Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan
Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya
dengan Isu Perubahan Iklim
Hanung Agus Mulyadi
Pusat Penelitian Laut Dalam-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Y Syaranamual, Guru-guru poka Ambon Maluku
Abstrak
• Telah terindikasi adanya perubahan iklim global dalam beberapa dekade terakhir yang ditandai dengan tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL), perubahan curah hujan, meningkatnya kejadian cuaca dan iklim ekstrim. Begitu juga di Indonesia, indikasi tersebut sudah mulai tampak. Isu penting dalam kaitannya dengan perubahan iklim di Pulau-Pulau Kecil (termasuk) Pulau Ambon adalah kerentanan wilayah pesisir yang diduga mengalami dampak perubahan iklim. Hasil Pemantauan terhadap tren curah hujan di Maluku termasuk kategori sedang dan tinggi dengan puncaknya terjadi di bulan Juni-Juli-Agustus (JJA). Untuk wilayah Indonesia, tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-rata global maupun wilayah tropis, yakni berkisar 0.8 °C/100 tahun. Kondisi Ekosistem Pesisir di Pulau Ambon terindikasi mengalami degradasi habitat yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan (pembukaan lahan atas, konversi wilayah pesisir untuk perumahan, aktivitas perkantoran, perniagaan), menurunnya luasan hutan mangrove di Teluk Ambon, menurunnya tutupan persentase terumbu karang di Teluk Ambon. Pemantauan terhadap kondisi biota laut (plankton) mengindikasikan tren meningkatnya kejadian marak algae (blooming) fitoplankton. Hal yang perlu diwaspadai adalah jenis penyebab HABs (harmful algal blooms) atau fitoplankton beracun di Teluk Ambon seperti Pyrodinium bahamense, Dinophysis sp, Noctiluca scintilans, menurunnya kelimpahan meroplankton (larva biota laut) dan zooplankton di Teluk Ambon dalam beberapa tahun terakhir.
Knp hujan blm turun? Biasanya
sudah
Indikasi Perubahan Iklim global
•
tren kenaikan suhu permukaan laut (SPL),
•
perubahan curah hujan,
•
meningkatnya kejadian cuaca dan iklim
Bagaimana dgn Indonesia?
•
indikasi tersebut sudah mulai tampak
•
Pulau Pulau Kecil (Pulau Ambon)?
•
kerentanan wilayah pesisir yang diduga
mengalami dampak perubahan iklim;
Perlu pemantauan jangka panjang (time series) kondisi ekosistem
Metodologi
•
Data primer (observasi langsung, monitoring
Teluk Ambon 2007-2015; dokumentasi foto
kondisi ekosistem pesisir Pulau Ambon)
•
Data sekunder (data curah hujan di Maluku
BMKG, 2016; BPS 2016, data perubahan iklim
(BAPPENAS, 2014).
1. Variasi Intra musim (intra-seasonal variations)
2. Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)
3. Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations)
Sekilas tentang Keragaman iklim (climate variability)
Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh
perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya
• Variasi Intra musim (intra-seasonal variations):
• gangguan meteorologis yang mempengaruhi aktivitas
konvektif dan sifat hujan musiman dikenal sebagai variasi intra-musim (VIM; intra-seasonal variation; ISV).
• di masyarakat dikenal ketidakteraturan musim (hujan dimusim kemarau; kekeringan di musim hujan)
•
Variasi antar-tahunan (inter-annual variations)
a. Fenomena iklim di indonesia terkait dgn anomali
suhu permukaan laut (ASPL) di Pasifik Tengah dan
Timur dan Pasifik Barat (ENSO-El nino dan La nina)
Penurunan (peningkatan) jumlah curah hujan
musiman dan tahunan di Indonesia;
b. Indian Ocean Dipole (IOD) pengaruh dari Samudera
Hindia; dipole mode (DM).
Semenjak awal Januari 2015 hingga saat ini, monitoring suhu muka laut (SST) menunjukan pergeseran nilai anomali positif dari daerah warm pool ke Pasifik tengah. Selain itu terdeteksi anomali hangat suhu muka laut di Pasifik Timur.
Monitoring SST pada ekuator Pasifik (animasi)
BMKG
•
Variasi antar-dasawarsa (interdecadal variations):
•
variasi ASPL (
anomali suhu permukaan laut) Pacific Interdecadal
Oscilation.
Bagaimana dengan Pulau Ambon?
•
Termasuk Pulau Kecil;
•
Kawasan pesisir (di Pulau Kecil) rentan terhadap
perubahan iklim;
•
Ibukota Provinsi,kebutuhan lahan tinggi
•
rawan konflik kepentingan pemanfaatan lahan pesisir
Karakteristik aliran udara pada skala meso dapat dipengaruhi oleh
perubahan tutupan lahan di wilayah pesisir yang pada akhirnya
0,00 1000,00 2000,00 3000,00 4000,00 5000,00 6000,00 Tahun 2000 Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 curah h u ja n (m m )
Curah Hujan di Provinsi Maluku
(SUMBER: BMKG; BPS, dianalisa lanjut)
CURAH HUJAN
• Pulau Ambon mengalami peningkatan curah hujan tahunan sebesar
12,0% (1984-2013) dibanding sebelumnya (1954-1983). Curah hujan
musim hujan cenderung meningkat sebesar 14,1% dan curah hujan musim kemarau (Oktober-Maret) cenderung meningkat sebesar 6,7%
(Laimeheriwa, 2014).
• Meningkatkan potensi terjadinya banjir. Sebagai contoh adanya
peningkatan curah hujan adalah Juli 2013 terjadi hujan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan jebolnya bendungan Way Ela yang merusak lahan pertanian, perumahan dan mengakibatkan korban meninggal.
SUHU PERMUKAAN LAUT
• Untuk wilayah Indonesia, tren kenaikan SPL sedikit lebih tinggi dari rata-rata global maupun wilayah tropis, yakni berkisar 0.8 °C/100 tahun
(BAPPENAS, 2014).
• kenaikan SPL di pantai selatan Jawa sebelah timur, selatan Bali, Lombok dan kepulauan Nusa Tenggara relatif tinggi akibat transpor air hangat dari S. Pasifik melalui Selat Makassar, Banda, dan Timor.
• Hasil analisis proyeksi SPL memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata mencapai 1–1.2 °C pada tahun 2050 relatif terhadap SPL tahun 2000 (Bappenas).
Potensi Dampak Perubahan iklim di wilayah
pesisir (ekosistem dan biota)
• Kerusakan terumbu karang (coral bleaching);
• Perubahan biodiversitas (keanekaragaman) biota, penurunan jumlah jenis dan atau kelimpahan jenis;
•
Hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam mengalami
laju deforestasi yang tinggi karena alih fungsi lahan.
•
Hal ini mengakibatkan kondisi hutan mangrove
sangat memprihatinkan untuk beberapa daerah
seperti di daerah Poka, Galala dan Halong yang hanya
tinggal spot-spot kecil hutan mangrove yang
Terumbu karang
58,36 22,51 56,06 20,36 48,38 67,72 35,05 9,1 60,13 14,1 78,7 30,37 11,1 48,73 9,5 8,1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Lilibooy (St.1) Hative Besar (St.2) Eri (St.3) Batu Capaeu (St.4)Poka (St.5) Kota Jawa (St.6) Halong (St.7) Hunuth (St.8) 2012
KEJADIAN HABs (Harmful Algal Blooming)
• Adanya perubahan lingkungan seperti meningkatnya suhu perairan, perubahan salinitas, meningkatnya kadar CO2 di atmosfer, berubahnya pola curah hujan, adanya upwelling di daerah pesisir dan naiknya muka air
laut diduga memicu peningkatan kejadian frekuensi
terjadinya marak algae beracun (HABs-Harmful algal blooms), dan
juga semakin luasnya sebaran distribusi geografis HABs dari berbagai belahan perairandi dunia (EPA, 2013).
Perubahan iklim (kenaikan suhu perairan) lebih disukai oleh jenis fitoplankton beracun dengan beberapa mekanisme:
1. peningkatan suhu perairan memicu cepatnya laju pertumbuhan fitoplankton beracun jenis tertentu;
2. peningkatan suhu perairan akan meningkatkan stratifikasi
suhu, kondisi ini sangat disukai oleh fitoplankton beracun jenis tertentu dari kelompok Cyanobacteria dan Dinoflagelatta;
3. peningkatan suhu perairan akan menurunkan viskositas perairan, penurunan viskositas perairan diduga dapat memudahkan fitoplankton berukuran kecil (kelompok
Cyanobacteia) untuk hanyut dan berpindah dari kolom air tertentu menuju ke permukaan sehingga memungkinkan terjadinya HABs;
4.
HABs (marak algae beracun) juga dapat memicu kenaikan suhu perairan sehingga menciptakan kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhannya.Mekanisme ini diduga terjadi ketika HABs menyerap (absorbs) cahaya matahari, akan memicu kenaikan suhu permukaan. Umpan balik yang positif inilah yang diduga ikut berkontribusi terhadap kecepatan pertumbuhan fitoplankton beracun.
• Kejadian HABs di Teluk Ambon sudah banyak dilaporkan
(PPLD-LIPI, 2013; PPLD-LIPI 2014, PPLD-LIPI 2015; Likumahua, 2013, Sidabutar et al., 2016). Hasil kajian menunjukkan bahwa ada indikasi bahwa
jumlah jenis penyebab HABs
(fitoplankton beracun) di Teluk Ambon
meningkat
Begitu juga dengan intensitas (frekuensi) terjadinya HABs jugaJenis-jenis Fitoplankton beracun di Teluk Ambon (Mulyadi, 2015)
0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 P ebru a ri Ap ril M ei J un i J uli Ag us tu s M ei J un i J uli Ag us tu s Sep tem ber O k to b er P ebru a ri J un i J uli Ag us tu s Sep tem ber O kto ber Ap ril O kto ber Jun i Ag us tu s
Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun
2010 Tahun 2011 K elim pa ha n Ra ta -ra ta ( ind /m 3 ) Tahun Pengamatan