• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI BANGSAL MELATI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI BANGSAL MELATI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SOEMARSO WONOGIRI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI

SECTIO CAESAREA

DI BANGSAL MELATI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN

SOEMARSO WONOGIRI

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : IIN PRASETYANI

NIM: ST. 14 030

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2016

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: ”Hubungan Pendampingan Suami dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa dorongan, bimbingan dan mmotivasi-motivasi dari berbagai pihak niscaya penulis tidak akan mampu menulis skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberi izin penelitian kepada penulis.

2. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada semua mahasiswanya. 3. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes., selaku pembimbing utama yang telah memberikan

bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Aria Nurrahman Hendra K, Ns.,M.Kep., selaku pembimbing pendamping, yang telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. dr. Setyorini, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.

(5)

6. Responden yang telah bersedia dijadikan untuk penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan selesai sesuai harapan.

7. Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan pengalamnnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluargaku yang telah memberikan dukungan, doa, nasihat, kasih sayang dan semangat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

9. Teman-teman ST14 yang telah memberikan dukungan dan bantuannya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Tiada kata yang pantas penulis sampaikan kepada semuanya, kecuali ucapan terima kasih yang tak terhingga serta iringan doa semoga amal baiknya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 22 Januari 2016

Iin Prasetyani NIM. ST. 14 030

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... ... xii BAB I. PENDAHULUAN ... 1 2.1 Latar Belakang ... 1 2.2 Rumusan Masalah ... 4 2.3 Tujuan Penelitian ... 5 2.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7

2.2 Keasalian Penelitian ... 33

2.3 Kerangka Teori ... 35

2.4 Kerangka Konsep ... 36

2.5 Hipotesis ... 36

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 37

(7)

3.2 Populasi dan Sampel ... 37

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 38

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 39

3.5 Instrumen Penelitian ... 40

3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.7 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 45

3.8 Teknik Analisis Data ... 47

3.9 Etika Penelitian ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Analisis Univariat ... 50 4.2. Analisis Bivariat ... 53 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Analisis Univariat ... 55 5.2. Analisis Bivariat ... 63 BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan ... 66 6.2. Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

(8)

DAFTARF TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional Variabel dan skala pengukuran ... 39

3.2 Kisi-kisi Angket Variabel Tingkat Kecemasan... 42

4.1. Karakteristik Responden Menurut Usia ... 49

4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Akhir ... 50

4.3. Distribusi Frekuensi responden menurut jenis pekerjaan ... 50

4.4. Distribusi responden menurut Partus ... 51

4.5. Distribusi Frekuensi Pendampingan Suami tentang sectio caesarea ... 51

4.6. Distribusi Frekuensi tentang Kecemasan pada pasien ... 52

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman 2.1 Kerangka Teori ... 35 2.2 Kerangka Konsep ... 36

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Nama Lampiran

1. Surat Ijin Studi Pendahuluan 2. Surat Balasan Ijin Pendahuluan 3. Surat ijin Penelitian

4. Surat Balasan Ijin Penelitian

5. Surat Permohonan Menjadi Informan 6. Surat Persetujuan Menjadi Informan

7. Kuesioner

8. Rekapitulasi Hasil Penelitian 9. Hasil Penelitian

10. Jadwal Penelitian 11. Blangko Konsultasi

(11)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Iin Prasetyani

HUBUNGAN PENDAMPINGAN SUAMI DENGAN TINGKAT

KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA

DI BANGSAL MELATI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

Abstrak

Kecemasan dapat terjadi pada setiap orang, seperti halnya pasien yang akan menjalani sectio caesaria, di mana penerimaan di unit perawatan kritis ini menandakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan, khususnya pasien dengan sectio caesaria menempati urutan pertama dari kasus-kasus bedah lainnya karena rumah sakit ini digunakan sebagai rujukan persalinan dengan sectio caesarea. Studi pendahuluan diketahui bahwa dari 59 pasien, ada 39 pasien yang didampingi dan 20 pasien didampingi. Bagi pasien yang didamingi suami mempunyai kecemasan yang berkurang, namun bagi istri yang tidak didampingi suaminya merasa was-was yang menunjukkan kecemasannya meningkat. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea.

Metode yang digunakan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 35 responden dan teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Alat analisis yang digunakan korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik responden sebagian besar memiliki usia rata-rata 27,89 tahun, tingkat pendidikan SLTA (51,4%), memiliki pekerjaan IRT (51,4%), dan paritas ke dua (37,1%); (2) Sebagian besar responden didampingi suami sebanyak 24 orang (68,6%); (3) Mempunyai kecemasan sedang yaitu sebanyak 18 orang (45,0%); dan (3) Terdapat hubungan signifikan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea(rxy = 0,768; p-value = 0,000), adapun kekuatan hubungan

adalah sangat kuat.

Kesimpulan dari penelitian ini terdapat hubungan signifikan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Kata kunci: Pendampingan Suami, Tingkat Kecemasan, Sectio Caesarea. Daftar Pustaka: 47 (2005 – 2014)

(12)

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2016

Iin Prasetyani

The Correlation between Husbands’ Assistance and the Anxiety Levels of Pre-Cesarean Section Patients in Melati Ward of Dr. Soediran Mangun

Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri

ABSTRACT

Anxiety may occur in everyone, like patients who are undergoing cesarean section. The admission of patients in Critical Care Unit (CCU) indicates a threat to life and welfare, and it has been cited that the rates of patients with cesarean section are the highest among other surgical cases since this hospital is a maternity referral hospital for cesarean section. Preliminary research has been carried out and the fact reveals that patients who are undergoing cesarean section appear to have various anxiety levels with different determining factors, and the individual and environmental factors are some of the major determinants of anxiety. This research aims at analyzing the correlation between husbands’ assistance and the anxiety levels of pre-cesarean section patients.

Qualitative-descriptive method with cross sectional approach was applied. The total samples were 35 respondents, which were taken using total sampling technique. Product moment correlation was used for analysis.

