STUDI
DAMPAK
PROGRAM
PENGEMBANGAN
SISTEM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF (P2SPP)
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
PARTISIPATIF
(P2SPP)
DI
6
KABUPATEN
Oleh:
Suhirman
Suhirman
Rianingsih Djohani
K lt PNPM S t F ilit (PSF) W ld B k J k t Konsultan PNPM Support Facility (PSF), World Bank JakartaJakarta 18 Agustus 2011 Jakarta, 18 Agustus 2011
Outline
Presentasi
Konteks
dan
Metode
Studi
Konteks
dan
Metode
Studi
Analisis implementasi dan
d
k P2SPP/PNPM I t
i
Analisis implementasi dan
d
k P2SPP/PNPM I t
i
dampak P2SPP/PNPM
‐
Integrasi
di
lokasi studi
dampak P2SPP/PNPM
‐
Integrasi
di
lokasi studi
Pembelajaran
&
Rekomendasi
Pembelajaran
jj
&
Rekomendasi
Konteks
• Sejak PNPM‐Mandiri diluncurkan, respon SKPD dan DPRD
terhadap prioritas komunitas masih rendah
• Diskresi keuangan daerah untuk belanja pembangunan merupakan faktor yang berdampak langsung pada alokasi anggaran dibanding proses kelembagaan di tingkat lokal anggaran dibanding proses kelembagaan di tingkat lokal
• SKPD resisten terhadap usulan program yang bersumber dari komunitas melalui saluran musrenbang kecamatan
• Peran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Banggar DPRD
sangat menentukan akomodasi usulan prioritas komunitas dalam APBD
APBD
Implikasinya adalah tidak ada hubungan antara prioritas
3
Konteks
• P2SPP mulai 2007 merupakan suplemen PNPM‐Mandiri
Perdesaan dalam integrasi pengelolaan pembangunan partisipatif
l PNPM k d l i t l M b (di
pola PNPM ke dalam sistem reguler Musrenbang (di semua tingkatan) dan mendorong penyelarasan perencanaan
teknokratis, politis dan partisipatif
• Kegiatan Integrasi:
– Perencanaan Pembangunan Desa
P i k t M j P i t h D (P d )
– Peningkatan Manajemen Pemerintahan Desa (Pemdes) – Penyelarasan Perencanaan
– Peningkatan dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD
• Kegiatan Peningkatan Kapasitas:
– Pelatihan KPMD, LPMD, BKAD, dan UPK – Pelatihan Kades Sekdes dan BPD
– Pelatihan Kades, Sekdes dan BPD
– Pelatihan Setrawan Kecamatan dan Kabupaten.
Pertanyaan
Studi
•
Bagaimana interaksi antara proses
partisipasi
di
tingkat komunitas desa dengan proses
perencanaan reguler?
•
Apakah proses
interaksi tersebut telah
l hi k
i it
d
l k i
melahirkan prioritas program
dan alokasi
anggaran yang
lebih mendukung prioritas
b
k
it
d
?
pembangunan komunitas desa?
Metode Studi
• Sumedang, Boyolali, Gunung Kidul ,
Ngada, Tapin, Batanghari
Lokasi Studi
Lokasi Studi
• Forum‐forum Musrenbang 2011
Observasi
Observasi
• Pelaku‐pelaku kunci
P2SPP/Musrenbang Integrasi
Wawancara
Wawancara
P2SPP/Musrenbang Integrasi
• Desa Kecamatan Kabupaten
Diskusi Kelompok
Diskusi Kelompok
• Desa, Kecamatan, Kabupaten
Terfokus (FGD)
Terfokus (FGD)
• PTO P2SPP, Juknis Musrenbang Integrasi,
Studi data
Studi data
RPJMD/ Des, RKPDes, APBDes, Usulan
musrenbang
Studi
data
sekunder
Studi
data
sekunder
6Hasil
Studi
Lapangan
Perbandingan Perencanaan Partisipatif di 6 Kabupaen Setelah Mendapatkan Intervensi dari P2SPP
P l di M b Ad K Proposal di desa merujuk pada RPJMDes Musrenbang menjadi terbuka u/ masyarakat Adanya penguatan fasilitator musrenbang Kewenagnan forum musyawarah u/memutuskan/ Sumedang (2010) *) Ya semua tingkatan*)
desa (aparat desa) dan kecamatan (FDM) )*)
Desa sd forum
SKPD*)
Boyolali Ya semua tingkatan desa (KPMD) dan desa
Boyolali (2006)
Ya semua tingkatan desa (KPMD) dan kecamatan (BKAD/FK) desa Gunung Kidul (2010) Ya desa dan kecamatan desa (KPMD) dan kecamatan (Sie Desa dan kecamatan*) PMD/Setrawan) Ngada (2006) Ya desa dan kecamatan desa (KPMD) dan kecamatan (setrawan) desa Tapin (2007)
Ya desa dan kec. tahun 2011
desa (KPMD dan aparat desa).
