• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode pembelajaran matematika di sekolah luar biasa untuk anak tuna grahita ringan dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Metode pembelajaran matematika di sekolah luar biasa untuk anak tuna grahita ringan dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa tahun pelajaran 2010/2011 - USD Repository"

Copied!
316
0
0

Teks penuh

(1)

i

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

LUAR BIASA UNTUK ANAK TUNA GRAHITA RINGAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Fransiscus Bayu Pamungkas

0614141025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRI PS I

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

LUAR BIASA UNTUK ANAK TUNA GRAHITA RINGAN DAN

(3)

iii

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

LUAR BIASA UNTUK ANAK TUNA GRAHITA RINGAN DAN

(4)

iv

MOTTO

“Introspekesi, Revisi, Berdiri”

“Kuantitas bukanlah syarat Mutlak dari suatu kesuksesan melainkan

Kualitas syarat Mutlak itu”

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Februari 2011

Penulis,

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama

: Fransiscus Bayu Pamungkas

Nomor Induk Mahasiswa : 061414025

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul:

METODE

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR

BIASA UNTUK ANAK TUNA GRAHITA RINGAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis,

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, 23 Februari 2011

Yang Menyatakan

(7)

vii

ABSTRAK

Fransiscus Bayu Pamungkas (061414025), 2011. Metode Pembelajaran

Matematika Di Sekolah Luar Biasa untuk Anak Tuna Grahita Ringan dan

Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Siswa Tahun Pelajaran 2010/2011.

Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanatha Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) metode pembelajaran

matematika yang diterapkan oleh guru sekolah luar biasa untuk tuna grahita khususnya

tuna grahita ringan, (2) pengaruh metode pembelajaran matemaika yang

diterapkan guru terhadap prestasi belajar siswa, dan (3)

pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam pengelolaan pelajaran matematika yang

diberikan di SLB tersebut.

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan metode

observasi atau pengamatan terhadap guru dan siswa kelas VII dan VIII di Sekolah

Luar Biasa Yapenas Yogyakarta, pada bulan Juli sampai Agustus 2010. Subyek

penelitian ini adalah guru kelas VII dan VIII beserta siswanya yang

masing-masing kelas terdiri dari 4 orang anak. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah (1) lembar pengamatan pembelajaran guru di kelas (2)

lembar pengamatan siswa di kelas (3) soal tes hasil belajar siswa yang materinya

telah disesuaikan dengan materi yang sedang disampaikan (4) pertanyaan

wawancara metode pembelajaran matematika SLB.

(8)

viii

ABSTRACT

Fransiscus Bayu Pamungkas (061414025), 2011. Mathematics Learning

Method in Special Needs Schools for Low Level Mental Retardation and the

Effects over the 2010/2011 Studen

ts’ Achievement.

A Thesis of Mathematics

Education Study Program, Department of Mathematics and Science

Education, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma

University, Yogyakarta.

This research aimed to discover (1) learning method which is applied in

special needs education for mental retardation students. (2) the effect of the

mathematics learning method which is applied by the teacher over the

students‟achievement, and dan (3) some considerations which are used in the

mathematics development given in that special needs school (SLB).

This research was included as descriptive qualitative research using

observation and over the teacher and the students of VII grade and VIII grade in

Sekolah Luar BIasa Yapenas, Yogyakarta, on July until August 2010. The

research subject in this research was the classroom teacher in VII grade and VIII

grade together with the students in which each of the class consisted of 4 students.

The instrument used in this research was (1) observation checklist for the teacher

(2) observation checklist for the students (3) some exercises to measure the

students‟ achievements in which the materials were already adjusted with the

given materials (4) interview guidelines about the mathematics learning method in

SLB.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Bunda

Allah Bunda Maria, atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik. Penyelesaian skripsi ini dapat terwujud atas bantuan

dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1.

Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang dengan

kesabarannya senantiasa memberi bimbingan dan arahan yang membantu

saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

2.

Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku kepala program studi Pendidikan

Matematika dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3.

Bapak D Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran bagi penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

4.

Segenap staf sekretariat dan dosen-dosen Jurusan Pendidikan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya dosen-dosen Program Studi Pendidikan

Matematika.

5.

Bapak Marjani, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SLB YAPENAS Yogyakarta

yang telah memberikan kesempatan, kerjasama dan dukungan melaksanakan

penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

6.

Ibu Iriyanti Mardiningsih, S.Pd. dan Ibu Widiyati, S.Pd. selaku guru kelas VII

dan VIII SLB-C, SLB Yapenas yang telah memberikan kesempatan,

(10)

x

menyelesaikan skripsi ini serta segenap guru, karyawan dan siswa SLB

YAPENAS Yogyakarta khusunya siswa kelas VII dan VIII SLB-C.

7.

Keluarga tercinta, Bapak Lucius Wahyu DBS, Ibu Maria Firmina Sri

Murwani, Yosep Yogi P, Amd.Kom beserta istrinya, terima kasih atas kasih

sayang, doa, semangat, dan dukungannya serta terima kasih untuk Keluarga

Besar Alm. Mbah Broto atas ketulusan kalian yang bersedia menyediakan

tempat untuk saya tinggali dan berkarya.

8.

Maelania Ayu Sekar P tercinta, terima kasih atas kasih sayang, dukungan

moral dan material, semangat serta doa selama proses penyelesaian skripsi

ini, Teman-

teman : „

Markas

‟, Mudika Keluarga Kudus Banteng, Tabloid

“Cahaya” dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih telah memberikan dukungan, bantuan dan semangatnya sehingga

proses penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan lancar dan terselesaikan

dengan baik.

9.

Teman seperjuangan Dosen Pembimbing: Lius, Kristin, Kunthi, Evrin, Dia,

Ika, Laras, Wegig, Grani, Dona, dan Rekan-rekan P.Mat khusunya angkatan

2006 terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak

terutama untuk perkembangan pendidikan matematika khususnya di Sekolah Luar

Biasa (SLB) dan penulis bersedia menerima saran untuk proses penelitian lainnya

atau yang masih berkaitan untuk yang akan datang selanjutnya

Penulis,

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

KATA PENGANTAR ...ix

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xv

DAFTAR GAMBAR ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A.

Latar Belakang Masalah ...1

B.

Rumusan Masalah ...9

C.

Tujuan Penelitian ...9

D.

Batasan Masalah ...9

E.

Penjelasan Istilah ...10

(12)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ...14

A.

Pengertian Anak Luar Biasa ...14

1.

Sekolah Luar biasa dan Klasifikasinya...15

2.

Tuna Grahita ...19

B.

Teori Belajar untuk Pengajaran Matematika ...24

C.

Teori Belajar Khas Tuna Grahita ...34

D.

Jenis Metode Pembelajaran ...36

1.

Metode Ekspositori ...36

2.

Metode Ceramah ...37

3.

Metode Demonstrasi ...37

4.