The research findings reveal that: (1) most of the respondents are at the age of 27.89, high-school graduates (51.4%), housewives (51.4%), and at second parity (37.1%); (2) most of the respondents (24 patients or 68.6%) are assisted by their husbands; (3) 18 patients (45.0%) have medium anxiety; and (4) there is a significant and very strong correlation between husbands’ assistance and the anxiety levels of pre-cesarean section patients (rxy = 0.768; p-value = 0.000).

It is concluded that there is a significant correlation between husbands’ assistance and the anxiety levels of pre-cesarean section patients in Melati ward of dr. Soediran Mangun Sumarso Regional Public Hospital of Wonogiri.

Keywords : husbands’ assistance, anxiety levels, cesarean section. Bibliography : 47 (2005 – 2014)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sectio caesarea adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Lebih dari 85% indikasi sectio caesarea dilakukan karena riwayat sectio caesarea, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham,2006). Sectio caesarea umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan, karena beresiko kepada komplikasi medis lainnya. Oleh karena itu, pasien lebih disarankan untuk melakukan tindakan sectio caesarea ketika proses kelahiran melalui vagina kemungkinan akan menyebabkan resiko kepada sang ibu atau si bayi (Cunningham, 2006).

Menurut Word Health Organization (WHO) angka persalinan dengan metode sectio caesarea cukup besar yaitu sekitar 24% sampai 30% dari semua proses persalinan. Sementara untuk Negara maju seperti Belanda presentase sectio caesarea kecil yaitu sekitar 9–13% (Sarmana, 2013). Di Indonesia, presentasenya masih besar yaitu lebih dari 50%, terutama di rumah sakit-rumah sakit swasta. Tingginya angka kejadian sectio caesarea dari tahun ke tahun di beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia, melalui informasi dari Departemen Kesehatan RI yang menyatakan bahwa angka sectio caesarea untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan sebesar 20% dan rumah sakit swasta 15% (Depkes RI, 2013).

(14)

Pada tahun 2000 pemerintah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strategi sektor kesehatan secara terfokus pada pendekatan dan perencanaan yang sistematis dan terpadu. Salah satu strategi Making Pregnancy Safer (MPS) adalah mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga. Output yang diharapkan dari strategi tersebut adalah menetapkan keterlibatan suami dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2011). Istri yang didampingi oleh keluarga terutama suami mengalami komplikasi yang lebih sedikit, kebutuhan terhadap analgetik dan terapi medis juga berkurang, dengan kehadiran pendamping persalinan juga menjadikan waktu persalinan lebih singkat dan membuat istri merasa tenang, nyaman, jauh dari depresi pasca persalinan dan bayi yang dilahirkan dalam keadaan sehat dengan nilai APGAR baik (Musbikin, 2005).

Faktor yang mempengaruhi kecemasan ketika ibu akan menjalani persalinan diantaranya adalah tingkat pengetahuan, dukungan suami, faktor ekonomi dan faktor psikologis. Pengalaman atau pengetahuan ternyata berhubungan dengan perilaku yang didasari oleh pengetahuan dimana seorang ibu mengalami kecemasan dengan tidak mengetahui tentang persalinan dan bagaimana prosesnya. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang rendah tentang proses persalinan, hal‐hal yang

akan dan harus dialami oleh ibu sebagai dampak dari kemajuan persalinan. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010). Kecemasan juga dapat berwujud sebagai gejala-gejala

(15)

kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya (Dalami, 2009).

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan kecemasan pada ibu hamil yang dilakukan oleh Zamriati (2013) yang meneliti tentang faktor-faktor penyebab kecemasan ibu dalam menghadapi persalinan, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur, paritas, dan pengalaman traumatis dengan tingkat kecemasan ibu. Penelitian lain yang dapat menunjang penelitian ini seperti yang dilakukan oleh Sumanto dkk (2011) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat nyeri dengan tingkat kecemasan pada pasien post sectio caesarea.

Kecemasan dapat terjadi pada setiap orang, termasuk pada pasien yang menjalani sectio caesaria, dalam hal ini pasien yang dirawat di ruang Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri, di mana penerimaan di unit perawatan kritis ini menandakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan, khususnya pasien dengan sectio caesaria menempati urutan pertama dari kasus-kasus bedah lainnya karena rumah sakit tersebut digunakan sebagai rujukan persalinan dengan sectio caesarea di Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan data dari medical record bulan Januari s/d Desember tahun 2014 terdapat 1.084 pasien yang melahirkan, terdapat 245 pasien melahirkan dengan sectio caesaria, 781 pasien melahirkan dengan spontan, dan 7 pasien melahirkan dengan vacum, 51 pasien melahirkan secara forcef maka perlu penanganan yang tepat, baik preoperative, perioperatif dan post operatif. Adapun jumlah pasien sectio

(16)

caesaria di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri dalam dua bulan terakhir (April-Mei) sebanyak 59 pasien, dari jumlah tersebut pasien secsio caesarea yang didampingi suami sebanyak 39 pasien dan yang tidak didampingi suami sebanyak 20 pasien. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa bagi yang didampingi suami mempunyai kecemasan yang berkurang, namun bagi istri yang tidak didampingi suaminya merasa was-was yang menunjukkan kecemasannya meningkat. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti, pasien yang akan menjalani operasi sectio caesaria ternyata mempunyai tingkat kecemasan yang beragam dengan faktor penyebab kecemasan yang berbeda-beda. Faktor individu pasien dan faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab utama timbulnya rasa cemas.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Pendampingan Suami terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri”.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalampenelitian ini: “Apakah ada hubungan pendampingan suami terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri?”.

(17)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik responden (Umur, pendidikan, pekerjaan, partus).

2. Untuk mendeskripsikan pendampingan suami pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

3. Untuk mendeskripsikan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

4. Untuk menganalisis hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah : 1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan Rumah Sakit, terutama pelayanan keperawatan pada kecemasan pasien pre operasi sectio caesaria.

(18)

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan maternitas untuk dimanfaatkan sebagai sumber belajar.