desa
Batangharig Ya desa dan kec. desa (KPMD dan desa
(2007) tahun 2011
(
aparat desa).
Catatan:
• *) Sudah ada sebelum P2SPP
Perbandingan Perencanaan Partisipatif di 6 Kabupaen Setelah Mendapatkan Intervensi dari P2SPP
Proposal kegiatan hasil musrenbang didanai*)
Advokasi kebijakan u/alokasi anggaran
Kerangka hukum musrenbang/PPD Partisipatif
Sumedangg Ya *) FDM dan LSM*) Perda No. 1/2007 *) dan Petunjuk
(2010) *)
) ) ) j
musrenbang integrasi oleh Bappeda
Boyolali (2006)
Tidak
(Total usulan untuk APBD II 408 d i
Kegiatan lokakaya dengan DPRD tidak
j di j k
Pedum Musrenbang integrasi oleh Bapermaskin APBD II 408 m dari diskresi 103m) jadi rujukan Gunung Kidul (2010)
tidak Tidak ada Pedum Musrenbang integrasi oleh
Setda
Kidul (2010) Setda
Ngada (2006)
tidak Perda 12/2010 dan
Perda 13/2010
Perda No. 13/2010, Perda No.
12/2010 dan Pedum Musrenbang integrasi
Tapin (2007)
tidak Mendorong raperda
Perencanaan dan Pembangunan desa Pedum PPP oleh BPMPD h i id k b 6/2011 d b b d Batanghari (2007) tidak Perbup 6/2011 bantuan keuangan desa (ADD)
Pedum Musrenbang Kabupaten dan Pedoman Forum SKPD oleh Bappeda
Catatan:
Pengintegrasian Perencanaan dan Penganggaran di
Tingkat
Desa
dan Kecamatan
• RPJMDesa bersifat ‘inward looking’
• Tidak ada dokumen pendukung perencanaan (RPJMD dan Renstra SKPD) di tingkat kecamatan
• Setrawan dan BKAD dianggap sebagai komponen proyek
• PNPM‐MP dan PNPM‐P2SPP mengikuti siklus musrenbang
kecamatan dengan penambahan kegiatan lain di luar Musrenbang kecamatan dengan penambahan kegiatan lain di luar Musrenbang
• Pagu indikatif di tingkat kecamatan (PIK) di satu sisi telah
mendorong masyarakat lebih semangat menghadiri Musrenbang mendorong masyarakat lebih semangat menghadiri Musrenbang
dan di sisi lain telah melahirkan usulan yang lebih rasional dan dapat lebih masuk akal bagi SKPD
Pengintegrasian Prioritas Desa dengan Perencanaan
Program
SKPD
• Di hampir semua kabupaten, setrawan kabupaten tidak berhasil menjembatani prioritas desa dengan SKPD;
menjembatani prioritas desa dengan SKPD;
• Dalam perencanaan reguler pengintegrasian vertikal terjadi dalam forum SKPD;
• Selain musrenbang, di seluruh kabupaten tidak ada mekanisme terlembaga untuk dialog komunitas desa dengan SKPD;
• P2SPP telah mendorong komunikasi atau bahkan kerja sama antaraP2SPP telah mendorong komunikasi atau bahkan kerja sama antara BPMPD dengan Bappeda dalam pelatihan dan penyelenggaraan Musrenbang;
H ti k b t l k di l d DPRD
• Hanya tiga kabupaten yang menyelenggarakan dialog dengan DPRD (DPRD lebih memanfaatkan mekanisme yang ada pada mereka)
• Peran TAPD dan Banggar DPRD menentukan batasan prioritas desa diakomodasi oleh SKPD.
