadah kepada Allah Swt dengan menjalankan perintah-nya
Selanjutnya Gunawan (2014: 10-11) Abdurrahman Saleh Abdullah
dalam buku Educational Theory a Quranic Outlook menyatakan bahwa tujuan pendidikan harus meliputi empat aspek yaitu:
a. Tujuan jasmani (ahdaf al-jismiyah). Bahwa proses pendidikan ditunjukan dalam kerangka mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah fi al-ardh melalui pelatihan keterampilan fisik sebagai kekuatan iman pendapat imam al-Nawawi.
b. Tujuan rohani dan agama (ahdap al-ruhaniyah wa ahdaf al-diniyah). Bahwa proses pendidikan ditujukan dalam kerangka meningkatkan pribadi manusia dari kesetiaan yang hanya kepada Allah semata, dan melaksanakan akhlak qurani yang diteladani oleh Nabi Saw sebagai perwujudan perilkau keagamaan.
c. Tujuan intelektual (ahdaf al-aqliyah). Bahwa proses pendidikan ditunjukan dalam rangka mengarahkan potensi intelektual manusia untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnua, dengan menelaah ayat-ayat-Nya (baik qauliyah dan kauniyah) yang membawa kepada perasaa keimanan kepada Alla. Tahapan pendidikan intelektual ini adalah: 1) pencapaian kebenaran ilmiah (ilmi al-yaqien); 2) pencapaian kebenaran empiris (‘ain al-yaqien); dan 3) pencapaian kebenaran metaempiris, atau kebenran filosofis(haqq al-yaqien). d. Tujuan sosial (ahdaf al-ijtimayah). Bahwa proses pendidkan
ditunjukan dalam kerangka pembentukan kepribadian yang utuh. Pribadi di sini tercermin sebagai al-nas yang hidup pada masyarakat yang plural.
Menurut Breiter seperti yang dikutip Majid (2014: 17) sebagai berikut:
“Pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus mendidik anak berarti bertindak dengan tujuan agar memengaruhi perkembangan anak sebagai seseorang secar utuh. Apa yang dapat anda lakukan ada bermacam-macam cara, anda kemungkinan dapat dengan cara mengajar dia, anda dapat bermain dengannya, anda dapat mengatur lingkungannya, anda dapat menyensor salutran televisi yang anda tonton, dan anda dapat memberlakukan hukum agar dia jauh dari penjara”.
Menurut Daradjat (2011: 89-90) Pendidikan Agama mempunyai
tujuan-tujuan berintikan tiga aspek, yaitu iman, ilmu, dan amal pada
a. Menumbuh suburkan dan mengembangkan serta membentuk sikap positif dan displin serta cinta terhadap agama dalam perbagai kehidupan anak yang nantinnya diharapkan menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah swt taat kepada perintah Allah swt dan rasul-Nya. Memang untuk mencapai tujuan ini agak sulit dan memerlukan banyak kesabaran, karena hasilnya tidak segera tampak mengingat hal tersebut menyangkut masalah pendidikan mental dan kepribadian. Dari sikap yang demikian itulah justru kadar keimanan dapat”diukur” dan dengan keimanan itu pulalah nantinya anak akan menjadi manusai dewasa yang dalam hidupnya mengindahkan dan memuliakan agama sehingga memungkinkan dirinya terjauh dari berbagai godaan dunia yang bertentangan dengan ajaran agamanya serta bertanggung jawab terhadap baik buruknya suatu masyarakat dan negara di aman ia berada.
b. Ketaatan kepada Allah swt dan Rasul-Nya merupakan motivasi intrinsik terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang harus dimiliki anak. Berkat pemahaman tentang pentingnya agama dan ilmu pengetahuan (agama dan umum) maka anak menyadari keharusan menjadi seorang hamba Allah yang beriman dan berilmu pengetahuan. Karenanya, ia tidak pernah mengenal henti untuk mengejar ilmu dan teknologi baru dalam rangka mencari keridaan Allah swt. Dengan iman dan llmu itu semakin hari semakin menjadi lebih bertakwa kepada Allah swt sesuai dengan tututan Islam. Dengan kata lain, tujuan pada aspek ilmu ini adalah pengembangan pengetahuan agama, yang dengan pengetahuan itu dimungkinkan pembentukan pribadi yang berakhlak mulia, yang bertakwa kepada Allah swt, sesuai dengan ajaran agama Islam dan mempunyai keyakinan yang mantap kepda Allah swt.
c. Menumbuhkan dan membina keterampilan beragama dalam semua lapangan hidup dan kehidupan serta dapat memahami dan menghayati ajaran agama Islam secara mendalam dan bersifat menyeluruh, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman hidup, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah swt melalui ibadat salat umpamanya dan dalam hubunganya dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlak perbuatan serta dalam hubungan dirinya dengan alam sekitar melalui cara pemeliharaan dan pengolahan alam serta pemanfaatan hasil usahanya.