3. Bagi Perawat

Perawat dapat mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesaria, dan mengetahui manfaat pendampingan suami pada pasien pre operasi sectio caesaria.

4. Bagi Peneliti

Mengaplikasikan teori metodologi penelitian untuk diterapkan dalam kegiatan nyata di lapangan terutama berkaitan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesaria dan mengetahui manfaat pendampingan suami pada pasien pre operasi sectio caesaria.

5. Bagi Peneliti Berikutnya

Sebagai acuan untuk peneliti lebih lanjut yang melakukan penelitian misalnya berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kecemasan pre operasi sectio caesarea misalnya faktor spiritual.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Sectio Caesarea

a. Pengertian Sectio Caesarea

Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005). Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu (laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi Y, 2007).

b. Jenis-jenis Sectio Caesarea

Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu : 1) Sayatan melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami

(20)

kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Prawirohardjo, 2008).

2) Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)

Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y, 2007).

c. Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi dilakukan operasi sectio caesarea antara lain meliputi: 1) Indikasi Medis

Ada tiga faktor penentu dalam proses persalinan yaitu Power, yaitu suatu keadaan yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Passanger yaitu keadaan medis dimana anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak lintang, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah). Passage, yaitu kelainan pada panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang

(21)

kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C. (Dewi Y, 2007)

2) Indikasi Ibu a) Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis dan preeklamsia. Eklampsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.

b) Tulang Panggul

Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mudah tidaknya proses persalinan.

c) Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea

Persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.

(22)

d) Faktor Hambatan Jalan Lahir

Gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.

e) Kelainan Kontraksi Rahim

Kelainan kontraksi rahim jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.

f) Ketuban Pecah Dini

Kantung ketuban yang robek sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.

g) Rasa Takut Kesakitan

Seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan

(23)

sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami yang berlangsung (Prawirohardjo, 2008).

3) Indikasi Janin

Indikasi janin yang akan melalui jalan sectio caesarea adalah : (Cendika, dkk. 2007).

a) Ancaman Gawat Janin (fetal distress)

Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar 120 x/mnt – 160 x/mnt. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung janin melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk menyelematkan janin.

b) Bayi Besar (makrosemia) c) Letak Sungsang

Letak sungsang yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada posisi yang lain.

d) Faktor Plasenta (1) Plasenta previa

Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir.

(2) Plasenta lepas (Solution placenta)

Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.

(24)

(3) Plasenta accreta

Plasenta accreta merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya plasenta.

e) Kelainan Tali Pusat

(1) Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)

Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.

(2) Terlilit tali pusat

Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman.

d. Komplikasi Sectio Caesarea

Bagi ibu yang melahirkan dengan tindakan sectio caesarea tidak saja menimbulkan resiko medis tapi juga resiko psikologis. Resiko Sectio Caesarea menurut Kasdu (2008), antara lain:

1. Resiko medis

a) Infeksi rahim dan bekas jahitan

Infeksi luka akibat caesarea beda dengan luka pada persalinan normal. Luka setelah caesar lebih besar dan lebih belapis-lapis. Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman lebih mudah

(25)

maenginfeksi sehingga luka pada rahim dan jahitan bisa lebih parah.

b) Perdarahan

Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan. Namun darah yang hilang lewat sectio caesarea dua kali lipat dibanding lewat persalinan normal. Kehilangan darah yang cukup banyak mengakibatkan syok secara mendadak.

c) Resiko obat bius

Pembiusan pada proses caesarea bisa menyebabkan komplikasi. Selain itu, obat bius juga bisa mempengaruhi bayi. Sebagian bayi mengalami efek dari obat bius yang diberikan doker kepada ibunya saat caesarea. Setelah dilahirkan bayi biasanya menjadi kurang aktif dan banyak tidur sebagai efek dari obat bius.

2. Resiko psikologis a) Baby blues

Bagi sebagian ibu yang menjalani caesarea ini merupakan masa peralihan. Biasanya berlangsung selama satu atau dua minggu. Hal ini ditandai dengan perubahan suasana hati, kecemasan, sulit tidur, konsentrasi menurun.

b) Post Traumatic Syndrom Disorder (PTSD)

Pengalaman perempuan menjalani sectio caesarea sebagai suatu peristiwa traumatik. 3% perempuan memiliki gejala klinis PTSD pada 6 minggu setelah caesarea dan24% menunjukkan setidaknya 1 dari 3 komponen PTSD.

(26)

c) Sulit pendekatan kepada bayi

Perempuan yang mengalami sectio caesarea mempunyai perasaan negatif setelah menjalani sectio caesarea tanpa memperhatikan kepuasan terhadap hasil operasi. Sehingga Ibu yang melahirkan secara sectio caesarea biasanya sulit dekat dengan bayinya. Bahkan jarang bisa menyusui dibandingkan dengan melahirkan normal. Karena rasa tidak nyaman akibat sectio caesarea.

Penyebab ibu akan menjalani persalinan dengan sectio caesarea pada penelitian ini antara lain : daya pengejan lemah, letak janin sungsang, anak terlalu lama tertekan pada pintu atas panggul, denyut jantung anak melemah, panggul terlalu sempit,dan tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.

2.1.2. Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Ansietas (kecemasan) merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA) (Ashadi, 2008). Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Suliswati, 2006). Kecemasan juga dapat diartikan suatu kebingungan atau kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

(27)

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Hawari, 2008).

Individu apabila tidak mampu mengendalikan atau meramalkan situasi atau lingkungannya, baru akan timbul kecemasan yang patologis yang dapat berbentuk kecemasan jangka pendek atau kecemasan menahun yang tertanam dalam kepribadian individu dan dapat pula dalam bentuk serangan secara tidak disadari oleh seseorang.

b. Bentuk-bentuk Kecemasan

Tingkat kecemasan seseorang memberikan pergantian yang tepat dan tidak dalam suatu spektrum kesadaran, mulai dari tidur-siaga-kecemasan-ketakutan, demikian berulang-ulang. Jika kecemasan terjadi bukan pada saat yang tepat atau sangat hebat dan berlangsung lama sehingga mengganggu aktivitas kehidupan yang normal, maka hal ini sudah merupakan suatu penyakit.

