i
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKU EKSPLOITASI
ANAK UNTUK AKTIVITAS MENGEMIS DITINJAU
DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM
(Studi Kasus di Kota Makassar)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
WISNU AGUNG PANCORO
NIM: 10300113053
FAKULTAS SYARI‟AH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wisnu Agung Pancoro
NIM : 10300113053
Tempat/Tgl. Lahir : Jeneponto, 30-Jannuari-1996
Jurusan : Hukum Pidana dan Ketatanegaraan
Fakultas : Syariah dan Hukum
Alamat : Jl. Sultan Alauddin, Lr. 79 RT: 02/ RW:05
Judul : Analisis Yuridis terhadap Pelaku Eksploitasi Anak untuk
Aktivitas Mengemis Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana
Islam (Studi Kasus di Kota Makassar)
Penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika
dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikasi, tiruan, plagiat, atau
dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang
diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 28 Februari 2018
Penyusun,
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan, kesabaran dan kesehatan kepada penulis sehingga tulisan ini
dapat diselesaikan. Salam dan Shalawat tidak lupa kita kirimkan semoga tetap
tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW yang telah menyinari dunia ini
dengan cahaya Islam. Teriring harapan semoga kita termasuk umat beliau yang akan
mendapatkan syafa‟at di hari kemudian. Amin.
Sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan, banyak kendala yang
peneliti hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Akan tetapi berkat bantuan-Nya dan
bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat diselesaikan walaupun tidak luput dari
berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis menghanturkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada, Ayahanda Muji Tabah tercinta dan Ibunda St. Subaedah
tersayang dalam memberikan semangat dan mendoakanku serta mendukung saya
dalam penulisan ini. Atas segala pengorbanan, pengertian, kepercayaan, dan segala
doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Kiranya Allah SWT
senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si, selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar selaku pimpinan tertinggi. Prof. Dr. Mardan, M.Ag selaku
Wakil Rektor I. Prof. Dr. H. Lomba Sultan, M.A selaku Wakil Rektor II dan
Prof. Siti Aisyah, M.A.,Ph.D. selaku Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri
v
2. Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag, selaku dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum, dan para wakil dekan yang selalu memberikan waktunya untuk
memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dra. Nila Sasrawati, M.Si, dan Dr. Kurniati, M.H.I.,masing-masing selaku
ketua jurusan dan sekertaris jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, telah
membantu dan memberikan petunjuk terkait dengan pengurusan akademik
sehingga penyusunan lancar dalam menyelesaikan semua mata kuliah dan
penyusunan skripsi ini.
4. Kepala perpustakaan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dan kepala
Perpustakaan Fakultas Syari‟ah dan Hukum serta para pengelola atau
pustakawan yang telah banyak membantu dalam memenuhi kebutuhan referensi
kepada penulis.
5. Dr. Dudung Abdullah, M.Ag. selaku Pembimbing I dan Dr. Abdul Wahid
Haddade, L.c, M. HI Selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan
pikiran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran
hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Para Dosen Jurusan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan yang telah mendidik
dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama di bangku perkuliahan.
7. Para staf akademik Fakultas Syariah dan Hukum atas konstribusinya kepada
penulis.
8. Sahabat-sahabatku Muh. Akhsan Ramadhan, Sabri, Nasrun Tantu, Rosmini
masnung, SH., dan Wesesah Dwi Pama yang selalu menemani dan memberi
dukunngan baik secara langsung maupun tidak langsung dari awal semester
9. Teman seperjuangan Hukum Pidana dan Ketatanegaraan angkatan 2013 yang
telah memberi semangat dan dukungan kepada penulis.
10. Seluruh pihak yang penulis tidak sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akan tetapi, penulis menyadari bahwa kekurangan itu selalu ada.Oleh karena
itu, masukan dari berbagai pihak sangat diharapkan agar tercapai hasil yang maksimal.
Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, serta berbagai
pihak yang berhubungan dengan skripsi ini.
Makassar, 28 Februari 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN ... ix
ABSTRAK ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 7
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan dan Kegunaan ... 12
BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 14
A. Tinjauan Umum Tentang Eksploitasi Anak ... 14
1. Pengertian Anak ... 14
2. Pengertian Eksploitasi Anak ... 16
3. Ciri-ciri Anak yang Dieksploitasi ... 18
B. Pengemis ... 19
1. Pengertian Pengemis ... 19
2. Pelaku Eksploitasi Anak untuk Aktivitas Mengemis ... 21
C. Konsep Perlindungan Anak ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
A. Jenis Dan Lokasi Penelitian ... 33
B. Pendekatan Penelitian ... 34
C. Sumber Data ... 34
D. Metode Pengumpulan Data ... 35
E. Instrument Pengumpulan Data ... 36
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 37
HUKUM PIDANA ISLAM ... 39
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39
B. Analisis Terjadinya Eksploitasi Anak Untuk Aktivitas Mengemis ... 42
C. Tinjauan Yuridis tentang Pelaku Eksploitasi Anak Untuk Aktivitas Mengemis ... 48
D. Perspektif Hukum Pidana Islam tentang Eksploitasi Anak Untuk Aktivitas Mengemis ... 53
E. Upaya Penanggulangan Eksploitasi Anak Untuk Aktivitas Mengemis ... 61
BAB V PENUTUP ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Implikasi Penelitian ... 78
KEPUSTAKAAN ... 79
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN
A. Transliterasi Arab-Latin
Daftar huruf bahasa Arab dan Transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada tabel beriku :
1. Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
ب Ba B Be
ث Ta T Te
د Sa ̇ es (dengan titik di atas)
ج Jim J Je
ح Ha ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ Kha Kh ka dan ha
د Dal D De
ر Zal Z zet (dengan titik di atas)
س Ra R Er
ص Zai z Zet
ط Sin s Es
ػ Syin sy es dan ye
ؿ Sad ṣ es (dengan titik di bawah)
ض Dad ḍ de (dengan titik di bawah)
ط Ta ṭ te (dengan titik di bawah)
ظ Za ẓ zet (dengan titik di bawah)
ع „ain „ apostrof terbalik
غ Gain g Ge
ف Fa f Ef
ق Qaf q Qi
ن Kaf k Ka
ي Lam l El
َ Mim m Em
ْ Nun n En
ٚ Wau w We
٘ Ha h Ha
ء hamzah ‟ Apostrof
ٜ Ya y Ye
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa
pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ‟ ).
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal Bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau menoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal Bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,
transliterasinya sebagai berikut :
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ا fatḥah A a
ا Kasrah I i
xi
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu :
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ٜ fatḥah dan yaa‟ Ai a dan i
ؤ fathah dan wau Au a dan u
Contoh:
فْي و : kaifa
يْٛ ٘ : haula
3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :
Harakat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama
ٜ…│ ا… Fathah dan alif atau
yaa‟
̅ a dan garis di atas
ٜ Kasrah dan yaa‟ ̅ i dan garis di atas
ٚ Dhammmah dan
waw
̅ u dan garis di atas
Contoh:
ثاِ : m ̅ta
ٝ ِ س : ram ̅
ًْي ل : q ̅la
4. Taa’ marbuutah
Transliterasi untuk taa‟marbuutah ada dua, yaitu taa‟marbuutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan dhammah, transliterasinya adalah
[t].sedangkan taa‟ marbuutah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].
Kalau pada kata yang berakhir dengan taa‟ marbuutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sedang al- serta bacaan kedua kata tersebut terpisah, maka taa‟
marbuutah itu ditransliterasikan dengan ha [h].
Contoh :
ت ضْٚ ش ٌا فْط ْلْا : raudah al- aṭf ̅l
ت ْٕي ذ ٌّا ت ٍ ضا فٌْا : al- mad ̅nah al- f ̅dilah
ت ّْى حٌْا : al-hikmah
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydid( َ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan
huruf (konsonan anda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh :
ا َّٕب س : rabban ̅
ا ْٕيَّج ٔ : najjain ̅
ك حٌْا : al- haqq
xiii
Jika huruf ٜ ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf
kasrah ( ي ب) maka ia ditranslitersikan sebagai huruf maddah menjadi i.
Contoh :
ي ٍ ع : „Ali (bukan „Aliyyatau „Aly)
ي ب ش ع : „Arabi (bukan „Arabiyyatau „Araby)
6. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf يا (alif
lam ma‟arifah). Dalam pedoman transiliterasi ini, kata sandang ditransilterasikan
seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiyah maupun huruf
qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang
mengikutinya.kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan
dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh :
ظَّّؾٌا : al-syamsu (bukan asy-syamsu) ت ٌ ضٌَّضٌ ا : al-zalzalah (az-zalzalah) ت ف غٍ فٌْ ا : al-falsafah
د لَ بٌْ ا : al-bil ̅du
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof („) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal
kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.
Contoh :
عٌَّْٕٛا : al-nau‟
ءْي ؽ : syai‟un ثْش ِ ا : umirtu
8. Penulisan Kata Bahasa Arab Yang Lazim Digunakan Dalam Bahasa
Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau
kalimat yang belum dibakukan dalam Bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat
yang sudah lazim dan telah menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia,
atau sering ditulis dalam tulisan Bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia
akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata
Al-Qur‟an (dari Al-Qur‟an), al-hamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi
secara utuh. Contoh :
Fizilaal Al-Qur‟an
Al-Sunnah qabl al-tadwin
9. Lafz al- Jalaalah (هّٰالل)
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya atau
berkedudukan sebagai mudaafilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf
hamzah.
Contoh :
ٰ للا ْٕي د diinullah ٰ اللا ب billaah
Adapun taamarbuutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-jalaalah,
ditransliterasi dengan huruf [t].contoh :
xv
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps), dalam
transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf
capital berdasarkan pedoman ajaran Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf
kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat,
bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata
sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka
huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf capital (Al-). Ketentuan yang
sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul refrensi yang didahului oleh kata
sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP,
CDK, dan DR). contoh:
Wa ma muhammadun illaa rasul
Inna awwala baitin wudi‟ alinnasi lallazii bi bakkata mubarakan Syahru ramadan al-lazii unzila fih al-Qur‟an
Nazir al-Din al-Tusi
Abu Nasr al- Farabi
Al-Gazali
Al-Munqiz min al-Dalal
Jika nama resmi seseorang menggunakan kata ibnu (anak dari) dan Abu
(bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus
Abu Al-Wafid Mummad Ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu Al-Walid
Muhammad (bukan : rusyd, abu al-walid Muhammad ibnu)
Nasr Hamid Abu Zaid, ditulis menjadi: Abu Zaid, Nasr Hamid (bukan: Zaid, Nasr
Hamid Abu)
B. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dilakukan adalah :
Swt. = subhanallahu wata‟ala
Saw. = sallallahu „alaihi wasallam r.a = radiallahu „anhu
H = Hijriah
M = Masehi
QS…/…4 = QS Al-Baqarah/2:4 atau QS ̅li-„Imr ̅n/3:4
xvii
ABSTRAK
Nama : Wisnu Agung Pancoro
Nim : 10300113053
Judul : Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak Untuk Aktivitas Mengemis Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Kasus di Kota Makassar)
Pokok masalah dalam penelitian ini adalah analisis yuridis dan perspektif hukum pidana Islam terhadap pelaku eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis di kota Makassar. Sehingga selanjutnya di-breakdown ke dalam beberapa submasalah atau pertanyaan penelitian, yaitu: 1) Bagaimana analisis yuridis terhadap pelaku eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis di kota Makassar?, 2) Bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap pelaku eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis di kota Makassar?
Penelitian ini tergolong dalam jenis kualitatif dengan pendekatan penelitian:
yuridis, sosiologis dan normatif syar‟i. Sumber data penelitian adalah data-data Dinas Sosial Kota Makassar, anak jalanan atau pengemis anak dan orang tua dari anak yang mengemis wilayah kota Makassar, buku-buku dan al-qur‟an, jurnal atau karya tulis ilmiah, dan perundang-undangan. Metode pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Instrument penelitian yang digunakan adalah handphone atau kamera, kertas dan pulpen. Teknik pengumpulan data dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Dan pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa benar adanya keberadaan pelaku eksploitasi anak di kota Makassar, berdasarkan peraturan pemerintah (Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar) menunjukkan bahwa eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis adalah suatu perbuatan kriminal dan melanggar hukum dan undang-undang telah mengatur jalannya masalah penanggulangan eksploitasi tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya dan upaya-upaya yang dilakukan belum efektif. Sebab kurangnya personil pekerja sosial pada badan Dinas Sosial kota Makassar sehingga sulit menjangkau luasnya wilayah kota Makassar, kurangnya kerjasama dengan semua element masyarakat anggaran dana. Dalam perspektif hukum pidana Islam juga sangat menentang tindakan eksploitasi terhadap anak, dalam Islam pemeliharaan anak diatur dalam konsep haḍanah, yakni menjunjung tumbuh kembang anak baik secara lahiriah sampai batinnya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan tunas dan generasi bangsa yang harus mendapat perlakuan
dan pengurusan dengan benar dan baik dari orang tua yang merupakan
penanggungjawab atas tugas dan kewajibannya dalam memelihara serta mengasuh
anak.
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa
yangmemiliki peranan srategisyang mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang.1
Sebagian dari generasi muda, anak merupakan cita-cita perjuangan bangsa sekaligus
modal sumberdaya manusia bagi pembangunan nasional sebagaimana dijelaskan
dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “fakir miskin dan anak -anak terlantar dipelihara negara.2
Anak dalam Islam mengikat pada konsep haḍanah, para ulama fiqih mendefenisikan hadhanah, yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih
kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum
mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadi kebaikannya, menjaganya dari sesuatu
1
Mohammad Taufik Makarao, dkk. Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (Cet. 1; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), h. 1. 2
2
yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, dan akalnya agar mampu
berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya.3 Pemeliharaan
anak dalam Islam hukumnyawajib, sebagaimana Allah berfirman dalam QS
Al-Baqarah/2:233 yang berbunyi:
Terjemahnya:“Para ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh,bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya, ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”4
Anak yang dilahirkan mendapat jaminan pertumbuhan fisik dan
perkembangan jiwa dengan baik. Bahkan jaminan tersebut harus tetap diperolehnya
3
Sabri Samin dan Andi Narmaya Aroeng, Fikih II (Makassar: Alauddin press, 2010), h. 161.
4
Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemahan dan Tafsir (Cet. 1; Bandung: Syamil Quran,
walau ayahnya telah meninggal dunia, karena para waris pun berkewajiban
demikian, yakni berkewajiban memenuhi kebutuhan ibu sang anak agar ia dapat
melaksanakan penyususan dan pemeliharaan anak itu, dengan baik. Adapun yang
dimaksud dengan para waris adalah yang mewarisi sang ayah, yakni anak yang
disusukan. Dalam arti, warisan yang menjadi hak anak dari ayahnya yang meninggal
digunakanantara lain untuk biaya penyususan bahkan makan dan minum ibu yang
menyusuinya. Ada juga yang berpendapat, bahwa yang dimaksud para waris adalah
para ibu yang menyusui itu. Betapapun, ayat ini memberi jaminan hukum untuk
kelangsungan hidup dan pemeliharaan anak.5
Dan Juga disebutkan dalam QS Al-Kahfi/18:46 yang berbunyi:
Terjemahnya:“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baikpahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadiharapan.”6
Ayat di atas menamai harta dan anak, yakni hiasan atau sesuatu yang
dianggap baik atau indah. Ini memang demikian karena ada unsur keindahan pada
harta disamping manfaat, demikian juga pada anak, disamping anak dapat membela
dan membantu orang tuanya. Penamaan keduanya sebagai hiasan jauh lebih tepat
5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume 1
(Cet. 2; Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 505. 6
4
daripada menamainya sesuatu yang berharga karena kepemilikan harta dan kehadiran
anak tidak dapat menjadikan seseorang berharga atau menjadi mulia. Kemuliaan dan
penghargaan hanya diperoleh melalui iman dan amal saleh.7
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu anggota Perserikatan
Bangsa Bangsa yang ikut meratifikasiConvention on the Rights of the Child (CRC)
atau Konvensi Hak Hak Anak (KHA), dengan keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990.8
Dengan mengacu pada UUD Negara RI Tahun 1945 dan Konvensi PBB
tentang hak anak pada tanggal 22 Oktober 2002, terbitlah Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Piranti lunak itu merupakan wujud nyata
sekaligus sebagai upaya pemenuhan dan perlindungan atas hak-hak anak di Indonesia,
yang pada prinsipnya mencakup “segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.9 Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 pasal 2 sampai dengan pasal 8 mengatur hak-hak anak tentang
kesejahteraan anak.10
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Volume 7
(Cet. 5; Jakarta: Lentera Hati, 2012), h. 306-307. 8
Abdul Rahman Kanang, Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak Kontitusional Anak
(Perspektif Hukum Internasional, Hukum Positif dan Hukum Islam), (Cet. 1: alauddin university press, 2011), h. 6.
9
Oyo Sunaryo Mukhlas, Pranata Sosial Hukum Islam (Cet. 1; Bandung: PT Refika Aditama,
2015), h. 156. 10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia
disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh
pendidikan yang layak dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi
secara dini. Namun demikian, akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua
terhadap arti penting pendidikan, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela
maupun terpaksa anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang
penting.11
Harus diakui selama ini masih ada budaya dalam masyarakat yang kurang
menguntungkan terhadap anak. Meski tak ada data resmi mengenai budaya mana saja
yang merugikan anak, baik merugikan secara emosional maupun fisik. Ada
ketentuanterlazim dalam masyarakat, misalnya dalam praktik pengasuhan anak,
pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak dan masih banyak praktik-praktik lain
yang merugikan anak yang “berlindung” atas nama adat-budaya.12 Selain itu, faktor penyebab eksploitasi ini ketika orang tua yang karena kondisi kemiskinan dan merasa
bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri sehingga memaksa anak yang masih
dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi kepada keluarga
(menjadi pengamen jalanan dan pengemis anak), dan terkadang orang tua melibatkan
anaknya untuk melakukan aktivitas mengemis.
Sehingga perlindungan anak merupakan upaya penting dan segera harus
dilakukan. Tidak ada kata yang tepat selain mengatakan bahwa perlindungan anak
adalah hal yang terpenting dalam membangun investasi terbesar peradaban suatu
bangsa. Mengapa tidak, Sebab apabila fenomena berbagai bentuk kekerasan terus
11
Bagong Suryanto, Masalah Sosial Anak Edisi Revisi, (Cet. 3; Jakarta: Kencana, 2016).h.
121. 12
6
menimpa kaum anak, bukan tidak mungkin ketika mereka mencapai usia dewasa,
mereka akan menjadi penyumbang terbesar kejahatan di sebuah negara.13Dan seperti
apa yang tengah terjadi saat ini ialah masih jauh dari pemenuhan hak-hak anak untuk
tumbuh berkembang, mendapatkan pendidikan yang layak, bebas dari diskriminasi
dan lain-lain. Akibatnya, tak sedikit anak-anak yang mempengaruhi kondisi mental
dan psikologi anak (anak-anak yang sering murung, sulit berkonsentrasi, agresif dan
sebagainya. Sampai akhirnya ada penyimpangan perilaku bahkan melakukan tindak
pidana kejahatan tanpa mengenal status sosial dan ekonomi.Anak yang kekurangan
perhatian secara fisik, mental dan sosial, menghadapi kerasnya perjuangan hidup
yang mereka hadapi, dan pada umumnya tinggal/berada di komunitas pinggiran
sehingga dipaksa melakukan aktivitas mengemis.
Fenomena pengemis anak ada di kota-kota di seluruh Indonesia, seperti
halnya fenomena pengemis di Mall Panakukang-Jl. Pengayoman, Fly Over-Jl. Urip
Sumohardjo dan kawasan Talasalapang-Jl. Sultan Alauddin kota Makassar,
merupakan tindakan eksploitasi anak dengan mengambil keuntungan pribadi terhadap
anak yang diajak mengemis sebagai alat untuk menarik empati lebih dari orang lain.
Perbuatan ini sangat merugikan anak dimana waktu anak hilang karena pekerjaan saja
sehingga waktu untuk belajar atau bermain kurang atau bahkan tidak ada.
Dari uraian latar belakang di atas, fenomena ini menarik untuk dikajidalam
bentuk skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak
Untuk Aktifitas Mengemis Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi
Kasus di Kota Makassar)”.
13
Majda el muhtaj, dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, social, dan budaya (Cet. 1;
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan dari latar belakang, maka yang menjadi pokok
masalah terkait dengan judul skripsi yang dibahas yaitu “Bagaimana analisis yuridis
terhadap pelaku eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis ditinjau dari perspektif
hukum pidana Islam (studi kasus di kota Makassar)?”.
Adapun sub permasalahannya yaitu:
1. Bagaimana analisis yuridis terhadap pelaku eksploitasi anak untuk
aktivitas mengemis?
2. Bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap pelaku eksploitasi
anak untuk aktivitas mengemis?
C.Fokus dan Deskripsi Fokus
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitiannya pada analisis
yuridis dan perspektif hukum pidana Islam terhadap pelaku eksploitasi anak untuk
aktivitas mengemis di depan toko harapan baru dan lahan parkir Mall
Panakukang-Jl. Pengayoman, Fly Over-Jl. Urip Sumohardjo dan kawasan Talasalapang-Jl.
Sultan Alauddin kota Makassar. Judul skipsi ini mengembangkan sejauh mana
pelaku eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis di Kota Makassar.
Adapun deskripsi fokus merujuk pada penanganan pelaku eksploitasi anak
untuk aktivitas mengemis di kota Makassar. Mencegah kemungkinan anak
terpuruk akibat eksploitasi dunia kerja yang tidak sejalur dengan kelangsungan
8
untuk mendapatkan gambaran dan memudahkan pemahaman terhadap
fokus penelitian dan deskripsi fokus terkait dengan permasalahan pelaku
eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis tersebut. Maka peneliti membuatnya
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1 Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
No. Fokus Deskripsi Fokus
1. Pelaku Orang yang melakukan suatu perbuatan
secara sengaja/sewenag-wenang dan
mengambil keuntungan dari orang lain.
2. Eksploitasi Eksploitasi (exploitation) adalah politik
pemanfaatan yang secara sewenang-wenang
atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu
subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan
ekonomi semata-mata tanpa
mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan
serta kompensasi kesejahteraan.14
3. Ekslpoitasi anak Pemanfaatan untuk keuntungan sendiri
melalui anak yang digunakan sebagai
media mencari uang.
Eksploitasi yang dimaksud ialah
ekpsloitasi anak untuk aktivitas
14
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. 4; Bandung: CV Yrama Widiya, 2007), h.
mengemis. Sedangkan terdapat 2 variabel
yang dapat diuraikan pada aktivitas
mengemis, antara lain:
1. Pelaku eksploitasi yang menggunakan
anak dengan menyuruhnya mengemis
di jalan-jalan atau lokasi-lokasi yang
dimaksud.
2. Pelaku eksploitasi yang menggunakan
anak untuk aktivitas mengemisnya
dengan harapan agar lebih
mendapatkan empati dari orang lain.
4. Studi di kota Makassar a. Dinas Sosial kota Makassar
b. Mall Panakukang Makassar,
Jl. Pengayoman
c. Fly over, Jl. Urip Sumohardjo
d. Talaslapang, Jl. ST. Alauddin
D.Kajian Pustaka
Skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Eksploitasi Anak
Untuk Aktivitas Mengemis Ditinjau Dari Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi
Kasus di Kota Makassar)”. Dari hasil penelusuran yang telah dilakukan, ditemukan
beberapa buku, penelusuran internet, dan peraturan perundang-undangan yang
10
1. Sabri Samin dan Andi Narmaya Aroeng dalam bukunya Fikih II,menjelaskan
tentang anak dalam Islam mengikat pada konsep haḍanah,yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecilatau yang sudah besar, baik laki-laki
maupun perempuan, menyediakan sesuatu yang menjadi kebaikannya,
menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani,
rohani, dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan
memikul tanggung jawabnya. Buku ini memberikan gambaran umum
pemeliharan anak dalam Islam. Namun eksploitasi anak, penyelewengan
terhadap hak-hak anak oleh pelaku, tidak secara khusus dibahas dalam buku in,
sehingga fikih dalam akar persoalan yang dihadapi anak jalanan (masalah anak
secara khusus) tidak mampu menjelaskan secara umum tentang eksploitasi
anak.
2. Oyo Sunaryo Mukhlas dalam bukunya Pranata Sosial Hukum Islam,
menyatakan bahwa segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Buku ini menjunjung
perlindungan dan pemeliharaan anak. Namun, tidak menjelaskan tentang
masalah-masalah yang terjadi pada anak hingga terjadinya diskriminasi atau
eksploitasi dari orang tua anak itu sendiri. Buku ini hanya sedikit menjelaskan
bagaimana anak mengalami diskriminasi oleh orang tuanya.
3. Bagong Suryanto dalam bukunya Masalah Sosial Anak Edisi Revisi, Anak
rawan atau kategori rawan bukan hanya bertumpu pada penelantaran dan
masalah anak yang mengemis dengan latar belakang eksploitasi ekonomi,
faktor penyebabnya ialah ketika orang tua yang karena kondisi kemiskinan dan
merasa bahwa anak merupakan milik orang tua sendiri sehingga memaksa
anak yang masih dibawah umur untuk dapat memberikan konstribusi ekonomi
kepada keluarga (menjadi pengamen jalanan dan pengemis anak), dan
terkadang orang tua melibatkan anaknya untuk melakukan aktivitas mengemis.
Akibat tekanan kemiskinan, kurangnya animo orang tua terhadap arti penting
pendidikan, dan sejumlah faktor lain, maka secara sukarela maupun terpaksa
anak menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang penting.
4. Abdul Rahman Kanang dalam bukunya Perlindungan Hukum dan Pemenuhan
Hak Konstitusional (Perspektif Hukum Internasional, Hukum Positif dan
Hukum Islam), buku ini memaparkan penegakkan keadilan dan perlindungan
terhadap anak, sebagian dari generasi muda/ penerus cita-cita bangsa dalam
pembangunan nasional. Dan merupakan amanah dari Allah SWT untuk
menjaga, memelihara dan memenuhi kebutuhan anak, sebagaimana telah
diibaratkan bahwa anak merupakan perhiasan di dunia yang wajib hukumnya
dipelihara. Namun demikian secara spesifik masih perlu paparan eksploitasi
secara ekonomi dan tentang pelaku eksploitasi anak untuk aktifitas mengemis.
Dengan demikian Islam adalah tonggak yang melarang terjadinya penelantaran
terhadap anak dan sangat menegakkan perlindungan dari tinfdakan eksploitasi
sekalipun dan pemenuhan hak-hak anak.
5. Gufran Kordi dalam bukunya Durhaka Kepada Anak (Refleksi Mengenai Hak
dan Perlindungan Anak), secara umum hanya memaparkan aplikasi
12
anak dan anak yang dieksploitasi secara seksual di kota Makassar khususnya.
Analisis terhadap masalah-masalah sosial anak cenderung pada tindakan
kriminal anak dan perbandingan antara Undang-undang secara umum tentang
anak dengan secara khusus di kota Makassar. padahal ada satu gejala sosial
yang sebenarnya perlu perhatian lebih, yaitu eksploitasi secara ekonomi (satu
persoalan yang tak kunjung surut “kemiskinan”). Maka alangkah lebih baik
mengedepankan dan membahas tuntas tentang eksploitasi secara ekonomi ini
(pengemis anak).
E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini tentunya tidak akan
menyimpang dari apa yang dipermasalahkan sehingga tujuannya yaitu untuk:
1. Mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap pelaku eksploitasi anak untuk
aktivitas mengemis.
2. Mengetahui bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap pelaku
eksploitasi anak untuk aktivitas mengemis.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang hukum yang berkaitan dengan
eksploitasi anak yang ada di Indonesia terkhusus di wilayah kota Makassar.
2. Praktis
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, maka ada beberapa hal
yang dapat menjadi catatan kita bersama guna meminimalisir kemungkinan
apa yang tertulis pada pasal 20 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang berbunyi: “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga,
dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak”.15
Oleh karena itu, ada beberapa kegunaan yang dapat
dijadikan acuan bagi kita semua, antara lain:
1) Pemerintah, sebagai bahan informasi yang menjadi referensi dalam
membuat kebijakan dan penanganan terkhusus masalah pelaku eksploitasi
anak untuk aktivitas mengemis di kota Makassar.
2) Orangtua, agar lebih memahami bahwa anak bukanlah milik pribadi karena
anak juga memiliki hak sebagaimana untuk memenuhi proses tumbuh
kembangnya, dan anak harus diberikan perhatian serta dijaga dari segala
kemungkinan adanya diskriminasi dan eksploitasi anak.
3) Masyarakat,sebagai bahan informasi bahwa peran masyarakat tidak kala
pentingnya dalam mendukung perlindungan anak dari segala macam
eksploitasi terkhusus pada ekploitasi anak untuk aktivitas mengemis,
sehingga dapat lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan
sekitar sehingga apabila terjadi eksploitasi terhadap anak maka
penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari kemungkinan yang
lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
15
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
14
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Tinjauan Umum Tentang Eksploitasi Anak
1. Pengertian Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.16 Anak merupakan penyambung
keturunan dan sebagai investasi masa depan yang menjadi sandaran di usia lanjut,
anak dianggap sebagai modal untuk meningkatkan peringkat hidup yang dapat
mengontrol status sosial orang tua. Anak juga sebagai harta dan penenang bagi
orang tua, dan sewaktu-waktu bisa menjadi lambing penerus dikala orang tuanya
telah meninggal.17
Anak merupakan amanah sekaligus karunia dari Allah swt. Lebih lanjut
dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan.18
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan
16
Repulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal. 1 ayat (1). 17
Siska Lis Sulistiani, Kedudukan Hukum Anak Hasil Perkawinan Beda Agama Menurut
Hukum Positif dan Hukum Islam, (Cet. 1; Bandung: PT Refika Aditama, 2015), h. v. 18
pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan
seimbang.19
Anak (jamak: anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang
belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan
keturunan kedua, dimana kata “anak” merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan yang merentang dari masa
bayi hingga usia lima sampai enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan
periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun-tahun sekolah
dasar. Walaupun begitu istilah ini juga sering merujuk pada perkembangan
mental seseorang, walaupun usianya secara biologis dan kronologis seseorang
sudah termasuk dewasa namun apabila perkembangan mentalnya ataukah urutan
umurnya maka seseorang dapat saja diasosiasikan dengan istilah “anak”.20
Anak merupakan bagian dari keluarga yang membutuhkan pemeliharaan,
kasih sayang dan juga tempat yang aman bagi perkembangannya.21 Sedangkan
dalam Islam menjelaskan anak adalah sesuatu yang dianggap baik dan sebagai
perhiasan dunia (QS Al Kahfi/18:46).22
19
Mohammad Taufik Makarao, dkk. Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan
dalam Rumah Tangga, (Cet. 1; Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), h. 1.
20“Anak”,
WikipediA. http://id.m.wikipedia.org/wiki/Anak. (28 Oktober 2017) 21
Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Cet.10; Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 33. 22
Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemahan dan Tafsir, (Cet. 1; Bandung: Syamil Quran,
16
Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan membawa fitrah
yang seimbang dan sehat. Kedua orangtuanyalah yang memberikan agama kepada
mereka. Demikian pula anak dapat terpengaruh oleh sifat-sifat yang buruk. Ia
mempelajari sifat-sifat yang buruk dari lingkungan yang dihidupinya, dari corak
hidup yang memberikan peranan kepadanya dan dari kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukannya.23
Dalam berbagai perundang-undangan berlaku penentuan batas umur anak
yang berbeda-beda. Batas umur anak merupakan batasan umur maksimum
sebagai bentuk kemampuan anak menurut hukum. Hal ini mengakibatkan
perubahan status umur anak menjadi umur dewasa atau menjadi subjek hukum
yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan dan tindakan
hukum yang dilakukannya.24 Untuk itu, pengertian yang digunakan dalam uraian
ini ialah menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu seorang
yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.
2. Pengertian Eksploitasi Anak
Eksploitasi adalah memanfaatkan, memperalat dan memeras orang lain
untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau lembaga baik material maupun non
material.25 Eksploitasi adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri, pengisapan,
23
Syamsu Yusuf. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h. 10.
24
Abdul Rahman Kanang. Hukum Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seks Komesial
Perspektif Hukum Nasional dan Internasional (Cet. 1; Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 25-26.
25
Republik Indonesia, Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak
pemerasan (tentang tenaga orang lain). Eksploitasi atas diri orang lain merupakan
perbuatan yang tidak terpuji.26
Eksploitasi (exploitation) adalah politik pemanfaatan yang secara
sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi
hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa
kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.27
Saat ini, anak sering kali dijadikan sebagai subjek untuk mencari
keuntungan oleh berbagai pihak baik itu dari orang-orang terdekatnya seperti
orang tua maupun dari pihak lain dengan memanfaatkan tenaga dan waktu anak,
hal ini biasa disebut dengan istilah eksploitasi anak.
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang
meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan
fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/ atau jaringan tubuh atau pemanfaatan tenaga atau
kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik
materil maupun in-materil.28
Eksploitasi anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang
bersifat diskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun
keluarga dengan tujuan memaksa anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa
26 “Eksploitasi”,
Arti Kata-Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
https://typoonline.com/kbbi?kata=Eksploitasi. (28 Oktober 2017). 27
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. 4; Bandung: CV Yrama Widiya, 2007), h.
129. 28
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
18
memperhatikan hak anak seperti perkembangan fisik dan psikisnya. Eksploitasi
anak dibawah umur berarti mengeksploitasi anak untuk melakukan tindakan yang
menguntungkan pada segi ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memandang
umum anak yang statusnya masih hidup dimasa kanak-kanaknya (kurang dari 17
tahun). (Soeharto:2005)
Sehingga dapat dikatakan bahwa, eksploitasi anak yaitu segala bentuk
upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
terhadap anak laki-laki maupun perempuan yang masih berumur dibawah 18
tahun dengan tujuan pemanfaatan fisik maupun psikis yang menguntungkan bagi
orang atau kelompok tersebut sehingga menimbulkan kerugian terhadap anak.
3. Ciri-ciri Anak yang Dieksploitasi
United Nations Children‟s Fund (UNICEF) telah menetapkan beberapa
kriteria atau ciri-ciri anak yang di eksploitasi secara ekonomi, anatara lain:29
a. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang masih dini/ usia anak;
b. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja;
c. Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial dan psikologi yang
tidak seharusnya terjadi;
d. Upah yang tidak mencukupi;
e. Tanggungjawab yang terlalu banyak;
f. Pekerjaan yang menghambat akses pada pendidikan; dan
29
Hardius Usman; Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia, (Jakarta: PT
g. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak seperti:
pebudakan atau pekerjaan kontrak dan eksploitasi seksual.
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 dan berdasarkan
Konvensi ILO Nomor 128 yakni bentuk-bentuk eksploitasi dan bentuk pekerjaan
terburuk anak, antara lain:30
a. Segala bentuk perbudakan atau praktik sejenis perbudakan seperti
penjualan dan perdagngan anak, kerja ijion, perhambahaan (kerja paksa)
atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa dan untuk
dimanfaatkan dalam konflik senjata;
b. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran untuk pelacuran, produksi
pornografi atau pertunjukan-pertunjukan porno;
c. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan terlarang,
khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan terlarang
sebagaimana yang diatur dalam perjanjian internasioanal yang relevan;
d. Pekerja yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dapat
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.
B. Pengemis
1. Pengertian Pengemis
Pengemis merupakan orang-orang yang memperoleh penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Hal ini dikarenakan orang tersebut
cacat secara fisik maupun psikis yaitu malas dan tidak mau bekerja sebagai mana
30
Mufidah, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan, (Jawa Timur: Pilar Media, 2006), h.
20
mestinya mencari rezkinya. Secara umum juga dikarenakan kurangnya
pemahaman dan pendidikan, lingkungan, agama dan letak geografisnya.
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain, orang yang mengemis biasanya
memakai baju kotor serta robek, memperlihatkan cacat tubuh, alasan belum
makan sekian hari serta alasan-alasan lainnya.31
Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama
lembaga sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta
dijalan dan/atau di tempat umum dengan berbagai alas an untuk mengharapkan
belas kasih dari orang lain.32
Mengemis adalah hal yang dilakukan oleh seseorang yang membutuhkan
uang, makanan, tempat tinggal atau hal lainnya dari orang yang mereka temui
dengan meminta. Umumnya di kota besar sering terlihat pengemis meminta uang,
makanan atau benda lainnya. Pengemis sering meminta dengan menggunakan
gelas, kotak kecil, topi atau benda lainnya yang dapat dimasukkan uang dan
kadang-kadang menggunakan pesan seperti, “tolong, aku tidak punya rumah”
atau “tolonglah korban bencana alam ini”.33
Meminta-minta dalam bahasa arab Tasawwala-Yatasawwalahu.34Menurut
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, pengertian minta-minta atau mengemis adalah
31
Irwanti Said, Analisis Problem Sosial, (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 46.
32
Republik Indonesia, Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak
Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Pasal 1 (w).
33“Mengemis”, WikipediA.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Anak. (28 Oktober 2017)
34Thoha Husein Almujahid dan A. Atho‟illah Fathoni Alkhalil,
meminta bantuan, derma, sumbangan, baik kepada perorangan ataupun lembaga.
Mengemis itu identik dengan penampilan pakian serba kumal, yang dijadikan
sarana untuk mengungkapkan kebutuhan apa adanya.35
2. Pelaku Eksploitasi Anak untuk Aktivitas Mengemis
Pelaku eksploitasi adalah seseorang atau kelompok yang memperalat,
memanfaatkan atau memeras seseorang untuk memperoleh keuntungan pribadi,
keluarga, atau golongan orang yang memanfaatkan tenaga manusia secara tidak
manusiawi.36 Pelaku eksploitasi bisa jadi termasuk orang tua sendiri maupun
orang lain yang dengan sengaja menyuruh orang lain, keluarga dan
mempekerjakan anak dibawah umur untuk turun ke jalanan sebagai pengemis.37
C. Konsep Perlindungan Anak
Undang-undang telah menjamin hak seorang anak sejak ia masih berada
dalam kandungan. Jika si anak ternyata lahir dalam keadaan meninggal, maka
hak-hak itu dianggap tidak pernah ada, hal tersebut menunjukkan bahwa hukum telah
memandang bayi di dalam kandungan sebagai subjek hukum yang memiliki hak-hak
keperdataan. Hak-hak anak sangatlah banyak, sepadan dengan hak penjagaan
(perlindungan) untuk dirinya.38 Sehingga tidak berlebihan jika negara memberikan
35
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Hukum Meminta-minta dan Mengemis dalam Syari‟at Islam,
(Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2013), h. 15. 36
Republik Indonesia, Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak
Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Pasal 1 (gg). 37
Republik Indonesia, Perda Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Anak
Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan Pengamen. Pasal 4 (g). 38
Said Abdul Azhim, Salah Asuhan Problem Pendidikan Anak Zaman Sekarang & Solusinya
22
suatu perlindungan bagi anak-anak dari eksploitasi dan perlakuan-perlakuan yang
dapat mengancam masa depannya.
Perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.39
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial.
Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat,
dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan
bernegara dan bermasyarakat.40
Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsun pengaturan
dalam peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan, usaha dari kegiatan yang
menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak, pertama-tama didasarkan atas
pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan, disampingkarena
adanya golongan anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, baik rohani, jasmani maupun sosial.41
39
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 ayat (2). 40
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia (Cet. 2; Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h. 33. 41
Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h.
Peningkatan kualitas hidup manusia dalam pembangunan nasional suatu
negara yaitu bagaimana negara tersebut mampu melakukan perlindungan terhadap
rakyatnya terutama perlindungan bagi anak. Oleh karena itu, hukum merupakan
jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Sebagaimana diatur dalam UU No. 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap
warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia”.42
Perlindungan terhadap anak dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu: (1)
perlindungan anak yang bersifat perundangan, yakni perlindungan di bidang hukum
publik dan bidang hukum sipil. (2) perlindungan anak yang bukan bersifat
perundangan (non-yuridis), yakni perlindungan dalam bidang perlindungan sosial,
kesehatan dan pendidikan.43
Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana Pusat
tanggal 30 Mei 1997, terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak, yaitu:
“a) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang
maupun lembaga pemerintahan dan swasta yang bertujuan
menguasahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik,
mental, dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan
hak asasinya. b) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar
42
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
43
Abdul Rahman Kanang, Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seks Komersial Perspektif
24
oleh perorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan
swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan
rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah
nikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat
mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.”44
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yaitu:45
1. Luas lingkup perlindungan:
a. Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan, pemukiman,
pendidikan, kesehatan, hukum.
b. Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah.
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder yang
berakibat pada prioritas pemenuhannya.
2. Jaminan pelaksanaan perlindungan:
a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada jaminan terhadap
pelaksanaan kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui, dirasakan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan perlindungan.
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis baik dalam
bentuk undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya sederhana
tetapi dapat dipertanggungjawabkan serta disebarluaskan secara merata dalam
masyarakat.
44
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
di Indonesia, h. 34. 45
c. Peraturan harus sesuai dengan kondisi dan situasi di Indonesia tanpa
mengabaikan cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain, yang
patut dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis).
Kewajiban dan tanggung jawab negara dan pemerintah dalam usaha
perlindungan anak diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yaitu:46
1. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab
menghormati pemenuhan hak anak tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan
kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. (pasal 21 ayat (1))
2. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggungjawab
memberikan dukungan sarana, prasarana dan ketersediaan sumber daya manusia
dalam penyelenggaraan perlindungan anak. (pasal 22)
3. (1) Negara, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin perlindungan,
pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban
orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap
anak.
(2) Negara, pemerintah dan pemerintah daerah mengawasi penyelenggaraan
perlindungan anak. (pasal 23)
46
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
26
4. Negara, pemerintah dan pemerintah daerah menjamin anak untuk
mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan
tingkat kecerdasan anak. (pasal 24)
Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat dalam usaha perlindungan anak
diatur dalam undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 25, yaitu:47
(1) Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
perlindungan anak.
(2) kewajiban dan tanggungjawab masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademis dan
pemerhati anak.
Kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orangtua dalam usaha
perlindungan anak diatur dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yaitu: 48
(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
dan
47
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak , Pasal 25. 48
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.
d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena
suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Upaya perlindungan hukum bagi hak-hak anak dapat diartikan sebagai upaya
perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak serta berbagai
kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah
perlindungan hukum bagi anak mencakup ruang lingkup yang sangat luas.49
Secara umum hak-hak anak diurai dalam masing-masing pasal pada
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang tidak mengalami perubahan, antara lain:
1. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah dan
pemerintah daerah. (pasal 1 ayat (12)).
2. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi
sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua. (pasal
6)
49
Barsda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
28
3. (1) setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakat. (1a) setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan
dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) selain mendapatkan hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(1a), anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan
anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. (pasal
9).
4. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;