• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

-13 Volume 4, No. 2. Mei 2016

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEJABAT NOTARIS TERHADAP

TINDAK PIDANA PEMALSUAN AKTA AUTENTIK

Anta Rini Utami1, Dahlan Ali 2, Mohd. Din3

1)

Magister Ilmu Hukum Program pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2)

Prodi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia

Koresponden : antarini86@gmail.com

Diterima : 22/09/2016 Reviewer : 26/09/2016 Dipublish : 15/05/2016

Abstract: Notary who did not act based on their authority/consent in performing their duty as stated in Article

16 Act No2 Year 2014 about the revision of Act No 30 Year 2004 which was about notary position and notary

obligation related to criminal aspect if the notary did not implement the Article so it could lead to authentic certificate forgery act (Article 264 of KUHP). The aims of this research were to examine the criminal liability of notary on authentic certificate forgery act and the judge’s consideration on the notary committing authentic certificate forgery act. Based on the object of the problem, the research conducted was a literature research. Notary committing authentic certificate forgery act could be asked for their criminal responsibility as regulated in the Article 264 of KUHP. It was suggested to incorporate the practice of criminal sanctions in UUJN as a form of notary responsibility.

Keywords: Criminal liability, notary, authentic certificate forgery act.

Abstrak: Notaris yang bertindak tidak amanah dalam menjalankan jabatannya sebagaimana dalam Pasal 16

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, mengenai kewajiban notaris kaitannya dengan aspek pidana apabila notaris tidak menjalankan ketentuan Pasal tersebut akan menimbulkan terjadinya perbuatan pemalsuan akta autentik sebagaimana dimaksud Pasal 264 KUHP. Tujuan penelitian ini mengenai pertanggungjawaban notaris secara pidana terhadap tindak pidana pemalsuan akta autentik dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik. Berdasarkan objek masalah, penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik maka dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 264 KUHP. Diharapkan adanya penggabungan penerapan sanksi pidana di dalam UUJN sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang notaris.

Kata Kunci :Pertanggungjawaban pidana, Notaris, Pemalsuan Akta Autentik.

PENDAHULUAN

Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN menyebutkan bahwa, “dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan akan menjaga sikap, tingkah laku, serta akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai Notariskemudian ayat (11) menyebutkan “Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan

tidak hormat”. Notaris yang melanggar ketentuan ayat (1) akan dikenai sanksi apabila Notaris dalam menjalankan jabatannya ternyata tidak amanah. Tidak amanahnya seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dapat mengakibatkan terjadinya pemalsuan akta autentik

Putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor 318/Pid.B/2013/PN-BNA, menyebutkan Notaris Irma Savitry Harahap didakwa telah membuat surat palsu atau memalsukan surat autentik, yang dapat menerbitkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang

(2)

Volume 4, No. 2. Mei 2016 - 14 diperuntukkan sebagai bukti dari pada suatu hal

dengan maksud untuk memakai dan menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak di palsu sehingga penggunaan tersebut mendatangkan kerugian pada orang lain.

Perbuatan tersebut dilakukan Notaris Irma Savitry dengan cara memalsukan tanda tangan tanpa izin Zulkifli dan Mursyidah pada APHT (Akta Pemberian Hak Tanggungan) dan SKMHT (Surat Keterangan Membebankan Hak Tanggungan), hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik Nomor Lab: 141/DTF/2013 tanggal 31 januari 2013 yang ditandatangani oleh Agus Irianto, Kepala Laboratorium Forensik Cabang Medan beserta tim pemeriksa. Perbuatan tindak pidana pemalsuan akta autentik yang dilakukan oleh Notaris Irma Savitry telah melanggar Pasal 264 ayat (1) KUHP.

Pada kasus pemalsuan akta autentik yang dilakukan oleh Notaris Irma Savitry Harahap, hakim memutuskan perbuatan yang dilakukan notaris tersebut telah melanggar Pasal 263 KUHP dengan masa hukuman pidana penjara selama 5 (lima) bulan, putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh tersebut bertentangan dengan Pasal 264 KUHP yang menyebutkan pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap akta autentik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pertanggungjawaban notaris secara pidana terhadap tindak pidana pemalsuan akta autentik, dan untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap notaris yang melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti terlebih dahulu peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Dengan kata lain penelitian ini yaitu melihat hukum dari aspek normatif dan implementasinya (Soekanto 2008).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer, data primer adalah produk badan peradilan (putusan pengadilan) sedangkan data sekunder adalah data-data pendukung yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library research). Data sekunder itu sendiri dapat diperoleh dengan menelusuri beberapa bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier (Ashshofa 2010).

Analisis data merupakan penelaahan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian ini. Data sekunder dan data primer yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif dengan maksud memberikan gambaran-gambaran dengan kata-kata atas temuan-temuan dan karenanya ia lebih mengutamakan kualitas dari data dan bukan kuantitas (Salaim dan Nurbani 2013).

HASIL PENELITIAN

Terjadinya suatu pelanggaran oleh notaris terhadap ketentuan Pasal 16 UUJN mengenai kewajiban notaris di dalam menjalankan jabatannya sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya perbuatan pemalsuan akta autentik. Notaris yang tidak bertindak amanah, jujur dan tidak menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka notaris dianggap telah membuat pemalsuan akta autentik sebagaimana dimaksud Pasal 264 KUHP.

Notaris dapat dikenakan sanksi Pasal 264 KUHP apabila terbukti telah melakukan

(3)

-15 Volume 4, No. 2. Mei 2016

pemalsuan akta autentik. Berdasarkan rumusan Pasal 264 KUHP dapat dilihat diperberatnya pemalsuan surat pada Pasal 264 KUHP terletak pada faktor macam-macamnya surat. Surat-surat tertentu yang menjadi objek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat ini mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi dari pada surat-surat biasa atau surat-surat lainnya. Kepercayaan yang lebih besar terhadap kebenaran akan isi dari macam-surat itulah yang menyebabkan diperberat ancaman pidananya (Chazawi 2005).

Pemidanaan terhadap notaris dapat saja dilakukan dengan batasan, yaitu ada tindakan hukum dari notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta direncanakan bahwa akta yang akan dibuat dihadapan notaris atau oleh notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana, kemudian ada tindakan hukum dari notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh notaris yang apabila diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN, dan tindakan notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instasi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu notaris, dalam hal ini majelis pengawas notaris (Sjaifurrachman dan Adjie 2011).

Penjatuhan sanksi pidana terhadap notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang disebutkan dalam Undang-undang perubahan atas UUJN dan kode etik profesi jabatan notaris yang juga harus memenuhi rumusan dalam KUHP. Jika tindakan notaris memenuhi rumusan suatu tindak pidana, tapi jika ternyata berdasarkan UUJN dan menurut penilaian dari majelis pengawas notaris bukan suatu pelanggaran, maka notaris yang bersangkutan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana, karena ukuran untuk menilai sebuah

akta harus didasarkan pada UUJN dan kode etik jabatan notaris(Adjie 2008).

Berdasarkan atas penjelasan yang telah dikemukakan, ternyata notaris selaku pejabat umum juga dapat dikenakan tuntutan pidana, baik berdasarkan Pasal-pasal tentang pemalsuan surat maupun Pasal-pasal lain yang berkaitan dengan tugas jabatannya sebagai notaris, bahkan dapat juga dijatuhi hukum pidana penjara asalkan saja perbuatan itu memenuhi unsur-unsur dari perbuatan pidana yang tertuang dalam Pasal-pasal yang dituduhkan (Sjaifurrachman dan Adjie 2011)

Akan tetapi untuk menyatakan tentang adanya kebenaran notaris melakukan perbuatan tersebut tentu harus melalui proses pembuktian yang dalam sistem pembuktian acara pidana disebut dengan sistem negatif yaitu suatu sistem pembuktian dengan mencari kebenaran materiil yaitu seorang hakim dalam suatu sistem pembuktian di depan pengadilan agar suatu pidana dapat diajtuhkan harus memenuhi dua syarat mutlak meliputi adanya alat bukti yang cukup dan keyakinan hakim (Fuady 2006).

Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud tersebut pada ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Berdasarkan alat bukti tersebut, maka untuk membuktikan perbuatan notaris telah melakukan tindak pidana pemalsuan akta atau memalsukan akta notaris sekurang-kurangnya harus ada dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Apabila seorang notaris melakukan penyimpangan akan sebuah akta yang dibuatnya sehingga menimbulkan suatu perkara

pidana maka notaris harus

(4)

Volume 4, No. 2. Mei 2016 - 16 yang telah dilakukannya tersebut.

Pertanggungjawaban pidana adalah “diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindakan berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang-undang yang dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu” (Prakoso 1987), hal tersebut berdasarkan pada asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Moeljatno menyatakan, seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) bila seseorang tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana tergantung suatu tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi, jika telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana (Mulyadi dan Surbakti 2010).

Pertimbangan hakim berdasarkan Putusan Nomor 318/PID.B/2013/PN.BNA, menyebutkan Notaris Irma Savitry telah memalsukan tanda tangan di dalam lembar APHT dan SKMHT. Tanda tangan yang di palsukan adalah tanda tangan Zulkifli dan istrinya Mursidah, notaris mengurus APHT dan SKMHT yang akan digunakan untuk mengeluarkan surat sertifikat hak tanggungan, dalam pengajuan surat tersebut harus ada tanda tangan para pihak Firman Saputra, Musawab, Zulkifli dan Mursidah, berdasarkan inisiatif sendiri Notaris Irma Savitri langsung memalsukan tanda tangan Zulkifli dan Mursidah, tujuan memalsukan tanda tangan Zulkifli dan Mursidah tanpa meminta ijin adalah untuk mempercepat kerja notaris tersebut.

Hakim memutuskan terdakwa dijatuhi hukuman pidana lebih ringan yaitu Pasal 263 ayat (1) KUHP dengan alasan bahwa apa yang telah dilakukan notaris dengan memalsukan tanda tangan korban Zulkifli dan istrinya Mursidah dalam APHT dan SKMT bukanlah merupakan surat yang dimaksud pengertian dalam aktaautentik.

Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo adalah surat yang diberi tandatangan yang memuat, peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat semula dengan sengaja untuk pembuktian (Sjaifurrachman dan Adjie 2011). Dari pengertian akta diatas dapat kita lihat bahwa APHT dan SKMHT yang dipalsukan tanda tangannya oleh notaris termasuk dalam akta autentik.

Notaris Irma Savitry sebagaimana terdapat didalam putusan pengadilan Nomor 318/PID.B/2013/PN.BNA telah mengakui perbuatannya yaitu dengan sengaja memalsukan tanda tangan korban, dalam APHT (akta pemberian hak tanggungan) No.158/2011 dan SKMHT (surat kuasa membebankan hak tanggungan No.120/2012. Perbuatan Notaris Irma Savitri yang telah memalsukan tanda tangan korban tanpa izin telah mendatangkan kerugian terhadap korban 1 (satu) Sertifikat Hak Milik Nomor 833 senilai Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Berdasarkan putusan hakim menimbang bahwa Notaris Irma Savitry melakukan pemalsuan surat sebagaimana terdapat dalam Pasal 263 KUHP dan telah menimbulkan kerugian pada pihak lain. Hakim mempertimbangkan yaitu hal yang memberatkan Perbuatannya mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Hal yang meringankan karena bersikap sopan dipersidangan, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, karena seorang ibu/istri dan mempunyai tanggung jawab untuk mengurus suami dan anak-anak, dan karena belum pernah dihukum sebelumnya.

Unsur-unsur objektif dan subjektif pada Pasal 264 KUHP sama dengan unsur-unsur Pasal 263 KUHP, namun pada Pasal 264 KUHP mempunyai unsur khusus pemberatnya (bersifat alternatif) berupa objek surat-surat tertentu, yaitu: akta autentik. Pemalsuan akta autentik dimana yang dilakukan oleh notaris terhadap SKMHT dan APHT kurang tepat diterapkan

(5)

-17 Volume 4, No. 2. Mei 2016

Pasal 263 KUHP karena pada Pasal ini pemalsuan surat pada umumnya. Pemalsuan untuk notaris lebih tepat diterapkan Pasal 264 KUHP karena dilakukan terhadap akta autentik.

Penjatuhan sanksi pidana berdasarkan putusan yang dilakukan hakim kurang tepat, dan sangat tidak sesuai dengan fakta-fakta di persidangan. Berdasarkan fakta persidangan notaris terbukti secara sah dan meyakinkan, serta mengakui melakukan pemalsuan akta autentik yaitu dengan memalsukan tanda tangan, namun sanksi pidana yang dijatuhkan Pasal 263 KUHP dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan, sedangkan untuk pemalsuan surat yang dilakukan oleh notaris terhadap akta autentik seharusnya digunakan pasal 264 KUHP dengan hukuman penjara yang diperberat yaitu maksimal 8 (delapan) tahun pidana penjara.

KESIMPULAN

Notaris yang telah terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik dapat dimintai pertanggungjawaban dan dikenai sanksi pidana dalam Pasal 264 KUHP yaitu pemalsuan yang diperberat karena objek pemalsuan ini mengandung nilai kepercayaan yang tinggi yaitu terhadap akta autentik. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana pada putusan yaitu hal yang memberatkan Perbuatannya mengakibatkan kerugian bagi orang lain, yang meringankan karena terdakwa bersikap sopan dipersidangan, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Ashshofa. B., 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta

Adjie. H, 2008, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik terhadap Undang-undang No.30 Tahun 2004 Tentang

jabatan Notaris, Refika Aditama,

Bandung.

Chazawi. A, 2005, Kejahatan Mengenai

Pemalsuan, PT.RajaGrafindo Persada,

Jakarta.

Fuady. M, 2006, Teori Hukum Pembuktian

(Pidana dan Perdata), Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Mulyadi. M dan Surbakti. F. A, 2010,Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan

Korporasi, PT. Softmedia, Jakarta

Prakoso. D, 1987, Pembaharuan Hukum

Pidana Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Sjaifurrachman dan Adjie. H, 2011, Aspek

Pertanggungjawaban Notaris Dalam

Pembuatan Akta, Penerbit Mandar Maju,

Bandung.

Salaim., H. S dan Nurbani. E. S

, 2013,

Penerapan Teori Hukum pada Penelitian

Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers,

Jakarta.

Soekanto. S, 2008, Pengantar Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Jenjang Pendidikan Kepala Desa % kriteria SMP 77,2 Tinggi SMU 73,8 Tinggi Sarjana 74,1 Tinggi Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator tentang

WHUQ\DWD 5 28 < R 0,05 = 36 , maka diputuskan bahwa H o ditolak dan H a GLWHULPD +DO LQL EHUDUWL KLSRWHVLV SHQHOLWLDQ \DQJ EHUEXQ\L ³6NRU kenakalan remaja korban broken home

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang tingkat kondisi vacuum di scruber dan suhu RBDPO di pre stripper terhadap PFAD yang dihasilkan..

Dengan begitu, ketika transaksi e-commerce dengan segala bentuknya telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang disebut di atas, dalam pelaksanaan akad secara umum dan

(Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VIII dalam mata pelajaran PKn diSMP Negeri 5

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran koomite audit, likuiditas, ukuran dewan komisaris, dan degree of operation leverage terhadap pengungkapan risiko

Judul Skripsi : Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Iklan Berbahasa Jawa melalui metode Think Talk Write (TTW) dengan menggunakan Media Visual pada siswa kelas

Menurut Ohoiwunut (1997) yang harus diperhatikan: (1) kapan orang bericara, dalam komunikasi lintas budaya perlu diperhatikan kebiasaan (habit) budaya yang mengajarkan kepatutan