• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDEKATAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN

DOUBLE LOOP PROBLEM

SOLVING

TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA

Siti Nurjanah, Entang Kartika1, Tita Mulyati2 PROGRAM STUDI PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia

Email: Sitinurjanah736@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi tantangan bagi bidang pendidikan untuk mampu menghasilkan lulusan yang memiliki berbagai kompetensi. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa pada abad-21 yaitu kompetensi berpikir kreatif. Proses pembelajaran yang dilaksanakan saat ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan kurang menuntut siswa untuk aktif. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sekolah dasar, salah satunya

dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving dan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi

eksperimen dengan jenis desain Non-equivalent Control Group Desain. Populasi dalam penelitin

ini adalah siswa kelas V yang ada di kecamatan Cileunyi dengan teknik pengambilan sampel

menggunakan teknik sampling insidental. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel peneltian

yaitukelas V SDN Cinunuk VII sebagai kelas eksperimen dan kelas V SDN Cinunuk VI sebagai

kelas kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif matematis serta lembar observasi guru dan siswa. Dari data yang diperoleh dan hasil analisis data, menunjukan bahwa kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving lebih baik dari

siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pendekatan Double Loop Problem Solving dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

pendekatan pembelajaran yang dapat meingkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Kata Kunci : Double Loop Problem Solving, Berpikir Kreatif.1

1

Penanggung Jawab 2

(2)

DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING APPROACH TO INCREASE

STUDENTS MATHEMATICAL CREATIVE THINGKING ABILITY

Siti Nurjanah, Entang Kartika1, Tita Mulyati2 PROGRAM STUDI PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia

Email: Sitinurjanah736@gmail.com

ABSTRACT

The research was motivated by demands of the development of science and technology is a challenge for education sector to be able to produce graduates who have a variety of competencies. One of the competencies that must be owned by the students in the 21st century, is the competence of creative thinking. Learning process is implemented at this time less develop student thinking ability and not require the student to be active. This was due to learning was still based on the teacher. Therefore, it is necessary to improve the mathematical ability to think creatively of elementary school students, one of them by applying learning with Double Loop Problem Solving approach. The purpose of this research is to know the increase mathematical creative thinking abilities of students who received learning with Double Loop Problem Solving approach and students who received conventional learning. The population in this experiment is a fifth grade students in Cileunyi with the sampling technique using incidental sampling technique. In this research a sample of a study is the fifth grade SDN Cinunuk VII as experimental class and fifth grade SDN Cinunuk VI as the control class. The research instrument used is a matter of mathematical creative thinking ability tests and teacher and student observation sheet. From the data obtained and the results of data analysis, indicates that the increase of the quality of mathematical creative thinking abilities of students who received learning using the Double Loop Problem Solving approach is better than students who received conventional learning. Based on these results, we can conclude that Double Loop Problem Solving approach can be used as an alternative approach to learning that can boost the student's mathematical ability of creative thinking.

Keywords: Double Loop Problem Solving, Creative Thinking

Saat ini perkembangan IPTEK didunia semakin berkembang pesat. Hal ini mengakibatkan perubahan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang pendidikan. Dengan berkembangnya IPTEK dapat memungkinkan semua orang untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber secara cepat yang akan berdampak pada perkembangan pola pikir peserta didik di Indonesia. Pendidikan pada jenjang sekolah dasar memiliki peranan penting dalam mengatasi hal tersebut,

karena pendidikan pada jenjang sekolah dasar merupakan pendidikan awal bagi setiap individu dalam memperoleh pendidikan formal, sehingga pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar merupakan pondasi awal bagi setiap individu dalam membangun karakter, mengembangkan potensi serta mengembangkan pola pikir yang dimilikinya.