Pelayanan Publik
• Dampak P2SPP terhadap pelayanan publik lebih kerena
• Dampak P2SPP terhadap pelayanan publik lebih kerena implikasi alokasi BLM ketimbang mempengaruhi langsung APBD.
B l li D l P b PAUD l k P2SPP di k i
– Boyolali: Dalam Pembangunan PAUD, pelaku P2SPP diskusi dengan Dinas Pendidikan untuk berbagai peran (dukungan dinas pendidikan untuk pendanaan operasinal belajar
j ) mengajar).
– Biaya pemeliharaan infrastruktur yang dibangun dengan BLM menjadi issue di seluruh kabupaten studi.
• Advokasi kebijakan telah mendorong komitmen yang lebih baik untuk melakukan inovasi dan melaksanakannya
– Perda 12/2010 dan 13/2010 di Ngada
• Kekecewaan masyarakat terobati karena adanya tambahan BLM P2SPP (adanya “substitution effect”)
BLM P2SPP (adanya substitution effect )
Identifikasi Praktek Baik P2SPP
di Lokasi Studi
Kabupaten Praktek Baik Faktor Pengaruh
Sumedang • Inisiatif dan ‘lead’ musrenbang integrasi oleh Bappeda
• PIK menjamin hasil musrenbang diadopsi APBD
• FDM LSM dan media lokal aktif melakukan
• Bappeda memiliki inisiatif, kapasitas dan pengaruh • LSM Lokal yang aktif dalam
advokasi anggaran dan • FDM, LSM dan media lokal aktif melakukan
advokasi anggaran
• TAPD lebih berfungsi administrasi ketimbang alokasi
advokasi anggaran dan terhubung denganjaringan nasional
• Jaringan kerja aktivis • Banggar DPRD lebih terbuka dalam pembahasan
anggaran
• Kriteria P2SPP memperkuat musrenbang kecamatan
komunitas, LSM Kabupaten,
DPRD telah terbentuk kecamatan.
Boyolali • BKAD dan Forum Komunikasi BKAD aktif dalam musrenbang dan pembangunan pedesaan
• RBM (Ruang Belajar Masyarakat) aktif dalam
• Program telah berjalan lama
• Ada champion di
g j y
advokasi kebijakan
• Kriteria P2SPP memperkuat musrenbang kecamatan
p
masyarakat yang mau volunteer untuk BKAD
Gunung Kidul
• Pemerintahan desa aktif di dalam menyusun RPJMDes dan PNPM‐MP/P2SPP.
Pemerintahan desa kuat
Identifikasi Praktek Baik P2SPP
di Lokasi Studi
Kabupaten Praktek Baik Faktor Pengaruh
Ngada • TPK dan BLM diadopsi oleh kegiatan APBD. • Koordinator setrawan berasal Bappeda.
• Setrawan kabupaten dapat berfungsi sebagai fasilitator jaringan multipihak pelaku
• Karakter masyarakat masih sering ngumpul
• Lebih dari 50% anggota DPRD
berasal dari LSM mantan fasilitator jaringan multipihak, pelaku
advokasi, dan tim pelatih kabupaten.
• Setrawan kecamatan dapat berfungsi sebagai fasilitator musrenbangcam, pelatih TPM, dan
berasal dari LSM, mantan Fasilitator PNPM, dan aktivis Pembangunan desa.
• Pemerintah daerah lebih pendamping desa.
• Berhasil melakukan advokasi perda
terbuka.
• Ada program IST (internal
service training).
• Tim Kabupaten (SetrawanTim Kabupaten (Setrawan,
FasKab, BPMPD solid dan aktif)
Batanghari • Pendampingan yang intensif terhadap dana BLM P2SPP oleh setrawan kecamatan dan
• KDH menjamin setrawan tidak dimutasi
BLM P2SPP oleh setrawan kecamatan dan kabupaten
• Komitmen setrawan kabupaten untuk tidak mutasi
dimutasi.
• Ada aktor kuat yang masuk dalam kepemimpinan BKAD. • BKAD membentuk warung informasi
(jaringan BKAD)
Pembelajaran
• ‘Proyek’ yang diluar sistem tidak akan efektif dalam transformasi kelembagaan
S lit d f i jik P d /PNS tid k
• Sulit mendorong reformasi jika Pemda/PNS tidak merasa punya insitif/dapat keuntungan dari perubahan tersebut
• Tapi perubahan dapat terjadi jika:Tapi perubahan dapat terjadi jika:
– Ada jaringan kerja (BKAD, LSM dan PNS) dan champion yang bekerja untuk perubahan kelembagaan
BKAD atau lembaga lain diisi oleh individu yang punya posisi tawar tinggi – BKAD –atau lembaga lain‐ diisi oleh individu yang punya posisi tawar tinggi – Peningkatan kapasitas melekat pada struktur pemerintah dan berkelanjutan – Aktor pendorong perencanaan partisipatif di pemerintahan (setrawan)
melekat pada tupoksi lembaga tempat dia bekerja
– Ada kekuatan politik yang mendukung refomasi kelembagaan
– Ada transparansi informasi dan kontrol masyarakat sampai ke tingkatp y p g pengambilan keputusan di tinggkat desa dan kabupaten
Rekomendasi
Pengintegrasian di
Tingkat
Desa
(Integrasi
Horizontal)
• Memperbesar dan mengkonsolidasi sumber‐sumber keuangan
untuk pembangunan desa ke dalam APBDesa untuk pembangunan desa ke dalam APBDesa
• Desa mengadopsi fungsi‐fungsi kelembagaan PNPM/P2SPP yang
terbukti baik ke dalam proses pemerintahan desa (Tim Verifikasi
terbukti baik ke dalam proses pemerintahan desa (Tim Verifikasi,
TPK, Mekanisme pertanggungjawaban, Tim Pendamping)
• Camat perlu membentuk kelompok tugas yang berfungsi untukCamat perlu membentuk kelompok tugas yang berfungsi untuk
menyediakan dokumen pendukung perencanaan desa, pelatihan
dan pendampingan
• Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan asset
dan sumber daya lokal sebagai modal pembangunan.
Integrasi
Musrenbang
• Daerah perlu menerapkan PIK dan rencana pembangunan
wilayah kecamatan.
• Informasi rencana pembangunan di wilayah kecamatan perlu
• Informasi rencana pembangunan di wilayah kecamatan perlu
diketahui sebelum musrenbang.
• Fasilitator dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hasil diskusi
musrenbang –hasil penelitian menunjukkan fasilitator
berpengaruh pada hasil musrenbang.
• Pengembangan program pelatihan, penguatan danPengembangan program pelatihan, penguatan dan pendampingan kapasitas fasilitator perencanaan dan
penganggaran yang berkelanjutan
• Fungsi setrawan kecamatan melekat pada kasie PMD
• Fungsi setrawan kecamatan melekat pada kasie PMD
kecamatan dan fungsi setrawan kabupaten melekat pada Kasie
Perencanaan SKPD.
M k t k t l k t i k ti k t
• Memperkuat kontrol masyarakat sampai ke tingkat
pengambilan keputusan alokasi APBD.
Saluran Prioritas Komunitas ke Pemda
•
UPTD
&
Unit
pelayanan dapat langsung berdialog
dengan komunitas sebagai mekanisme konsultasi dalam
R
t
d
R
j SKPD (PP 8/2008)
t
menyusun Renstra dan Renja
SKPD
(PP
8/2008)
serta
standard
pelayanan
BKAD d
t j
dif
ik
j di
•
BKAD
dapat juga difungsikan menjadi:
– penghubung dialog antara SKPD dengan komunitas dan kelompok fungsional di pedesaan
kelompok fungsional di pedesaan.
– pusat komunitas untuk monitoring unit pelayanan SKPD
(akuntabilitas publik di tingkat bawah) (akuntabilitas publik di tingkat bawah)