Metode Tanya Jawab ...38

5.

Metode Tugas dan Latihan ...38

E.

Aspek-aspek dalam Pemilihan Metode Pembelajaran ...39

BAB III METODE PENELITIAN...41

A.

Jenis Penelitian ...41

B.

Subyek Penelitian ...41

C.

Bentuk Data ...42

D.

Metode Pengumpulan Data ...42

E.

Instrumen Penelitian ...43

F.

Validitas Instrumen ...43

G.

Reliabilitas Instrumen ...44

H.

Teknik Analisis Data ...44

(13)

xiii

A.

Deskripsi Data ...46

B.

Transkripsi Data ...46

C.

Topik Data ...47

D.

Kategorisasi Data ...64

E.

Analisis Soal Hasil Belajar ...72

1.

Soal Evaluasi Matematika Kelas VII ...72

2.

Soal Evaluasi Matematika Kelas VIII ...82

F.

Hasil Penelitan ...94

1. Guru I Kelas VII SLB-C...95

a.

Ulasan Topik Data Pertemuan I ...95

b.

Ulasan Topik Data Pertemuan II ...96

c.

Ulasan Topik Data Pertemuan III ...97

d.

Ulasan Topik Data Pertemuan IV ...98

e.

Ulasan Topik Data Pertemuan V ...99

f.

Ulasan Topik Data Pertemuan VI ...100

g.

Ulasan Topik Data Pertemuan VII ...101

h.

Ulasan Topik Data Pertemuan VIII ...102

i.

Kesimpulan Ulasan Topik Data Guru I ...103

2. Guru II Kelas VIII SLB-C ...104

a. Ulasan Topik Data Pertemuan I ...104

b.

Ulasan Topik Data Pertemuan II ...105

c.

Ulasan Topik Data Pertemuan III ...106

(14)

xiv

e.

Ulasan Topik Data Pertemuan V ...108

f.

Kesimpulan Ulasan Topik Data Guru II ...109

G.

PEMBAHASAN ...109

1.

Jenis Metode Pembelajaran ...109

2.

Prestasi Belajar Siswa ...114

BAB V PENUTUP ...117

A.

Kesimpulan ...117

1.

Metode Pembelajaran ...117

2.

Prestasi Belajar Siswa ...117

3.

Pertimbangan Yang Digunakan Dalam

Pembelajaran Matematika di SLB ...118

DAFTAR PUSTAKA ...121

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Topik Data Pertemuan I Guru I ...47

Tabel 4.2 Topik Data Pertemuan II Guru I ...49

Tabel 4.3 Topik Data Pertemuan III Guru I ...49

Tabel 4.4 Topik Data Pertemuan IV Guru I ...51

Tabel 4.5 Topik Data Pertemuan V Guru I ...52

Tabel 4.6 Topik Data Pertemuan VI Guru I ...52

Tabel 4.7 Topik Data Pertemuan VII Guru I ...54

Tabel 4.8 Topik Data Pertemuan VIII Guru I ...55

Tabel 4.9 Topik Data Pertemuan I Guru II ...55

Tabel 4.10 Topik Data Pertemuan II Guru II ...56

Tabel 4.11 Topik Data Pertemuan III Guru II...57

Tabel 4.12 Topik Data Pertemuan IV Guru II ...58

Tabel 4.13 Topik Data Pertemuan V Guru II ...59

Tabel 4.14 Kategorisasi Data Pertemuan I Guru I ...65

Tabel 4.15 Kategorisasi Data Pertemuan II Guru I ...65

Tabel 4.16 Kategorisasi Data Pertemuan III Guru I ...66

Tabel 4.17 Kategorisasi Data Pertemuan IV Guru I ...66

Tabel 4.18 Kategorisasi Data Pertemuan V Guru I ...67

Tabel 4.19 Kategorisasi Data Pertemuan VI Guru I ...67

Tabel 4.20 Kategorisasi Data Pertemuan VII Guru I ...68

(16)

xvi

Tabel 4.22 Kategorisasi Data Pertemuan I Guru II ...69

Tabel 4.23 Kategorisasi Data Pertemuan II Guru II ...70

Tabel 4.24 Kategorisasi Data Pertemuan III Guru II ...70

Tabel 4.25 Kategorisasi Data Pertemuan IV Guru II ...71

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S3 kelas VII...72

Gambar 4.2 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S1 kelas VII...75

Gambar 4.3 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S2 kelas VII ...77

Gambar 4.4 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S4 kelas VII ...79

Gambar 4.5 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S4 kelas VIII ...82

Gambar 4.6 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S1 kelas VIII ...85

Gambar 4.7 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S2 kelas VIII ...88

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG MASALAH

Di jaman sekarang ini cukup banyak anak-anak yang memiliki

kekurangan baik fisik maupun mental, yang disebabkan oleh

bermacam-macam hal, mulai dari terkena penyakit, faktor keturunan, hingga akibat mal

praktik dokter atau kecelakaan. Anak-anak seperti itu biasa disebut oleh

banyak orang sebagai anak cacat (cacat fisik atau cacat mental). Dan salah

satu sumber di internet menamakan anak-anak tersebut adalah sebagai anak

berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.

Berdasarkan

pengalaman

peneliti

mengenai

anak-anak

berkebutuhan khusus di antaranya adalah tuna grahita, mereka adalah

anak-anak atau orang-orang yang memerlukan perhatian lebih baik dari keluarga

maupun dari lingkungan sekitarnya. Peneliti pernah menemui anak tuna

grahita tersebut dan berkomunikasi juga dengan mereka,anak tuna grahita

yang peneliti temui adalah anak tuna grahita sedang pada dasarnya mereka

dapat diajak berkomunikasi layaknya anak normal pada umumnya, namun

mereka memiliki mental dan pemikiran yang berbeda dengan anak-anak lain

pada umumnya dan seusia dia. Jika dia tidak mendapatkan perhatian yang

semestinya mereka akan hidup serba tidak teratur, dalam berpakaiannya,

dalam mengurus dirinya, dan dalam berkomunikasi atau bersosialisasi dengan

(19)

lain, bahkan sebaliknya mereka harus diperhatikan secara khusus agar mereka

dapat hidup teratur dalam mengurus segala kebutuhan hidupnya sendiri dan

secara mandiri. Banyak hal yang dapat digali dari mereka terutama dalam hal

keterampilan, mereka juga bisa diajari membantu orang tua dan orang lain,

menghargai orang lain, sopan santun, ramah tamah, juga bisa diajari

melakukan jual beli, dan sebagainya. Anak berkebutuhan khusus (Heward)

adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada

umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau

fisik.

Menurut Heward Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) antara lain:

tuna netra (individu yang mengalami gangguan penglihatan), tuna rungu

(individu yang mengalami gangguan pendengaran), tuna grahita (individu

yang mengalami gangguan mental), tuna daksa (individu yang mengalami

gangguan gerak akibat penyakit, kecelakaan atau akibat suatu kejadian

tertentu), tuna laras (individu yang sulit mengendalikan emosi), kesulitan

belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.

Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah

anak luar biasa dan anak

cacat. Anak-anak tersebut tentunya juga memerlukan berbagai macam bentuk

pelayanan seperti anak-anak pada umumnya, sehingga mereka tidak terus

dikucilkan atau dibedakan dengan anak-anak lainnya, salah satun bentuk

pelayanan tersebut adalah bentuk pelayanan pendidikan khusus yang

disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, Karena karakteristik dan

(20)

teks bacaan khusus yang menggunkan tulisan Braille atau yang sering disebut

banyak orang

huruf braille dan bagi tuna rungu membutuhkan cara atau

sarana berkomunikasi dengan orang lain yaitu dengan bahasa isyarat. Tempat

mereka untuk mendapatkan pelayanan pendidikan tersebut adalah dengan

bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya

masing-masing. Yaitu : SLB A untuk penyandang tuna netra, SLB B untuk

tuna rungu, SLB C untuk penyandang tuna grahita, SLB D untuk tuna daksa,

SLB E untuk tuna laras dan SLB G untuk cacat ganda.

Di Sekolah-sekolah Luar Biasa tersebut memiliki sistem,

kurikulum, dan atau metode pembelajaran yang hampir sama dengan

sekolah-sekolah pada umumnya, namun tentunya ada juga perbedaan yang mendasar,

seperti misalnya metode pembelajaran matematika yang diterapkan guru di

sekolah luar biasa cukup berbeda dari sekolah-sekolah pada umumnya

misalnya dari segi penyampaiannya, atau dari segi penerapan dan dampak

(hasil) yang diperoleh siswa dari metode tersebut.

Sumber:http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/, diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00.

SLB Yapenas adalah salah satu sekolah luar biasa swasta yang

menampung anak-anak yang berkebutuhan khusus tersebut. Berdiri tahun

1983, sekolah yang memiliki luas sekitar 177 meter persegi ini menampung

dan mendidik anak-anak tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, dan autis.

Jenjang pendidikannya pun mulai dari TKLB sampai SMALB. Jumlah

(21)

15 anak siswa penderita tuna rungu

1 anak siswa penderita autis murni, 2 orang anak siswa autis

ganda

3 anak siswa penderita tuna daksa, dan

54 anak siswa penderita tuna grahita (yang terbagi berdasarkan

tingkat penyakitnya)

Dari jumlah siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa SLB

Yapenas sebagian besar adalah siswa penderita tuna grahita. Staff pengajar

atau guru-guru yang ada di sekolah tersebut bisa dibilang cukup memadai,

yaitu 20 orang (16 orang PNS dan 4 orang guru honorer), masing-masing

kelas ditangani oleh guru kelas, jadi tidak dengan sistem guru bidang studi

seperti pada sekolah-sekolah pada umumnya, hanya khusus guru bahasa

inggris saja yang menggunakan guru bidang studi.

Tidak sembarang guru bisa mengajar di SLB, mereka harus

mempunyai sertifikat atau ijasah ke-PLB-an, dan minimal S1, jika ada calon

guru yang ingin mengajar di SLB bukan berasal dari lulusan PLB mereka

harus mengikuti tes khusus PLB yang biasanya bekerjasama dengan UNY,

jika lulus tes tersebut mereka bisa mengajar di SLB (Sekolah Luar Biasa).

Ada pula beberapa guru di SLB tersebut mempunyai sertifikat khusus seperti

sertifikat olahraga dan sertifikat huruf braile. Guru-guru SLB Yapenas pun

ama seperti guru-guru sekolah pada umumnya yaitu mereka juga ikut MGMP

baik ditingkat Kabupaten maupun Propinsi, juga merekapun ikut Kelompok

(22)

seminar-seminar khusus untuk Pendidikan Luar Biasa (PLB). Metode pembelajaran

yang diterapkan oleh guru-guru SLB tersebut diantaranya adalah metode

demonstrasi dengan pendekatan kontekstual. Dalam satu kelas biasanya

dipegang oleh 2 guru tergantung banyak siswa per kelas dan tingkat

kemampuan siswanya.

Kurikulum di SLB juga sama seperti sekolah pada umumnya tapi

itu khusus untuk yang tuna rungu dan tuna daksa, sedangkan untuk tuna

grahita dan autis lebih banyak di kurikulum keterampilan diri, seperti

misalnya melukis, menjahit, bertani, olahraga dan sebagainya yang nantinya

akan menjadi bekal mereka setelah lulus nantinya. Jadwal belajarnya setiap

hari Senin sampai Rabu : akademis, dan hari Kamis sampai Sabtu :

skill atau

keterampilan. Ada pula ekstra kurikuler yang diadakan di SLB yaitu antara

lain pramuka yang diadakan setiap Sabtu pagi, dan untuk ekstra kurikuler

yang lain seperti lukis, menari, dan bertani setiap hari Kamis sampai Sabtu,

dan ekstra kulikuler tersebut masuk dalam jam pelajaran, jadi tidak diluar jam

pelajaran atau yang diadakan sore hari seperti disekolah-sekolah pada

umumnya. Dalam melatih atau mengajarkan keterampilan, guru dibuat tim

kerja sesuai dengan keahlian guru-guru tersebut masing-masing.

Ulangan harian atau evaluasi harian pun juga diadakan di SLB ini,

untuk siswa penderita tuna rungu dan tuna daksa ulangan harian atau evaluasi

harian pelaksanaanya sama seperti di sekolah pada umumnya, diberi soal lalu

siswa mengerjakan, dan diadakan setiap tiga kali pertemuan atau lebih

(23)

tapi pada dasarnya penilaian guru atau hasil evaluasi tidak hanya berdasrkan

ulangan harian namun sewaktu-sewaktu guru bisa menilai atau melakukan

evaluasi harian. Sistem ujiannya pun sama seperti sistem ulangan harian, bagi

tuna grahita hanya dengan ujian sekolah. Untuk ulangan umum atau ujian

akhir semesternya khusus untuk PLB ada sendiri, jadi ada soal sendiri yang

dibuat sekolah, namun untuk waktu pelaksanaanya sama seperti sekolah pada

umumnya.

