• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKU

ASERTIF PADA REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Francisca Okvi Widyaningrum 099114022

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Berusaha Dengan Maksimal, Berdoa,

Dan Tuhan Akan Memberikan Segala Hal

Indah Pada Waktunya

Francisca Okvi W.

“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,

maka terlak

sanalah semua rencanamu”

Amsal 16:3

“Impossible means I’m Possible!”

anonymous

Do The Best and Let God Do The Rest

(5)

v

SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN KEPADA

TUHAN YESUS YANG SELALU MENDAMPINGI DAN

MEMBANTU SAYA DALAM SETIAP PROSESNYA,

BAPAK DAN IBUK SAYA TERCINTA,

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DAN PERILAKUASERTIF PADA REMAJA AKHIR

Francisca Okvi Widyaningrum

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Penelitian ini menggunakan 170 subjek dengan rentang usia 17-21 tahun yang masuk dalam kategori remaja akhir. Hipotesis dalam penelitian ini terdapat hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala Likert yang meliputi skala kecerdasan emosi dan skala perilaku asertif. Koefisien reliabilitas dari skala kecerdasan emosi adalah 0.920 dan koefisien reliabilitas pada skala perilaku asertif adalah 0.927. Jumlah item yang lolos seleksi pada skala kecerdasan emosi adalah 53, sedangkan pada skala perilaku asertif terdapat 51 item yang lolos seleksi. Penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment. Koefisien korelasi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0.769 dengan probabilitas 0.000 (p<0.01). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki remaja akhir maka akan semakin tinggi pula perilaku asertif yang dimiliki, begitu juga dengan sebaliknya.

(8)

viii

RELATION OF EMOTIONAL INTELLIGENCE AND ASSERTIVE BEHAVIOR TO LATE ADOLESCENCE

Francisca Okvi Widyaningrum

ABSTRACT

This research aimed to know the positive relation between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. This research involved 170 subjects; there were 17-21 years old adolescence which categorized as late adolescence. The researcher proposed a hypothesis that there were relations between emotional intelligence and assertive behavior to late adolescence. The instruments used were Likert scale that included emotional intelligence scale and assertive behavior scale. The reliability coefficient of the emotional intelligence scale was 0.920 and assertive behavior’s reliability coefficient was 0.927. The emotional intelligence scale consists of 53 good items, whereas assertive behavior scale consists of 51 good items. The research used Product Moment correlation technique. Coefficient correlation (r) obtained in this study was 0.796 with probability by 0.000 (p<0.01). The result of this research showed that emotional intelligence had relations with assertive behavior for late adolescence. The researcher concluded that high emotional intelligence came high assertive behavior or vice versa.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus

atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis memohon maaf apabila masih terdapat

hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing skripsi saya bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si yang

dengan sabar selalu membimbing saya dalam pengerjaan skripsi ini. Terima

kasih pak atas segala bimbingan dan bantuan yang sudah banyak diberikan

kepada saya selama pengerjaan skripsi

4. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing akademik kelas A yang

telah banyak membantu saya selama proses kuliah berlangsung

5. Terima kasih saya ucapkan untuk dosen penguji saya ibu Ratri Sunar Astuti,

M.Si dan ibu Debri Pristinella, M.Si yang telah memberi masukan dalam

skripsi saya.

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas semua ilmu dan

pengalaman yang diberikan serta dibagikan kepada saya selama

(11)

xi

7. Terima kasih sebesar-besarnya untuk Bapak dan Ibuk saya yang selalu

mendukung, mendoakan dan membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini.

Bapak Ibuk saya yang tiada henti menanyakan kapan skripsi saya akan

selesai. Terima kasih sudah menjadi orang tua yang luar biasa sabar dan

menjadi panutan yang baik bagi saya. Orang tua yang selalu mengajarkan

saya untuk selalu membagikan kasih dan berbagi kepada orang lain. This is for you, my parents! I love you so much!

8. Satu-satunya kakak saya tersayang, mas Bowo yang sering menanyakan

progres skripsi saya. Terima kasih selalu menjadi kakak yang super sekali

buat saya. Kakak yang selalu mengajarkan saya untuk tetap rendah hati dan

selalu bekerja keras. Kelak saya akan sukses seperti yang selalu kita obrolkan

mas! hehe You’re the best brother ever! Thanks a bunch.. hugs!

9. Teman-teman sepermainan saya yang terdekat selama di Jogja: Brigit,

Manik, Mery, Vivin, Fheny dan Jeanet. Terima kasih untuk semangat, doa

dan bantuannya selama ini. Teman-teman yang selalu menjadi tempat saya

berkeluh kesah selama di Jogja. Semua kebersamaan kita ini akan selalu saya

kenang. Kelak kita kan bertemu lagi disaat kita semua sudah jauh lebih

sukses. I will miss you all, ciwik-ciwik! Hugs!

10.Teman-teman yang memberikan banyak pelajaran bagi diri saya pribadi:

Andreana Savany, Tofan Gustyawan, Martha Hesty, Gracia Hoyi, Albertus

Agung Catur Sunu, David Widyantoro, Debora Ratri dan masih banyak lagi.

(12)

xii

tangguh dalam menjalani kehidupan ini. Terima kasih banyak untuk semua

hal yang sudah dibagikan kepada saya. 

11.Seluruh penghuni kos Ceria, terimakasih sudah sering menghibur saya dikala

jatuh bangun galau kehidupan di Jogja, hehe. Saya akan rindu sekali untuk

“nggosip” dan berbagi cerita sampai larut malam disana. Buat saya Ceria dan

isinya bukan hanya sebuah Rumah tapi juga Keluarga kedua saya.

Maturnuwun sanget!

12.Seluruh teman-teman saya di Staff PMB dan Humas Sanata Dharma,

especially staff angkatan 2012 : Yuan, Oscar, Putra, Eka, Leza, Harni, Bayu

dan lain-lain. Saya belajar banyak selama di Humas bagaimana cara bersikap

professional saat bekerja. Terima kasih untuk semua pengalaman yang

dibagikan.

13.Teman-teman Staff PPKM 1 2012 dan 2013. Kalian adalah keluarga yang

menyenangkan sekaligus partner kerja yang sangat baik. Kalian selalu hebat

di mata saya. Tetap Rendah Hati karena kita Luar Biasa!

14.Seluruh teman-teman Psikologi Sanata Dharma angkatan 2009. Spesial untuk

teman-teman kelas A, Angel, Lana, Leza, Odil, Wayan, Leo, Adi, Samira,

Tata dan masih banyak lagi. Kesuksesan kita ada di depan mata. Semangat!

Tuhan memberkati selalu.

15.Terima kasih untuk Adrian Adendrata yang menjadi salah satu motivasi saya.

Seseorang yang selalu saya kagumi dalam segala hal. Seseorang yang selalu

(13)

xiii

Kiranya Tuhan Yesus yang akan membalas dan memberi berkat kepada

semua orang yang membantu saya selama proses penyusunan skripsi ini.

Terima kasih untuk segalanya.