Para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, (Dalami, 2009), yaitu:

1) Tingkat psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.

2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

(28)

Keluhan-keluhan yang sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain adalah penyataan cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiranya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2008).

Kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gemetar dan gelisah (Kartono, 2006). Manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini:

1) Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

2) Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

3) Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah.

(29)

4) Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

c. Etiologi dan Predisposisi Kecemasan 1) Etiologi Kecemasan

Menurut Wibisono (2004), setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan (live events) dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup.

Kecemasan terjadi karena individu tidak mampu mengadakan penyesuaian diri terhadap diri sendiri di dalam lingkungan pada umumnya. Kecemasan timbul karena manifestasi perpaduan bermacam-macam proses emosi (Sundari, 2005). Penyebab timbulnya kecemasan dapat ditinjau dari dua faktor yaitu : a) Faktor internal seperti tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri, b) Faktor Eksternal adalah dari lingkungan seperti ketidaknyamanan akan kemampuan diri, ancaman, pertentangan, ketakutan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

2) Predisposisi/faktor yang mempengaruhi kecemasan

Ada beberapa faktor yang memudahkan individu terkena kecemasan, (Hawari, 2008) yaitu:

a) Faktor individu

Hal yang memudahkan timbulnya kecemasan dari faktor individu adalah konstitusi mental dan genetik. Ada kepribadian yang mudah

(30)

terkena gangguan kecemasan, yaitu dengan ciri anxietas yang akan bereaksi tinggi terhadap sekelilingnya, dan simpton anxietasnya berkembang dengan menghadapi stres lingkungan. Pasien dengan gangguan kecemasan lebih neurotik dan introvert daripada orang normal atau pasien dengan depresi.

b) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang bersifat psikologik. Freud menghubungkan kecemasan dengan penarikan buah dada ibunya atau withdrawl of maternal breast. Kecemasan dini terjadi pada bayi saat melalui jalan lahir dengan penuh tekanan dan kecemasan infantile (primary anxiety).

c) Faktor organik

Epineprin yang dihasilkan oleh medulla adrenal bila terjadi keadaan stres dan peningkatan aktivitas adrenergik dapat ditunjuk- kan pada pasien cemas.

Menurut Kaplan dan Sadock (2006), beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien antara lain :

a) Faktor Internal 1) Usia pasien

Menurut Kaplan dan Sadock (2001) gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun.

(31)

2) Jenis Kelamin

Gangguan kecemasan lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita.

3) Pengalaman pasien menjalani pengobatan

Kaplan dan Sadock (2001) mengatakan pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila pengalaman individu tentang operasi kurang, maka cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan operasi.

4) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu berhubungan dengan orang lain. Menurut Stuart & Sundeen (2007), peran adalah pola sikap perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Pasien yang mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu.

(32)

b) Faktor Eksternal

1) Kondisi medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien. Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan.

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing. Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya.

3) Akses informasi

Adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan operasi terdiri dari tujuan operasi, proses operasi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang tersedia, serta proses adminitrasi.

(33)

4) Proses adaptasi

Tngkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-sumber di lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang baru. 5) Tingkat sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik. Berdasarkan hasil penelitian Durham diketahui bahwa masyarakat kelas sosial ekonomi rendah prevalensi psikiatriknya lebih banyak. Jadi keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan ke cemasan pada klien menghadapi tindakan operasi.

6) Jenis tindakan pembedahan

Adalah klasifikasi suatu tindakan medis yang dapat mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa seseorang. Semakin mengetahui tentang tindakan pembedahan, akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien yang dilakukan operasi.

(34)

7) Komunikasi terapeutik

Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien. Terlebih bagi pasien yang akan menjalani proses pembedahan. Hampir sebagian besar pasien yang menjalani pembedahan mengalami kecemasan. Pasien sangat membutuh-kan penjelasan yang baik dari perawat. Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan tahap pembedahan selanjutnya. Pasien yang cemas saat akan menjalani pembe-dahan kemungkinan mengalami efek yang tidak menyenangkan bahkan akan membahayakan.

d. Gejala dan Gambaran Klinik Cemas

Kecemasan sebagai suatu gangguan jiwa (neurosa cemas) dapat dieskpresikan sebagai kecemasan yang mengambang bila seseorang selalu waspada tanpa adanya bahaya yang beralasan dan dapat juga berupa ketakutan yang tidak layak bagi orang lain (fobi) atau suatu ketakutan yang mendadak dan tidak dapat diterangkan (Hawari, 2008).

Menurut Stuart and Sundeen’s (1998) cit Sudiyanto (2010), gejala dan gambaran klinik cemas adalah:

1) Secara fisiologis

a) Cardiovaskuler. Palpitasi, jantung berdebar, tensi meningkat, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun, shock, dan lain-lain.

b) Respirasi. Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

(35)

c) Sistem kulit. Perasaan panas, atau dingin, muka pucat atau berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d) Gastrointestinal. Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar pada jantung, nausea, diare.

e) Neuromuskuler. Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, gerakan lambat.

