Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI
EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO
Lidia1, Eti Anggraini2, Sari Meisyayati3
Sekolah Tinggi Ilmu farmasi (STIFI) Bhakti Pertiwi, Jl. Ariodillah 3 No. 22A Ilir Timur I Palembang Corresponding author email : lidia.kopertis@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai efek beberapa konsentrasi peningkat penetrasi Dimetilsulfoksida terhadap laju difusi sediaan Gel klindamisin HCl menggunakan metode in vitro. Formula dibuat terlebih dahulu dengan konsentrasi peningkat penetrasi yang berbeda yaitu 2% ,5% ,7% dan 10% DMSO. Uji Evaluasi pada sediaan Gel klindamisin HCl meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan pH sediaan, uji homogenitas, uji viskositas, uji daya menyebar, dan uji stabilitas. Didapatkan formula ke-5 dengan zat peningkat penetrasi 10% DMSO yang mempunyai kestabilan fisik paling baik. Setelah itu uji difusi dilakukan secara in vitro dengan menggunakan media kulit mencit pada ke-5 formula. Pengukuran konsentrasi yang berdifusi menggunakan spektrofotometer ultra violet pada panjang gelombang 204 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase konsentrasi yang terdifusi formula Gel Klindamisin HCl berturut – turut pada menit ke-60 dari paling yang besar hingga yang terendah F5 (10% DMSO), F4 (7% DMSO), F3 (5% DMSO), F2 (2% DMSO), F1 (Tanpa Zat Peningkat Penetrasi).
Kata kunci: peningkat penetrasi, DMSO,gel klindamisin Hcl,uji difusi ABSTRACT
The effect of several concentrations of penetration enhancer dimetilsulfoksida was investigated for the diffusion rate of Clindamycin HCl Gel by using in vitro method. Formulations were prepared containing different concentration of penetration enhancer which consisting of 2% DMSO, 5% DMSO, 7% DMSO, and 10% DMSO. Some evaluating tests was did to the Clindamycin HCl Gel such as organoleptics test, pH, homogenity, viscosity, spreadibility, and stability test. The result showed that the fifth formulation which containing penetration enhancer 10% DMSO has the most physical stability. After that the diffusion test by using the mice’s skin media as the in vitro method was did to the five formulations. Spectrofotomethry ultra violet with 204 nm was used to measure the concentration of the active ingredient which diffuses. This research showed that the concentration of the five formulations which diffused on the 60 minutes as F5 (10% DMSO) , F4 (7% DMSO) , F3 (5% DMSO) , F2 (2% DMSO) , F1 (with no penetration enhancer).
PENDAHULUAN
Senyawa peningkat penetrasi lazim digunakan di dalam sediaan yang digunakan secara topikal dengan tujuan mempermudah transfer obat melalui kulit.
dan Hadgraft et al,1989). Senyawa
penetrasi yang baik digunakan adalah dimetilsulfoksida (DMSO). (Williams dan Barry, 2004). Dimetilsulfoksida sangat higrokopis sehingga meningkatkan hidrasi
jaringan dan permeabilitasnya. (Novita et
al, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian (Novita et
al, 2011) membuktikan bahwa
dimetilsulfoksida dapat meningkatkan penetrasi gel natrium diklofenak pada konsentrasi terbaik yaitu 5% sebesar 60,440% .selain itu penelitian yang dilakukan oleh (damayanti dan yuwono,
2013) membuktikan bahwa dimetilsulfoksida dapat peningkat penetrasi gel teofilin pada konsentrasi terbaik yaitu7 % sebesar ,88,5% begitu
pula berdasarkan penelitian (Dey et al,
2009) membuktikan bahwa Dimetilsulfoksida dapat meningkatkan penetrasi Gel Asiklovir pada konsentrasi terbaik 10% sebesar 98,62%.
Selain itu, dalam formulasi gel penambahan senyawa-senyawa peningkat penetrasi berfungsi untuk meningkatkan fluks obat yang melewati membrane. Gel didefinisikan sebagai suatu sediaan setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun, baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar saling diresapi cairan (Depkes, 1995). Sifat gel yang tidak lengket di kulit, nyaman digunakan, serta penampilan yang baik membuat gel menjadi pembawa sediaan topikal (Banker,1990). Hal ini menyebabkan perkembangan pada formulasi sediaan gel. Seperti formulasi gel klindamisin hidroklorida yang dibuat dan di uji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri
penyebab jerawat yang dilakukan oleh (Hidayat, 2014).