Penulis

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... . i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ..ix

KATA PENGANTAR ... ..x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

1. Teoritis ... 7

(15)

xv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Perilaku Asertif ... 9

1. Definisi Perilaku Asertif ... 9

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif ... 11

3. Aspek-aspek Perilaku Asertif ... 13

4. Penghalang Individu Berperilaku Asertif ... 16

B. Kecerdasan Emosi ... 16

1. Definisi Kecerdasan Emosi ... 16

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ... 18

C. Remaja Akhir... 20

D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif ... 22

E. Hipotesis ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Identifikasi Variabel ... 26

C. Definisi Operasional ... 26

1. Kecerdasan Emosi ... 26

2. Perilaku Asertif ... 27

D. Subjek Penelitian ... 28

E. Metode Pengambilan Sampel ... 28

F. Metode Pengumpulan Data ... 29

1. Skala Kecerdasan Emosi ... 30

(16)

xvi

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 33

1. Validitas Skala ... 33

2. Seleksi Item ... 34

3. Reliabilitas ... 37

H. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Pelaksanaan Penelitian ... 39

B. Deskripsi Subjek ... 40

C. Hasil Penelitian ... 41

1. Uji Normalitas ... 41

2. Uji Linearitas ... 42

3. Uji Hipotesis ... 43

4. Analisis Data Tambahan ... 45

D. Pembahasan ... 49

E. Keterbatasan Penelitian ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

1. Bagi Subjek Penelitian Remaja Akhir ... 54

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ... 30

Tabel 2. Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi ... 31

Tabel 3. Blue Print Skala Perilaku Asertif ... 32

Tabel 4. Pemberian Skor Skala Perilaku Asertif ... 32

Tabel 5. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi ... 35

Tabel 6. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif ... 36

Tabel 7. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Rentang Usia ... 41

Tabel 8. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 41

Tabel 9. Haisil Uji Normalitas ... 42

Tabel 10. Hasil Uji Linearitas ... 43

Tabel 11. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ... 43

Tabel 12. Hasil Uji Hipotesis ... 44

Tabel 13. Hasil Sumbangan Variabel Kecerdasan Emosi ... 44

Tabel 14. Rumus Norma Kategorisasi ... 45

Tabel 15. Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Pelajar ... 45

Tabel 16. Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Emosi pada Pelajar ... 45

Tabel 17. Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Pelajar ... 46

Tabel 18. Deskripsi Mean dan SD pada Subjek Mahasiswa ... 47

(18)

xviii

Tabel 20. Kategorisasi Tingkat Perilaku Asertif pada Mahasiswa ... 48

Tabel 21. Deskripsi Statistik Kecerdasan Emosi ... 48

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 BLUE PRINT SKALA KECERDASAN EMOSI ... 59

LAMPIRAN 2 BLUEPRINT SKALA PERILAKU ASERTIF ... 64

LAMPIRAN 3 SKALA UJI COBA ... 69

LAMPIRAN 4 RELIABILITAS SKALA ... 84

LAMPIRAN 5 SKALAPENELITIAN ... 90

LAMPIRAN 6 UJI ASUMSI ... 103

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini terdapat banyak fenomena mengenai perilaku remaja akhir

ketika berhubungan dengan orang lain dalam lingkungan sosial. Fenomena

yang terjadi pada remaja akhir di Indonesia cenderung mengarah kepada

fenomena yang berhubungan dengan emosi yang berperan ketika remaja

melakukan suatu perilaku dalam berinteraksi dengan orang lain.

Sebagai contoh dalam sebuah artikel konsultasi psikologi sebuah

majalah diceritakan seorang remaja yang merasa kesulitan untuk

mengungkapkan apa yang dia rasakan. Remaja tersebut menuturkan bahwa

sebenarnya dirinya adalah orang yang ekspresif dan meledak-ledak, namun

saat ini ia hanya dapat memendam perasaan dan memilih untuk diam ketika

menghadapi suatu masalah. Hal ini menyebabkan dirinya merasa tidak

nyaman akibat memendam emosi yang sedang dia rasakan (Reina, Femina

no:43/XL, 2012).

Terdapat juga artikel konsultasi psikologi lain yang menceritakan

pengalaman seseorang yang merasa kesulitan untuk menolak permintaan

orang lain. Orang tersebut sangat sulit mengatakan tidak dan cenderung untuk

menuruti apa yang diminta orang lain. Hal tersebut sering ia lakukan

walaupun permintaan orang lain tersebut merepotkan dan belum tentu dapat

(21)

Fenomena sosial lain mengenai perilaku remaja akhir ketika

berhubungan dengan orang lain juga terlihat pada perilaku siswa-siwa SMA di

Indonesia. Beberapa waktu yang lalu muncul berita di televisi maupun media

massa lainnya yang menyebutkan bahwa di Indonesia marak terjadi tawuran

yang dilakukan oleh pelajar SMA. Salah satu peristiwa tawuran yang menjadi

topik pembicaraan adalah tawuran antara pelajar SMA di Jakarta yaitu antara

pelajar SMA 70 dan pelajar SMA 6. Tawuran ini memberikan dampak negatif

bagi pelajar di Indonesia. Hal ini dikarenakan tawuran tersebut memakan 1

nyawa korban pelajar dari SMA 6 (http:megapolitan.kompas.com)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, 1995, tawuran didefinisikan

sebagai suatu perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai atau

perkelahian massal. Tawuran juga diartikan sebagai perkelahian massal antara

kelompok pelajar yang biasanya laki-laki yang merupakan suatu perilaku

kekerasan (Mansoer, dalam Fakhrurrozi, 2012). Terdapat sebuah penelitian

yang menjelaskan bahwa perilaku tawuran dipengaruhi oleh perilaku agresif

yang dimiliki remaja ketika menghadapi suatu masalah (Oesman, 2010).

Remaja yang memiliki perilaku agresif cenderung mendominasi orang lain

dan kurang memiliki perilaku asertif yang merupakan perilaku untuk mencari

solusi ketika menghadapi masalah (Hidayat & Lyrawati, 2008). Remaja

tersebut memutuskan untuk melakukan tawuran dalam menyelesaikan

masalahnya.

Terdapat penelitian lain yang menjelaskan beberapa tahun

(22)

mereka. Hal tersebut membuat mereka kehilangan kontrol dan membuat

mereka terlibat dalam sebuah tawuran. Penelitian ini menjelaskan bahwa

perilaku tawuran yang terjadi pada remaja juga berhubungan dengan

kemampuan remaja dalam mengelola emosi (Fakhrurrrozi,2012).

Fenomena-fenomena tersebut memperlihatkan bahwa masih banyak

orang yang kurang memiliki kemampuan perilaku asertif. Fenomena pertama

dan kedua menjelaskan mengenai seseorang kesulitan untuk mengungkapkan

emosi yang dia rasakan maupun menolak permintaan orang lain. Hal tersebut

membuat individu merasa sangat tidak nyaman ketika harus menyimpan

perasaan tidak menyenangkan yang dia alami. Individu cenderung untuk

menahan apa yang dia rasakan, walaupun sebenarnya mereka merasa tidak

nyaman dengan apa yang dialami. Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan

bahwa masih terdapat individu yang kurang memiliki kemampuan asertif yaitu

tidak bisa mengungkapkan secara jujur apa yang dirasakan dan diinginkan.

Fenomena sosial mengenai tawuran menunjukkan bahwa remaja

pelaku tawuran kurang memiliki perilaku asertif. Mereka banyak melakukan

tawuran karena didominasi oleh perilaku agresi yang mereka miliki

(Fakhrurrrozi,2012). Remaja tersebut juga kurang memiliki kemampuan untuk

mengelola emosi secara lebih adaptif sehingga pada akhirnya mereka terlibat

dalam suatu tawuran. Di sisi lain, remaja yang melakukan perilaku tawuran

dipengaruhi oleh adanya solidaritas dengan kelompok (peer group) yang sama-sama kurang dapat mengelola emosi dalam menghadapi masalah. Saat

(23)

situasi saat menghadapi masalah membuat remaja dan kelompoknya

memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengan melakukan tawuran

(Oesman, 2010).