Namun sayangnya di SLB ini fasilitas untuk alat peraga

pembelajaran belum lengkap sehingga guru masih mengalami kendala dalam

kegiatan belajar mengajarnya, dan tentunya guru juga belum puas dengan

hasil yang didapat dari siswa-siswa mereka, selain itu juga buku panduan atau

buku pegangan tiap mata pelajaran baik untuk guru maupun siswa tidak ada,

hal itu dikarenakan pemerintah tidak membuat dan menerbitkan buku

panduan pelajaran tersebut. Padahal sarana dan prasarana yang ada di sekolah

tersebut cukup lengkap, mulai dari alat-alat olahraga yang lengkap,

perpustakaan yang ada di dalam kelas masing-masing, hingga sarana internet

pun juga ada. Itulah salah satu kendala atau kesulitan yang dihadapi para guru

dalam kegiatan belajar mengajar di kelas tentunya, memang sudah seharusnya

sekolah-sekolah luar biasa seperti itu harus dilengkapi dengan media atau alat

peraga pembelajaran sehingga dapat mendukung dan memperlancar kegiatan

belajar mengajar baik akademis maupun keterampilan yang diterapkan di

(24)

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, SLB Yapenas juga

melakukan sistem penerimaan siswa baru secara sewaktu-waktu, jadi tidak

harus selalu pada awal tahun ajaran baru seperti di sekolah-sekolah pada

umumnya. Hal itu terjadi karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah

pengetahuan orang tua tentang informasi adanya sekolah luar biasa sperti ini

jadi tidak menutup kemungkinan jika pada saat ditengah-tengah semester

misalnya orang tua anak baru mengetahui tentang adanya SLB seperti ini

mereka bisa langsung mendaftar tanpa harus menunggu tahun ajaran baru.

Syaratnya pun cukup mudah, yaitu cukup dengan melampirkan surat dokter

atau observasi dokter mengenai penyakit atau kekurangan yang anak alami,

misalnya apakah si anak mengidap penyakit tuna grahita tingkat sedang atau

tinggi,

sehingga

dengan

surat

keterangan

itu

sekolah

dapat

mempertimbangkan akan di masukkan di kelas mana anak tersebut.

Selanjutnya jika misalnya ada orang tua siswa yang mendaftarkan

anaknya ketika si anak sudah berumur 15 tahun, sekolah masih bersedia

menerimanya tetapi tetap si anak tersebut harus duduk di kelas yang awal

atau dasar atau setingkat/setaraf taman kanak-kanak, jadi tidak bisa langsung

duduk di kelas yang sepadan dengan umur dia, karena anak yang baru nasuk

harus belajar dari dasar terlebih dahulu. Ketika waktunya si anak lulus

SMALB, mereka akan diberi pelatihan keterampilan untuk sebagai bekal

mereka saat mereka sudah tidak mengenyam pendidikan di sekolah lagi,

sehingga mereka tetap terperhatikan dan tetap dapat berkarya secara mandiri.

(25)

netra serta tuna daksa bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi jika

mereka dirasa mempunyai kemampuan untuk itu.

Anak-anak yang bersekolah di SLB Yapenas tersebut kebanyakan

berasal tidak jauh dari letak sekolah tersebut, yaitu didaerah condong catur,

Depok, dan Maguwoharjo, dan letak sekolahnya berada di daerah belakang

kampus Universitas Pembangunan Nasional

(UPN “Veteran”) ring

-road

utara, yogyakarta. Dan sisanya sekitar 10% beralamatkan di kalasan dan jalan

kaliurang, namun ada pula yang rumah mereka bersebelahan dengan SLB

Yapenas tersebut. Rata-rata pekerjaan orang tua siswa adalah sebagai

wiraswasta dan bersaudara kandung satu atau dua saudara kandung, tapi ada

juga yang mempunyai 5 atau 6 saudara kandung atau dengan kata lain dia

adalah anak ke-5 dari 6 bersaudara, anak tersebut dalah anak dari seorang

dosen ISI jogjakarta yang kini telah menjadi anggota DPR. Bagi yang tuna

grahita sebagian besar berasal dari keluarga yang kurang mampu, tapi

meskipun demikian ada pula yang berasal dari keluarga mampu atau

berkecukupan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan

penelitian mengenai metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru atau

tenaga pendidik di sekolah luar biasa khususnya metode pembelajaran

matematika untuk SLB-C dan hasil belajar atau dampak yang diperoleh siswa

(26)

B.

RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1.

Apa saja dan bagaimana metode pembelajaran matematika yang

diterapkan guru sekolah luar biasa untuk tuna grahita ringan?

2.

Bagaimana pengaruh metode pembelajaran matematika yang diterapkan

guru SLB-C terhadap hasil belajar siswa?

3.

Berdasarkan pertimbangan bagaimana pelajaran matematika yang

diberikan di SLB tersebut?

C.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan peneliti mengetahui :

1.

Apa saja dan bagaimana metode pembelajaran matematika yang

diterapkan guru sekolah luar biasa untuk tuna grahita ringan.

2.

Bagaimana pengaruh metode pembelajaran matematika yang diterapkan

guru SLB-C terhadap hasil belajar siswa.

3.

Berdasarkan pertimbangan bagaimana pelajaran matematika yang

diberikan di SLB tersebut.

D.

BATASAN MASALAH

Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup

permasalahan yang dibahas, bukan untuk mengurangi sifat ilmiah hasil

(27)

penelitian ini dibatasi pada identifikasi metode pembelajaran matematika oleh

guru pada siswa SLB-C atau siswa tuna grahita ringan, dimana metode yang

diterapkan guru untuk anak tuna grahita nantinya akan dibandingkan dengan

teori belajar menurut Bruner, dan teori-teori belajar yang lain yang sering

diterapkan atau diaplikasikan dalam metode pembelajaran matematika di

sekolah-sekolah pada umumnya dan juga di sekolah luar biasa.

E.

PENJELASAN ISTILAH

1.

Metode pembelajaran

Metode adalah cara teratur untuk melaksanakan suatu pekerjaan

agar tercapai sesuatu dengan yang dikehendaki/ditentukan (KBBI, Balai

Pustaka, 2000/2001).

Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang

belajar/mempelajari (KBBI, Balai Pustaka, 2000/2001).

Maka metode pebelajaran dapat diartikan sebagai rangkaian

langkah-langkah atau teknik yang dilakukan guru secara teratur untuk

mencapai tujuan pendidikan/belajar.

2.

SLB (Sekolah Luar Biasa)

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah yang diperuntukkan

untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus atau yang berkekurangan

secara fisik dan/atau secara mental, SLB terdiri dari beberapa macam

(28)

a.

SLB A

Untuk anak tuna netra (individu yang memiliki gangguan penglihatan)

b.

SLB B

Untuk anak tuna rungu (individu yang memiliki gangguan

pendengaran)

c.

SLB C

Untuk anak tuna grahita (individu yang memiliki gangguan atau

keterbelakangan mental)

d.

SLB D

Untuk anak tuna daksa (individu yang memiliki gangguan gerak yang

disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang

bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan)

e.

SLB E

Untuk anak tuna laras atau anak yang susah untuk mengendalikan

emosi.

f.

Dan yang terakhir adalah untuk anak yang mengalami kesulitan belajar

dimana anak tersebut mengalami gangguan yang disebabkan karena

gangguan persepsi,

brain injury (gangguan otak), disfungsi minimal

otak, dislexia, dan afasia perkembangan.

