• Tidak ada hasil yang ditemukan

LSM: ADA GEJALA KORUPSI DALAM PEMILUKADA DKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LSM: ADA GEJALA KORUPSI DALAM PEMILUKADA DKI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

LSM: ADA GEJALA KORUPSI DALAM PEMILUKADA DKI

 

endibiaro.blogdetik.com

Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta yang digelar tahun ini mendapat sorotan dari banyak pihak, termasuk dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Indonesia Corrption Watch (ICW). LBH Jakarta dan ICW menemukan setidaknya lima gejala korupsi dalam Pemilukada DKI Jakarta.

Pertama, anggaran publik berpotensi besar diselewengkan. Menurut peneliti korupsi

politik ICW, Agung Widadi, alokasi dana hibah dan bantuan sosial (Bansos) DKI Jakarta periode 2012 meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 total dana itu mencapai Rp840,8 miliar, sedangkan tahun ini mencapai Rp 1,3 Triliun. LBH Jakarta dan ICW juga menemukan modus penyaluran dana hibah dan Bansos itu terdiri dari berbagai cara. Yakni membentuk lembaga penerima dana yang sifatnya fiktif, lembaga penerima dana beralamat sama dan lembaga penerima dipimpin oleh keluarga atau kroni Gubernur. Selain itu ada juga modus yang dilakukan dengan cara menyunat dana hibah.

Kedua, LBH dan ICW menduga terdapat upaya melakukan mark down pendapatan

asli daerah. Akibatnya ada dana yang tidak masuk dan tercatat dalam kas negara, sehingga dapat digunakan untuk biaya pemenangan Pemilukada bagi incumbent. Fenomena ini terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia ketika menghadapi pemilukada. Dalam Pemilukada DKI Jakarta ini, pendapatan daerah DKI Jakarta yang “digerogoti” menurut Agung berada di sektor reklame. Dari data yang diperoleh, Agung mengatakan jumlah pendapatan hasil lelang titik reklame tahun 2011 sebesar Rp39 miliar, sedangkan tahun sebelumnya mencapai Rp48, 9 miliar.

Ketiga, dalam APBD DKI Jakarta terdapat dana kampanye terselubung, yaitu dalam

kegiatan Gubernur yang dialokasikan dari anggaran APBD. Misalnya pidato Gubernur di suatu tempat, kegiatan itu menyedot dana sebesar Rp1,2 miliar. Jika berbagai dana kampanye terselubung itu disatukan jumlahnya mencapai Rp 9,7 miliar.

(2)

Keempat, LBH Jakarta dan ICW mengkritisi sumber dana kampanye para calon yang

tidak transparan. Menurut Agung para pengusaha hitam atau pengusaha yang bermasalah dapat dengan mudah memberikan sumbangan terhadap calon tertentu tanpa diketahui publik. Atas dasar itu, untuk menghindari mekanisme tersebut, maka sumber dana yang diperoleh pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur harus disampaikan secara transparan dan berkala kepada publik. Cara itu menurut Agung juga dapat menangkal penggunaan dana hasil pencucian uang untuk pemenangan kampanye. “Uang hasil kejahatan itu diduga digunakan untuk membiayai (pemenangan,-red) pasangan calon,” kata Agung kepada wartawan di kantor LBH Jakarta, Selasa (22/5).

Kelima, bentuk-bentuk politik uang mulai terlihat. Menurut pantauan LBH dan ICW,

biasanya politik uang mulai terjadi di beberapa hari sebelum pemilihan. Namun sejak jauh hari, sejumlah calon ada yang mulai menggunakan cara ini lewat berbagai kegiatan. Misalnya bakti sosial gratis, sembako murah, pemberian uang kepada RT/RW, pemberian intensif kepada tokoh agama dan masyarakat, serta lainnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur LBH Jakarta, Nurkholis Hidayat mengatakan dana potensial yang dapat digunakan pasangan calon incumbent untuk pemenangan Pemilukada dari anggaran publik sebesar Rp1,3 miliar itu sudah tersebar. Mulai dari organisasi kemasyarakatan, LSM dan lainnya sudah mendapat dana tersebut. Nurkholis mengatakan dana terbesar lainnya yang dapat digunakan oleh para pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur berasal dari para pengusaha yang memiliki kepentingan langsung untuk berbisnis di Jakarta. Sayangnya, Nurkholis melihat yang sudah melaporkan harta kekayaannya baru dua pasangan calon, begitu pula dengan sumber dana kampanye. Nurkholis berpendapat seharusnya harta kekayaan dan sumber dana kampanye para calon itu dipublikasikan secara transparan dan berkala.

Bagi Nurkholis anggaran publik itu semestinya digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Dengan memberi kewenangan kepada Gubernur untuk menentukan pengalokasian dana hibah dan Bansos maka potensi penyelewengan dana itu untuk kampanye sangat besar. Menurut Nurkholis sebenarnya ada regulasi yang mengatur tentang pemberian dana hibah dan Bansos. Diantaranya Permendagri No 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah serta Pergub DKI Jakarta Nomor 127 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial. Namun demikian, regulasi yang ada bagi Nurkholis tidak cukup kuat untuk mencegah penyelewengan alokasi anggaran hibah dan Bansos.

Menurut Nurkholis ada dua cara yang dapat dilakukan agar alokasi anggaran publik itu tidak diselewengkan. Pertama, pengetatan tata cara mengenai pemberian dana hibah dan Bansos. Kedua, moratorium pemberian dana hibah dan Bansos satu tahun sebelum Pemilukada digelar. Ketiga, kewenangan Gubernur untuk mengalokasikan dana hibah dan

(3)

alokasi dana tersebut. “Ini membutuhkan perbaikan, kalau tidak, tren korupsi penggunaan anggaran publik akan merata ke seluruh daerah di Indonesia,” kata dia.

Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh LBH Jakarta dan ICW adalah mengajukan uji informasi terhadap para pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur serta Pemprov DKI. Hal itu ditujukan untuk mencari tahu sumber dana yang digunakan untuk kampanye. Selain itu pelanggaran yang dilakukan dalam proses Pemilukada DKI Jakarta akan terus-menerus disorot.

Pendapat senada datang dari Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam. Menurut Roy, politisasi anggaran paling mudah dengan memanfaatkan pos belanja APBD berupa dana hibah dan belanja bantuan sosial. Anggaran belanja itu sifatnya tidak mengikat dengan besar bergantung pada kekuatan kepala daerah atau lobi partai politik. Untuk itu, IBC berharap Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turut mengawasi penggunaan dana belanja tidak langsung APBD DKI Jakarta dalam bentuk hibah dan belanja bantuan sosial.

"Dalam kasus Pilkada DKI Jakarta, politisasi hibah ini dimungkinkan dilakukan semua calon gubernur DKI Jakarta, bukan hanya incumbent, tapi partai politik yang punya jaringan ke ormas dan LSM juga bisa," ujar dia saat temu wartawan, Minggu (20/5).

IBC juga menyoroti besarnya anggaran Pilkada DKI Jakarta yang tersebar di 11 Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar 15,852 miliar rupiah ke Sekretariat DPRD DKI Jakarta, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Satuan Polisi Pamong Praja, Suku Dinas Satpol PP, serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) wilayah kota administrasi.

Selain itu, masih ada dana 2,62 miliar rupiah untuk 12 kecamatan dan 70 kelurahan yang tercatat sebagai anggaran sosialisasi dan pengamanan Pilkada DKI Jakarta. "Dana ini tidak termasuk anggaran pilkada untuk 32 kecamatan. Saya khawatir adanya duplikasi dan tumpang tindih anggaran. Karena itu, saya minta BPKP, KPK, dan BPK turun untuk melakukan pengawasan langsung," ujar dia.

Kepala BPKD, Sukri Bey, mengatakan besarnya kenaikan dana hibah tahun 2012 disebabkan adanya kebijakan pemerintah pusat tentang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Tadinya dana tersebut berada di Kementerian, namun sekarang berubah menjadi dana transfer ke hibah yang nilainya 507 miliar rupiah," ujar dia.

Kepala Kesbangpol, Zaenal Mustafa, mengatakan pengalokasian anggaran pilkada di sejumlah dinas merupakan instruksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). "Itu ada keputusan menterinya, jadi bukan asal-asalan kami membuatnya. Dana itu jelas ada dasar hukumnya," ujar dia.

Zaenal juga membantah adanya duplikasi anggaran terkait sejumlah program yang ada di pihaknya dengan KPUD. Salah satu satu anggaran di Kesbangpol yang cukup besar terkait pilkada ialah pembuatan Posko Monitoring Kesiapan Pelaksanaan Pilkada dan Posko Bersama Pilkada 2012 yang menelan dana satu miliar rupiah.

(4)

"Dana ini bukan khusus untuk Fauzi Bowo, tapi semua calon gubernur atau perwakilannya ada di tempat itu. Pembuatan posnya nanti saat kampanye," ujar dia.

Sumber:

www.koran-jakarta.com, 21 Mei 2012 www.hukumonline.com. 22 May 2012

Catatan:

Belanja hibah dan bantuan sosial diperkenankan sepanjang sesuai ketentuan. Berdasarkan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.

Belanja hibah diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Selanjutnya, sesuai Pasal 44 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, belanja hibah bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus dan tidak wajib serta harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

Sementara itu, belanja bantuan sosial sesuai Pasal 45 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dimaksudkan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggotamasyarakat, dan partai politik.

Sebagai bentuk pengeluaran belanja atas beban APBD, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dalam Pasal 133 dan Pasal 224, Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 dalam Pasal 61 ayat (1) maka dalam pertanggungjawaban belanja hibah ban belanja bantuan social, terikat dengan ketentuan mengenai pelaksanaan anggaran belanja daerah sebagai berikut:

1. Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti lengkap dan sah

2. Bukti tersebut harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud

3. Penerima hibah dan bantuan sosial bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah.

(5)

4. Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja hibah dan bantuan social melakukan penatausahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel di atas, dapat dirinci lebih lanjut seberapa besar komposisi etnis Rusia dibandingkan dengan etnis-etnis lain- nya yang tersebar di republik-republik

Dalam membentuk komite sesuai dengan kebutuhannya serta sejalan dengan garis kebijakan yang ditetapkan Ketua Umum dan mengkoordinir kegiatan komite sesuai dengan

Dimana pada kolom ini kita mengisi kolom under load before LMC yang diisi sesuai acuan weight and Balance Summary dengan tipe pesawat dan registrasi yang sudah di tentukan,

Hasil analisis pada Gambar 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan P0 terhadap P2 dan P3, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan

Apabila kecepatan di lokasi lebih hilir dari titik enlargement ini lebih kecil dibanding titik hilir pengujian, maka konsentrasi TSS akan semakin kecil dan laju

Quraish Shihab pun menyatakan terdapat dua alasan dalam pengurutan surat sesuai urutan turunnya wahyu dan pemilihan surat diantaranya pertama, dalam

Hasil studi menunjukan bahwa bayi yang lahir dari wanita perokok berisiko 2 kali lebih besar mengalami kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome) dibandingkan dengan

[r]