Perilaku asertif adalah perilaku untuk menjalin suatu hubungan yang

setara dengan orang lain. Dalam berhubungan individu diharapkan dapat

mengungkapkan dan mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang

diinginkan dan dirasakan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa mengganggu dan

menyakiti orang lain (Alberti dan Emmons, 1987). Selain itu, perilaku asertif

dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan

secara jelas dan mempertahankan hak-hak yang dimiliki dengan tegas (Cozby,

1983 dalam Nashori, 2000).

Perilaku asertif merupakan salah satu bagian dari kompetensi

interpersonal. Kompetensi interpersonal adalah kompetensi yang dibutuhkan

seseorang untuk melakukan suatu komunikasi yang efektif. Remaja sangat

membutuhkan kompetensi interpersonal. Mereka membutuhkan hubungan

dekat dengan orang lain terlebih lingkungan sosialnya. Remaja yang kurang

memiliki kompetensi interpersonal akan mengalami kesulitan untuk memiliki

kedekatan dengan orang lain. Hal ini membuat remaja tersebut hanya memiliki

sedikit teman. Ketika kompetensi interpersonal sulit dilakukan, maka remaja

juga akan mengalami kesulitan ketika beradaptasi dengan lingkungan

sekitarnya (Buhrmester, 1990).

Setiap individu khususnya remaja sangat penting untuk memiliki

(24)

kebebasan untuk menunjukkan suatu perasaan positif bagi orang lain. Selain

itu perilaku asertif juga dapat membangun suatu komunikasi yang lebih positif

ketika berhubungan dengan orang lain (Alberti dan Emmons, 1987). Dengan

melakukan perilaku asertif, seseorang dapat efektif dalam menyelesaikan

masalah yang berhubungan dengan hubungan interpersonal. Komunikasi

secara langsung dan terbuka yang merupakan bagian dari perilaku asertif

memungkinkan seseorang untuk menerima sebuah pesan tanpa gangguan. Hal

tersebut sangat penting dilakukan untuk memelihara hubungan interpersonal

dalam lingkungan sosial (Pipas dan Jaradat 2010).

Semua fenomena sosial yang sudah dijelaskan menunjukkan bahwa

emosi selalu memiliki peran ketika seseorang melakukan suatu perilaku

termasuk ketika seseorang melakukan suatu perilaku asertif. Penjelasan ini

didukung oleh hasil penelitian yang menjelasakan bahwa salah satu hal yang

berkontribusi pada perilaku asertif adalah kecerdasan emosi (Akbari dan

Lengkong,2012).

Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk dapat

mengetahui apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Selain itu kemampuan ini

juga membantu individu untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri

dan orang lain (Goleman, 1999). Kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai

suatu kemampuan individu dalam memproses informasi yang berhubungan

dengan emosi secara akurat dan efisien. Individu yang memiliki kecerdasan

emosi memiliki kemampuan untuk mengerti, memahami dan meregulasi

(25)

Salovey, 1997 ; Mayer & Salovey, 1990; Schutee, 1998 dalam Schutte, N.S.,

Malouff, J.M., Bobik, Chad., Coston, T.D., Greeson, Cyndy., Jedlica,

Christina., Rhodes, Emily & Wendorf, Greta , 2001).

Terdapat penelitian sebelumnya mengenai kecerdasan emosi yang

bertujuan melihat kontribusi kecerdasan emosi terhadap perilaku asertif pada

remaja di SMP 1 Al-Ikhlas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 30,3% terhadap perilaku asertif

pada siswa SMP (Akbari dan Lengkong, 2012).

Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan dapat dilihat bahwa

terdapat dampak buruk bagi individu yang kurang memiliki perilaku asertif.

Individu yang kurang memiliki perilaku asertif kurang mampu untuk

mengekspresikan emosi dan perasaan yang sebenarnya mereka alami. Mereka

cenderung menahan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Fenomena mengenai remaja dalam melakukan perilaku ketika

berhubungan dengan lingkungan sosial membuat peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai perilaku asertif pada remaja. Pada penelitian

ini perilaku asertif pada remaja akhir akan dikaitkan dengan kecerdasan

emosi. Peneliti ingin melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku

asertif pada remaja akhir.

Penelitian ini menggunakan subjek yang berbeda dari penelitian

sebelumnya. Subjek yang digunakan adalah individu yang berada pada tahap

perkembangan remaja akhir baik pelajar maupun mahasiswa. Hal ini

(26)

Tegangan emosi yang dialami pada tahap remaja akhir lebih kompleks dan

lebih sering terjadi dibandingkan remaja awal. Dibandingkan masa remaja

awal, remaja akhir banyak mengalami masalah yang berhubungan dengan

orang lain seperti masalah adaptasi dengan lingkungan sosial maupun dengan

pasangan (Hurlock, 1957).

Emosi yang muncul pada remaja akhir adalah emosi yang cenderung

negatif seperti marah, cemburu, perasaan takut, khawatir dan lain-lain. Selain

itu remaja akhir sering dihadapkan pada masalah-masalah yang berhubungan

dengan perasaan dan emosi yang menuntut mereka untuk dapat

menyelesaikannya secara efektif (Santrock, 2007). Metode analisis data yang

digunakan pada penelitian ini juga berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu

dengan menggunakan teknik analisis data product moment.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dan perilaku

asertif pada remaja akhir.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kecerdasan

emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

(27)

sosial. Khususnya terkait dengan pengetahuan menngenai hubungan

kecerdasan emosi dengan perilaku asertif yang terjadi pada remaja akhir

2. Praktis

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan

pengetahuan kepada subjek penelitian remaja akhir baik pada pelajar

maupun mahasiswa dengan memiliki kemampuan meregulasi emosi dan

berperilaku asertif, remaja akhir dapat membentuk hubungan interpersonal

yang baik dalam lingkungan sosial. Penelitian ini juga dapat memberikan

informasi mengenai tingkat kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada

(28)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Asertif

1. Definisi Perilaku Asertif

Setiap individu memerlukan kemampuan untuk dapat mengatasi

setiap permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Individu memerlukan

suatu kemampuan untuk dapat berperilaku secara jujur sesuai dengan apa

yang dialami dan dirasakan. Untuk dapat melakukan hal tersebut mereka

membutuhkan suatu kemampuan berperilaku asertif.

Pengertian perilaku asertif adalah perilaku untuk menjalin suatu

hubungan yang setara dengan orang lain. Dalam berhubungan dengan

orang lain, individu diharapkan dapat mengungkapkan dan

mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan

dirasakan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa mengganggu atau merugikan

orang lain (Alberti dan Emmons, 1987).

Selain itu perilaku asertif didefinisikan sebagai kemampuan

untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan

mempertahankan hak-hak yang dimiliki dengan tegas (Cozby, 1983 dalam

Nashori 2000). Individu yang melakukan perilaku asertif akan

mengekspresikan perasaan yang dialami tanpa suatu paksaan. Perilaku ini

juga dilakukan tanpa tanpa menyakiti dan melanggar hak-hak orang lain

(29)

Perilaku asertif juga merupakan suatu kemampuan individu

untuk berkomunikasi dengan jelas dan spesifik, sekaligus peka terhadap

kebutuhan yang dimiliki oleh orang lain. Individu yang melakukan

perilaku ini memiliki kepekaan akan reaksi yang mungkin muncul dalam

suatu peristiwa. Individu yang memiliki perilaku ini berani untuk memiliki

pendapat yang berbeda dan mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap

pendapat orang lain, namun juga tetap menghormati pendapat yang

disampaikan orang lain (Stein dan Bokk, 2000).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku

asertif merupakan perilaku individu untuk mengungkapkan perasaan

secara jujur. Pengungkapan perasaan secara jujur ini dilakukan secara

tegas dan dilandasi oleh hak-hak yang dimiliki. Individu yang memiliki

kemampuan asertif juga memiliki kepekaan terhadap kebutuhan dan

perilaku yang mungkin akan muncul dalam suatu peristiwa. Individu

tersebut juga mengetahui bahwa yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan

pribadinya dan merupakan keinginan dirinya sendiri. Selain itu perilaku

asertif mendorong seseorang untuk berani memiliki pendapat yang

berbeda dari orang lain. Perilaku asertif ini dilakukan tanpa menyakiti dan

(30)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif menurut

Rathus dan Nevid (1983) dalam Rosita (2010) antara lain :

a. Jenis kelamin

Pada umumnya perempuan lebih sulit untuk melakukan

perilaku asertif. Perbedaan ini terlihat ketika perempuan merasa lebih

sulit mengungkapkan perasaan secara jujur dibanding laki-laki.