2) Secara psikologis

a) Perilaku. Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar, dan lain-lain.

b) Kognitif. Gangguan perhatian konsentrasi hilang, pelupa, salah tafsir, bloking, gampang bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan atau mati, dan lain-lain.

c) Afektif. Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

e. Tingkat dan Rentang Respon Kecemasan 1) Tingkat Kecemasan

Dalami (2009) menyatakan bahwa ada dua tingkatan kecemasan. Pertama, kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih menyadari konflik-konflik dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua, kecemasan neurotik, ketika individu tidak menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian

(36)

dapat menjadi bentuk pertahanan diri. Secara luas, ada 4 (empat) tingkat kecemasan, yaitu:

a) Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Individu masih waspada dan berhati-hati, serta lapang persepsinya melebar. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Respon fisiologi kecemasan ringan adalah sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, sedang respon perilaku dan emosinya adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

b) Kecemasan Sedang

Individu lebih memfokuskan hal-hal penting saat itu dan mengenyampingkan hal lain, lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Respon fisiologi pada kecemasan sedang adalah sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, konstipasi atau diare, gelisah., sedang respon perilaku dan emosinya adalah gerakan tersentak-sentak (mremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak aman.

c) Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatianya pada detil yang kecil (spesifik) dan mengabaikan hal

(37)

lain. Individu tidak mampu lagi berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain. Respon fisiologi pada kecemasan berat adalah : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, sedang respon perilaku dan emosinya adalah : perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat.

d) Panik

Pada tingkatan ini lapangan persepsi Individu sudah sangat menyempit dan sudah terganggu sehingga tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan. Respon fisiologi pada tingkat kecemasan ini adalah : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah, sedang respon perilaku dan emosi nya adalah : mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak, kehilangan kendali atau kontrol diri, persepsi kacau. 2) Rentang respon kecemasan

Rentang respon kecemasan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Rentang respon Cemas (Stuart, 2007)

Kecemasan atau ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti atau berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang

RENTANG RESPON ANSIETAS

(38)

spesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan. f. Konsep Kecemasan dalam Menghadapi Persalinan

Meskipun kehadiran seorang bayi begitu diinginkan, kehamilan adalah saat ketika seorang wanita mengalami berbagai jenis emosi, dan salah satunya yang paling menonjol adalah kecemasan. Kehamilan terutama kehamilan tahap akhir akan dipenuhi dengan mimpi-mimpi dan bayangan mengenai seperti apakah bayi yang akan lahir ini. Kebanyakan dilanda kecemasan tentang apakah bayinya sehat atau tidak. Ketakutan akan melahirkan seorang bayi yang tidak normal atau meninggal dunia dapat menyebabkan stres berat. Beberapa calon ibu tidak berani membayangkan tentang persalinan karena khawatir kalau bayinya tidak lahir dalam keadaan sehat. Namun, beberapa wanita lainnya selalu tenang dan percaya diri (Nolan, 2008).

Salah satu yang paling dicemaskan oleh ibu hamil dan pasangannya selama kehamilan adalah bagaimana ibu hamil dan pasangannya mengetahui bahwa persalinan telah dimulai. Sebagian besar wanita hamil mencemaskan nyeri persalinan. Media massa sering menggambarkan persalinan yang lama, sangat menyakitkan, bahkan berbahaya. Bayangan akan rasa nyeri membuat beberapa calon ibu

(39)

menjadi begitu takut sehingga bulan-bulan terakhir dari kehamilannya terbuang sia-sia (Nolan, 2008).

Begitu persalinan tinggal beberapa minggu lagi, para calon ibu mulai menghadapi kesibukan untuk melahirkan. Kemungkinan besar ibu sudah mendengar banyak cerita tentang persalinan dan beberapa diantaranya membuat ibu takut. Beberapa minggu terakhir dapat terasa sangat lama dan banyak ibu yang cemas menanti dimulainya persalinan (Nolan, 2008).

g. Penyebab Kecemasan dalam Menghadapi Persalinan

Menurut Kartono (2006), penyebab kecemasan dalam menghadapi persalinan adalah :

1) Takut mati

Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah fenomena fisiologis yang normal, namun tidak terlepas dari risiko-risiko dan bahaya kematian. Bahkan, pada proses kelahiran yang normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan-kesakitan yang hebat. Peristiwa inilah yang menimbulkan ketakutan-ketakutan, khususnya takut mati, baik kematian dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan. 2) Trauma Kelahiran

Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada wanita pada saat melahirkan bayinya dan ketakutan lahir (takut dilahirkan di dunia ini) pada bayi, yang dikenal sebagai trauma kelahiran. Trauma kelahiran ini berupa ketakutan akan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Ketakutan

(40)

ini merupakan ketakutan “hipotetis” untuk dilahirkan di dunia dan takut terpisah dari ibunya.

3) Perasaan Bersalah

Wanita banyak melakukan identifikasi terhadap ibunya dalam semua aktivitas reproduksinya. Jika identifikasi ini menjadi salah dan wanita tersebut banyak mengembangkan mekanisme rasa bersalah dan rasa berdosa terhadap ibunya, maka peristiwa tadi membuat dirinya menjadi tidak mampu berfungsi sebagai ibu yang bahagia sebab selalu saja dibebani atau dikejar-kejar rasa berdosa. Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut melahirkan bayinya.

4) Ketakutan riil

Pada setiap wanita hamil, kecemasan untuk melahirkan bayinya bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya. Misalnya, takut bayinya lahir cacat atau lahir dalam kondisi patologis, takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri di masa silam, takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh lahirnya sang bayi, munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari, kalau akan dipisahkan dari bayinya, takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamila sampai waktu melahirkan bayinya.

h. Pengukuran Kecemasan

Ada beberapa skala atau cara pengukuran untuk mengetahui tingkat kecemasan, yaitu: Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRS A), Anxiety scale

(41)

pada institute for personality and Ability Testing (IPAT), Manifestasi Anxiety Scale dari Taylor (T-MAS), dan Test Anxiety Questionare dari Sarason (cit Sjahriati, 2009).

Di Indonesia telah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KSPBJ) yaitu Anxiety Analog Scale (AAS). Ada korelasi yang positif antara AAS yang dibuat oleh penderita dan skor HRS A yang dibuat oleh pemeriksa. Cara pengukuran ini bersifat subyektif dan merupakan ukuran kasar, tetapi bermanfaat pada pemeriksaan keadaan cemas pada penderita dengan kecerdasan cukup dan kooperatif. Pada penelitian ini, pengukuran kecemasan pada ibu yang menjalani sectio caesarea digunakan pengukuran kecemasan dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Adapun scor HRS-A adalah :

(1) Tdk ada cemas < 14 (2) Ringan : 14 – 20 (3) Sedang : 21 – 27 (4) Berat : 28 – 41 (5) Berat sekali : 42-56 2.1.3. Pendampingan Suami 1. Pengertian

Pendampingan suami adalah suami yang mendampingi atau menemani istri dalam proses persalinan (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2005). Secara psikologis, istri sangat membutuhkan pendampingan suami selama proses persalinan. Proses persalinan merupakan masa yang cukup

(42)

berat bagi ibu, dimana ibu membutuhkan dukungan dan pendampingan suami dalam proses persalinan sampai melahirkan dengan aman dan nyaman (Musbikin, 2005).

2. Peran Suami dalam Pendampingan

Kehadiran suami dalam kamar bersalin disambut baik oleh para istri, terutama pasca operasi sectio caesaria. Kehadiran suami dapat membawa ketentraman bagi istri yang mengalami operasi sectio caesaria, suami juga dapat memainkan peranan yang aktif dalam memberikan dukungan fisik dan dorongan moral kepada istrinya (Farrer, 2007).

Peran suami yang dianggap ideal adalah sebagai pemimpin persalinan. Suami diharapkan untuk membantu ibu secara aktif dalam menghadapi persalinan dengan sectio caesaria, namun ini tidak realistik untuk semua suami karena sebagian suami juga khawatir akan kemampuan sendiri sebagai pelatih (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2005).

Menurut Chapman (1992) cit Bobak, Jensen & Lowdermilk (2005) terdapat tiga peran yang dilakukan oleh suami selama proses persalinan dan melahirkan, yaitu :

a) Sebagai pelatih

Suami secara aktif membantu ibu selama dan sesudah kontraksi persalinan. Seorang pelatih menunjukkan keinginan yang kuat untuk mengendalikan diri mereka dan mengontrol persalinan. Ibu menunjukkan keinginan yang kuat agar suami terlibat secara fisik selama persalinan.

(43)

b) Sebagai teman satu tim

Suami bertindak sebagai teman satu tim akan membantu ibu selama proses persalinan dan melahirkan dengan berrespon terhadap permintaan ibu akan dukungan fisik atau dukungan emosi atau keduanya.

c) Sebagai saksi

Sebagai saksi, suami bertindak sebagai teman dan memberi dukungan emosi dan moral.

3. Manfaat Pendampingan Suami

Pendampingan suami selama proses persalinan khususnya pasca sectio caesaria dan melahirkan dapat memberikan manfaat bagi ibu dalam menghadapi proses persalinan secara umum, berupa : (Kurniasih, 2004) a) Memberi rasa tenang dan penguat secara psikis

Suami adalah orang terdekat yang dapat memberikan rasa aman dan tenang yang diharapkan ibu dalam menjalani proses persalinan itu. Di tengah kondisi yang tidak nyaman, istri memerlukan pegangan, dukungan, dan semangat untuk mengurangi kecemasan, dan kepanikan.

b) Selalu ada bila dibutuhkan

Dengan berada di sisi ibu, suami siap membantu apa yang dibutuhkan ibu, dari mengambil minum hingga mengusap keringat ibu, dan ketika ada suatu tindakan dokter yang memerlukan keputusan keluarga, seperti tindakan vakum atau operasi, akan ada suami yang akan memberikan persetujuan atau tidak segera.

(44)

c) Kedekatan emosi suami-istri bertambah

Suami akan melihat sendiri perjuangan antara hidup dan mati sang istri saat melahirkan anak. Begitu susahnya melahirkan membuat suami bertambah sayang kepada istri.

d) Menumbuhkan naluri kebapakan

Perhatian yang diberikan ayah saat kelahiran sang buah hati sudah bisa menumbuhkan keterikatan dengan anaknya, ini merupakan modal awal yang perlu diteruskan dengan ikutnya ayah terlibat dalam pengasuhan si kecil.

e) Suami akan lebih menghargai istri

Melihat pengorbanan istri saat persalinan suami akan dapat lebih menghargai istrinya dan menjaga perilakunya, karena dia akan mengingat bagaimana besarnya pengorbanan sang istri.

Persalinan dengan sectio caesaria merupakan masa yang cukup berat bagi ibu, dimana proses persalinan dan melahirkan layaknya sebuah pertaruhan hidup dan mati. Terutama pada ibu dengan sectio caesaria, terutama mereka yang belum memiliki pengalaman melahirkan dengan pembedahan. Dukungan dan pendampingan suami dalam proses persalinan merupakan sumber kekuatan bagi ibu yang tidak dapat diberikan oleh tenaga kesehatan (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2005).

Menurut Musbikin (2005) kehadiran atau pendampingan suami saat persalinan akan membawa ketenangan dan menjauhkan sang ibu dari stress. Kehadiran suami akan membawa pengaruh positif secara psikologis, dan berdampak positif pada kesiapan ibu secara fisik.

(45)

Kehadiran suami, sentuhan tangannya, doa dan kata-kata penuh motivasi yang diucapkannya akan membuat istri merasa lebih kuat dan tabah menghadapi rasa sakit dan kecemasannya serta memiliki motivasi untuk berjuang melahirkan bayinya (Musbikin, 2005).

2.2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang dilakukan, belum pernah ditemukan pada penelitian yang sama, namun ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan acuan, hal ini dapat disajikan dalam tabel berikut :

(46)

Tabel 2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Metode Hasil

1 Sumanto, dkk

(2011) Hubungan tingkat nyeri dengan tingkat kecemasan pada pasien sectio caesarea. Jenis penelitian observational analitik dengan rancangan cross sectional. Alat analisis yang digunakan Chi-Square. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat nyeri dengan tingkat kecemasan pada pasien post sectio caesarea. 2 Primasnia, dkk (2013) Hubungan pendam- pingan suami dengan tingkat kecemasan ibu primigravida dalam menghadapi proses persalinan kala I. Jenis penelitian deskriptif observasional dengan pende-katan Case Control Design. Alat analisis yang digunakan dengan Chi-square. Adanya hubungan yang signifikan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan ibu primigravida dalam menghadapi proses persalinan kala I. 3 Mahdiah, dkk (2013) Hubungan antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan proses persalinan pada ibu primipara

Jenis penelitian survey analitik dengan pende-katan cross sectional. Alat analisis data dengan uji fisher’s exact.

Ada hubungan yang bermakna antara pendampingan suami dengan tingkat kecemasan proses persalinan pada ibu primipara, dan dengan pendampi-ngan suami selama persalinan dapat menurunkan tingkat kecemasan ibu selama persalinan kala I pada ibu primipara.

(47)

2.3. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa teori yang telah dikemukakan di muka, maka dapat dibuat suatu kerangka teori sebagai berikut :

Gambar 2.2 : Kerangka Teori

Sumber: Brunner & Suddarth (2007), Notoatmodjo (2010), Kaplan dan Sodach (2006), Nursalam dan Kurniawati (2007)

1. Indikasi Medis: a. Power b. Passanger c. Passage 2. Indikasi Ibu : a. Usia b. Tulang panggul c. Persalinan sebe- lumnya dengan sectio caesarea d. Faktor hambatan jalan lahir e. Kelainan kontraksi f. Kelainan kontraksi rahim.

g. Ketuban pecah dini h. Rasa takut kesakitan 3. Indikasi Janin

a. Ancaman gawat janin.

b. Bayi besar

Ibu Hamil Sectio

Caesarea Kecemasan

Faktor yang mempengaruhi kecemasan secara umum: 1. Internal :

a. Usia b. Pengalaman

c. Konsep diri dan peran

d. Pendampingan suami 2. Eksternal : a. Kondisi medis b. Tingkat pendidikan c. Akses informasi d. Proses adaptasi e. Tingkat sosial ekonomi f. Jenis tindakan

g. Komunikasi terapeutik

Kecemasan yang dialami ibu dengan Sectio Caesarea: 1. Takut mati 2. Trauma kelahiran 3. Perasaan bersalah 4. Ketakutan riil.

(48)

2.4. Kerangka Konsep

Untuk memperjelas alur pemikiran secara jelas, maka dapat dibuat suatu kerangka konsep seperti tampak pada gambar berikut:

Gambar 2. Kerangka Konsep

A. 2.5. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak ada hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri

Ha : Ada hubungan pendampingan suami dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

Variabel Bebas :

Pendampingan Suami

Variabel Terikat :

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitin deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat (Nursalam, 2009). Dipilihnya cross sestional karena peneliti ingin mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pada pasien antara yang mengalami pendampingan suami dengan yang tidak mengalami pendampingan suami pada pasian pre operasi sectio caesaria di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan menjalani persalinan atau presectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri yang berjumlah rata-rata 35 orang per bulan.

(50)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel pada penelitian ini diambil dari sebagian pasien yang akan menjalani persalinan dengan sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri sebanyak 35 orang.

3.2.3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan total sampling. Metode Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan metode total sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan denganmengambil seluruh responden yang ditentukan sebelumnya (Sugiyono, 2008) dalam arti pasien yang akan menjalani persalinan dengan sectio caesarea tanpa adanya tingkat kecemasan tinggi sekali yang berada di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri.

3.3. Waktu dan Tempat Penelitian 3.3.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 Oktober – 22 November 2015.

(51)

Tempat penelitian dilakukan di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

3.4. Variabel, Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan berubahnya nilai dari variabel terikat (Setiadi, 2007) dan merupakan variabel bebas, dalam penelitian ini adalah pengaruh pendampingan suami. Adapun variabel yang lain adalah variabel terikat yaitu variabel yang diduga nilainya akan berubah karena pengaruh dari variabel bebas (Setiadi, 2007), variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea.

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007). Definisi operasional dalam penelitian ini dapat dikemukakan dalam tabel berikut :

(52)

Tabel 3.1. Definisi Operasional Pengetahuan ibu tentang sectio caesarea dan Kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea.

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

Indikator Penilaian Skala 1

Pendampi-ngan suami

Pendampingan suami merupakan suatu tindakan yang dilakukan suami untuk mendampingi istrinya ketika akan melahirkan dengan sectio caesarea caesarea. Kuesione r terbuka, dengan 1 pertanya-an terbuka. 1. Di dampingi.

2. Tidak didampingi. Nominal

2 Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang dialami ibu hamil yang akan menjalani persalinan dengan sectio caesarea yang disertai perasaan kekawatiran, ketakutan, dan kesedihan sehingga terganggunya kestabilan emosional. Kuesione r tertutup yang berasal dari (HRS-A) dengan 14 pertanya-an. 1. Tdk ada cemas <14 (0) 2. Ringan : 14 – 20 (1) 3. Sedang : 21 – 27 (2) 4. Berat : 28 – 41 (3) 5. Berat sekali : 42-56 (4) Ordinal 3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, yaitu:

1. Kuesioner pendampingan suami berbentuk open question/pertanyaan terbuka dengan satu pertanyaan, dengan pilihan jawaban dikotomi choice yaitu: apabila pertanyaan suami pendampingi ketika istrinya akan

(53)

melahirkan dengan sectio caesarea (skor 1) dan apabila pertanyaan suami tidak pendampingi ketika istrinya akan melahirkan dengan sectio caesarea (skor 0).

Indikator penilaian : - Melakukan pendampingan, kode 1 - Tidak melakukan pendampingan, kode 0 2. Kuesioner kecemasan

Kuesioner kecemasan menghadapi persalinan diukur dengan kuesioner yang berasal dari Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang diadopsi dari buku ”Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi dari Hawari (2008), yang mencakup 14 gejala psikis kecemasan, yaitu perasaan cemas (ansietas), ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, perasaan depresi (murung), gejala somatik/fisik (otot), gejala somatik/fisik (sensorik), gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), gejala respiratori (pernafasan), gejala gastrointestinal (pencernaan), gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), gejala autonom, dan tingkah laku (sikap) pada wawancara. Alat ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya:

Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) 1 = gejala ringan

2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali

(54)

Adapun kisi-kisi angket yang digunakan untuk mengukur kecemasan dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2.

Kisi-kisi Angket Variabel Tingkat Kecemasan

Item Variabel Kecemasan Butir Pertanyaan 1. Perasaan cemas

2. Ketegangan 3. Ketakutan 4. Gangguan tidur

5. Kesukaran konsentrasi dan gangguan daya ingat 6. Perasaan sedih (sedih, murung, tidak berdaya, dan perasaan tidak ada harapan)

7. Gejala somatik umum (gejala muskuler/murung) 8. Gejala somatik umum (sensorik/fisik)

9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) 10. Gejala pada alat pernafasan.

11. Gejala gastrointestinal (pencernaan).

12. Gejala genito iriner (perkemihan dan kelamin) 13. Gejala syaraf otonom (mulut kering, muka merah, mudah keringat, kepala pusing, dan bulu berdiri) 14. Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Jumlah item soal 14

Dari sejumlah kuesioner yang telah memenuhi syarat dan bisa digunakan untuk penelitian, kemudian dihitung dan hasilnya dalam bentuk skala, yaitu: Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang yang diadopsi dari buku Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi (Hawari, 2008) yaitu :

Skor < 14 : Tidak ada kecemasan, kode 0 Skor 14 - 20 : Kecemasan ringan, kdoe 1 Skor 21 - 27 : Kecemasan sedang, kode 2 Skor 28 - 41 : Kecemasan berat, kode 3 Skor 42 - 56 : Kecemasan berat sekali, kode 4

(55)

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas 3.6.1 Uji Validitas

Uji Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Sugiyono, 2008). Untuk mengetahui validitas tiap item dari instrumen dengan menggunakan perhitungan korelasi product moment dari Pearson. Adapun rumus korelasi product moment adalah :

rXY =

(

)(

)

( )

(

)

{

}

{

(

)

}

− 2 2 2 2 Y Y N x X N Y X XY N Keterangan:

r = koefesien korelasi antara skor item dengan total item X = Skor pertanyaan

Y = Skor total

N = jumlah responden (Suharsimi, 2010).

Kriteria pengukuran validitas instrumen yaitu dengan membandingkan antara r hitung denga r tabel. Pengukuran dinyatakan valid jika rhit > rtab pada taraf signifikansi 95%. Perhitungan uji validitas instrumen ini dilakukan dengan program komputer.

Dalam penelitian ini, uji validitas instrumen yang digunakan tidak perlu diujicobakan karena di samping jenis pertanyaannya untuk variabel terikat dengan jenis pertanyaan terbuka “Ya” dan “Tidak”, dan instrumen untuk kecemasan menggunakan instrumen yang sudah baku yaitu: Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang yang diadopsi dari buku “Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi” dari Hawari (2008).

(56)

3.6.1 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah suatu uji yang digunakan untuk menguji sejauh mana alat ukur relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. Untuk menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien alpha Cronbach. Rumus alpha cronbach yang digunakan adalah : r11 =         −       −

2 2 1 1 St Si k k Keterangan :

r11 = nilai reliabilitas yang dicari k = banyaknya item

Si2 = Jumlah varian item St2 = Varian total

Setelah harga r11 diketahui, kemudian diinterpretasikan dengan indeks korelasi > 0,600 berarti reliabilitas tinggi (Ghozali, 2009).

Uji reliabilitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas tidak perlu dilakukan karena di samping jenis pertanyaannya untuk variabel terikat dengan jenis pertanyaan terbuka “Ya” dan “Tidak”, dan instrumen untuk kecemasan menggunakan instrumen yang sudah baku yaitu: Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang yang diadopsi dari buku Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi (Hawari, 2008).

(57)

3.7. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada responden yaitu pasien pre operasi sectio caesarea di Bangsal Melati RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Adapun langkah-langkah untuk memperoleh data dan informasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengucapkan salam

b. Memperkenalkan diri (menyebutkan nama dan asal institusi)

c. Menyampaikan tujuan (“Tujuan: melakukan penelitian tentang pendampingan suami hubungannya dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea dan meminta bantuan pasien tersebut untuk membantu mengisi kuisioner yang peneliti bagikan”)

d. Melakukan klarifikasi kepada pasien, apakah bersedia atau tidak untuk mengisi kuisioner tersebut.

e. Bila pasien tidak bersedia peneliti tidak memaksa dan beralih ke pasien lain.

f. Bila pasien bersedia maka dilanjutkan dengan penjelasan prosedur pengisian sebagai berikut:

1) Mengisi surat pernyataan menjadi responden 2) Untuk Kolom nama cukup ditulis initial saja

3) Mengisi kuisioner dengan cara mencentang pada kolom yang disediakan. Untuk pendampingan suami dengan :

Gambar

Gambar 2.1. Rentang respon Cemas (Stuart, 2007)
Tabel 2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Gambar 2.2 : Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Konsep
+6

Referensi

Dokumen terkait

TINGKAT KECEMASAN SUAMI DALAM MENGHADAPI ISTRI YANG MENJALANI SECTIO CAESAREA DI RUMAH.. SAKIT UMUM MITRA SEJATI MEDAN

Aisya Ayu Anggraeny, 462012008, Gambaran Kecemasan pada Pasien Pre Sectio Caesarea di Kota Salatiga, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana

gambaran tingkat kecemasan ( anxiety ) suami terhadap tindakan operasi sectio caesarea yang..

Metode ini digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan antara tingkat nyeri sebagai variabel bebas dengan tingkat kecemasan pada pasien post operasi sectio

Hasil penelitian yang dilakukan pada 40 responden post sectio caesarea menunjukkan bahwa sebagian besar nyeri responden berada pada skala nyeri 6 sebanyak 10

Nyeri pada pasien post sectio caesarea di ruang Delima RSUD Kertosono setelah pemberian relaksasi genggam jari adalah sebagian besar mengalami nyeri ringan sebanyak

Pada penelitian ini ditemukan pasien yang paling sedikit dengan mekanisme koping adaptif mengalami tidak cemas sebanyak 4 orang (9,5%) karena sebagian besar

Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahamannya tentang komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien pre sectio caesarea, tingkat pendidikan yang dienyamnya