Dengan berkembangnya IPTEK menjadi tantangan bagi bidang pendidikan untuk mampu menghasilkan lulusan yang

(3)

memiliki berbagai kompetensi. Menurut Marocco, et.al (dalam Abidin, 2014, hlm. 182) bahwa dalam abad ke-21 ini kemampuan terpenting yang harus dimiliki oleh manusia adalah kompetensi abad-ke-21, yang mencakup kompetensi pemahaman tinggi, kompetensi berpikir kritis, kompetensi berkolaborasi dan berkomunikasi, serta kemampuan berpikir kreatif.’ Oleh karena itu pendidikan disekolah saat ini diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia yang mampu memiliki keempat kompetensi tersebut. Dalam hal ini maka seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran disekolah mampu mengembangkan potensi yang harus dimiliki oleh siswa di abad ke-21.

Salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan adalah matematika. Mata pelajaran matematika dinilai cukup memegang peranan penting diantara mata pelajaran yang lainnya. Seperti yang tercantum dalam KTSP tahun 2006 bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Dengan belajar matematika, siswa akan mampu mengembangkan pola berpikir (rasional, kritis, analitis, kreatif), bernalar, serta mampu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan tujuan tersebut terlihat bahwa salah satu alasan pentingnya mata pelajaran matematika diberikan di setiap jenjang pendidikan adalah untuk membekali siswa agar mampu berpikir kreatif dan itu merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam abad ke-21. Dengan kemampuan berpikir kreatif, akan membantu siswa untuk dapat menyelesaikan suatu masalah

dari berbagai arah sudut pandang sehingga menghasilkan beragam cara solusi alternatif dalam menyelesaikan masalah.

Melihat kondisi dilapangan saat ini mata pelajaran matematika kurang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Semua aktivitas belajar berpusat pada guru, dalam belajar matematika siswa hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Banyak siswa yang cenderung hanya menghafal rumus dan mampu mengerjakan soal-soal yang sama seperti yang dicontohkan oleh guru. Proses pembelajaran yang seperti itu menyebabkan siswa tidak dapat berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran yang dilakukan kurang mengembangkan kemampuan berpikir, terutama kemampuan berpikir kreatif siswa, dan pembelajaran pun kurang memberikan kebermaknaan bagi siswa.

Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan diperoleh dari hasil konstruksi seseorang melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang merupakan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan, karena tanpa pengalaman tidak dapat membentuk pengetahuan. Dengan kata lain belajar merupakan hasil konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalaman yang telah dilakukan. Dalam proses pembelajaran sebaiknya siswa menggali pengetahuannya sendiri melalui pengalaman-pengalaman yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, siswalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka (Bettencourt, 1989, dalam Suyono dan Hartanto, 2011).

Menyikapi masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran matematika, dan harapan yang ingin dicapai dalam

(4)

pembelajaran matematika, maka perlu adanya suatu perbaikan dalam proses pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dan salah satu cara yang dapat memberikan keleluasaan kepada siswa untuk berpikir secara aktif dan kreatif adalah dengan pembelajaran menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving.

Pembelajaran dengan pendekatan

Double Loop Problem Solving,

memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman menemukan, mengenali dan memecahkan masalah dengan berbagai alternatif solusi jawaban. Ciri utama yang terdapat pada pendekatan Double Loop

Problem Solving ini yaitu kegiatan

pembelajaran yang dilakukan berpusat pada pemberian masalah untuk diselesaikan oleh siswa. Masalah tersebut diselesaikan melalui dua tahapan atau dua

loop yang berbeda tetapi keduanya memiliki keterkaitan. Dua loop pemecahan masalah yang ada pada pendekatan Double

Loop Problem Solving yaitu pada loop

pertama, siswa diarahkan untuk dapat merancang dan menerapkan solusi sementara dari permasalahan yang ada. Pada tahap ini menuntut siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya sehingga memunculkan beragam solusi penyelesaian masalah yang kemudian dievaluasi keberhasilannya. Pada loop

kedua, siswa menyelesaikan permasalahan yang levelnya lebih tinggi dengan menerapkan solusi yang telah mereka peroleh. Dengan demikian, kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama ide-ide kreatif dari setiap siswa akan tersampaikan selama proses pembelajaran berlangsung.