Sedangkan menurut Nahlawi (1996: 161) tujuanlah yang
menentukan metode. Allah menciptkan alam ini dengan tujuan tertentu
demikian itu dapat mendorongnya untuk menaati dan mencintai Allah,
serta tunduk kepada segala perintah-Nya dan bermunajat kepada-Nya
Menurut beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mencapai keselarasan setiap
kehidupan manusia dengan cara yang berbeda-beda menyesuaikan
obyeknya. Sedangkan, metode orang tua dalam mendidik anak ada banyak
yang harus disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan anak.
3. Pihak yang Terlibat Dalam Pendidikan Agama Islam
Pada umumnya, mendidik anak dalam pendidikan agama Islam
membutuhkan pendidik untuk membentuk karakter anak yang berakhlak
mulia dengan mengetahui ajaran agama Islam secara benar. Salah satunya
yaitu orang tua yang merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anaknya menerima pendidikan (Daradjat, 2011: 35).
Orang tua sangat berperan penting dalam pendidikan pada
anaknya. Anak pertama kali mendapat sentuhan kasih sayang dari Ibu.
sejak lahir anak selalu di samping Ibu. Sehingga, hal apapun yang
dilakukan oleh Ibu yang pertama kali akan ditirukan oleh anak. Ayah juga
ikut andil dalam pendidikan anak. Sosok ayah dianggap orang tua yang
terhebat, terpandai dan penolong bagi anak-anaknya.
Di sisi lain, pada dasarnya orang tua mempunyai tanggung jawab
terhadap pendidikan anak yang tidak bisa dipikulkan kepada orang lain.
Sebab guru dan pemimpin umat umpamanya, tidak seberapa
dipikul para pendidik selain orang tua merupakan pelimpahan tanggung
jawab orang tua karena beberapa alasan, sehingga tidak mungkin
melaksanakan pendidikan anaknya secara langsung dengan sempurna
(Daradjat, 2011: 38). Sedangkan menurut Tafsir (2014: 74) tanggung
jawab itu disebabkan sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama, karena kodarat, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya,
dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya;
kedua karena kepentingan orang tua, yaitu orang tua berkepentingan
terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses
orang tua juga. Dengan demikian, tanggung jawab pertama dan utama
terletak pada orang tua.
Di samping itu, ada pihak lain yang terlibat dalan pendidikan
agama Islam anak yaitu guru berperan penting dalam penndidikan agama
Islam. Guru merupakan pendidik profesional, karenanya secara implisit ia
telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagaian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua (Daradjat, 2011: 39).
Guru merelakan waktunya untuk mendidik anak orang lain, sebagai
perwujudan pengabdian dan membagikan ilmu pengetahuan yang
bermanfaat bagi peserta didik nantinya. Guru mendidik peserta didik
dengan senang hati, seperti memperlakukan anaknya sendiri. Maka guru
mendidik peserta didik dengan sebaik-baik mungkin tentang ilmu
pengetahuan yang belum diketahui peserta didik. Pendidikan biasanya
formal seperti TPA, Madrasah diniyah, mengaji rutinan dalam menambah
pengetahuan pendidikan agama Islam.
Sekolah merupakan tempat pendidikan untuk mengajar anak-anak,
memiliki peraturan-peraturan atau undang-undang yang harus ditaati oleh
anak didik, juga sebagai lembaga pendidikan formal yang melakukan
kegiatan dasar yang pokok, yaitu mendidik semua anak didik dengan
pendidikan yang sebenarnya. Dalam belajar di sekoah, guru dan cara
mengajarnya merupakan faktor yang penting pula dalam menentukan hasil
belajar yang dapat dicapai peserta didik (Syafaat dkk, 2008: 66).
Pendidikan dapat berlangsung tidak hanya melalui guru. Namun
masyarakat ikut serta dalam pendidikan agama Islam. Karena tujuan
masyarakat sama dengan para orang tua dan guru. Tanpa disadari hal
tersebut mempengaruhi perkembangan pendidikan agama Islam.
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak ada
beberapa perkaradan cara yaitu a. Masyarakat sebagai penyuruh kebaikan
dan pelarang kemungkaran sebagaimana diisyaratkan Allah swt; b. Dalam
masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau saudara
anaknya; c. Menjadikan masyarakat sebagai sarana membina seseorang; d.
Masyarakat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan,
atau pemutusan hubungan kemasyarakatan atas iin Allah Swt
(An-Nahlawi, 2004: 176-178).
Menurut Daradjat (2011: 45) Masyarakat, besar pengaruhnya
masyarakat muslim tentu menghendaki setiap anak didik menjadi taat dan
patuh terhadap agamanya. Tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya
tanggung jawab moral setiap orang dewasa baik perseorangan maupun
kelompok sosial. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S At-Taubah: 71
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian
yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”(Kementerian Agama RI, 2011: 198)
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa tanggung jawab dipikul secara
individu maupun kelompok untuk melakukan perbuatan kebaikan dan
bertanggung jawab apa yang sudah dilakukan seperti lembaga pendidikan,
lembaga pemerintahan dan sebagainya.