Sedangkan laki-laki memiliki sikap-sikap yang maskulin , yaitu kuat,

asertif, kompetitif dan ambisius.

b. Harga diri

Keyakinan seseorang dapat memiliki pengaruh terhadap

penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar. Individu yang memiliki

keyakinan atau kepercayaan diri yang positif cenderung mampu untuk

mengungkapkan pendapat dan perasaan terhadap orang lain secara

jujur.

c. Kebudayaan

Setiap kebudayaan memiliki aturan dan batasan-batasan yang

berbeda-beda dalam melakukan suatu perilaku.. Batas-batas perilaku

yang ada sesuai dengan usia, jenis kelamin dan status sosial seseorang

dalam lingkungan. Perbedaan ini akan mempengaruhi seseorang untuk

dapat berperilaku asertif.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (1987) dalam

(31)

adanya perbedaan mengenai perilaku asertif yang dilakukan.

Mahasiswa Batak lebih asertif dibandingkan mahasiswa Jawa. Hal

tersebut bisa dilihat sebagai salah satu faktor bahwa budaya

mempengaruhi seseorang untuk berperilaku asertif.

d. Tingkat pendidikan

Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat

memiliki pola berpikir yang luas. Hal ini membuat individu tersebut

memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan memiliki sikap

yang lebih terbuka.

e. Tipe kepribadian

Respon individu ketika menghadapi masalah akan selalu

berbeda. Hal ini dapat terjadi karena respon individu tersebut dapat

dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki. Sebagai contoh

terdapat orang yang memiliki tipe kepribadian introvert. Individu tersebut cenderung pasif dan sulit untuk berinteraksi dengan orang

lain. Hal ini membuat individu juga sulit untuk bersikap terbuka

ketika berinteraksi dengan orang baru.

f. Situasi lingkungan sekitar

Individu dalam berperilaku juga dipengaruhi oleh keadaan

suatu lingkungan tertentu. Hal tersebut yang akan mempengaruhi

individu untuk dapat berperilaku terbuka atau menahan perasaan yang

(32)

g. Kecerdasan Emosi

Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Akbari dan

Lengkong, 2012 yang bertujuan untuk melihat kontribusi kecerdasan

emosi terhadap perilaku asertif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa kecerdasan emosi memberi sumbangan sebesar 30,3% terhadap

perilaku asertif.

3. Aspek-aspek Perilaku Asertif

Perilaku asertif memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut

merupakan hal-hal yang terkandung dalam perilaku asertif. Berikut ini

adalah beberapa aspek perilaku asertif yang diungkapkan oleh Alberti dan

Emmons, 1987 antara lain :

a. Mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal

Perilaku ini bertujuan untuk mendapatkan suatu

keseimbangan dalam melakukan hubungan interpersonal. Individu

diharapkan untuk memperoleh perlakuan yang sama tanpa merasa

dirugikan satu sama lain. Individu yang memiliki perilaku asertif

memahami bahwa setiap manusia memiliki persamaan derajat dalam

berinteraksi dengan orang lain. Ketika melakukan hubungan

interpersonal diharapkan individu tidak ada yang merasa dirugikan,

(33)

b. Bertindak sesuai dengan kepentingan dan minat

Kemampuan untuk membuat keputusan pribadi mengenai

karir, hubungan dengan orang lain, gaya hidup dan manajemen

waktu. Perilaku ini bertujuan untuk mencapai tujuan hidup yang

diinginkan dengan motivasi yang dimiliki oleh individu. Individu

yang memiliki perilaku asertif bertindak sesuai dengan hal yang

diminati. Individu dapat menentukan arah hidupnya sesuai dengan

dirinya sendiri. Selain itu kemampuan ini juga membuat individu

untuk berani secara jujur meminta bantuan kepada orang lain ketika

membutuhkan bantuan.

c. Mampu mempertahankan hak-hak pribadi

Kemampuan ini meliputi keberanian seseorang untuk

mengucapkan kata tidak atau menolak pada hal yang tidak sesuai

dengan keinginannya. Individu mampu untuk mempertahankan

hak-hak mereka tanpa melanggar hak-hak dan kebutuhan orang lain (Adams,

1995). Selain itu individu yang memiliki kemampuan ini dapat

menanggapi suatu kritik tanpa menggunakan emosi negatif seperti

marah. Kemampuan ini juga digunakan seseorang untuk

mempertahankan suatu pendapat yang diungkapkan.

d. Mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman

Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan yang

sedang dialami secara terbuka baik perasaan negatif atau perasaan

(34)

mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya terhadap

orang lain secara terbuka (Corey, 2007). Hal-hal yang diungkapkan

dapat meliputi seluruh isi pikiran, perasaan serta kebutuhan yang

terdapat pada dirinya sendiri. Perilaku ini dilakukan secara spontan,

tanpa perasaan cemas, ragu-ragu maupun perasaan takut.

e. Tidak menghalangi hak-hak orang lain

Kemampuan ini dilakukan untuk mengungkapkan suatu

ekspresi tanpa memberikan kritik yang tidak adil pada orang lain.

Dalam berhubungan dengan orang lain individu menghindari

perilaku yang menyakiti dan mengintimidasi orang lain. Individu

yang memiliki kemampuan ini mengetahui bahwa setiap individu

memiliki kesempatan yang sama dalam mengungkapkan

pendapatnya. Mereka menghargai setiap individu dengan segala hak

dan pendapatnya masing-masing.

Dengan demikian perilaku asertif memiliki beberapa aspek.

Aspek tersebut antara lain adalah mendukung kesetaraan dalam hubungan

interpersonal, bertindak sesuai kepentingan dan minat serta mampu

mempertahankan hak-hak pribadi. Selain itu terdapat juga aspek

mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman dan tidak

(35)

4. Penghalang Individu Berperilaku Asertif

Menurut Alberti dan Emmons, 1987, terdapat beberapa hal yang

menjadi penghalang seseorang kurang memiliki perilaku asertif, yaitu :

a. Banyak orang yang kurang menganggap bahwa berperilaku asertif

merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan.

b. Banyak orang yang memiliki kecemasan dan ketakutan yang tinggi

untuk bertindak asertif

c. Individu memiliki kemampuan yang kurang dalam mengekspresikan

diri.

B. Kecerdasan Emosi

1. Definisi Kecerdasan Emosi

Kecerdasan manusia banyak dilihat dari beberapa bagian.

Beberapa ahli psikologi pada era 1980 mengungkapkan bahwa ada

beberapa macam kecerdasan yang dimiliki seorang individu (Sternberg,

1985 dalam Weiner dan Craighead 2010). Salah satu kecerdasan yang

dimiliki individu adalah kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi adalah

kemampuan seseorang untuk dapat mengetahui apa yang sedang terjadi

dalam dirinya. Selain itu kemampuan ini juga membantu individu untuk

mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan saat berhubungan

dengan orang lain (Goleman, 1999).