Pendekatan Double Loop Problem Solving merupakan variasi dari Problem Solving (pemecahan masalah). Pemecahan

masalah merupakan salah satu konteks yang mendukung tumbuhnya kegiatan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif berkaitan dengan kemampuan yang menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda dari kebanyakan orang. (Siswono, dalam Nurhidayati, 2013). Dalam penelitian ini, indikator kemampuan berpikir kreatif yang digunakan peneliti adalah kemampuan berpikir kreatif fluency (berpikir lancar) yaitu kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide yang relevan , kemampuan berpikir kreatif flexibility (berpikir luwes) yaitu kemampuan menghasilkan ide-ide beragam dan mampu menyelesaikan masalah dengan beragam cara penyelesaian, kemampuan berpikir kreatif

elaboration (memerinci atau elaborasi)

yaitu kemampuan untuk memerinci dengan detail dan kemampuan berpikir kreatif

originality (berpikir orisinil) yaitu

memberikan ide baru, berbeda dari kebanyakan orang.

METODE

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving bila dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif matematis yang memperoleh pembelajaran konvensional. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kuasi eksperimen dengan jenis desain

nonequivalent control group design.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas V yang berada di kecamatan Cileunyi. Teknik sampling yang digunakan adalah

Nonprobability Sampling dengan teknik

Sampling Insidental. Subyek sampel

dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri Cinunuk VII dan siswa kelas V SD Negeri Cinunuk VI. Kelas V SD Negeri Cinunuk VII dijadikan sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 38

(5)

orang dan kelas V SD Negeri Cinunuk VI dijadikan sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 40 orang.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kreatif matematis dan lembar observasi guru dan siswa. Selanjutnya diuji beberapa hipotesis terkait dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dengan cara mengolah data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil pretes dan postes akan dibandingkan kemudian dianalisis secara statistic dengan menghitung gain antara pretes dan postes, uji normalitas, uji homogenitas dan uji perbedaan dua rerata (uji-t). Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, kemudian uji homogenitas untuk menyelidiki varians dari dua data homogen atau tidak. Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka akan dilanjutkan uji perbedaan dua rerata dengan uji-t, tetapi bila data tidak berdistribusi normal maka data akan di uji dengan menggunakan uji non-parametik

Mann-Whitney.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa yang

Memperoleh Pembelajaran dengan

Pendekatan Double Loop Problem Solving

Dari hasil pengumpulan data dan analisis data, diperoleh rata-rata skor pretes kelas eksperimen sebesar 29,84. Kemudian setelah siswa memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving

selama sembilan kali pembelajaran diperoleh rata-rata skor postes 70,11. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Selain itu rata-rata gain ternormalisasi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving adalah 0,57 yang berkisar pada 0,3 < x ≤ 0,7, yaitu memiliki interpretasi sedang. Untuk meyakinkan bahwa adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving

maka dilakukan uji hipotesis menggunakan uji perbedaan rerata dengan menggunakan uji-t satu sampel (one sampel t-test).

Tabel 1 Hasil Uji Perbedaan Rerata Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen One-Sample Test Kelas t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Eksperimen 26,65 37 0,000 0,57

Berdasarkan Tabel 1 di atas, bahwa hasil perhitungan uji perbedaan rerata dengan uji-t satu sampel (one sampel

t-test) menunjukan nilai signifikansi

perbedaan rerata kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelompok eksperimen sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0,05), sehingga berdasarkan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen dengan pembelajaran menggunakan pendekatan

Double Loop Problem Solving.

Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa yang

Memperoleh Pembelajaran

Konvensional

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata skor pretes kelompok kontrol sebesar 29,33. Kemudian setelah siswa memperoleh pembelajaran konvensional

(6)

selama sembilan kali pembelajaran diperoleh rata-rata skor postes 60,49. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Selain itu, rata-rata gain ternormalisasi kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional adalah 0,44 yang berkisar pada 0,3 < x ≤ 0,7, yaitu memiliki interpretasi sedang. Untuk meyakinkan bahwa adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional dilakukan uji hipotesis menggunakan uji perbedaan rerata dengan menggunakan uji-t satu sampel (one sampel t-test).