Acne vulgaris yang dikenal awam dengan jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat adanya peradangan menahun. Peradangan yang terjadi akibat penyumbatan pada pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, Peradangan dipicu oleh bakteri
Propionibacterium acne. Salah satu antibiotik yang biasa digunakan untuk jerawat adalah klindamisin. Klindamisin dapat digunakam untuk obat jerawat karena dapat menghambat dan membunuh
bakteri Propionibacterium acne yang
dapat menyebabkan jerawat (Wasiaatmadja,1997). Klindamisin sendiri
adalah sediaan semi sintetik karena obat ini masih turunan dari linkomisin, kerja obat ini sendiri yaitu mencegah sintesa protein dari bakteri (Abdulah dan Shalita, 2009).
Berdasarkan data penelitian dan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui efek peningkat penetrasi dimetilsulfoksida terhadap laju difusi pada sediaan gel
klindamisin hidroklorida secara in vitro
METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu, spektrofotometri UV – Vis, sel difusi franz tipe vertikal, batang pengaduk, pipet tetes, erlemeyer, lumpang, mortil, beker gelas, kaca objek, timbangan analitik, cawan penguap, bunzen, kaki tiga, sudip, kertas grafik, viskositas Brook fiekd, gelas ukur, buret, PH meter, kaca transparan, hot plate dan magnetik stirer.
Bahan yang digunakan yaitu, Klindamisin HCl, HPMC, metil paraben, propilenglikol, propil paraben, Dimetilsulfoksida aquadest, buffer posfat pH 7,4 dan kulit mencit putih.
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI Formulasi Gel Bahan Formula 2 3 4 5 Klindamisin HCL % 1,2 1,2 1,2 1,2 HPMC % 2,5 2,5 2,5 2,5 propilenglikol % 15 15 15 15 metil paraben % 0,18 0,18 0,18 0,18 propil paraben % 0,02 0,02 0,02 0,02 DMSO % 2 5 7 10 Aquadest ad 100 ad 100 ad 100 ad 100
HPMC dikembangkan terlebih dahulu dengan air panas di dalam lumpang selama 15 menit digerus homogen (massa I), Nipagin dan Nipasol dilarutkan dengan propilenglikol, gerus homogen (massa II),
Klindamisin HCl dilarutkan dengan
aquadest (massa III), tambahkan dimetilsulfoksida (massa IV) Tambahkan massa I,II,III,IV homogenkan dengan homogenizer, lalu dicukupkan dengan aquadest sampai 100 g.
Uji Kestabilan Fisik Gel meliputi:
pemeriksaan Organoleptis, pemeriksaan homogenitas,pemeriksaan pH, Pengukuran Viskositas, pemeriksaan daya tercuci, uji daya menyebar dan uji stabilitas
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan induk dibuat dengan menimbang klindamisin HCl 10 mg larutkan dalam buffer posfat pH 7,4 hingga 100 ml sehingga diperoleh kadar 100 ppm. serapan diukur pada panjang gelombang 200-210 nm dengan alat spektrofotometri-UV sehingga didapatkan panjang gelombang serapan maksimum
dari zat, dimana belanko yang digunakan larutan buffer posfat pH 7,4. (Nataraj, 2013)
pembuatan kurva kalibrasi klindamisin HCL dalam larutan buffer posfat pH 7,4.
Kurva kalibrasi dan persamaan regresi dibuat dari data serapan pada panjang `gelombang serapan maksimum klindamisin HCl larutan buffer posfat ph 7,4. Pertama dibuat larutan induk dengan konsentrasi 100 ppm , lalu dilakukan pengenceran sehingga didapatkan konsentrasi, (30 : 35 : 40 : 45 : 50 μg/ml). serapan diukur dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang maksimum klindamisin hidroklorida yaitu 204 nm, belanko digunakan larutan buffer posfat ph 7,4. (Nataraj, 2013)
Uji Daya Difusi Gel Klindamisin HCl
. kompartemen cairan penerima diisi dengan larutan buffer posfat pH 7,4 sebanyak 50ml.kemudian magnetik stirrer dimasukkan ke dalam sel difusi Franz yang telah berisi larutan dapar posfat pH 7,4, aquadest diisi dibawah dapar posfat dengan tempat yang berbedah. Sediaan gel ditimbang sebanyak 250 mg lalu dioleskan secara merata pada kulit mencit diletakkan pada alat difusi franz. Setelah itu dibagian tepi dari daerah pengolesan tadi ditutup dengan penutup gelas kaca. Sel difusi franz diletakkan diatas hot plate diatur suhunya sesuai suhu badan manusia yaitu antara 37-40°C. pengambilan sampel dilakukan pada setiap 5, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 120 menit . pengambilan sampel 5 ml dan setiap kali pengambilan formula sejumlah yang diambil langsung di ukur
serapannya memakai mesin spektrofotometri UV, setelah selesai pengukuran formula dimasukkan sampai didapat adsorban yang bervariasi. Penentuan kadar formula di tentukan dengan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang maksimum klindamisin HCl 204 nm dalam larutan buffer posfat pH 7,4.
Analisa Data
Untuk mengetahui terhadap bau, bentuk, dan warna dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada 30 orang respon dan menggunakan waktu empat minggu. homogenitas, daya tercuci, uji kestabilan fisik dengan metode freeze thaw dan uji difusi gel di analisa secara deskriptif Data disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk pH dan viskositas dianalisa dengan menggunakan one way Anova kemudian dilanjutkan dengan metode Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klindamisin HCl merupakan salah satu obat antibiotik yang biasa digunakan untuk obat jerawat karena dapat menghambat dan membunuh bakteri. Basis gel yang dibuat dengan memvariasikan peningkat penetrasi. Terdiri dari DMSO sebagai peningkat penetrasi, dan propilenglikol sebagai humektan yang berperan sebagai peningkat difusi dengan cara meningkatkan kelembaban kulit. HPMC digunakan sebagai gelling agent.
Pengawet yang dipakai
propilparaben/nipasol dan methilparaben/nipagin dikombinasikan
agar dapat memperluas spektrum anti mikroba pada gel.
DMSO sebagai bahan peningkat penetrasi merupakan salah satu zat yang dapat meningkatkan penetrasi pada sediaan transdermal yang disebabkan oleh kemampuan DMSO untuk memindahkan bentuk air dari stratum korneum dan disertai oleh pemindahan lamak dan perubahan konfigurasi protein.
Dilakukan evaluasi pada gel
Klindamisin HCl yang meliputi
organoleptis, homogenitas, pH sediaan,
daya tercuci, daya menyebar, viskositas, frezze thaw dan daya difusi.
Dari Uji organoleptis didapat gel Klindamisin HCl berbentuk setengah padat, berbau khas dan berwarna bening, pada pemeriksaan homogenitas dengan menggunakan sekeping kaca transparan memberikan hasil yang homogenya ditandai dengan tidak munculnya bintik-bintik kasar partikel setelah diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali.
Pemeriksaan pH menggunakan alat pH meter dan didapat pH gel yaitu 6,2-6,5 pH yang didapat masih memenuhi persyaratan. Pemeriksaan daya tercuci dimaksudkan untuk menentukan daya tercuci untuk setiap formula. hal ini disebabkan basis gel bersifat polar sehingga mudah tercuci
Pemeriksaan viskositas pada formula 1 sampai 5 digunakan alat
viscometer Brookfield . Hasil yang didapat dari penelitian Dimana pada formula 5 yang menunjukan nilai tertinggi berarti pada sediaan tersebut menunjukan kekentalan pada sediaan, pada formula 1 yang menunjukan yang mepunyai nilai terendah. standar sediaan gel yang beredar
antara 2000-50000 cps. Pada
Pemeriksaan daya menyebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan diatas permukaan kulit saat pemakaian. Dari ke 5 formula pada penelitian ini sediaan yang mengandung DMSO 10% memiliki daya sebar lebih besar karena pada formula 5 menggandung DMSO 10%, semakin besar daya sebar yang didapat maka semakin bagus juga penyerapan yang di dapat. Pada uji stabilitas fisik gel dengan waktu yang dipercepat dengan melihat penurunan viskositas dan pH dari sediaan gel. Setelah data di analisis menggunakan one way anova dan metode Duncan semua sediaan gel mengalami perubahan signifikan baik segi viskositas maupun pH tetapi
Seminar Nasional Farmasi (SNIFA) UNJANI
dibandingkan dengan formula 1, 2, 3 dan 4 untuk pH. sedangakan viskositas didapatkan pada formula 5 yang stabil dibandingkan dengan formula 1, 2, 3, 4. Telah di lihat dari uji statistik hasil yang di dapat menunjukan pada formula 5 yang memiliki nilai signifikan yang paling tinggi untuk pH, sedangkan untuk viskositas yang menunjukan nilai signifikan paling tinggi yaitu pada formula 5
Uji difusi gel Berdasarkan hasil pengolahan data terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara formula 1, 2, 3, 4, dan 5 pada menit ke 60 persen terpenetrasi untuk formula 1 sampai 5 berturut-turut yaitu 28,39% , 39,28% , 58,66%, 86% , dan 96,98%.
Pada menit berikutnya serapan mulai menurun dikarenakan terjadi kejenuhan pada membran kulit mencit yang di sebabkan oleh kepolaran DMSO yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi DMSO yang menyebabkan terjadinya penumpukan DMSO dan Klindamisin HCl pada membran kulit mencit yang meyebabkan terjadinya kejenuhan pada membran tersebut sehingga Klindamisin HCl sukar untuk berdifusi. Hasil pengujian difusi Klindamisin HCl dari sediaan formula gel dilakukan terhadap formula 1 sampai 5 yang berbeda konsentrasi DMSO nya dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1. Hasil rata-rata uji difusi gel klindamisin Hcl (%)
Waktu (Menit)
Persen Obat yang Terpenetrasi
F1 F2 F3 F4 F5 5 19,27 23,32 39,28 70,9 80,92 15 21,22 28,39 42,45 76 83,64 30 22,69 33,98 45,08 81,85 88,52 45 24,57 39,22 49,06 83,89 93,66 60 28,39 39,74 58,66 85,99 96,98 75 23,26 32,58 55,89 81,66 87,33 90 22,55 28,92 51,41 77,04 83,45 120 19,47 28,41 44,81 74,51 79,65
Gambar 1.Grafik Hasil Persen rata-rata
Hasil penelitian menunjukan bahwa difusi Klindamisin HCl paling tinggi terjadi pada formula 5 pada menit ke 60 menit yang memiliki rata-rata persentase konsentrasi difusi 96,98%. hal ini dikarena konsentrasi DMSO pada formula 5 lebih besar yaitu 10% dibandingkan formula 2, 3, dan 4 masing-masing 2%, 5%, 7%. Sehingga pada formula 5 pelepasan zat aktif lebih baik dan proses difusi lebih baik pula. semakin tinggi konsentrasi DMSO yang digunakan maka akan meningkatkan tahapan gel untuk
mengalir dan menyebar ( Martin et al,
1993). Hasil dari statistik pada uji difusi bahwa dilihat dari nilai signifikan bahwa terbukti bahwa berbeda nyata setiap menitnya, Nilai signifikan yang tertinggi terbukti menujukan pada formula 5.
Obat yang mepunyai aktivitas kuat terhadap basis menunjukan koefisien aktivitas yang rendah dengan kata lain aktivitas terdinamik dari obat dalam basis keadaan rendah, akibatnya pelepasan obat didalam basis menjadi lebih lambat demikian pula sebaliknya. Obat-obat terlarut terikat kuat dengan bahan pembawa seperti yang terjadi jika obat membentuk kompleks yang dapat larut dengan bahan pembawanya menghasilkan koefisien aktivitas yang rendah, sehingga laju pelepasan dari kombinasi pembawa lebih lambat. Kemudian
obat-0 20 40 60 80 100 120 5 30 60 90 formula 1 formula 2 formula 3 formula 4 formula 5 pe rs en oba t y ang te rpe ne tr as i Waktu
obat yang terikat longgar oleh pembawanya (pembawa mempunyai afinitas yang rendah terhadap obat), menunjukan koefisien aktivitasnya tinggi oleh karena itu laju pelepasan dari kombinasi obat pembawa lebih cepat (Lachman et al, 1994).
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut Jumlah persentase konsentrasi terbesar gel Klindamisin HCl yang berdifusi dari formula 1, 2, 3, 4 dan 5 yaitu formula 5 dengan konsentrasi DMSO 10%. Dalam waktu 60 menit dengan rata-rata sebesar 96,98%
Dengan memvariasikan konsentrasi
peningkat penetrasi DMSO, akan
mempengaruhi daya difusi Klindamisin HCl.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami ucapkan terimakasih banyak kepada ketua Yayasan Notari Bhakti Pertiwi yang telah bersedia memfasilitasi penelitian ini, Terimakasih juga kami ucapkan kepada ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi atas dukungannya pada penelitian ini baik moral maupun material.
DAFTAR PUSTAKA
Dey Sunjay et all. 2009. Enhanced
Percutaneous Permeability Of Acyclovir by DMSO From Topical Gel Formulation. International Journal Of Pharmaceutical Sciences and Drug Research, 1 (1), 13-18
Hidayat, M. S. 2014.Formulasi Gel Antijerawat Dari Klindamisin (Clindamycin Hydrokloridun) Dan Uji Daya Hambat Terhadap
Bakteri Propionibacterium Acne.
Skripsi. Fakultas Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.
Hidayat, M. S. 2014.Formulasi Gel Antijerawat Dari Klindamisin (Clindamycin Hydrokloridun) Dan Uji Daya Hambat Terhadap
Bakteri Propionibacterium Acne.
Skripsi. Fakultas Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.
Hidayat, M. S. 2014.Formulasi Gel Antijerawat Dari Klindamisin (Clindamycin Hydrokloridun) Dan Uji Daya Hambat Terhadap
Bakteri Propionibacterium Acne.
Skripsi. Fakultas Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.
Banker, G. S. and C. T. Rhodes, 1990,
Modern Pharmaceutics, 2nd ed., Marcell Dekker Inc., New York, 264 : 302
Chien, Y, W. 1992. Novel Drug Delivery System, 2th ED, New York.
Swarbrick, j. dan Boylan, j., 1995, Percutaneous Absorption, in Encydopedia of Pharmaceutical Technology, Volume 11, Marcel Dekker Inc., New York, 413-445