Beberapa ahli seperti Schutte, Malouf, Bobik, Coston, Greeson,

Jedlica, Rhodes dan Wenrdorf (2001) mengemukakan bahwa individu

(36)

memahami dan meregulasi emosi secara adaptif baik pada diri sendiri

maupun orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kesatuan kemampuan

non kognitif, kompetensi dan keterampilan yang dapat berpengaruh pada

kemampuan untuk kesuksesan dalam menghadapi tuntutan serta tekanan

yang terdapat pada lingkungan sekitar (Bachrach, 2004). Kecerdasan

emosi bertujuan untuk menjaga hubungan dengan orang lain serta

mempromosikan pertumbuhan personal individu (Stys dan Brown, 2004;

Lynn, 2002).

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosi merupakan kemampuan non kognitif dalam mengelola

dan meregulasi emosi secara lebih adaptif baik pada diri sendiri maupun

ketika berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki

kemampuan kecerdasan emosi mampu untuk memahami dan mengerti

emosi yang sedang dialami. Kemampuan ini membantu individu untuk

dapat mengenali apa yang sedang dirasakan. Kecerdasan emosi bertujuan

(37)

2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek

tersebut membentuk seseorang untuk memiliki keterampilan kecerdasan

emosi dalam dirinya. Berikut ini adalah aspek-aspek yang diungkapkan

oleh Goleman, 1999 yaitu :

a. Kesadaran diri :

Kesadaran diri merupakan kemampuan seseorang untuk

mengetahui apa yang sedang dia rasakan. Selain itu individu yang

memiliki kesadaran diri juga dapat mengenali kelebihan maupun

kekurangan yang ada pada dirinya. Hal tersebut dapat digunakan

sebagai tolok ukur yang realistis terhadap diri sendiri. Kemampuan ini

digunakan untuk mengambil suatu keputusan. Individu yang memiliki

kesadaran diri juga memiliki kepercayaan diri yang besar.

Selain itu, kesadaran diri merupakan suatu komponen yang

membutuhkan penguasaan dalam mengelola emosi. Kesadaran diri

menuntut seseorang untuk dapat memahami dan memprediksi reaksi

emosi yang muncul dari situasi tertentu (Lynn, 2002).

b. Pengaturan diri

Kemampuan ini membantu individu dalam mengatasi emosi

supaya dapat berdampak positif bagi diri sendiri maupun orang lain.

Pengaturan diri dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu masalah.

Kemampuan ini membuat individu dapat mengendalikan emosi yang

(38)

seseorang untuk bisa berfikir sebelum melakukan tindakan dan peka

terhadap situasi yang ada. Selain itu individu yang memiliki

kemampuan ini dapat mengatasi tekanan emosi yang muncul dalam

dirinya. Emosi positif maupun emosi negatif yang muncul akan

disalurkan dengan cara yang lebih produktif (Lynn, 2002).

c. Motivasi diri

Motivasi diri merupakan kemampuan untuk mendorong diri

dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini memiliki

manfaat untuk mengambil inisiatif dalam bertindak. Individu yang

memiliki motivasi diri dapat melakukan suatu perilaku dengan lebih

efektif. Kemampuan ini juga membuat seseorang dapat mengatasi

kegagalan dalam dirinya. Kecemasan dan sikap frustasi juga dapat

diatasi jika individu tersebut memiliki motivasi diri yang baik.

d. Empati

Empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang

dirasakan oleh orang lain. Individu yang memiliki empati mampu

melihat suatu peristiwa dengan menggunakan perspektif orang lain.

Perilaku ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya ketika

berhubungan dengan orang lain. Empati melibatkan pemikiran kognitif

dan emosi. Selain itu, empati juga membutuhkan suatu logika dan

pemikiran tertentu ketika seseorang melihat suatu peristiwa dari sudut

(39)

e. Keterampilan sosial

Keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk dapat

mengendalikan emosi ketika berhubungan dengan orang lain.

Keterampilan ini dapat membuat individu mampu berinteraksi dengan

baik dan bersikap bijaksana ketika melakukan hubungan interpersonal

dalam lingkungan. Kemampuan ini juga mencakup kemampuan

individu untuk dapat mengatur suatu relasi yang baik dan membentuk

jaringan-jaringan sosial dengan lingkungan sekitar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi

memiliki beberapa aspek. Aspek tersebut antara lain kesadaran diri,

pengaturan diri, motivasi diri, empati dan ketrampilan sosial.

C. Remaja Akhir

Remaja merupakan suatu bagian dalam tahap perkembangan

manusia. Masa remaja didefinisikan sebagai masa transisi dari periode

anak-anak menuju periode dewasa. Masa ini ditandai dengan perubahan biologis,

lingkungan dan pengalaman berinteraksi dengan orang lain (Santrock, 2007).

Masa remaja dibagi menjadi 2 bagian, yaitu masa remaja awal dan masa

remaja akhir. Remaja awal meliputi rentang usia 13 sampai 16 tahun dan

remaja akhir meliputi rentang usia 17 sampai 21 tahun (Hurlock, 1957).

Sarwono (2007) mengungkapkan bahwa masa remaja akhir ditandai

dengan pencapaian lima hal, antara lain:

a. Remaja akhir memiliki minat yang lebih mantap terhadap fungsi-fungsi

(40)

b. Memiliki ego pada diri sendiri yang digunakan untuk dapat berhubungan

dengan dengan orang lain

c. Mengalami perubahan secara biologis dan memiliki identitas seksual yang

sudah tidak bisa berubah lagi

d. Sikap egosentrisme remaja yang memusatkan perhatian terhadap diri

sendiri sudah beralih menjadi keseimbangan antara kepentingan pribadi

dengan kepentingan orang lain

e. Remaja akhir sudah memiliki suatu pemisah antara diri pribadinya (private self) dengan masyarakat umum (the public).

Remaja juga erat kaitannya dengan munculnya perubahan emosi.

Remaja sering mengalami fluktuasi emosi atau emosi yang belum stabil dan

tidak menentu. Munculnya emosi pada remaja akhir berlangsung lebih sering

dibanding masa sebelumnya (Rosenblum & Lewis, 2003 dalam Santrock

2007). Masalah-masalah yang beragam yang belum pernah dialami

sebelumnya juga sering muncul pada masa ini. Masalah yang beragam

menuntut mereka untuk dapat menyelesaikannya dengan cara yang tepat.

Remaja cenderung untuk menggunakan emosi dalam menyelesaikan

suatu permasalahan. Namun masih banyak remaja yang kurang dapat

mengelola emosinya secara lebih efektif. Hal tersebut menyebabkan remaja

rentan untuk mengalami dampak negatif seperti depresi, perasaan marah,

kurang mampu meregulasi emosi dan pada akhirnya dampak tersebut dapat

memicu munculnya masalah-masalah lain di bidang akademis, lingkungan,

(41)

Pada masa remaja akhir banyak hal yang dialami remaja yang

berhubungan dengan emosi. Remaja akhir banyak mengalami tegangan emosi

dalam menjalani kehidupan. Tegangan emosi yang dialami pada tahap remaja

akhir lebih kompleks dan lebih sering terjadi dibandingkan remaja awal.

Dibandingkan masa remaja awal, remaja akhir banyak mengalami masalah

yang berhubungan dengan orang lain seperti masalah adaptasi dengan

lingkungan sosial maupun dengan pasangan (Hurlock, 1957).