Dengan demikian, orang tua perlu mengontrol anaknya dalam
kesehariannya tanpa mengganggu aktivitas anak dan menekan anak.
Teman dan lingkungan juga mempengaruhi perilaku anak sehingga teman
dan lingkungan yang baik akan mendukung perkembangan dan
4. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan
hados yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa arab, metode
disebut tariqah, artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu. Menurut istilah metode ialah suatu sistem atau cara
yang mengatur suatu cita-cita (Syafaat dkk, 2008: 39).
Metode pendidikan ialah semua cara yang digunakan dalam upaya
mendidik menuju terbentuknya pribadi yang muslim (Tafsir, 2014: 131).
Dalam pengajaran, sebenarnya bukan metode persoalannya, akan tetapi
langkah-langkah dalam proses pengajaran. Metode merupakan
perencanaan sesuatu sesuai konsep yang dicapai menyesuaikan obyeknya.
Semisal dalam ranah pendidikan agama Islam maka memerlukan metode
yang sesuai dalam ajaran agama Islam yaitu menyenangkan dan
mempermudah tidak mempersulit.
Metode merupakan suatu situasi yang diciptakan secara khusus
dengan maksud mempengaruhi anak didik secara pedagogis (edukatif)
disengaja untuk mencapai tujuan (Sadulloh, 2014: 114). Menurut al-Nahwi
(1996: 283) dalam alquran dan Sunnah Nabi SAW, terdapat berbagai
metode pendididikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan
membangkitkan semangat sebagai berikut:
a. Metodehiwar(percakapan) Qurani dan Nabawi
Percakapan silih berganti antara dua pihak semisal orang tua dan anak mengenai suatu topik dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dihendaki
Orang tua dapat menggunakan metode ini dengan kisah-kisah Qurani dan Nabawi yang menyentuh sehingga dapat menguatkan keimanan anak.
c. Metodeamtsal(perumpamaan) Qurani dan Nabawi
Pendidikan menggunakan perumpamaan yang logis, mudah dipahami tujuannya agar anak termotivasi untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan.
d. Metode keteladanan
Di sinilah teladan merupakan salh satu pedoman bertindak. Anak cenderung meneladani pendidik semisal orang tua terlebih sosok Ayah. Secara psikologis anak memang senang meniru, tidak saja yang baik, yang jelek pun ditirunya. Sehingga orang tua lebih berhati-hati dalam bertindak.
e. Metode pembiasaan
Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman dan pengulangan. Semisal orang tua membiasakan anak bangun pagi untuk salat subuh karena menjadi kebiasaan hari seterusnya anak akan bangun sendiri tanpa dibangunkan.
f. Metode‘ibrahdanmau’izah
Orang tua perlu menerapkan metode ini yaitu menasihati anak dengan lembut yang dapat diterima hati dengan menjelaskan pahala dan ancamannya dan dapat di nalar oleh anak sehingga anak mengakui kesalahan yang diperbuat.
g. Metodetarghibdantarhib
Metode ini seperti hukuman dan ganjaran akan tetapi merujuk pada akhirat juga. Semisal orang tua sedang menasihati anaknya bahwa jika kamu berbuat satu kebaikan maka Allah akan membalas dengan sepuluh kelipatannya.
Menurut Tafsir (2014: 159) keberhasilan pendidikan agama
terletak pada pendidikan agama dalam keluarga. Inti pendidikan dalam
keluarga ialah hormat kepada Tuhan, kepada orang tua, kepada guru.
Sehingga pendidikan keluarga tidak boleh terpisah dari pendidikan agama
di sekolah karena pendidikan agama di keluarga sebagai pondasinya
sedangkan pendidikan di sekolah sebagai pengembang rinciannya. Maka
metode pendidikan agama di sekolah tidak akan berarti apabila pendidikan
B. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya, pendidikan agama Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketaatan kepada Allah swt serta berakhlak mulia
dalam pribadi maupu bermasyarakat. Maka terdapat ruang lingkup
pendidikan agama Islam yang mencakup tujuh unsur pokok namun
dipadatkan menjadi lima unsur pokok yaitu Alquran, keimanan, akhlak, fiqh,
dan bimbingan ibadah, serta tarikh atau sejarah yang lebih menekankan pada
perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (Muhaimin,
2008: 80). Unsur-unsur tersebut memiliki kedudukan masing-masing yang
harus seimbang satu sama lain.