Namun dari sekian macam kategori SLB tersebut hanya SLB A,

(29)

F.

MANFAAT PENELITIAN

Dengan adanya penelitian ini peneliti mengharapkan dari hasil

penelitian dapat bermanfaat bagi :

1.

Peneliti

Untuk melatih berfikir secara ilmiah dan dapat menambah

pengalaman serta pengetahuan baru khususnya mengenai metode

pembelajaran matematika untuk anak sekolah luar biasa tuna grahita.

2.

Guru

Memberi masukan kepada guru matematika untuk meningkatkan

dan atau mempertahankan metode dan pendekatakan pembelajaran

matematika yang selama ini sudah diterapkan sehingga dapat mencapai

hasil yang maksimal.

3.

Siswa

Dapat memperoleh atau hasil belajar yang lebih maksimal dari

sebelumnya, hal itu dikarenakan oleh metode dan pendekatan

pembelajaran matematika yang diterapkan guru semakin meningkat dari

yang sebelumnya.

4.

Sekolah

Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat dijadikan

(30)

untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran matematika itu

(31)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

PENGERTIAN ANAK LUAR BIASA

Seorang anak dikatakan berkelainan bila memerlukan persyaratan

pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan untuk dapat belajar

secara efektif memerlukan program, pelayanan, fasilitas dan materi khusus

(Gearheart, 1981 Frieda Mangunsong hal. 3).

Berdasarkan para ahli dikemukakan bahwa anak tergolong “Luar

Biasa” adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi

yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik,

psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai

tujuan-tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli,

buta, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan

emosional, juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi yang tinggi

dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar biasa, karena memerlukan

penanganan yang terlatih dari tenaga profesional (Suran & Rizzo, 1979 Frida

Mangunsong hal. 3).

(32)

1.

Sekolah Luar Biasa dan Klasifikasinya

Sekolah luar biasa adalah tempat untuk anak-anak dengan

kebutuhan khusus mendapat pelayanan pendidikan seperti yang didapatkan

anak-anak pada umumnya. ada 6 kategori atau 6 kelas untuk sekolah luar

biasa yang dibedakan sesuai dengan kebutuhan atau kekurangan yang

dihadapi

anak-anak

berkebutuhan

khusus

(ABK),

(heward,

http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/,

diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00.). 6 kelas atau 6

kategori tersebut antara lain adalah :

a.

Tuna Netra.

Tuna netra adalah individu yang memiliki hambatan atau

gangguan dalam penglihatan. Tuna netra dapat diklasifikasikan dalam

dua golongan yaitu : buta total (Blind) dan

low vision (penglihatan

lemah)

Sumber :

http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/, diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00.

Definisi Tuna netra menurut Kaufman & Hallahan adalah

individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan

kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.

Karena tuna netra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka

(33)

peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus

diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tuna netra

adalah media yang digunakan harus bersifat faktual dan bersuara,

contohnya adalah penggunaan tulisan

braille, gambar timbul, benda

model dan benda nyata. Sedangkan media yang bersuara adalah

tape

recorder. Untuk membantu tuna netra beraktivitas di sekolah luar biasa

mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan

Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui

tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat

khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)

b.

Tuna Rungu.

Tuna rungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tuna

rungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah: Gangguan

pendengaran sangat ringan (27-40dB), Gangguan pendengaran ringan

(41-55dB), Gangguan pendengaran sedang (56-70dB), Gangguan

pendengaran berat (71-90dB), Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di

atas 91dB). Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu

tuna rungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa

disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan

bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional

(34)

dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara

berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan

bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam

memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Sumber :

http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/, diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00

c.

Tuna Grahita.

Tuna grahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang

secara signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan

ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa

perkembangan. Klasifikasi tuna grahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

Tuna grahita ringan (IQ : 51-70), Tuna grahita sedang (IQ : 36-51),

Tuna grahita berat (IQ : 20-35), Tuna grahita sangat berat (IQ dibawah

20). Pembelajaran bagi individu tuna grahita lebih di titik beratkan pada

kemampuan bina diri dan sosialisasi.

d.

Tuna Daksa.

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang

disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang

bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,

amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah

(35)

tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki

keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik,

berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak

mampu mengontrol gerakan fisik.

e.

Tuna Laras.

Tuna laras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tuna laras biasanya

menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan

aturan yang berlaku disekitarnya. Tuna laras dapat disebabkan karena

faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan

sekitar.

f.

Kesulitan belajar.

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih

kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan

penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi

kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan

karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak,

dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki

IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik

persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah

(36)

Sumber :

http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/, diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00.

2.

Tuna Grahita

Tuna grahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental

retardation). Tuna berarti merugi. Grahita berarti pikiran. Retardasi Mental

(Mental Retardation/Mentally Retarded) berarti terbelakang mental. Tuna

grahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:

a.

Lemah fikiran ( feeble-minded)

b.

Terbelakang mental (Mentally Retarded)

c.

Bodoh atau dungu (Idiot)

d.

Pandir (Imbecile)

e.

Tolol (moron)

f.

Oligofrenia (Oligophrenia)

g.

Mampu Didik (Educable)

h.

Mampu Latih (Trainable)

i.

Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau Butuh Rawat

j.

Mental Subnormal

k.

Defisit Mental

l.

Defisit Kognitif

m.

Cacat Mental

(37)

o.

Gangguan Intelektual

American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam

B3PTKSM, (p. 20), mendefinisian Tuna grahita sebagai kelainan yang

meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu

IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun;

yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan

pengertian Tuna grahita menurut Japan League for Mentally Retarded

(1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi

intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi

baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa

perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

Sumber: http://id.wikipedia.org8 April 2009 - Posted by VANtheyologist |

Pendidikan | grahita, SLB, tuna.

http://vantheyologi.wordpress.com/2009/04/08/anak-dengan-kebutuhan-khusus/, diakses tanggal 22 maret 2010, pukul 11.00.

Menurut salah seorang tokoh di sebuah artikel di internet

mengemukakan berdasarkan dari suatu ceramah Pendidikan yang

diikutinya, definisi anak Tuna grahita adalah individu yang secara

signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal. Menurut

(38)

normal, anak Tuna grahita berada di sebelah kiri kurva yaitu pada posisi

-2, dengan skor inteligensi yang merentang dari 30 sampai 78.

Ke Tuna grahitaan bermanifestasi dalam : Pertama kesulitan dalam

“Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak Tuna

grahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran

(standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial. Yang kedua

mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berpartisipasi

dengan kelompok usia sebaya. Tuna grahita dapat diklasifikasikan

kedalam tiga kelompok yaitu : Kelompok mampu didik (mild atau

educable) , IQ 68-78 kira-kira 10 diantara 1.000 orang . Kelompok mampu

latih (moderate atau trainable), IQ 52-55 kira-kira 3 diantara 1.000 orang.

Dan kelompok mampu rawat (severe- profound atau dependent) , IQ 30-40

kira-kira 1 diantara 1.000 orang.

Adapun karakteristik Tuna grahita sebagai berikut :

1.

Terlambat atau terbelakang dalam perkembangan mental dan

sosial.

2.

Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat,

didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara.

3.

Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan Tuna grahita

mengalami kesulitan dalam mengingat berbagai bentuk benda

(39)

4.

Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami Tuna

grahita menyebabkan mereka tidak dapat berperilaku sesuai

dengan usianya.

Sumber:http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/11/pengertian-Tuna grahita.html 22 maret 2010, pukul 11.00.

Dalam sebuah blog Wirati Astiti (rathikumara.blogspot.com)

seorang kepala sekolah SLB-C Denpasar bernama Gintil mengemukakan,

kategori penyandang tuna grahita yang mampu diterima di SLB kategori C

IQ 50-70 disebut mampu didik . Mereka ini dapat menerima materi

pelajaran dalam bentuk sederhana. Kategori C1 IQ 25-50 disebut mampu

latih. Walaupun mereka sudah diklasifikasikan siswa SMA Luar Biasa

mereka tetap tidak bisa membaca. Kategori IQ di bawah 25 (idiot), tidak

dapat diterima di SLB C. Mereka tidak mampu menerima rangsangan.

Mereka hanya duduk atau terlentang.

Dalam pengajaran di SLB-C, para guru memegang peranan

penting. Mereka dituntut kesabaran tinggi dengan tingkat emosi anak yang

berbeda-beda. Namun, kata Gintil, para orangtua di Denpasar tampaknya

makin sadar tentang pentingnya memberikan keterampilan kepada para

penyandang tuna grahita. Saat ini jumlah siswa SLB C di Denpasar 240

orang, dengan jumlah guru negeri 27 orang dan guru honorer 7 orang.

Perbandingan jumlah guru dan siswa itu, kata Gintil, belum berimbang.

(40)

biasa. Selain memiliki keterampilan mengajar khusus, mereka harus

memiliki kesabaran yang tinggi menurut Gintil.

AAMR

(American

Association

on

Mental

Retardation)

mengemukakan bahwa keterbalakangan mental menunjukkan

adanya

keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang

dibawah rata-rata, d imana berkaitan dengan dengan keterbatasan pada

dua atau lebih dari keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri

sendiri, keterampilan sosial, kesehatan,dan keamanan, fungsi akademis,

waktu luang, dll. Keadaan ini tampak sebelum usia 18 tahun (Hallahan &

Kauffman, 1994).

AAMR mengklasifikasikan anak Tuna grahita berdasarkan tingkat

keparahan masalahnya, dan AAMR memperkenalkan penggunaan istilah

mild

( mampu didik, rentang IQ : 56-67)

, moderate

(mampu latih, rentang

IQ : 36-51)

, severe

(membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan

yang teliti, rentang IQ : 20-35)

dan

profound

(mempunyai problem serius,

IQ dibawah 20). Beberapa ahli bahkan ada yang mengklasifikasikan anak

yang memiliki IQ 68-85 (

borderline

)

sebagai anak Tuna grahita. Namun

AAMR tidak hanya mengklasifikasikan anak Tuna grahita berdasarkan

skor IQ melainkan juga berdasarkann seberapa besar dukungan/bimbingan

yang diperlukan untuk anak Tuna grahita

Dari apa yang dikemukakan AAMR tersebut dapat disimpulkan

bahwa anak Tuna grahita merupakan anak yang membutuhkan

(41)

yang tepat sangat berpengaruh terhadap perkembangan/kemajuan anak

Tuna grahita. Walaupun demikian agaknya mengganti penggolongan

klasifikasi anak Tuna grahita dari yang awalnya menggunakan skor IQ ke

seberapa besar bentuk dukungan/bimbingan terhadap Tuna grahita masih

terlalu dini, sebab pengklasifikasian anak Tuna grahita berdasarkan skor

IQ masih digunakan sampai sekarang.

Berdasarkan beberapa ahli yang telah mengemukakan tentang Tuna

grahita diatas dapat dikatakan juga bahwa anak Tuna grahita adalah anak

yang memerlukan perhatian yang khusus, sebab Tuna grahita adalah anak

yang memiliki keterbelakangan mental, mereka tidak seperti orang-orang

atau anak-anak normal pada umumnya, bimbingan/dukungan lingkungan

atau orang-orang sekitar sangat mempengaruhi perkembangan/kemajuan

Tuna grahita, dengan bimbingan/dukungan yang tepat mereka dapat

mengalami kemajuan seperti dapat melakukan hal-hal seperti yang orang

normal lakukan, contohnya menyapa orang lain, bersih-bersih lingkungan

yang ada disekitarnya, bersih-bersih diri hingga kemampuan

intelektualnya pun juga mengalami perkembangan, namun tidak mudah

dan memerlukan waktu yang tidak singkat untuk mencapai kemjuan

tersebut, diperlukan kesabaran yang ekstra untuk mencapainya.

B.

TEORI BELAJAR UNTUK PENGAJARAN MATEMATIKA

Belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan /

(42)

laku ini menjadi tetap tidak akan berubah lagi dengan modifikasi yang sama

(Herman Hudojo, 1981:2). Unsur penting dalam belajar adalah memori,

dimana memori merupakan daya mengingat untuk dapat menyebutkan

kembali pengalaman - pengalaman yang lampau atau secara singkat dapat

dikatakan memori merupakan kemampuan untuk mengingat (Herman

Hudojo, 1981:2).

Dalam buku Herman Hudojo (1981) banyak para tokoh

memaparkan berbagai macam teori belajar khususnya untuk pengajaran

matematika. Para tokoh tersebut adalah sebagai berikut: Thorndike,

menurutnya teori belajar berupa stimulus-respon yang mendominasi

pengajaran matematika beberapa tahun yang lalu. Teori ini disebut juga

“koneksionisme”, sebab pendapat Thorndike belajar adalah suatu

pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, diantara keduanya

mempunyai hubungan yang kuat bila sering dilatih. Makin sering hubungan

stimulus dan respon dipergunakan, makin kuat hubungan yang terjadi,

sebaliknya makin jarang hubungan stimulus dan respon dipergunakan makin

lemah pula hubungan yang terjadi. Semakin banyak hubungan S (stimulus)

R (respon) yang dimilki siswa, siswa tersebut dapat dipandang makin pandai,

sebab ia mempunyai pengetahuan yang makin banyak. Begitu pula sebaliknya

makin sedikit hubungan S

R yang dimilki siswa, siswa tersebut dipandang

kurang pandai. Namun jika stimulus dan respon terjadi serempak, maka

(43)

Skinner juga memaparkan teori belajar, Skinner mengungkapkan

ganjaran atau penguatan merupakan unsur terpenting dalam proses belajar,

Skinner membagi penguatan menjadi penguatan positif dan penguatan

negatif. Penguatan positif sebagai stimulus bila penyajian mengiringi suatu

tingkah laku siswa cenderung meningkatkan pengulangan tingkah laku itu, ini

berarti tingkah laku itu diperkuat. Sedang penguatan negatif adalah stimulus

yang dihapuskan cenderung menguatkan tingkah laku.

Secara ringkas, untuk penguatan, guru perlu mengingat hal-hal

berikut:

1.

Di dalam mengajarkan matematika, berikan penguatan dengan

segera, dan jangan ditunda-tunda.

2.

Pada tahap mula suatu tugas, berikan penguatan pada setiap

respon yang benar.

3.

Janganlah memberikan penguatan tingkah laku yang tidak

dikehendaki.

Skinner berusaha mengatasi ketidak-mungkinan guru dapat

memberikan penguatan dengan segera kepada setiap siswa secara teratur,

yaitu dengan menggunakan materi yang berupa instruksi-instruksi yang

diprogramkan. Selain itu perlu diketahui komponen-komponen penting dalam

pengajaran matematika dari wawasan tingkah laku sebagai berikut :

(44)

2.

Tugas yang dibagi menjadi keterampilan-keterampilan

prasyarat dan urutan logis dari materi yang akan dipelajari.

3.

Penentuan hubungan antara keterampilan prasyarat dan

urutan logis dari materi yang akan dipelajari.

4.

Perencanaan materi dan prosedur mengajar untuk setiap

tugas-tugas bagian.

5.

Pemberian balikan kepada siswa yang dapat dilihat dari

penampilan siswa dimana siswa itu telah selesai

melaksanakan

tugas-tugas

bagian

yang

mendukung

pencapaian obyektif-obyektif tadi.

Tingkah laku ini semua merupakan bagian dari

kemampuan-kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa. Jika mereka belum memiliki

kemampuan-kemampuan tersebut, mereka harus diajari terlebih dahulu

sebelum para siswa dapat berhasil mencapai obyektif yang telah dirumuskan.

Keterampilan-keterampilan bagian tidak dapat diajarkan secara random, satu

bagian terhadap bagian lainnya merupakan prasyarat. Seorang guru harus

mengetahui keterampilan apa yang sudah dimilki siswa sebelum pengajaran

dimulai.

Berikutnya adalah teori belajar menurut Gagne. Gagne

mengurutkan delapan tipe belajar dalam suatu hierarki hubungan yang

didasarkan kepada pandangan bahwa tahap belajar yang lebih tinggi

berdasarkan pada tahap belajar yang lebih rendah. Dari kedelapan tipe belajar

(45)

fase yang berurutan, yaitu fase pengertian, fase belajar dimana siswa

menyadari adanya stimulus atau kumpulan stimulus yang disajikan dalam

situasi belajar. Fase yang kedua adalah fase perolehan, merupakan fase

belajar dimana siswa sedang memperoleh atau memproses fakta, ketrampilan,

konsep atau prinsip yang dipelajari. Selanjutnya fase penyimpanan, fase

belajar dimana setelah seseorang memperoleh pengetahuan baru, pengetahuan

itu harus disimpan atau diingat, fasilitas penyimpanan itu disebut memori

yang dibagi menjadi dua yaitu memori jangka pendek dan memori jangka

panjang. Fase yang terakhir adalah fase pengungkapan, fase belajar dimana

kemampuan siswa untuk menyebutkan kembali informasi yang telah

diperoleh dan disimpan dalam ingatan.

Salah satu tipe belajar dari Gagne adalah mengenai pemecahan

masalah (problem solving). Dimana pemecahan masalah merupakan tipe

belajar yang menyangkut dua atau lebih aturan-aturan yang telah dimiliki

siswa, dimana aturan-aturan itu dikombinasikan agar menghasilkan suatu

aturan yang tadinya belum diketahui. Didalam pemecahan masalah siswa

berusaha menyeleksi dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari

terdahulu, untuk membuat formulasi pemecahan masalah. Seorang guru

haruslah mengerti tipe-tipe belajar yang berbeda seperti yang diungkapakan

Gagne karena itu guru harus memilih strategi mengajar dan aktivitas kelas

yang membantu memperlancar setiap tipe belajar, guru juga harus cermat

dalam memilih suatu tipe belajar tertentu yang sekiranya cocok untuk belajar

(46)

yang dipilih tadi akan saling beriteraksi secara kompleks yang nantinya

diperlukan dalam urutan belajar pada umumnya. Gagne menekankan

pentingnya mengembangkan suatu analisa tugas sebelum mengajar, hal ini

dimaksudkan mempersiapkan seorang siswa untuk belajar sesuatu yang baru

setelah siswa itu menguasai kemampuan-kemampuan tertentu.

Selain teori-teori belajar yang telah disebutkan tadi ada teori belajar

dari psikologi. Salah seorang ahli psikologi kognitif (Lewin) berpendapat

bahwa suatu objek yang secara fisik dekat dengan seseorang, bukan

merupakan dari kehidupannya. Bila orang itu tidak sadar dan tidak

dipengaruh oleh objek itu. Tetapi, suatu objek yang bukan suatu fakta fisik

dapat menjadi ada dalam kehidupan seseorang, jika mempengaruhi tingkah

lakunya (Dembo, 1977. Herman Hudojo, 1981:23). Teori studi kognitif

berpendapat bahwa tingkah laku belajar itu adalah pengorganisasian atau

penstrukturan kembali. Pada dasarnya, psikologi kognitif mengemukakan

bahwa manusia melakukan pengamatan mula-mula secara keseluruhan. Baru

kemudian manusia itu menganalisa apa yang diamati selanjutnya disintesakan

kembali.

Sedang menurut teori Piaget secara ringkas dan sederhana dapatlah

dikatakan bahwa perkembangan intelektual manusia itu berkembang secara

bertahap melalui empat tahapan yang berurutan. Urutan tahapan itu tetap bagi

setiap orang, namun usia kronologisnya berbeda-beda pada orang yang

memasuki setiap tahap berpikir yang lebih tinggi, tergantung pada

(47)

1.

Tahap sensori-motor (0-2 tahun)

2.

Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

3.

Tahap operasional kongkrit (7-11 tahun)

4.

Tahap operasional formal (11 tahun keatas)

Teori Piaget menjelaskan perkembangan intelektual sebagai suatu

proses asimilasi dan akomodasi terhadap informasi ke dalam struktur mental.

Asimilasi adalah proses dimana informasi dan pengalaman baru menyatukan

diri ke dalam struktur mental. Sedangkan akomodasi adalah proses

menstrukturkan kembali pikiran sebagai akibat adanya informasi dan

pengalaman baru. Jadi pikiran itu tidak hanya menerima informasi baru,

tetapi pikiran itu menstrukturkan kembali informasi lamanya untuk

mengakomodasikan yang baru.

Namun lain halnya teori belajar Bruner. Bruner melukiskan

anak-anak berkembang dalam tiga tahap yaitu:

1.

Tahap Enaktife.

Dalam tahap ini anak-anak dapat memanipulasi obyek-obyek yang

diberikan oleh guru secara langsung. Misal berupa gambar atau gerak

tubuh (bahasa tubuh) yang ditunjukkan guru ke siswa.

2.

Tahap ikonik.

Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak berkenaan dengan

mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Jadi siswa tidak

(48)

3.

Tahap simbolik.

Tahap dimana anak tersebut dapat langsung memanipulasi simbol-simbol

dan tidak ada ikatan sama sekali dengan obyek-obyek. Tahap ini adalah

tahap terakhir setelah kedua tahap enaktife dan ikonik.

Dari ketiga tahap yang dikemukakan Bruner diatas yang digunakan

untuk menganalisis bagaimana metode pembelajaran matematika SLB-C

adalah dua tahap saja yaitu tahap enaktife dan ikonik sebab subyek penelitian

yang dilakukan adalah guru siswa tuna grahita dimana untuk anak tuna

grahita hanya dapat memasuki kedua tahap tersebut sedangkan untuk tahap

simbolik siswa tuna grahita terlalu sulit untuk memasuki tahap tersebut.

Dari beberapa macam teori belajar menurut para ahli tersebut,

dapat dikatakan bahwa pembelajaran dapat dilakukan dalam beberapa cara

mulai dari mengenali tingkah laku peserta didik, usia anak untuk mengetahui

perkembangan kognitifnya, atau melakuakan pembelajaran dalam berbagai

tahap agar peserta didiknya dapat mengalami proses pembelajaran yang

runtut melalui beberapa fase perkembangan yang sesuai dengan kemampuan

dan perkembangan berpikirnya dan perkembangan intelektualnya. Semuanya

itu saling berkaitan satu dengan lainnya, dan saling mempengaruhi satu

dengan lainnya pula, salah satu contohnya seperti yang dikemukakan Bruner

dimana Bruner menyebutkan anak berkembang dalam tiga tahap yaitu tahap

enaktife, tahap ikonik, dan tahap simbolik, namun apa yang dikatakan Bruner

tersebut tidak semata-mata dapat langsung diterapkan pada anak, sebab anak

(49)

agar mereka dapat menangkap atau mengerti apa yang disampaikan oleh guru

sehingga mereka dapat mengalami tahap enaktife, selanjutnya fase perolehan,

lalu fase penyimpanan, dan melalui fase-fase selanjutnya yang berurutan

dalam teori belajar menurut Gagne, bersamaan dengan itu anak pun juga akan

mengalami tiga tahap perkembangan anak dalam teori belajar Bruner.

Unsur terpenting dalam teori belajar adalah ganjaran atau

penguatan seperti diungkapkan Skinner di mana penguatan dibagi menjadi

dua yaitu penguatan negatif dan positif. Di dalam penguatan guru harus

mengingat tiga hal penting yaitu :

1.

Berikan penguatan segera, jangan ditunda-tunda terutama

dalam mengajarkan matematika.

2.

Berikan penguatan pada setiap respon yang benar pada tahap

mula suatu tugas.

3.

Jangan memberikan penguatan tingkah laku yang tidak

dikehendaki.

Penguatan yang diberikan guru kepada muridnya secara segera

akan berjalan secara teratur dengan menggunakan materi yang berupa

instruksi-instruksi yang telah diprogramkan dalam suatu pengajaran. Selain

penguatan yang diberikan guru, ada komponen-komponen atau prasyarat

penting yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika, jika siswa

belum memiliki prasyarat ini maka siswa harus diajari terlebih dahulu agar

dapat berhasil mencapai objektif yang telah dirumuskan dalam teori belajar

(50)

Dalam kegiatan pembelajaran atau belajar juga terdapat delapan

tipe belajar yang disusun secara hierarki hubungan yang didasari pada

pandangan untuk mencapai tahap belajar yang lebih tinggi maka harus

didasari pada tanpa belajar yang lebih rendah terlebih dahulu seperti yang

dikatakan Gagne.

Delapan tipe belajar menurut Gagne adalah sebagai berikut :

1.

Belajar isyarat (signal learning).

2.

Belajar stimulus-respon (Stimulus-Respon Learning).

3.

Rangkaian (chaining).

4.

Asosiasi verbal (verbal assosiation).

5.

Belajar diskriminasi ( discrimination learning).

6.

Belajar konsep (concept learning).

7.

Balajar aturan (rule learning).

8.

Pemecahan masalah (problem solving).

Dan dari kedelapan tipe tersebut terjadi didalam empat fase yang

berurutan yaitu : fase pengertian, fase perolehan, fase penyimpanan, dan fase

pengemukakan kembali. Selain itu pentingnya mengembangkan suatu analisa

tugas sebelum mulai mengajar sangan diperlukan, hal ini berarti

mempesiapkan seorang siswa untuk belajar sesuatu yang baru setelah siswa

itu menguasai kemampuan-kemampuan tertentu.

Selain tipe belajar dan fase-fase belajar yang diungkapkan Gagne,

Gambar

Tabel 4.23 Kategorisasi Data Pertemuan II Guru II ...........................................70
Gambar 4.1 : Pekerjaan Soal Evaluasi Siswa S3 kelas VII.................................72
Tabel 4.1 Topik Data Pertemuan I tanggal 20 Juli 2010
Tabel 4.2 Topik Data Pertemuan II tanggal 26 Juli 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

faktor – faktor pendukung yang di jumpai dalam upaya peningkatan kreatifitas belajar siswa tuna grahita pada pembelajaran matematika adalah : a.. Tersedianya alat

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada anak tuna grahita ringan kelas IV di SDLB N Cangakan Filial Karangpandan Tahun Ajaran 2010/2011 melalui

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar IPA anak tuna grahita dengan media gambar hewan berkaki empat pada siswa kelas IV SLB C- 1 Widya Bhakti

Dalam pembuatan media pembelajaran interaktif ini lebih pada siswa SDLB Kelas 5 Bidang Tuna Grahita Ringan, dan untuk Kelas 3 SD normal, maka target pemakai adalah siswa atau

Dalam penelitian tindakan kelas ini, langkah-langkah pembelajaran kelompok yang akan diterapkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia (membaca) bagi siswa tuna

Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh kesiapan dan pengetahuan ibu terhadap tingkat stres pengasuhan anak tuna grahita sedang di SLB C Yakut Purwokerto.. Metode : Penelitian

Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi anak tuna rungu dan tuna grahita di sekolah luar biasa dharma wanita provinsi NTB adalah lebih menekankan pada aplikasi atau

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan melempar bola pada permainan bocce anak tuna grahita ringan Sekolah Luar Biasa Negeri