Emosi-emosi yang muncul pada remaja akhir antara lain marah,

takut, khawatir, cemburu dan lain-lain. Emosi yang lebih banyak muncul pada

masa remaja akhir adalah marah. Remaja yang sedang mengalami sikap marah

disebabkan oleh kurangnya kemampuan mereka dalam mengungkapkan secara

jelas apa yang mereka rasakan kepada orang lain (Hurlock, 1957; Hurlock,

1973).

D. Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosi dan Perilaku Asertif

Salah satu hal yang berkontribusi pada perilaku asertif remaja adalah

kecerdasan emosi. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Akbari (2012)

mengenai kontribusi kecerdasan emosi terhadap perilaku asertif. Hasil

penelitian tersebut menjelaskan bahwa kecerdasan emosi memberi kontribusi

secara efektif sebesar 30,3% pada perilaku asertif pada siswa SMP Al-Azhar.

Masa remaja akhir merupakan masa yang penuh dengan gejolak

emosi. Pada masa ini, remaja sering mengalami fluktuasi emosi atau emosi

yang belum stabil dan tidak menentu. Munculnya emosi ini juga berlangsung

(42)

Santrock 2007). Masalah-masalah yang beragam yang belum pernah dialami

sebelumnya muncul pada masa remaja akhir. Masalah yang beragam menuntut

mereka untuk dapat menyelesaikannya dengan tepat. Dalam menghadapi

emosi yang muncul, remaja memerlukan kecerdasan emosi untuk membantu

mereka dalam menghadapi setiap permasalahan.

Kecerdasan emosi pada dasarnya membantu individu untuk

mengetahui apa yang sedang dialami dan dirasakan individu pada situasi

tertentu (Goleman, 1999). Ketika individu mengetahui apa yang sedang terjadi

pada dirinya, maka individu tersebut lebih mudah untuk menentukan perilaku

apa yang tepat untuk dilakukan pada situasi tertentu. Kemampuan untuk

melakukan suatu perilaku dan mengekspresikan perasaan secara terbuka

ketika menghadapi situasi tertentu merupakan bagian dari perilaku asertif

(Alberti dan Emmons, 1987).

Kecerdasan emosi membantu individu untuk dapat memelihara

hubungan interpersonal (Stys dan Brown, 2004; Lynn, 2002). Kemampuan

untuk memelihara hubungan interpersonal dengan baik juga membuat remaja

akhir dapat memiliki hubungan interpersonal yang seimbang dalam

lingkungan sosial karena tidak ada pihak yang akan dirugikan (Alberti dan

Emmons, 1987). Kedua variabel baik kecerdasan emosi maupun perilaku

asertif sama-sama bertujuan untuk membentuk suatu hubungan interpersonal

yang baik tanpa ada yang merasa dirugikan.

Remaja akhir yang memiliki kecerdasan emosi mampu

(43)

sekitarnya. Kecerdasan emosi membantu remaja akhir dalam mengolah dan

meregulasi emosi yang dimilikinya ketika menghadapi perubahan emosi yang

sering terjadi pada masa tersebut (Santrock, 2007). Ketika remaja dapat

meregulasi emosi yang dia alami remaja tersebut juga dapat mengungkapkan

emosi dan perasaan yang sedang dialami secara lebih jujur dan adaptif

sehingga tidak menyakiti hati dan merugikan orang lain (Alberti dan Emmons,

1987).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketika remaja akhir

memiliki kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik maka remaja akhir

juga memiliki kemampuan untuk dapat mengekspresikan emosinya secara

jujur dan lebih adaptif. Penjelasan tersebut juga menunjukkan bahwa remaja

akhir yang memiliki kecerdasan emosi dengan baik juga akan memiliki

perilaku asertif yang baik.

E. Hipotesis

Berdasarkan fenomena yang sudah dijelaskan, maka peneliti

memiliki hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara

(44)

Remaja Akhir Masa penuh gejolak emosi

Kererdasan emosi : kemampuan untuk kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.

Kecerdasan emosi tinggi : Remaja akhir mampu dengan baik untuk mengelola dan mengatasi emosi yang sedang muncul pada dirinya

Kecerdasan emosi rendah : Remaja akhir tidak mampu untuk mengelola dan mengatasi emosi yang sedang muncul pada dirinya

Perilaku asertif tinggi :

Ketika remaja danpat mengelola emosi dengan baik maka remaja tersebut dapat mengungkapkan dan mengekspresikan secara jujur mengenai apa yang diinginkan dan dirasakan tanpa mengganggu orang lain.

Perilaku asertif rendah: Ketika remaja belum mampu untuk mengelola emosi dengan baik maka remaja tersebut akan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan dan

(45)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian korelasional.

Penelitian korelasional merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk

melihat hubungan antar variable-variabel yang akan diteliti. (Sangadji dan

Sopiah, 2010). Pada penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan antara dua

variabel yaitu kecerdasan emosi dan perilaku asertif pada remaja akhir.

B. Identifikasi Variabel

Penelitian ini memiliki dua variabel. Variabel independent dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosi. Variabel dependent pada penelitian ini adalah perilaku asertif.

C. Definisi Operasional 1. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan non kognitif dalam

mengelola dan meregulasi emosi secara lebih adaptif baik pada diri sendiri

dan saat berhubungan dengan orang lain. Individu yang memiliki

kemampuan kecerdasan emosi mampu untuk memahami dan mengerti

emosi yang sedang dialami. Kemampuan ini membantu individu untuk

dapat mengenali apa yang sedang dirasakan. Kecerdasan emosi bertujuan

(46)

Kecerdasan emosi diukur dengan menggunkan skala kecerdasan

emosi. Skala ini disusun dengan menggunkan aspek-aspek yang terdapat

pada kecerdasan emosi. Semakin tinggi skor total subjek maka dapat

dikatakan kecerdasan emosi yang dimiliki subjek tinggi. Sedangkan

semakin rendah skor total subjek, menunjukkan bahwa kecerdasan emosi

pada subjek rendah.

2. Perilaku Asertif

Perilaku asertif merupakan skor perilaku individu untuk

mengungkapkan perasaan secara jujur. Pengungkapan perasaan secara

jujur ini dilakukan secara tegas dan dilandasi oleh hak-hak yang dimiliki.

Selain itu, perilaku asertif mendorong seseorang untuk berani memiliki

pendapat yang berbeda dari orang lain. Perilaku asertif ini dilakukan tanpa

menyakiti dan mengganggu orang lain.

Perilaku Asertif akan diukur dengan menggunkan skala perilaku

asertif. Skala ini disusun dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat

pada perilaku asertif. Semakin tinggi skor total subjek maka dapat

dikatakan perilaku asertif yang dimiliki subjek tinggi. Sedangkan semakin

rendah skor total subjek, menunjukkan bahwa perilaku asertif pada subjek

(47)

D. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini terdapat kriteria bagi subjek yang digunakan

dalam penelitian. Kriteria tersebut antara lain adalah :

1. Subjek dalam penelitian merupakan subjek yang berada pada tahap

perkembangan remaja akhir. Subjek tersebut adalah remaja yang memiliki

rentang usia 17-21 tahun. (Hurlock, 1957)

2. Subjek tersebut merupakan individu yang tidak menempuh studi di bidang

psikologi. Hal ini dilakukan agar hasil pengerjaan soal netral dan tidak

terjadi faking good karena subjek sudah mempelajari kecerdasan emosi dan perilaku asertif sebelumnya.

Penelitian ini menggunakan subjek remaja akhir karena beberapa

pertimbangan. Remaja akhir banyak mengalami peristiwa yang berhubungan

dengan emosi. Beberapa emosi yang muncul pada masa remaja akhir adalah

marah, takut, khawatir, cemburu dan lain-lain. (Hurlock, 1957). Selain itu

remaja akhir juga banyak mengalami tegangan emosi, sehingga mereka juga

dituntut untuk dapat mengelola emosi secara lebih adaptif. Dengan demikian

peneliti dapat melihat sejauh mana remaja akhir memiliki kemampuan untuk

mengelola emosi yang sedang dihadapi.

E. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non-random sampling yang berarti tidak semua populasi memiliki kesempatan yang sama untuk digunakan sebagai sampel. (Taniredja & Mustadifah 2011).

(48)

memiliki definisi bahwa sampel yang dipilih adalah sampel yang sesuai

dengan kriteria penelitian (Prasetyo & Jannah, 2008).

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan skala. Skala tersebut terdiri dari dua skala yaitu skala

kecerdasan emosi dan skala perilaku asertif. Skala yang dipilih oleh peneliti

adalah skala Likert yang merupakan alat untuk mengukur sikap pada suatu

penelitian. Thurstone dalam Sarwono (2006) menjelaskan bahwa sikap yang

dimaksud adalah pengaruh atau penolakan, penilaian, suka atau tidak suka,

kepositifan dan kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis.

Pada penelitian ini skala yang digunakan terdiri dari empat alternatif

jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.

Peneliti tidak menggunakan jawaban netral dan hanya menggunakan empat

alternatif jawaban untuk mengurangi adanya jawaban netral yang akan dipilih

oleh subjek. Terdapatnya alternatif jawaban netral dapat membuat subjek

kurang memaknai pernyataan yang ada sebagai bagian dari perilaku subjek.

Selain itu jawaban netral dapat menutupi karakter personal yang

(49)

Kedua skala yang akan digunakan pada penelitian ini akan dibuat

menjadi satu kesatuan booklet skala. Perincian skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Skala Kecerdasan Emosi

Skala yang digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah

skala kecerdasan emosi. Skala ini berisi pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung aspek-aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek. Skala ini

dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju”, “setuju”,

“tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skala ini dibuat berdasarkan

aspek-aspek yang terdapat pada kecerdasan emosi. Aspek-aspek tersebut

antara lain kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial. Jumlah item dalam skala ini adalah 70 item yang

terdiri dari 35 pernyataan favorable dan 35 item pernyataan unfavorable. Tabel 1.

Blue Print Skala Kecerdasan Emosi

Aspek Nomor Item Total %

Ketrampilan Sosial 10, 28, 37, 42, 50, 60, 68

5, 14, 20, 29,46, 55, 65

14 20

(50)

Tabel 2.

Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

2. Skala Perilaku Asertif

Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku asertif adalah

skala perilaku asertif. Skala ini berisi pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Pernyataan favorable merupakan pernyataan positif yang mendukung aspek-aspek yang dijelaskan. Pernyataan unfavorable merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung aspek. Skala ini

dibuat dengan empat alternatif jawaban yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skala ini dibuat berdasarkan

aspek-aspek yang terdapat pada perilaku asertif. Aspek-aspek tersebut

antara lain mendukung kesetaraan dalam hubungan interpersonal,

bertindak sesuai dengan kepentingan dan minat, mampu mempertahankan

hak-hak pribadi, mengekspresikan perasaan secara terbuka dan nyaman

dan tidak menghalangi hak-hak orang lain. Jumlah item dalam skala ini

(51)

Tabel 3.

Blue Print Skala Perilaku Asertif

Aspek Nomor Item Total %

Pemberian Skor Skala Perilaku asertif

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

(52)

G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Skala

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas

isi. Sebelum melakukan pengambilan data alat ukur yang akan digunakan

diuji oleh expert judgement dalam hal ini dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi menguji kesesuaian item yang dibuat dengan

aspek-aspek yang digunakan dalam variabel penelitian. (Azwar, 2012).

Validitas isi dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

a. Validitas Muka

Validitas muka merupakan tipe validitas yang berdasarkan

pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes pada suatu penelitian. Jika penampilan tes yang dibuat dapat meyakinkan

dan mengungkap apa yang akan diukur maka dapat dikatakan bahwa

validitas muka dalam penelitian tersebut sudah terpenuhi. (Azwar,

1997). Alat tes yang memiliki validitas muka tinggi akan membuat

subjek penelitian memiliki motivasi yang tinggi dan

bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes.

Validitas muka yang baik dapat dilihat dari penampilan yang

baik seperti pengemasan soal tes yang diketik dengan rapi dan

(53)

b. Validitas Logik

Validitas logik merupakan validitas yang bertujuan untuk melihat

sejauhmana isi tes dapat merepresentasikan ciri-ciri atribut yang akan

diukur. Validitas logik sangat penting digunakan dalam penelitian.

Validitas logik juga dapat berisi blue print yang mencakup komponen-komponen dari atribut yang digunakan dalam penelitian. (Azwar,

1997)

2. Seleksi Item

Seleksi item menggunakan korelasi item total yang diolah dengan

SPSS 16.0 for Windows. Seleksi item dilakukan berdasarkan daya diskriminasi item yang menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix).

Item yang nantinya akan dipilih dan digunakan merupakan item yang

memiliki kualitas yang baik, yaitu ≥ 0,30. Item yang memiliki kualitas

yang tidak baik, tidak dapat digunakan dalam skala dan akan digugurkan.

(Azwar, 2012).

a. Skala Kecerdasan Emosi

Berdasarkan hasil uji coba item skala kecerdasan emosi

yang dilakukan terhadap 80 responden, dapat dilihat bahwa terdapat

53 item yang lolos seleksi dari 70 item total awal. Item yang lolos

(54)

Distribusi item pada skala kecerdasan emosi dapat dilihat sebagai

berikut :

Tabel 5

Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi

Aspek Item Total

63, 65 dan 70. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi ≤0,30 yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya beda

yang rendah. (Azwar, 2012). Dengan demikian item-item tersebut

merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam

pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak

(55)

b. Skala Perilaku Asertif

Berdasarkan hasil uji coba item skala perilaku asertif yang

dilakukan terhadap 80 responden, dapat dilihat bahwa terdapat 51

item yang lolos seleksi dari 70 item total awal. Item yang lolos

seleksi tersebut memiliki koefisien korelasi item total (rix) ≥ 0,30.

Distribusi item pada skala perilaku asertif dapat dilihat

sebagai berikut :

Tabel 6.

Distribusi Item Skala Perilaku Asertif

(56)

Pada skala perilaku asertif dari 70 item yang diujikan

terdapat 19 item yang tidak lolos seleksi. Item-item tersebut adalah

item dengan nomor 5, 7, 12, 13, 17, 24, 25, 26, 39, 41, 45, 46, 47, 49,

58, 62, 66, 69 dan 70. Item-item tersebut memiliki koefisien korelasi

≤0,30 yang berarti pernyataan pada item-item tersebut memiliki daya

beda yang rendah. (Azwar, 2012). Dengan demikian item-item

tersebut merupakan item yang kurang baik untuk digunakan dalam

pengambilan data. Item-item tersebut dinyatakan gugur dan tidak

diikutsertakan dalam skala untuk pengambilan data.

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan suatu pengukuran yang menunjukkan

apakah sebuah alat ukur atau instrumen dapat mengukur apa yang

seharusnya diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nurgiyantoro,

2004). Koefisien reliabilitas berada pada rentang angka antara 0 – 1,00.