Para pemikir muslim dalam Umiarso dan Makmur (2010: 50)
membagi sumber atau dasar nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan
agama Islam menjadi tiga bagian yaitu alquran, hadist dan ijtihad (ijma’ Ulama). Sebagaimana dalam Q.S An-Nisa : 59
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia yang beriman sebagai
obyek atau subyek dari pendidikan harus menaati dan berpedoman pada
alquran dan hadist serta tidak menyimpang dari keduanya tersebut. Alquran
merupakan sumber pendidikan terlengkap baik itu pendidikan
kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak), maupun spritual (kerohanian), serta
material (kejasmaniam) dan alam semesta. Alquran merupakan sumber nilai
yang absolut dan utuh. Hadist Nabi sebagai sumber atau dasar pendidikan
Islam yang utama setelah Alquran. Eksistensi hadits merupakan sumber
inspirasi ilmu pengetahuan yang berisikan keputusan dan penjelasan Nabi
dari pesan-pesan Ilahiyah yang tidak terdapat dalam alquran, maupun yang
terdapat dalam alquran tetapi masih memerlukan penjelasan lebih lanjut
secara terperinci.
Sedangkan, Ijtihad sebagai sumber pendidikan agama Islam pada
dasarnya merupakan proses penggalian dan penetapan hukum syariah yang
dilakukan oleh para mujtahid muslim dengan menggunakan pendekatan nalar
dan pendekatan-pendekatan lainnya. Secara independen, guna memberikan
jawaban hukum atas berbagai persoalan umat yang ketentuan hukumnya
secara syari’ah tidak terdapat dalam Alquran dan hadist Nabi maka akan dapat dilihat sumber atau dasar pendidikan agama Islam bail alquran, hadist
maupun ijtihad para ulama merupakan suatu mata rantai yang saling berkaitan
antara satu dengan yang lain dalam mempersiapkan manusia yang
berkualitas, baik intelektual maupun moral (Umiarso dan Makmur, 2010:
Ruang lingkup pendidikan meliputi seluruh aspek kehidupan yaitu
tentang tata hidup yang berisikan pokok yang akan digunakan oleh manusia
seperti keimanan, akhlak, alquran, tafsir, hadist, sejarah Islam dan
sebagainya, dalam menjalani kehidupannya di dunia ini dan untuk
menyiapkan kehidupan yang sejahtera di akhirat nanti (Daradjat dkk, 1984:
47).
C. Problematika Pendidikan Agama Islam Sopir Angkot
Pada umumnya, setiap kehidupan manusia memiliki problematika
termasuk dalam bidang pendidikan agama Islam. Dalam setiap pembelajaran
terdapat kendala yang memiliki solusi yang berbeda-beda. Apabila kendala
sudah terpecahkan maka pembelajaran akan berjalan lancar dan menghasilkan
tujuan maksimal. Menurut Muhaimin (2008: 150) kendala pembelajaran
adalah keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu, dan
keterbatasan dana yang tersedia.
Sopir angkot merupakan salah satu profesi yang memiliki kesabaran.
Kebanyakan dari sopir angkot menghabiskan waktunya untuk menarik angkot
dari pagi sampai sore hari. Kebanyakan orang yang berprofesi supir angkot
adalah kepala rumah tangga (Ayah). Pada umumnya sosok Ayah tidak
mendidik anak secara langsung. Akan tetapi, Ayah memiliki peran yang
penting dalam kehidupan seorang anak. Ibu sebagai pendidik dan
pembimbing sedangkan Ayah mengarahkan, mendidik, membimbing dan
yang istrinya menjadi TKW sehingga diharuskan mandiri dalam mendidik
anaknya.
Dari sisi dana, dapat dilihat bahwa pendapatan sopir angkot tidak
menentu. Ketika hari-hari besar saja dan ketika disewakan untuk pariwisata
para sopir akan mendapatkan penghasilan cukup besar. Maka, keterbatasan
dana menjadi salah satu problematika dalam pendidikan agama Islam, melihat
pendidikan sekarang ini sangatlah tidak murah untuk mendapatkan kualitas
yang baik.
Dari sisi waktu, ayah yang berprofesi sebagai supir angkot tidak dapat
mendidik anak secara langsung. Maka para sopir angkot menyerahkan
pendidikan agama Islam kepada guru di sekolah maupun TPA sebagai
sarananya. Dan ketika di rumah di serahkan kepada istri atau orang tua dari
sopir. Tetapi terkadang mendapatkan pendidikan dari berbagai pihak tadi
masih belum cukup bagi anak. Sosok Ayah sangat mempengaruhi akhlak
anak, termasuk pergaulan anak. Ayah merupakan tokoh utama sebagai
teladan anaknya, baik tingkah laku dan ucapannya. Sehingga kharisma Ayah
sangatlah mempengaruhi anak.
Sosok Ayah yang berprofesi sopir angkot sesibuk apapun dengan
pekerjaannya setidaknya menyisihkan waktu luang untuk mendidik anaknya,
terlebih dalam pendidikan agama Islam. Jika tidak dapat mendidik dalam
pelajaran setidaknya dalam akhlak anak dari hal yang kecil seperti berbuat
adil, jujur, amanah dan sebagainya yang dapat diterapkan dalam kehidupan
D. Penelitian Yang Relevan
Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran
terhadap penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan peneliti tulis. Peneliti menemukan beberapa peneliti
terdahulu, yaitu tentang:
1. Pendidikan Agama Islam Pada Anak Nelayan Rawa Pening di Desa
Rowoboni Kabupaten Semarang Tahun 2016. Penelitian dilakukan oleh
Faiz Khuzaimah mahasiswa jurusan PAI, Fakultas FTIK IAIN Salatiga
tahun 2016. Hasilnya adalah definisi PAI menurut orang tua nelayan di
Desa Rowoboni adalah proses pendidikan yang berisi pedoman hidup
dan nilai-nilai agama Islam yang membimbing serta mengarahkan anak
menuju jalan yang benar sesuai ajaran Islam sehingga terwujud perbuatan
ihsan terhadap Allah dan orang tua. Kendala yang dihadapi adalah sikap
anak yang malas, sulit didik serta sulitnya menghafal adanya gangguan
dari saudara. Upaya yang dilakukan orang tua adalah menasehati dan
menceritakan kisah-kisah, mengulang-ulang pelajaran, melaksanakan
sistem pemberian reward dan memberi semangat pada anak.
2. Peran Wanita Pekerja Garmen Dalam Membina Religiusitas Anak di
Dusun Nobotengah Keluruhan Noborejo Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga. Penelitian dilakukan oleh Umi Latifah mahasiswa jurusan PAI,
Fakultas FTIK IAIN Salatiga tahun 2016. Hasilnya adalah peran wanita
pekerja garmen dalam keluarga di dusun Nobotengah sudah
pekerja yang membantu suami mencari nafkah. Kondisi religiusitas anak
pekerja garmen di dusun Nobotengah yaitu akidah anak sudah tertanam
dengan baik terbukti dengan Tuhan yang disembah adalah Allah, Nabi
yang menjadi panutan Muhammad, Kitab sucinya Alquran, Malaikat
yang wajib diketahui ada sepuluh, hafal nama-nama dan tugasnya,
percaya hari kiamat itu terjadi, tapi hanya Allah tahu, kapan terjadinya
dan segala sesuatu itu sudah ditentukan Allah. Peran wanita yang
berprofesi sebagai pekerja Garmen dalam membina religiusitas anak di
dusun Nobotengah yaitu masih kurang. Dalam membina akhlak juga
sudah tertanam baik dalam diri anak, terbukti dengan sikap anak di
rumah baik dan nurut kepada orang tua, mudah diatur, serta menyayangi
adiknya.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan agama
Islam tidak hanya diterapkan pada keluarga nelayan dan keluarga pekerja
garmen saja, tetapi juga dalam keluarga sopir angkot. Dalam penelitian ini,
yang membedakan dengan penelitian sebelumnya yaitu pengarahan dan
bimbingan tentang pendidikan agama Islam yang diterapkan pada anak dalam
keluarga sopir angkot trayek Salatiga-Bringin. Pendidikan agama Islam pada
keluarga sopir angkot dianggap sangat penting. Orang tua ikut peran dalam
pengawasan, kedisplinan dan pembinaan anak agar terbentuk akhlak yang
mulia. Keluarga sopir angkot menginginkan anaknya menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa dan berprestasi. Pendidikan agama islam merupakan
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Bringin merupakan salah satu wilayah bagian wilayah kabupaten
Semarang yang berbatasan dengan Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan
kota kecil yang berada perlintasan Solo-Semarang. Sehingga kebanyakan
masyarakat mencari nafkah atau pekerjaan di Kota Salatiga. Salah satunya
berprofesi sebagai sopir. Dan akhirnya dibuatlah Trayek Bringin-Salatiga
sebagai transportasi antar wilayah.
Trayek Bringin-Salatiga merupakan salah satu trayek angkota antar
wilayah yang sekarang ini di kelola oleh bapak sumino. Trayek/paguyuban
angkota Bringin-Salatiga berdiri pada tahun 1977. Trayek ini didirikan
berdasarkan keputusan bersama karena waktu itu belum ada akses transportasi
Bringin-Salatiga. Di tahun 1977-2001 terjadi pro dan kontra tentang plat mobil
yang digunakan. Namun, karena adanya peraturan pemerintah yang
mengharuskan semua angkutan umum di trayek tersebut meenggunakan plat
kuning dan menggunakan jenis mobil isuzu (prona), maka pihak kontrapun
menyerah di tahun 2001.
Lokasi angkot Bringin-Salatiga dulu berada di terminal belakang
Ramayana. Pada tahun 1983 lokasi angkot tersebut dipindah ke jalan Patimura
atau sering disebut Kaloka, karena terminal penuh dan hanya digunakan untuk
Dalam trayek angkot Bringin-Salatiga terdapat dua paguyuban yaitu
paguyuban trayek Salatiga-Bringin-Kedungjati yang terdiri kurang lebih dari
40 angkot dan paguyuban trayek Salatiga-Bringin-Kalimaling yang terdiri
kurang lebih dari 80 angkot. Masing-masing paguyuban memiliki peraturan.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya fokus pada paguyuban trayek
Salatiga-Bringin-Kalimaling karena paguyuban ini lebih terorganisasi dan mudah dalam
mengakses informasi. Paguyuban trayek Salatiga-Bringin-Kalimaling diketuai
oleh bapak Yanto. Paguyuban tersebut beroperasi dari jam 08.00-17.30 WIB
dengan jarah tempuh kurang lebih 25 km. Setiap tiga bulan sekali Paguyuban
tersebut mengadakan pertemuan di kediaman bendahara paguyuban yang di
hadiri oleh ketua beserta perangkatnya dan para anggota paguyuban. Dalam
pertemuan tersebut biasanya membahas hal-hal yang diperlukan, misalnya
pembuatan seragam, iuran, keluhan dalam operasi dan sebagainya.
Trayek angkot Bringin-Salatiga tersebut memiliki peraturan. Setiap
angkot dalam mendapatkan penumpang diharuskan untuk mngantri
berdasarkan kedatangannya. Antrian ditentukan ketika sudah di atas jam 08.00
WIB sampai jam operasi berakhir, sehingga angkot harus mengantri untuk
mendapatkan penumpang. Apabila sebelum jam 08.00 WIB angkot boleh
langsung pergi mencari dan mengantar penumpang tanpa mengantri. Angkot
trayek tersebut dalam sehari biasanya dapat bolak balik dari Bringin ke
Salatiga kurang lebih 2 sampai 3 kali putaran saja. Selain itu, setiap angkot di
B. Temuan Penelitian
1. Gambaran informan
Berdasarkan jumlah informan yang diteliti, masing-masing subyek
terdiri dari Ayah, Ibu dan anak. Penjelasan mengenai profil masing-masing
Ayah, Ibu dan anak yang dijadikan informan peneliti, yaitu sebagai berikut:
a. Bapak B
Bapak B berumur 46 tahun dan merupakan suami dari AH serta bapak
dari MF. Bapak B mempunyai kepribadian yang baik dan displin dalam
mendidik anak-anaknya agar menjadikan anak yang berpendidikan
tinggi. Bapak B merupakan salah seorang yang berprofesi sebagai sopir
angkot kurang lebih 20 tahun.
b. Bapak P
Bapak P berumur 37 tahun dan merupakan suami dari SMa serta
memiliki dua anak, yaitu FN 10 yang berumur tahun dan RDP yang
berumur 2,5 tahun. Bapak P sebelumnya berprofesi sebagai kuli
bangunan, kemudian beralih profresi sebagai sopir angkot baru 3 bulan.
Bapak P Tetap selalu bertekad memberikan yang terbaik untuk keluarga
meskipun pulang malam.
c. Bapak D
Bapak D berumur 33 tahun dan merupakan suami dari SM serta Bapak
dari seorang anak berinisial AF yang berumur 7 tahun. Bapak D
ditinggal oleh istri yang menjadi TKW. Bapak D mengurus anaknya
bapak yang baik untuk anaknya. Bapak D berprofesi menjadi sopir
angkot sudah 1 tahun.
d. Bapak H
Bapak H berumur 38 tahaun dan merupakan suami dari VW serta
Bapak dari AA. Bapak H merupakan salah seorang yang berprofesi
sebagai sopir angkot selama 17 tahun. Bapak H merupakan bapak yang
baik. Meskipun hanya dapat memberikan dukungan material, namun
bapak H tidak lupa menasihati anaknya sesekali.
e. Ibu AH
Ibu AH berumur 41 tahun merupakan istri dari Bapak B serta Ibu dari
MF. Ibu AH pekerjaannya setiap hari yaitu menjadi ibu rumah tangga.
Selain itu, Ibu AH terrkadang menjaga anak dari saudaranya karena
tidak ada tanggungan serta anaknya sudah besar.
f. Ibu VW
Ibu VW berumur 30 tahun merupakan istri dari bapak H dan ibu dari
AA. Setiap hari Ibu VW bekerja menjadi Ibu rumah tangga dan
mengurus anaknya yang masih kecil. Ibu VW displin dalam hal
pendidikan. Meskipun anaknya sedikit sulit untuk dinasihati, Ibu VW
tetap memotivasi terus menerus.
g. Ibu SMa
Ibu SMa berumur 32 tahun merupakan istri dari Bapak P serta ibu dari
merawat anaknya yang kedua. Ibu SMa tidak patah semangat dalam
menasihati anaknya.
h. MF
MF berumur 18 tahun dan duduk di kelas 12 SMK. MF merupakan
anak dari Bapak B dan Ibu AH. MF jarang pergi main bersama teman
sebayanya. MF merupakan anak yang rajin, displin dan senang
menghabiskan waktunya dirumah.
i. AA
AA berumur 9 tahun dan duduk di kelas 3 SD. AA merupakan anak
dari Bapak H dan Ibu VW. AA merupakan anak yang rajin dalam
melaksanakan kewajibannya. Meskipun awalnya dari paksaan, akan
tetapi melaksanakan perintah yang diberikan. AA merupakan anak yang
aktif dan bisa menjaga adiknya.
j. AF
AF berumur 7 tahun dan duduk kelas 1 MI. AF merupakan anak dari
Bapak D dan Ibu SMu. AF merupakan anak yang cukup mandiri dari
yang lain. Karena sudah ditinggal oleh sosok Ibu yang bekerja menjadi
TKW sedari kecil, sehingga karakter kemandirian pada sosok AF lebih
cepat terbentuk.
k. FN
FN berumur 10 tahun dan duduk kelas 5 MI. FN merupakan anak dari
Bapak P dan Ibu SMa. FN merupakan anak yang sudah mandiri dan
bibinya menyiapkan barang dagangan sepulang sekolah yang berada
disamping rumahnya.
2. Pemahaman orang tua yang berprofesi sebagai sopir angkot trayek
Bringin-Salatiga tentang pendidikan agama Islam
Pendidikan agama Islam pada anak sopir angkot tidak lepas dari
pemahaman orang tua pendidikan agama Islam itu sendiri. Ketika ditanya
mengenai pengertian pendidikan agama Islam, kebanyakan memahami
pendidikan agama Islam sebagai pedoman kehidupan anak dengan cara
mengarahkannya pada nilai-nilai agama Islam. selain itu, pendidikan
agama Islam bertujuan untuk bekal di akhirat dan mendekatkan diri pada
Allah agar selalu dalam lindungan-Nya, sesuai yang dikemukan D berikut:
“Pendidikan agama Islam penting untuk kami sebagai pedoman dasar kehidupan dalam menjaga moral dan bekal di akhirat. Dalam keseharianpun jika sedang di rumah saya selalu mengingatkan, bahkan mengajak anak berjamaah dan mengajarinya mengaji selepas sholat maghrib. Dalam seminggu libur jumat, ya kadang minggu juga tapi jumat pasti libur. Rasanya pendek hari jumat itu, tenang ketika jumatan dan di rumah ketemu anak juga. Ketika libur yang jelas ya istirahat, menyiapkan semua kebutuhan untuk anak sekolah seperti pakaian dan sarapan. Alhamdulillah anak sudah mandiri saya hanya menyiapkan saja dan mengantar sekolah. Sisa waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga sambil menunggu waktunya salat jumat. Paling sore ya di rumah sama anak. Selain itu, ketika ada pengajian dan ada waktu longgar, saya mengikutinya” (13 Maret 2017).
Alasan tersebut juga serupa dengan B dalam mengartikan
pendidikan agama Islam. Seperti pernyataan dalam hasil wawancara,
sebagai berikut:
ndak ya ke sawah mbak, punya sawah meskipun ndak luas. Dalam seminggu saya mengambil libur pada hari jumat mbak, sebab harinya mepet, dan untuk melaksanakan salat jumat. Ketika sedang di rumah, saya juga sering mengingatkan serta mengajak anak sholat berjamaah dan mengajarinya mengaji” (13 Maret 2017) Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Ibu AH Istri B
dalam hasil wawancara berikut:
“pendidikan agama Islam itu penting bagi kami. Keseharian saya sebagai ibu rumah tangga saja, sehari-hari ya bersih-bersih rumah, masak kadang ke sawah. Sholat lima waktu itu pasti saya kerjakan, jika ada pengajian ibu-ibu setiap malam jumat saya mengikuti pengajian tersebut” (11 April 2017)”
Hal ini sejalan dengan pernyataan VW dalam mengartikan
pendidikan agama Islam seperti pernyataan dalam hasil wawancara,
sebagai berikut:
“Pendidikan agama Islam merupakan pondasi dalam hidup, apabila tidak ada agama maka tidak akan baik dalam kehidupannya di masa depan. Saya juga sangat memperhatikan sholat lima waktu, terutama saya sendiri. Karena agama mengajarkan anak tentang adanya aturan yang tidak mengekang. Dalam kesehariannya saya yang banyak mengurus anak, mengajarinya ngaji, bacaan dan gerakan sholat, bahkan pengetahuan umum, sebab keseharian anak banyakmenhabiskan waktu dengan saya” ( 11 April 2017 )
Sedikit berbeda dengan pernyataan Bapak P dalam wawancara
berikut:
Berbeda dengan orang tua, beberapa anak sopir angkot justru
menjawab pengertian dengan menyebutkan rukun islam dan ada pula yang
mengartikan pendidikan agama Islam untuk mendidik moral menuju jalan
yang benar. Pernyataan itu terbukti dalam hasil wawancara dari MF anak
dari B sebagai berikut:
“Pendidikan agama Islam mendidik tentang moral dalam menuju jalan yang benar” ( 11 April 2017).
Sedangkan AF mengemukakan pendapat tentang pendidikan agama
Islam sebagai berikut:
“Pendidikan agama Islam mengajarkan tentang Alquran, fiqih, aqidah akhlak” ( 12 April 2017)
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama
Islam adalah usaha dalam mendidik akhlak anak sesuai ajaran Islam dengan
cara mendekatkan diri kepada Allah, melaksanakan segala peintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya. Adapun latar belakang pendidikan agama
islam orang tua yang berprofesi sebagai sopir angkot terbilang cukup baik.
Meskipun hanya berprofesi sebagai sopir angkot, namun hal tersebut tidak
membatasi untuk memperhatikan pendidikan agama Islam baik pada
dirinya maupun keluarga. Para orang tua sangat memperhatikan ibadah
sholat lima waktu, bahkan mengikuti kajian-kajian keislaman.
3. Upaya orang tua dalam pendidikan agama Islam anak dengan latar
belakang pendidikan agama Islam orang tua berprofesi sebagai sopir
Pendidikan anak merupakan upaya dalam memberikan
pengetahuan terhadap anak agar anak tahu. Sedangkan pendidikan agama
Islam adalah upaya dalam memberikan pengetahuan, pemahaman tentang
agama Islam sesuai kaidah-kaidah yang sudah berlaku sehingga anak
mempunyai pondasi keyakinan yang kuat.
Dalam pendidikan agama Islam diperlukan upaya atau kemauan
dari orang tua sopir angkot dalam mendidik anaknya. Sebagaian orang tua
melakukan upaya dalam pendidikan agama Islam dengan cara menerapkan
kebiasaan-kebiasaan kecil terlebih dahulu, seperti bangun pagi sampai
terbiasa melaksanakanya. Apabila upayanya tidak menumbuhkan hasil,
maka upaya yang lain dengan cara dinasihati, dimarahi bahkan diberikan
sanksi atau hukuman, seperti tidak mendapat uang saku meskipun sehabis
sekolah uang saku tetap diberikan. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan
hasil wawancara kepada VW istri bapak H sebagai berikut:
“Upaya yang kami lakukan dalam pendidikan agama Islam anak, senantiasa membiasakan anak dengan hal-hal baik sejak dini dan terkadang menasihati sampai memarahi anak bahkan hukuman semua itu dilakukan agar anak displin serta mau menjalankan ibadah salat dan mengaji. Cara mendidik anak pertama ya menasihati, tapi karena kadang anak susah dinasihati aja ibarat masuk telingan kanan keluar telinga kiri ya pernah saya hukum tidak saya kasih uang jajan meskipun pulang sekolah nannti diberikan cuman sekali sih mbak, ya kadang dicubit begitu kalau dinasihati justru meremehkan. Kalau jadinya ngambeg, ya harus ngrayu anak agar tidak ngambek. Kalau anak sedang mau untuk belajar, kadang saya mengajari bacaan salat, gerakan, kadang mata pelajaran umum. Siapa lagi kalau bukan saya. Alhamdulillah pernah juara lomba berhitung waktu TK” (11 April 2017)
“Upaya kami dalam pendidikan agama Islam yaitu menasihati anak berkali-kali tanpa bosan, membiasakan bangun pagi untuk menyiapkan keperluannya, dan memotivasi anak bahwasanya semua itu dilakukan untuk kebaikan anaknya” (12 April 2017). Bapak B pun mempunyai cara dalam menerapkan pendidikan
agama Islam pada anaknya. Seperti dalam hasil wawancara berikut:
“Lingkungan di sini alhamdulillah bagus, dekat masjid dan ada TPA juga. Kalau pendidikan terutama agama, kami mendidik anak bersama. Saya mengajari sebisanya dan ibunya memberikan pengetahuan tambahan. Selain itu, anak juga mengaji dengan pak kyai dekat sini seperti ngaji kitab aklhak fiqih dan banyak lagi setelah maghrib. Ketika mendidik anak, kalau anak salah diingatkan tidak harus sampai dihukum yang berat ataupun dipukul. Alhamdullah anaknya tidak aneh-aneh, tidak pernah main jauh, senang di rumah jadi ya mudah untuk mengawasinya“ (13 Maret 2017)
Pernyataan tersebut sejalan dengan pernyataan Ibu AH Istri B
dalam hsil wawancara berikut:
“Dalam mendidik anak ya bersama, saya dan suami saling menasehati anak. Kalau anak salah ya dingatkan, dinasehati. Mendidik anak ya dengan menasihati, tidak sampai hati kalau memukul. Kalau mengajari ngaji suami, salat ya belajar dari sekolah juga kan ada pelajarannya. Sekarang sudah besar jadi sudah bisa tahu kewajibannya walaupun kadang masih perlu untuk diingatkan” (11 April 2017)
Kesibukan berprofesi sebagai sopir angkot cukup menjadi alasan
bagi Bapak H, sehingga sulit dalam memperhatikan pendidikan agama
Islam pada anak. Seperti dalam hasil wawancara berikut: