DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data
Data didapat dengan menggunakan metode kualitatif. Data kualitatif merupakan data dalam bentuk :
• Observasi • Wawancara • Dokumen • dan catatan lain. 2.2 Hasil Wawancara
2.2.1 PAWARGO
Pawargo merupakan singkatan dari Paguyuban Warga Ponorogo. Pawargo Jakarta awalnya terbentuk oleh sekumpulan warga Ponorogo yang tinggal di Jakarta dengan tujuan berkumpul dan bertukar cerita/informasi mengenai Ponorogo atau sekedar bernostalgia. Tiap tahunnya Pawargo mengadakan acara selain sebagai sarana bertemu dan berkumpul antar sesama warga Ponorogo di Jakarta, juga untuk melestarikan dan mengenalkan warisan budaya Ponorogo dengan menampilkan tarian Reog Ponorogo.
Wawancara dilakukan dengan Bapak Brigjen.Pol (Purn) Soeroso, Ketua PAWARGO Jakarta. Hasil inti wawancara adalah asal usul Reog Ponorogo yaitu cerita Klana Sewandana yang berusaha melamar Dewi Sanggalangit, dengan dibantu adiknya yang bernama Bujangganong. Didapat juga informasi bahwa Reog Ponorogo merupakan kesenian yang menjunjung kesederhanaan. Kesederhanaan tersebut dapat dilihat dari bahan-bahan pembentuk topeng dan kostum Reog yan kebanyakan menggunakan bahan alam seperti bambu dan kayu.
2.2.2 Paguyuban Reog Suro Sentono
Paguyuban Reog Suro Sentono merupakan salah satu paguyuban Reog yang ada di Jakarta, tepatnya di daerah Bintaro. Wawancara dilakukan dengan Bapak Putut, anggota dari Paguyuban Reog Suro Sentono.
Hasil inti wawancara adalah pementasan Reog saat ini ternyata terdiri dari beberapa macam, antara lain pementasan yang pakem seperti pada Festival Reog Nasional dan pementasan Reog eblek.
Juga didapat info bahwa bila hanya dadak merak (topeng kepala macan dengan merak di atasnya) yang menari, itu belum bisa disebut sebagai Reog Ponorogo. Reog Ponorogo adalah satu kesatuan semua penari dan elemen lainnya.
2.2.3 Anjungan Jawa Timur TMII
Anjungan Jawa Timur merupakan kantor Perwakilan Jawa Timur yang berada di areal Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dimana secara wujud fisik dan fungsinya merupakan replika semua keragaman dan kekayaan budaya daerah khususnya Jawa Timur. Sedangkan secara aktivitas kegiatan kesenian dan kebudayaan menampilkan semua unsur kesenian yang ada di Jawa Timur yang diharapkan menjadi garda depan dan wakil dalam ikut mempromosikan dan mengenalkan potensi keragaman seni dan budaya daerah Jawa Timur. Wawancara dilakukan dengan Bapak Munarno, Staf Anjungan Jawa Timur. Hasil inti wawancara adalah kostum dan riasan para penari dalam pementasan Reog Ponorogo. Penari yang menggunakan riasan salah satunya jathil. Riasan yang digunakan adalah riasan putra halus, menyesuaikan dengan pemain yang dulunya adalah laki-laki namun sekarang lebih banyak dimainkan oleh perempuan. Didapat juga info mengenai permasalahan Reog Ponorogo di Malaysia beberapa waktu silam yang ternyata merupakan kesalahpahaman. Pementasan di Malaysia saat itu merupakan pementasan Barongan, hanya topeng kepala macan dengan merak di atasnya dan Barongan tersebut dibawa oleh orang keturunan Ponorogo yang tinggal di Malaysia.
2.3 Data Umum
2.3.1 Kota Ponorogo
Kabupaten Ponorogo (bahasa Jawa: Kabupatèn Panaraga) adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah. Hari jadi Kabupaten Ponorogo diperingati setiap tanggal 11 Agustus, karena pada tanggal 11 Agustus 1496, Bathoro Katong dinobatkan sebagai adipati pertama Kadipaten Ponorogo. Bathoro Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo. Pada tahun 1837, Kadipaten Ponorogo pindah dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo. Semenjak tahun 1944 hingga sekarang Kabupaten Ponorogo berganti kepemimpinan sebanyak 16 kali.
Dalam buku Babad Ponorogo oleh Purwowijoyo dituliskan bahwa asal usul nama Ponorogo, diambil berdasarkan hasil musyawarah antara Raden Katong, Kyai Mirah, dan Joyodipo pada hari jum’at saat bulan purnama. Bertempat di tanah lapang dekat gumuk ( wilayah Katongan sekarang ). Di dalam musyawarah tersebut disepakati bahwa kota yang akan didirikan nanti dinamakan “ Pramana raga “ yang akhirnya lama-kelamaan ucapan Pramana berubah menjadi Panaraga. Pana berarti melihat, dan rogo berarti badan, raga, atau diri. Jadi Ponorogo mengandung maksud : orang yang dapat menempatkan dirinya dihadapan orang lain, atau dalam kata lain disebut “ mawas diri ”.
2.3.2 Seni dan Tradisi Ponorogo
Kabupaten Ponorogo dikenal dengan julukan Kota Reog atau Bumi Reog karena daerah ini merupakan daerah asal dari kesenian Reog. Setiap tahun pada bulan Suro (Muharram), Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa pesta rakyat yaitu Grebeg Suro. Pada pesta rakyat ini ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi, di antaranya Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Doa di Telaga Ngebel.
Dalam acara Grebek Suro diadakan Kirab Pusaka yang biasa diadakan sehari sebelum tanggal 1 Muharram. Pusaka peninggalan pemimpin Ponorogo zaman dahulu, saat masih dalam masa Kerajaan Wengker, pusaka itu diarak bersama pawai pelajar dan pejabat pemerintahan di Kabupaten Ponorog, dari makam Bathoro Katong ( pendiri Ponorogo) di daerah Pasar Pon sebagai Kota Lama, ke Pendopo Kabupaten.
Pada Malam harinya, di aloon-aloon kota, Festival Reog Internasional memasuki babak final. Esok paginya ada acara Larungan Do’a di Telaga Ngebel, dimana nasi tumpeng dan kepala kerbau dilarung bersama do’a ke tengah-tengah Telaga Ngebel. Acara Grebek Suro ini menjadi salah satu jadwal kalender wisata Jawa Timur.
Selain kesenian Reog, Ponorogo juga memiliki kesenian khas lainnya, yaitu : Campursari, Gajah-gajahan, dan Jaran Thik/Reyog Thik. Campursari adalah suatu seni musik yang secara harafiah artinya campur aduk, campur baur, atau gabungan dari beraneka macam dan ragam. Sedangkan Gajah-gajahan adalaha seni jalanan yang berbentuk arak-arakan terdiri atas sekelompok penari, pemusik, dan penyanyi. Seorang penari (biasanya anak kecil) diarak di atas gajah-gajahan dengan iringan pemain lainnya. Jaran Thik atau ada juga yang menyebutnya Reyog Thik, tidak seperti Reog pada umumnya yang menggunakan karakter macan dan merak, seni tari ini menggunakan topeng naga (barong) yang menggambarkan perjalanan hidup yang diwarnai dengan cobaan, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam manusia itu sendiri.
2.3.3 Asal - Usul Reog Ponorogo
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat. Nama Reog sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu Riyoqun yang bermakna akhir yang baik atau mati dalam keadaan suci.
Ada beberapa versi mengenai asal-usul Reog Ponorogo, antara lain sindiran Ki Ageng Kutu dan cerita buatan Ki Ageng Mirah.
Menurut versi Ki Ageng Kutu, asal – usul Reog Ponorogo yang semula disebut “Barongan” merupakan sindiran secara halus dari Demang Ki Ageng Kutu terhadap raja Majapahit Prabu Brawijaya V (Bhree Kertabumi) yang sedang berkuasa namun belum melaksanakan tugasnya dengan tertib, adil dan memadai, sebab kekuasaan raja dikendalikan oleh permaisurinya. Berawal dari cerita inilah asal-usul Reog Ponorogo, raja dikiaskan sebagai harimau ditunggangi oleh merak sebagai lambang permaisurinya.
Sedangankan pada masa kekuasaan Batoro Katong oleh Ki Ageng Mirah (pendamping setia Batoro Katong) dipandang perlu melestarikan kesenian barongan sebagai media informasi dan komunikasi kepada masyarakat. Maka Ki Ageng Mirah membuat cerita mengenai legenda kerajaan Bantarangin dengan rajanya Kelana Sewandana yang jatuh cinta dengan Dewi Sanggalangit. Cerita oleh Ki Ageng Mirah inilah yang menjadi versi resmi cerita Reog Ponorogo saat ini.
Reog mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu hingga menjadi reog seperti yang kita lihat saat ini. Perubahan antara lain kata Reyog diubah menjadi Reog oleh pemerintah daerah didasarkan pada penulisan dalam Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Depdiknas pada tahun 1983. Dalam kamus itu memang dituliskan bukan reyog tetapi reog.
Belakangan penulisan reog dijadikan slogan kota oleh pemda, yang berarti resik, omber, dan girang gumirang. Sedangkan dalam Babad Ponorogo, Reyog memiliki makna (r) rasa kidung, (e) engwang sukma adilihung, (y) Yang Widhi, (o) olah kridaning Gusti, dan (g) gelar gulung kersaning Kang Moho Kuoso.
2.3.4 Alur Cerita Reog Ponorogo
Didapat dari hasil wawancara dengan Bapak Putut yang mengacu pada buku “Pedoman Dasar Kesenian Reog Ponorogo Dalam Pentas Budaya” oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Ponorogo,versi resmi alur cerita Reog Ponorogo adalah cerita tentang Prabu Klana Sewandana yang jatuh cinta dengan putri dari kerajaan Kediri, yaitu Dewi Songgo Langit. Dan untuk dapat meminang sang putri, diberikanlah sejumlah persyaratan yang salah satunya harus membawakan pertunjukan menarik yang belum pernah ada sebelumnya. Dengan dibantu oleh patihnya Bujangganong, Prabu Klana Sewandana berhasil memenuhi syarat itu dengan membawakan tarian yang ditarikan oleh manusia berkepala macan yang berhiaskan burung merak (Dadak merak).
2.3.5 Alur Tarian Reog Ponorogo
Alur pementasan Reog yaitu Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Ketika salah satu unsur di atas sedang beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol.
Tarian pembukaan biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah, mereka adalah warok. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda, biasa disebut sebagai jathilan. Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi di mana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar. Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan berhiaskan burung merak di atasnya.
Namun adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan.
2.3.6 Reog Ponorogo Sebagai Media Dakwah
Kesenian merupakan salah satu media dalam proses penyebaran ajaran agama. Contohnya, Sunan Kalijaga menggunakan kesenian Wayang sebagai media dakwahnya. Selain itu instrumen seni Gamelan Laras Slendro, juga memiliki nada yang mengingatkan pada salah satu dari Rukun Islam yaitu sholat wajib 5 waktu dengan jumlah 17 alat yang melambangkan 17 rakaat.
Bupati Ponorogo pertama yakni Batoro Katong juga menggunakan instrumen musik sebagai media dakwah yang ia gunakan dalam kesenian Reog Ponorogo. Dakwah menjadi lebih mudah karena media yang digunakan banyak disukai oleh masyarakat.
Instrumen dalam Reog Ponorogo terdiri dari 17 alat yang mengingatkan kita untuk menjalankan sholat 5 waktu sebanyak 17 rakaat. Instrumen - instrumen tersebut adalah : satu buah Barongan, satu buah topeng Klana Sewandana, satu buah topeng Bujang Ganong, dua buah topeng Patrajaya, dua Eblek/ Jaranan, satu buah Kendang, satu buah Ketipung, satu buah Trompet, satu buah Kempul, dua buah Kethuk Kenong, dan empat buah Angklung.
2.3.7 Tokoh-tokoh dalam Tarian Reog Ponorogo Bujang Ganong
Menggambarkan sosok patih muda ( Patihnya Klana Sewandana) yang cekatan, cerdik, jenaka, dan sakti. Sosok ini digambarkan dengan topeng yang mirip dengan wajah raksasa. Membawakan tarian dengan gerakan lucu dan gerakan akrobatik.
Kostum: Topeng ganongan, rompi, celana dingkik, embong, sabuk timang.
Warok
Pengawal raja Klana Sewandana. Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.
Kostum: udeng, penadon, sabuk timang/otok, kolor, make up: muka diwarna merah,jenggot tebal.
Gambar 2.3.7.1
Jathil
Prajurit berkuda pengawal raja Klana Sewandana. Dalam pentas, sosok jathilan diperankan oleh kelompok penari gemblak atau yang sekarang lebih banyak dibawakan oleh sekelompok perempuan dengan gerakan gagah yang menunggangi kuda-kudaan. Menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit.
Kostum: jaran kepang, udeng, baju putih, sabuk timang, sampur, celana panjen, make up: putra halus/cantik.
Klana Sewandana
Penari dan tarian yang menggambarkan sosok raja dari kerajaan Bantarangin, kerajaan yang dipercaya berada di wilayah Ponorogo zaman dahulu. Sosok ini digambarkan dengan topeng bermahkota, dengan senjata andalan Pecut Samandiman; berbentuk tongkat lurus dari rotan berhias jebug dari sayet warna merah diseling kuning sebanyak 5 atau 7 jebug.
Kostum: Topeng Klana, badhong di punggung, kalung ulur, klat bahu,, sabuk timang, celana cinde merah, pecut.
Singo Barong
Singo Barong dalam cerita, ditaklukan oleh pasukan Klana sewandana dengan menggunakan pecut sakti samandiman. Topeng dadak merak tingginya dapat mencapai 2m dengan berat 50kg. Penari membawakan topeng ini dengan cara mengigit sebilah kayu pada bagian belakang topeng.
Kostum: topeng dadak merak, celana gombyok, baju kimplong.
Gambar 2.3.7.3
Gambar 2.3.7.4
2.3.8 Musik Dalam Reog Ponorogo
Gendang & Ketipung
Berfungsi sebagai pemberi aba-aba dan penambah meriah gending.
Angklung
Berfungsi sebagai ritmis, berjumlah 4. Berlaras pelog 2 dan slendro 2. Dibunyikan sebagai pengiring disela - sela kethuk dan kenong, namun kadang bersamaan menurut gendingnya.
Slompret
Sebagai pembawa melodi dan pemberi aba - aba sebelum gamelan dibunyikan. Keistimewaan peniup terompet Reog Ponorogo adalah mampu membunyikan terompet terus menerus selama gamelan berbunyi.
Gong (Kempul)
Kempul beasr berselaras slendro bernada dua berfungsi sebagai bas, dipukul bersamaan dengan pukulan genap kenong.
Kethuk & Kenong
Berfungsi sebagai ritmis dipukul secara bergantian dengan ritme yang tetap sesuai dengan tempo gending, diman tipa pukulan genap genong dibarengi dengan gong (kempul). Gambar 2.3.8.1
Gambar 2.3.8.2
Gambar 2.3.8.3
Gambar 2.3.8.4
Judul: Kitab Budaya Nusantara Pengarang: Hamid Bahari
Tipe: SOFT COVER
Halaman: 232
Dimensi: 18 x 23 cm
Judul: Mengenal Seni & Budaya Indonesia Pengarang: R. Rizky
Tipe: SOFT COVER
Halaman: 135 Dimensi: 21 x 28
Gambar 2.4.1
Kedua buku tersebut dipilih sebagai buku pembanding karena memiliki bahasan yang sama, yaitu kebudayaan Indonesia. Terdapat bahasan mengenai kesenian Jawa Timur, yaitu Reog Ponorogo di dalam buku pembanding tersebut.
Kelebihan Buku Pembanding: halaman fullcolor, adanya kotak untuk memberi informasi tambahan, dan terdapat gambar pendukung informasi.
Kekurangan Buku Pembanding: Cakupan isi luas sehingga bahasan pada tarian tidak lengkap, cetakan fullcolor pada kertas hvs terlihat menerawang pada halaman.
2.5 Data Buku Reog 2.5.1 Outline
Buku akan berisi segala informasi mengenai Reog Ponorogo dimulai dari sejarah Kota Ponorogo, asal-usul Reog Ponorogo, urutan tarian dalam Reog Ponorogo, musik pengiring dalam Reog Ponorogo, pembahasan masing-masing karakter dalam Reog Ponorogo, dan informasi lain seputar Reog Ponorogo.
2.5.2 Spesifikasi Buku Ukuran : 19 x 25 cm Jenis Kertas : matte paper Finishing : laminating doff 2.5.3 Referensi Isi
• Wawancara :
a. Bapak Putut, pemerhati seni yang juga ikut dalam paguyuban reog Suro Sentono Jaksel.
b. Bapak Munarno, Staf Anjungan Jawa Timur, TMII c. Brigjen.Pol (Purn) Soeroso, Ketua PAWARGO Jakarta • Dokumen :
a. Ungkapan Sejarah Kerajaan Wengker dan Reyog Ponorogo b. Babad Ponorogo
c. Melihat Ponorogo Lebih Dekat d. Riwayat Reog Ponorogo
2.6 Data Target 2.6.1 Target Primer
Demografis
• Umur : 17 - 22 tahun
• Gender : laki-laki dan perempuan • Kelas sosial : B/B+
• Kaum urban terutama jakarta Geografis
Masyarakat di daerah perkotaan Psikografis
Memiliki rasa cinta tanah air, tertarik dengan kebudayaan Reog,
2.6.2 Target Sekunder
Kaum urban yang tertarik dengan kebudayaan Reog berumur <17 dan atau >22
2.7 SWOT
• Strength: pembahasan secara detail mengenai Reog Ponorogo, alur cerita, alur tarian, karakter dibahas satu persatu dengan detail masing-masing kostum.
• Weakness : hanya berisikan informasi mengenai Reog Ponorogo saja.
• Opportunities : masih sulit menemukan buku yang khusus membahas Peog Ponorogo
• Threats : banyaknya jenis buku lain yang beredar dipasaran, makin memudarnya rasa ketertarikan masyarakat terhadap tarian dan kebudayaan tradisional.