BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonates dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari (Hardjodisastro, 2009).
2.2. Epidemiologi
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan satu billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun, pada 16,5 juta anak sebelum usia 5 tahun, menghasilkan 2,1-3,7 juta kunjungan dokter, 220.000 penginapan di rumah sakit, 924.000 hari rumah sakit, dan 400-500 kematian (Simadibrata, 2009).
Di Indonesia, penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak. Diperkirakan angka kesakitan berkisar di antara 150-430 perseribu penduduk setahunnya. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali
2.3. Etiologi Diare Akut
Diare dapat disebabkan oleh faktor infeksius (bakteri, virus, atau parasit) dan faktor noninfeksius.
A. Enteropatogen bakteri
Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang atau nonradang, dan enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah satu manifestasi klinis. Umumnya, diare radang akibat Aeromonas spp., Campylobacter jejuni, Clostridium difficile, E. coli enteroinvasif, E. coli enterohemorhagik, Plesiomonas shigelloides, Salmonella spp., Shigella spp., Vibrio parahaemolyticus, dan Yersinia enterocolitica. Diare nonradang dapat disebabkan oleh E. coli enteropatogen, E. coli enterotoksik, dan Vibrio cholera.
B. Enteropatogen parasit
Giardia lamblia adalah penyebab parasit diare yang paling sering di Amerika Serikat, patogen lain adalah Cryptosporidium, Entamoeba histolytica, Strongyloides stercoralis, dan Isospora belli.
C. Enteropatogen virus
Empat penyebabnya adalah rotavirus, adenovirus enteric, astovirus dan kalsivirus.
D. Noninfeksius
Faktor noninfeksius yang menyebabkan diare adalah malabsorbsi karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa), malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi protein. Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. Penyebab lain ialah intoksikasi makanan yaitu makanan beracun atau mengandung logam berat (Sumarno et al., 2007).
2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko merupakan sesuatu yang berhubungan dan atau yang mempengaruhi penyebab terjadinya diare akut yang diantaranya :
A. Usia
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dan insidensi tertinggi terjadi pada kelompok anak umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI (Subagyo & Santoso, 2009).
B. Status sosio-ekonomi
Hidup dalam kemiskinan mendorong penderita untuk tinggal dalam kondisi yang tidak bersih dan tidak sehat. Selain itu mereka tidak mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang diperlukan (Thaman et al., 1984).
C. Nutrisi
Malnutrisi merupakan faktor predisposisi infeksi saluran pencernaan dan juga organ lain yang mempercepat dan memperburuk malnutrisi tersebut. Tingkat keparahan, morbiditas serta mortalitas paling tinggi pada anak yang mengalami malnutrisi (Thaman et al., 1984).
2.5. Patogenesis
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor agent dan faktor host. Faktor host adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor agent yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuam memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman (Hardjodisastro, 2009).
A. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V. cholerae Eltor, Enterotoxigenic E. coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3’, 5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium.
B. Diare karena bakteri/parasit invasif (enterovasif)
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau demikian infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis.
2.6. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare akut dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi lactase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflammatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes mellitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja, peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis
Perlu ditanyakan pada orangtua : A. Saat mulainya diare
B. Adanya gejala-gejala lain utama yang dapat menduga diagnosis, (Suharyono, 1994) seperti :
1. Terjadinya diare sesudah diberikan susu atau buah-buahan (defisiensi sukrase-isomaltase).
2. Hubungan dengan serangan sakit perut dan muntah (malrotasi). 3. Terjadi kelumpuhan anggota badan dan badan.
4. Disertai arthritis, uretritis, konjungtivitis, tiroiditis, perikarditis, atau glomerulonefritis.
C. Tentang tinja hendaknya diperinci frekuensi, penampakan, konsistensi dan adanya darah atau lendir (Suharyono, 1994).
D. Makanan yang diberikan sebelum dan setelah diare serta reaksi pada pemberian makanan tersebut (Suraatmaja, 2010).
E. Penanganan yang telah dilakukan dan obat-obat yang telah diberikan (Suraatmaja, 2010). Riwayat diare yang profus setelah pengobatan antibiotik memberi dugaan adanya enterokolitis pseudomembranosa (Suharyono, 1994).
F. Terjadi dehidrasi yang bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan ortostatik
2.7.2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh, dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan clue bagi penentuan etiologi.
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium
A. Pemeriksaan tinja
1. Makroskopis dan mikroskopis.
2. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
3. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
B. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut astrup yaitu melalui darah arteri
dengan lokasi pengambilan di arteri radialis, arteri brakhialis, dan arteri femoralis (bila memungkinkan).
C. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal (Sumarno et al., 2007).
D. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor dalam serum (terutama pada pasien diare yang disertai kejang). E. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif (Sumarno et al., 2007).
2.8. Penatalaksanaan
Dasar penatalaksanaan diare adalah : A. Pemberian cairan (rehidrasi awal). B. Dietetik (pemberian makanan). C. Obat-obatan.
2.8.1. Pemberian Cairan (Rehidrasi Awal)
A. Cairan rehidrasi oral (oral rehydration salts)
Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar
natrium 90 mEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak di atas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi). Kadar natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non-kolera pada anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan, sedang, atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit (Sumarno et al., 2007).
Formula sederhana (tidak lengkap) hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam, dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan.
B. Cairan parenteral
Diberikan Ringer Laktat, bila tidak ada, bisa diberikan : 1. DG aa (1 bagian larutan Darrow + 1 bagian glukosa 5%). 2. RL g (1 bagian Ringer laktat + 1 bagian glukosa 5%).
3. 3@ (1 bagian NaCl 0,9% + 1 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na-laktat 1/6 mol/l).
4. DG 1:2 (1 bagian larutan Darrow + 2 bagian glukosa 5%). 5. RL g 1:3 (1 bagian Ringer laktat + 3 bagian glukosa 5-10%).
6. Cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaHCO3 1½ % atau 4
bagian glukosa 5-10% + 1 bagian NaCl 0,9%). C. Jalan pemberian cairan
1. Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang, dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik.
2. Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang, atau tanpa dehidrasi, tetapi anak tidak mau minum, atau kesadaran menurun.
3. Intravena untuk dehidrasi berat
2.8.2. Dietetik (Pemberian Makanan)
Di divisi gastroenterologi anak RSUP Haji Adam Malik Medan, pemberian diet dibagi atas :
A. Sudah dapat makanan padat (usia 4-6 bulan) 1. ASI diteruskan dan juga makanan padat
2. Kalau tidak ada ASI, diberikan makanan padat saja B. Belum dapat makanan padat
1. ASI diberikan
2. Bila tidak ada ASI, ini yang menjadi masalah, ibu sering coba-coba memberikan anaknya susu kaleng
2.8.3. Obat-Obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya) (Sumarno et al., 2007).
Obat antimikroba hanya diberikan bila ada penyakit penyerta seperti ensefalitis, pneumonia, dan sebagainya. Obat anti diare tidak dianjurkan.
2.9. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
A. Dehidrasi (ringan, sedang, berat). B. Renjatan hipovolemik.
C. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
D. Hipoglikemia
E. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
F. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
G. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (Sumarno et al., 2007).