Apabila koefisien reliabilitas tersebut semakin mendekati 1,00, maka dapat

dikatakan bahwa alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian semakin

reliabel (Azwar, 2012). Reliabilitas yang digunakan dalam skala ini

menggunakan koefisien Alpha Cronbach dan diolah menggunakan penghitungan SPSS 16.0 for Windows.

a. Skala Kecerdasan Emosi

Koefisien skala kecerdasan emosi sebelum dipilih item yang

(57)

menghasilkan α = 0,930. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan reliabel

karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00.

b. Skala Perilaku Asertif

Koefisien skala perilaku asertif sebelum dipilih item yang

baik adalah α = 0,927. Setelah dipilih 51 aitem yang baik maka menghasilkan α = 0,940. Kedua hasil tersebut dapat dikatakan masih

reliabel karena konsistensi nilai skala mendekati 1,00

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode korelasional. Metode korelasional yang dipilih adalah korelasi

product-moment. Korelasi pearson product-moment digunakan untuk melihat hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan antara kedua variabel

(58)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kecerdasan emosi

dan perilaku asertif pada remaja akhir. Pengambilan data dilakukan dengan

metode survey menggunakan skala dari kedua variabel penelitian. Sebelum

melakukan pengambilan data, peneliti membuat item untuk kedua variabel

dengan berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada variabel penelitian.

Setelah item pada kedua skala selesai dibuat peneliti mulai

melakukan uji coba untuk kedua alat ukur tersebut. Uji coba ini dilakukan

dengan tujuan agar peneliti mengetahui berapa banyak jumlah item yang

memiliki kualitas baik dan layak untuk digunakan ketika pengambilan data.

Pelaksanaan uji coba ini dimulai pada tanggal 6 Juni 2013 hingga 9 Juni 2013.

Peneliti menyebar skala di beberapa universitas yang ada di Yogyakarta. Saat

melakukan uji coba, peneliti membagikan skala pada pelajar dan mahasiswa

yang tergolong remaja akhir dengan rentang usia 17-21 tahun. Proses uji coba

skala penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri. Subjek yang didapatkan

peneliti dalam uji coba skala ini berjumlah 80 orang. Setelah data uji coba

terkumpul, peneliti mulai mengolah data tersebut dengan menggunakan

bantuan SPSS 16.0 for Windows.

Uji coba yang dilakukan peneliti terhadap 80 subjek memperlihatkan

(59)

skala tersebut memiliki nilai reliabilitas yang mendekati 1,00. Skala

kecerdasan emosi memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,920 dan skala perilaku

asertif mendapatkan nilai reliabilitas sebsar 0,927. Dari 70 item kecerdasan

emosi didapatkan 53 item yang baik dan lolos seleksi. Sedangkan skala

perilaku asertif mendapatkan 51 item yang baik dan lolos seleksi. Setelah

ditemukan item-item yang memiliki kualitas baik, maka item-item tersebut

disusun kembali oleh peneliti untuk proses pengambilan data.

Proses pengambilan data dilakukan pada tanggal 9 Juni sampai 14

Juni 2013. Pengambilan data ini dilakukan di beberapa sekolah dan perguruan

tinggi yang ada di Yogyakarta. Subjek yang diminta untuk mengisi skala

adalah subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pada proses pengambilan

data kali ini, peneliti juga meminta bantuan kepada orang yang dipercayai

untuk membagikan skala. Jumlah total skala yang disebarkan adalah 215

skala. Akan tetapi skala yang kembali kepada peneliti berjumlah 187 skala.

Dari 187 skala tersebut tidak semua digunakan dalam proses pengolahan data.

Hal ini dikarenakan terdapat 17 skala yang belum terisi dengan lengkap

sehingga tidak digunakan dalam olah data.

B. Deskripsi Subjek

Dalam penelitian ini jumlah data yang diperoleh sebanyak 170 data.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan subjek yang berada

pada tahap perkembangan remaja akhir dengan rentang usia 17-21 tahun

(60)

Tabel 7.

Kategorisasi Subjek Berdasarkan Rentang Usia

Tabel 8.

Kategorisasi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

C. Hasil Penelitian 1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk melihat apakah data penelitian yang digunakan

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Teknik yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah teknik Kolmogorov-Smirnov. Hasil sebaran data yang diperolah dapat dikatakan berdistribusi normal apabila signifikansi atau probabilitas (p)

diatas 5% atau 0,05. Sedangakan apabila signifikansi atau probabilitas (p)

dibawah 0,05 maka sebaran data dikatakan tidak normal. (Santoso, 2010).

Usia Jumlah

17 tahun 27 subjek

18 tahun 34 subjek

19 tahun 40 subjek

20 tahun 35 subjek

21 tahun 34 subjek

Tingkat Pendidikan Jumlah

Pelajar 27 subjek

(61)

Hasil uji normalitas yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 9.

Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan data hasil uji normalitas diatas dapat dilihat bahwa

variabel kecerdasan emosi memiliki nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,987 dengan signifikansi 0,284. Sedangkan untuk variabel perilaku asertif

diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,195 dengan signifikansi sebesar 0,115. Kedua hasil taraf signifikansi tersebut berada diatas 0.05

atau (p > 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut

memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan antar

variabel mengikuti garis lurus atau tidak. Uji linearitas diolah dengan SPSS 16.0 for Windows. Pengujian ini dilakukan dengan melihat taraf signifikansi dari variabel penelitian. Apabila nilai taraf signifikansi lebih

kecil dari 0,05 maka data yang diperoleh dinyatakan linier. Sedangkan jika

signifikansi diatas 0,05 maka data belum dapat dikatakan linier.

Variabel Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2 tailed)

Keterangan

(62)

Hasil uji linearitas yang sudah dilakukan dapat dilihat pada tabel

Berdasarkan data hasil uji linearitas diatas dapat dilihat bahwa

signifikansi yang muncul adalah 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa data

yang diperoleh linier karena nilai signifikansi berada dibawah 0.05.

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk melihat kesesuaian hasil dari

penelitian yang dilakukan dengan hipotesis awal yang diajukan peneliti.

Pengujian hipotesis ini dilihat dari koefisien korelasi yang dihasilkan pada

data yang sudah diolah. Koefisien korelasi yang digunakan dalam uji

hipotesis berkisar antara -1,0 sampai 1,0

Menurut Usman dan Akbar (2008), interpretasi nilai koefisien

korelasi dapat digolongkan sebagai berikut:

Tabel 11.

Interpretasi Nilai Koefisen Korelasi

Variabel Uji Linearitas F Sig.

Kecerdasan Emosi (Combined) 5,482 0,000 Perilaku Asertif Linearity

Deviation from Linearity

0 Tidak berkorelasi

Gambar

Tabel 22. Deskripsi Statistik Perilaku Asertif ..............................................
Tabel 1. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi
Tabel 2. Pemberian Skor Skala Kecerdasan Emosi
Tabel 4. Pemberian Skor Skala Perilaku asertif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengimbangi hal-hal tersebut di atas maka dalam pengajaran matematika, diusahakan mencari metode yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan yaitu metode pengajaran yang

[r]

Analisis kelayakan ekonomi usaha agroindustri gula kelapa di Desa Langkap Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes secara ekonomi layak diusahakan dan menguntungkan dengan hasil

The run-up in stock prices in the spring was bolstered by unexpectedly strong corporate profits for the first quarter. Still, the ratio of prices in the S&amp;P 500 to

Kesimpulan, meniup peluit (whistle-blowing) adalah seseorang secara sukarela menyiarkan/menyampaikan informasi yang sebenarnya tidak diketahui oleh umum, sebagai protes

Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini adalah bahwa disiplin kerja dan mutasi merupakan suatu hal yang dianggap penting untuk menciptakan kinerja pegawai

pembelajaran matematika, maka perlu adanya suatu perbaikan dalam proses pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir

Awalnya saya mau daftar haji ONH pemerintah lalu bertemu teman yang sudah bergabung dengan Armina lebih dulu,.. kemudian dia menawarkan pada saya bisnis