Tabel 2 Hasil Uji Perbedaan Rerata Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol One-Sample Test Kelas t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Kontrol 19,51 39 0,000 0,44

Berdasarkan Tabel 2 di atas, bahwa hasil perhitungan uji perbedaan rerata dengan uji-t satu sampel (one sampel

t-test) menunjukan nilai signifikansi

perbedaan rerata kmampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0,05), sehingga berdasarkan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka H0 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematis Siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan

Pendekatan Double Loop Problem

Solving jika dibandingkan dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Setelah mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol berdasarkan analisis pengolahan data yang telah dilakukan pada perhitungan data gain diperoleh rata-rata gain kelas eksperimen sebesar 0,57 dan rata-rata gain kelas kontrol sebesar 0,44. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dikelas eksperimen maupun kelas kontrol keduanya berada pada interpretasi sedang. Namun demikian, keduanya tetap memiliki perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal tersebut diuji dengan uji perbedaan dua rerata gain ternormalisasi kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sebelum melakukan uji perbedaan dua rerata gain ternormalisasi kelas eksperimen maupun kelas kontrol langkah pertama yang dilakukan yaitu uji normalitas data dan selanjutnya uji homogenitas data. Berikut ini Tabel 4 hasil uji normalitas gain kelas ekspeerimen dan kelas kontrol.

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Gain Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

eksperimen 0,975 38 0,548

kontrol 0,928 40 0,013

Dari hasil analisis data tersebut menunjukan bahwa salah satu data gain tidak berdistribusi normal, maka selanjutnya data diuji dengan menggunakan uji non-parametrik

Mann-Whitney dengan taraf signifikasi 5%.

Berikut ini Tabel hasil uji non-parametrik mann-whitney kemampuan berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(7)

Tabel 5 Hasil Uji Non-Parametrik Mann-Whitney

Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Test Statisticsa Gain Mann-Whitney U 363,500 Wilcoxon W 1183,500 Z -3,968 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000

Berdasarkan Tabel 5 di atas, diperoleh bahwa hasil perhitungan uji perbedaan rerata dengan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai signifikansi dua pihak (2-tailed) perbedaan rerata gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,000. Nilai signifikansi dua pihak

(2-tailed) tersebut hanya menunjukkan ada tidaknya perbedaan antara gain ternormalisasi kelas eksperimen dengan gain ternormalisasi kelas kontrol. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas kontrol, maka perlu menggunakan nilai signifikansi satu pihak

(1-tailed) tersebut mengacu pada uji pihak kanan sesuai bunyi kalimat hipotesisnya. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Sugiyono (2014, hlm 231) bahwa “uji pihak kanan digunakan apabila hipotesis nol (H0) berbunyi ‘lebih kecil sama dengan (≤)’ dan hipotesis alternatifnya (Ha) berbunyi ‘lebih besar (>). Maka dari itu, uji hipotesis kali ini mengacu kepada uji pihak kanan.

Nilai signifikansi satu pihak (1-tailed) dapat diperoleh dengan membagi dua nilai signifikansi dua pihak (2-tailed)

yang telah diperoleh, sehingga didapatkan nilai signifikansi satu pihak (1-tailed)

sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 5%

(0,05), sehingga berdasarkan kriteria pengambilan keputusan yang telah ditetapkan, maka H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pedekatan Double Loop Problem Solving lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensioal. Hal ini terjadi karena pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving berpusat pada siswa, siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan menyelesaikan lembar kerja kelompok (LKK) yang diberikan oleh guru. LKK tersebut berisi soal pemecahan masalah yang harus diselesaikan oleh siswa berkaitan dengan kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut, sejalan dengan teori kontruktivisme yang memandang bahwa pengetahuan diperoleh dari hasil konstruksi seseorang melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Guru hanya sebagai fasilitator, dalam kegiatan pembelajarannya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berinteraksi dengan orang lain, belajar mengemukakan pendapat, belajar untuk mengungkapkan ide-ide baru sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat mengoptimalkan semua kemampuan yang dimiliki oleh siswa (Bettencourt, 1989 dalam Suyono dan Hartanto, 2011, hlm. 105).

Berkaitan dengan belajar secara berkelompok dalam menyelesaikan lembar kerja kelompok (LKK), maka akan terjadi proses saling berinteraksi antar anggota kelompok, saling berbagi ide atau pendapat dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal tersebut sejalan dengan teori Vygotsky bahwa pembelajaran akan terjadi apabila ada interaksi sosial melalui komunikasi, baik dengan orang dewasa atau pun orang yang mampu, perkembangan kognitif seseorang selain dipengaruhi oleh individu itu sendiri juga dipengaruhi oleh

(8)

lingkungan sosialnya (van de Walle, 2006). Selain itu kegiatan interaksi dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Double Loop Problem Solving

bukan hanya terjadi antara guru dengan siswa atau siswa dengan guru saja, melainkan interkasi antara siswa dengan sumber belajar, dan siswa dengan siswa, sehingga siswa memperoleh informasi bukan hanya dari guru tetapi dari semua aktivitas yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Setiap tahapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Double

Loop Problem Solving memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menganalisis masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya. Kegiatan ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan memberikan beragam kemungkinan solusi dalam memecahkan masalah, sehingga menjadikan siswa terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya. Berbeda dengan pembelajaran menggunakan pendekatan Double Loop

Problem Solving, pembelajaran

konvensional menempatkan guru sebagai sumber informasi. Kegiatan pembelajaran berpusat pada guru. Siswa hanya memperoleh informasi dari guru, siswa tidak diberi kesempatan kebebasan untuk berpendapat dalam mengkonstruksi pengetahuannya sehingga kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tidak dapat berkembang secara maksimal.

KESIMPULAN

1. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem Solving.

2. Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensiona.

3. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Double Loop Problem

Solving lebih baik daripada kemampuan

berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2014). Desain sistem

pembelajaran dalam konteks

kurikulum 2013. Bandung: PT.

Refika Aditama.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006).

Kurikulum tingkat satuan

pendidikan. Jakarta: Depdiknas. Nurhidayati, W. (2013). Implementasi

model LAPS (logan avenue

problem solving) – heuristik dalam meningkatkan kemampuan berpikir

matematis siswa. (SKRIPSI).

Pendidikan matematika FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sugiyono (2014). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suyono & Hartanto (2011). Belajar dan

pembelajaran. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Van de Walle, John A. (2006). Matematika

sekolah dasar menengah

pegembangan pengajaran. Jakarta: Erlangga.

(9)

Gambar

Tabel 1                                                             Hasil Uji Perbedaan Rerata Kemampuan
Tabel 4                                                               Hasil Uji Normalitas Gain Kelas

Referensi

Dokumen terkait

Putusan tersebut merupakan konfirmasi terhadap kekuasaan negara untuk melarang induksi setelah janin mampu hidup di luar rahim, apabila hukum mengatur tentang pengecualian

Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan..(. CONTOH

Menurut pendapat anda, apa langkah-langkah yang paling Menurut pendapat anda, apa langkah-langkah yang paling mungkin dilaksanakan pemerintah Indonesia dalam rangka

[r]

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan Perpustakaan SMA Negeri 2 Payakumbuh sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7329: 2009i. Ruang

PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT UNTUK MENGURANGI PERILAKU MAL-ADAPTIF PADA PESERTA DIDIK LOW VISION DI SLBN-A KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Selain melihat dampak panen raya terhadap nilai tukar juga dapat dilihat bagaimana pola konsumsi rumah tangga akan bahan makanan seperti beras, ikan,. telur, minyak goreng, gula,

dilakukan. Menurut Kemmis dan Mc. 14) penelitian juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis dari keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi