• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

Pada bab ini akan disampaikan beberapa kajian pustaka mengenai Manajemen sumber daya manusia, gaya kepemimpinan, motivasi kerja, dan kinerja karyawan.

1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia diperusahaan perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Dalam hal ini perusahaan perlu memahami keseimbangan sebagai suatu kunci utama perusahaan agar dapat berkembang secara produktif dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi. Perkembangan usaha dan organisasi perusahaan sangatlah bergantung pada produktivitas tenaga kerja yang ada di perusahaan. Dalam pembahasan manajemen sumber daya manusia, penelitian ini mencoba mengetengahkan beberapa definisi yang dirumuskan oleh pakar, seperti yang diutarakan oleh Flippo (1984) mendefinisikan manajemen personalia “Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat” (p.5). Berdasarkan Samsudin (2006)

(2)

“Manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis” (p.22). Dari beberapa definisi diatas dapat diambil garis besar bahwa manajemen sumber daya manusia menyangkut cara-cara mendesain sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan.

Sedangkan ahli-ahli lain menyebutkan penjelasan yang berbeda mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia, seperti yang dikemukakan oleh Dessler (2004) mengatakan bahwa “manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktek menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian” (p.2). Selain itu Pettigrew dan Whipp yang dikutip oleh Armstrong (2004) mengatakan “manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan total seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang perusahaan perlu untuk menyelesaikan. Ini melibatkan kepedulian dan tindakan dalam pengelolaan orang, termasuk: seleksi, pelatihan dan pengembangan, hubungan karyawan, dan kompensasi. Tindakan tersebut dapat terikat bersama oleh penciptaan filosofi manajemen sumber daya manusia” (p.27). Dari kedua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia juga akan selalu berkaitan dengan pengelolaan manusia yang berada didalam suatu organisasi. Dari sejumlah definisi diatas dapat dilihat bahwa pengelolaan manusia dimulai sejak tahap perekrutan, seleksi, hingga tahap penilaian prestasi kerja dan pemberian imbalan.

(3)

Sedangkan untuk tujuan dari manajemen sumber daya manusia sendiri menurut Cahyani (2000, p.30)

“untuk memperbaiki kontribusi produktif orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan sosial. Tujuan manajemen sumber daya manusia juga tidak hanya mencerminkan kehendak manajemen senior, tetapi juga harus menyeimbangkan tantangan organisasi, fungsi sumber daya manusia dan orang-orang yang terpengaruh”

2. Kinerja Karyawan

Kinerja dalam bahasa inggris disebut dengan performance, yang juga memiliki arti prestasi. Maka jika dilihat secara harfiah arti dari kinerja adalah hasil/prestasi kerja/usaha seseorang. Dalam organisasi, kinerja dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam organisasi

2.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Berikut ini adalah beberapa pendapat menurut para ahli mengenai kinerja:

Menurut Hasibuan (2007: 105) kinerja karyawan adalah “suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”.

(4)

Menurut Bambang Kusriyanto kinerja karyawan adalah : “perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya jam).” (A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2010: 9)

Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2010: 9) kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Faustino Cardosa Gomes mengemukakan kinerja karyawan sebagai: “Ungkapan seperti output, efisiensi, serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.” (A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2010: 8).

Jika disimpulkan maka kinerja adalah hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh karyawan setelah dibatasi oleh waktu dan tujuan. Kegiatan kerja tersebut harus dibatasi agar dapat diselesaikan sesuai target yang ditentukan, dan tidak menyimpang dari tujuan dengan standar dan prosedur, sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien.

2.2 Evaluasi Kinerja Karyawan

Evaluasi atau penilaian kerja menurut Mondy dan Noe (1993: 394) yang kembali dikutip oleh Suwatno dan Donni Juni priansa (2011: 197), merupakan suatu sistem formal yang secara berkala digunakan untuk mengevaluasi kinerja individu dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Sementara menurut Leon C. Mengginson (1981: 310) dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2010: 9), “penilaian prestasi kerja (performance appraisal)

(5)

adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.”

2.3 Metode Evaluasi Kinerja Karyawan

Metode atau teknik evaluasi kinerja karyawan menurut Werther dan Davis (1996: 350) dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. (Suwanto dan Donni Juni Priansa, 2011: 204)

1. Metode penilaian berorientasi masa lalu (past based methods)

Ada beberapa metode untuk penilaian prestasi kerja berdasarkan masa yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan ini. Teknik penilaian ini meliputi:

a. Rating scale (skala peringkat). Teknik penilaian ini memiliki kelebihan yaitu hanya memerlukan biaya yang rendah, latihan yang dilakukan penilai hanya sedikit, tidak memakan waktu, dan dapat digunakan kepada karyawan dalam jumlah yang besar. Teknik ini dilakukan dalam skala waktu tertentu dengan rentang nilai rendah hingga tinggi. Salah satu kekurangan dari teknik ini adalah kesulitan dalam menentukan kriteria yang relevan terhadap pelaksanaan kerja. b. Checklist. Metode penilaian ini dilakukan oleh atasan langsung

kepada karyawannya. Atasan hanya perlu memilih prestasi kerja dan karakter karyawan dari kalimat-kalimat yang disediakan (pilihan) yang telah diberi bobot sehingga pada akhirnya bobot tersebut dapat

(6)

diakumulasikan dan hasilnya akan menunjukkan pencapaian kinerja karyawan.

c. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Methods). Metode ini mengharuskan atasan melakukan pencatatan atas segala sesuatu hal yang baik dan buruk yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya selama masa evaluasi. Keseluruhan hasil pencatatan tersebut akan dikelompokkan menurut kriterianya, yang selanjutnya hal ini juga dapat dijadikan masukkan bagi karyawan tersebut. Kelemahan dari metode ini adalah atasan sering malas untuk melakukan pencatatan dari setiap hal yang dilakukan oleh karyawannya.

d. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methods). Teknik ini dilakukan langsung oleh tenaga ahli dari personalia berdasarkan data informasi yang diterima dari atasan langsung tentang kinerja karyawannya. Kemudian tenaga ahli akan melakukan evaluasi berdasarkan data yang diterimanya dan hasilnya akan diberikan kembali kepada atasan yang bersangkutan yang kemudian akan didiskusikan bersama dengan karyawan tersebut.

e. Tes dan Observasi Prestasi Kerja. Pada metode ini prestasi kerja dinilai berdasarkan pengetahuan dan keterampilan karyawan, tes dapat berupa tes tertulis atau peragaan keterampilan.

f. Metode Evaluasi Kelompok. Metode ini biasanya dilakukan oleh atasan langsung, yang biasanya ditujukan untuk proses pengambilan

(7)

keputusan, contoh keputusan kenaikan upah, promosi dan lain sebagainya kepada satu karyawan dengan membandingkannya dengan karyawan lain yang ada pada kelompoknya.

2. Metode penilaian berorientasi masa depan (future based methods)

Metode berorientasi masa depan menggunakan asumsi bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada personalia, tetapi karyawan dilibatkan dalam proses penilaian. Inilah yang membedakan perusahaan modern dengan yang lainnya dalam memandang karyawan. Teknik penilaian ini meliputi:

a. Penilaian diri (Self-Appraisal). Metode ini digunakan untuk pengembangan diri karyawan, dengan menilai dirinya sendiri sehingga upaya perbaikan cenderung lebih mudah untuk dapat dilakukan.

b. Penilaian psikologis (Psychological Appraisal). Penilaian ini dilakukan dengan cara wawancara, tes psikologi, dan diskusi langsung dengan atasan. Hal ini penting untuk menentukan kemampuan seseorang di masa yang akan datang, atau dalam proses pengembangan karir.

c. Pendekatan Management by Objective (MBO). Inti dari metode MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penilai secara bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanan kerja di waktu yang akan datang, dan penilaian prestasi kerja dilakukan bersamaan dengan proses tersebut.

(8)

Metode evaluasi masa lalu dan evaluasi berdasarkan masa depan akan lebih baik jika dilakukan secara bersinergi, dikarenakan adanya beberapa kekurangan dan kelebihan dari masing-masing metode.

2.4 Tujuan Evaluasi Kinerja Karyawan

Evaluasi kerja bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kegiatan ini harus dilakukan pemimpin dengan cara menilai hasil kerja para karyawnnya. Tujuan dari evaluasi atau penilaian prestasi kerja menurut Werther dan Davis (1996: 342) yang kembali dikutip oleh Suwatno dan Donni Juni Priansa (2011: 197), bahwa penilaian tersebut memiliki beberapa tujuan dan manfaat bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri.

Tujuan evaluasi kerja karyawan yang dimaksud antara lain:

1. Performance Improvement. Memungkinkan karyawan dan manager untuk mengambil tindakan yang berhubungan dengan peningkatan kinerja. 2. Compensation Adjustment. Membantu para pengambil keputusan untuk

menentukan siapa saja yang berhak menerima kenaikan gaji atau sebaliknya.

3. Placement Decision. Menentukan promosi, transfer, dan demotion.

4. Training and Development needs. Mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi karyawan agar kinerja mereka lebih optimal.

5. Career Planning and Development. Memadu untuk menentukan jenis karir dan potensi karir yang dapat dicapai

(9)

6. Staffing Process Deficiencies. Mempengaruhi prosedur perekrutan karyawan.

7. Informational Inaccurancies and Job Design Errors. Membantu menjelaskan apa saja kesalahan yang telah terjadi dalam Manajemen sumber daya manusia terutama di bidang informasi job analysis, job-design, dan sistem informasi sumber daya manusia.

8. Equal Employement Opportunity. Menunjukkan bahwa placement decision tidak diskriminatif, dan semua karyawan mempunyai hak yang sama dalam hal promosi, bahkan demosi jabatan.

9. External Challenges. Faktor-faktor eksternal yang biasanya tidak terlihat tetapi ikut mempengaruhi akan terlihat dalam penilaian kinerja.

10.Feedback. memberikan umpan balik bagi urusan kekaryawanan maupun bagi karyawan itu sendiri.

2.5 Faktor-faktor Berpengaruh Terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Dale Timpe (2000) dalam Sarita (2012: Vol I No. 1) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu:

1. Faktor Internal yang terdiri dari: a. Sikap

b. Sifat Kepribadian c. Sifat Fisik

d. Motivasi e. Umur

(10)

f. Jenis Kelamin g. Pendidikan

h. Pengalaman Kerja i. Latar Belakang Budaya

2. Faktor Eksternal yang terdiri dari: a. Kebijakan Organisasi

b. Kepemimpinan

c. Tindakan-tindakan Rekan Kerja d. Pengawasan

e. Sistem Upah f. Lingkungan Sosial

2.6 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Dalam evaluasi kinerja karyawan terdapat aspek-aspek yang dinilai,diantaranya aspek-aspek yang dikemukakan oleh Husein Umar (1997:266) dalam (A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2010:18)

1. Mutu pekerjaan; 2. Kejujuran karyawan; 3. Inisiatif; 4. Kehadiran; 5. Sikap; 6. Kerjasama; 7. Keandalan;

(11)

9. Tanggung jawab; dan 10.Pemanfaatan waktu kerja.

Selain itu, terdapat aspek standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif yang menjadi dimensi dari penelitian ini karena dianggap cukup mewakili dimensi kerja yang diperlukan, selanjutnya dikembangkan dengan beberapa indikator:

Tabel 2.1

Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Dimensi Indikator

1. Kualitatif

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan b. Waktu dalam bekerja

c. Jumlah kesalahan

d. Jumlah dan jenis pekerjaan 2. Kuantitatif

a. Kualitas pekerjaan b. Ketepatan waktu c. Kemampuan bekerja d. Kemampuan mengevaluasi Sumber : Husein Umar (1997:266) dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2010:18)

Berdasarkan dimensi di atas maka penilaian mengenai kinerja karyawan akan dinilai kuantitas dan kualitas kerja mereka menurut indikator-indikator yang telah ditentukan.

3. Pengertian Pemimpin

Pengertian mengenai pemimpin berbeda dengan manajer. Seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu sesuai perintah. Menurut Rivai (2003) mengatakan “tidak semua pemimpin adalah manajer dan tidak semua manajer adalah pemimpin”

(12)

Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan (1997, p. 157) mengatakan “Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan”

Sedangkan menurut Stephen. P. Robbins (2005) mengatakan bahwa “Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan memiliki wewenang manajerial”. Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi.

3.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan aspek terpenting dari keberhasilan suatu organisasi. Tanpa adanya kepemimpinan suatu organisasi tidak dapat hidup.

Dalam buku The Art of Leadership, Ordway Tead menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Kartini Kartono, 2011:57). Hal ini diperkuat oleh beberapa pendapat ahli, menurut Hughes, Ginnett, & Curphy (2006, p.6) mengatakan “kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi anggota di dalam suatu organisasi demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

George R. Terry menyampaikan kepemimpinan sebagai aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi. (Miftah Thoha, 2012:259)

Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2012:488) menyampaikan bahwa, “Leadership is whatleader do. It’s process of leading a group and influencing that

(13)

group to achieve it’s goals”. “Kepemimpinan adalah apa yang pemimpin lakukan. Itu adalah proses memimpin kelompok dan mempengaruhinya untuk mencapai tujuan.”

Yukl (2005:8) mendefinisikan “Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama”

Berdasarkan penyataan dari beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam situasi tertentu dan bagaimana pemimpin bisa mengajak karyawannya menuju tujuan perusahaan.

3.2 Karakteristik Kepemimpinan

Dari hasil berbagai riset, McShane dan Von Glinov (2009:232-233) menyarikan beberapa karakteristik khusus yang diperlukan oleh seorang pemimpin, yaitu:

1. Kecerdasan emosional. Pemimpin yang efektif memiliki tingkat tinggi kecerdasan emosional (emotional intelligence). Pemimpin memiliki kemampuan untuk merasakan dan mengekspresikan emosi, mengasimilasi-kan emosi di dalam pikiran, memahami dan beralasan dengan emosi, serta mengatur emosi dalam dirinya dan orang lain.

2. Integritas (integrity). Integritas menunjukkan kejujuran dan konsistensi atas perkataan dan tindakannya. Karakteristik ini kadang-kadang disebut

(14)

dengan kepemimpinan otentik, karena individu bertindak dengan ketulusan. Pemimpin memiliiki kapasitas moral yang lebih tinggi untuk menilai persoalan dan bertindak berdasarkan kata hati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa integritas atau kejujuran merupakan karakteristik yang paling penting dari pemimpin yang efektif.

3. Dorongan (drive). Pemimpin yang sukses memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi. Dorongan ini menunjukkan motivasi dari dalam yang pemimpin miliki untuk mencapai tujuannya dan mendorong orang lain untuk maju bersamanya. Dorongan memberikan inspirasi terhadap keingintahuan, tindakan orientasi, dan keberanian.

4. Motivasi kepemimpinan (leadership motivation). Pemimpin memiliki keinginan yang kuat untuk berkuasa karena dirinya ingin mempegaruhi yang lain. Bagaimanapun, pemimpin cenderung memiliki kebutuhan unutk mensosialisasikan kekuasaan karena motivasinya dibatasi oleh sebuah perasaan yang kuat dari altruisme dan tanggung jawab sosial. Dengan kata lain, pemimpin yang efektif mencoba untuk memperoleh kekuasaan sehingga dapat mempengaruhi orang lain unutk mewujudkan tujuan yang menguntungkan tim atau organisasi.

5. Percaya diri (self-confidence). Pemimpin menunjukkan kepercayaan dalam keterampilan kepemimpinan dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Pemimpin yang efektif memiliki tipe yang ekstrovet (ramah, mudah bergaul, banyak bicara, dan asertif).

(15)

6. Cerdas (intelligence). Pemimpin tidak perlu genius, namun perlu kemampuan yang superior untuk menganalisa sebuah variasi alternatif dan peluang yang komplek.

7. Pengetahuan bisnis (knowledge of business). Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan yang tersembunyi dan terlihat mengenai lingkungan bisnis yang dijalankan.

Disamping itu, menurut Riant Nugroho (2008:587-588), terdapat 5 (lima) karakter kepemimpinan yang unggul, yaitu karakter, kredibilitas, nilai, keteladanan, serta kemampuan memberikan dan menjadi bagian dari harapan.

Selain karakteristik-karakteristik diatas, menurut Joseph (2007: 25-28) setidaknya ada sepuluh kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:

1. Arah diri (self direction). Arah diri merupakan kemampuan untuk menyusun tujuan untuk dirinya dan melintang jalur yang mengarahkan pada tujuan dengan dedikasi pemikiran tunggal. Hal ini merupakan kunci dorongan personal dalam memimpin. Beberapa orang menyusun tujuannya tetapi tidak diikuti dengan dorongan personal. Sementara yang lainnya memulai dengan bekerja atas tujuan-tujuannya, tetapi mungkin tidak sampai akhir. Beberapa orang membutuhkan sentuhan yang tetap dari orang lain untuk mencapai tujuan.

2. Fleksibilitas (flexibility). Yaitu kemampuan untuk mengubah dirinya sesuai dengan situasi. Esensi dari fleksibilitas mental adalah kemampuan untuk menangani situasi yang berbeda dalam cara yang berlainan,

(16)

khususnya untuk menanggapi hal-hal yang baru, komplek dan situasi yang problematik.

3. Tim kerja (team work). Yang merupakan kemampuan untuk bekerja bersama terhadap visi bersama. Kemampuan tersebut untuk mengarahkan individu melaksanakan tujuan organisasi. Semua anggota tim dalam suatu kelompok harus mengerti tujuan bersama organisasi. Tim yang baik adalah tim yang dikelola dan mengetahui bagaimana akan berhubungan dengan situasi-situasi tertentu. Setiap anggota tim memainkan peranan yang penting. Beberapa tim yang baik juga mengetahui kekuatan masing-masing anggota dan mengambil keuntungan dari kekuatan tersebut. Kemampuan kerja tim antara lain mencakup: bekerja bersama dalam suatu kelompok untuk mencapai tujuan bersama, mencapai hasil yang dicapai, merayakan kesuksesan, memiliki pimpinan tim yang jelas, memiliki tujuan yang jelas, mendukung satu sama lain dalam mencapai tujuan, masing-masing anggota memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan, dan masing-masing anggota memiliki tanggung-jawab personal atas kinerja dan kualitasnya.

4. Strategi (strategy). Strategi adalah kejadian suatu tindakan yang diadopsi sesudah disaring secara ekstensif melalui data-data yang tersedia dan sesudah dievaluasi dari alternatif solusi yang bervariasi. Strategi juga merupakan kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan informasi untuk tindakan-tindakan tertentu yang akan diimplementasikan.

(17)

5. Pengambilan keputusan (decision making). Pengambilan keputusan merupakan studi yang mengidentifikasi dan memilih alternatif-alternatif yang didasarkan pada nilai dan preferensi dari pembuat keputusan. Membuat keputusan berdampak bahwa ada alternatif-alternatif pilihan untuk dipertimbangkan dan dalam kasus ini tidak hanya mengidentifikasi banyak alternatif yang mungkin, tetapi juga memilih salah satu yang terbaik dan cocok dengan tujuan, kehendak, gaya hidup, nilai dan sebagainya. Pengambilan keputusan juga merupakan proses mengurangi ketidakpastian dan alternatif-alternatif yang meragukan.

6. Mengelola perubahan (managing change). Mengelola perubahan merupakan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan skenario tanpa kehilangan keefektivan dan efisiensi. Mengelola perubahan mencakup mengelola perubahan tugas, area praktik profesional dan tubuh pengetahuan.

7. Delegasi (delegation). Delegasi adalah kesediaan untuk menugaskan tanggung jawab kepada yang lain. Delegasi merupakan fungsi manajerial yang penting untuk mengurangi beban tugas pimpinan. Delegasi membutuhkan kepercayaan yang cukup terhadap orang yang diberikan delegasi tugas.

8. Komunikasi (communication). Komunikasi adalah proses yang mana informasi melewati atau dibawa dalam berbagai bentuk. Komunikasi bisa dalam bentuk organisasi atau tim dalam sebuah organisasi. Komunikatif

(18)

yang efektif tergantung pada tiga faktor, yaitu kepercayaan, emosi dan alasan.

9. Negoisasi (negotiation). Negosiasi adalah proses dimana dua pihak memecahkan perselisihan, setuju atas terjadinya suatu tindakan atau mencoba untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan. Kepentingan yang saling diuntungkan merupakan bagian penting dalam negosiasi dan tidak boleh hanya satu pihak saja yang diuntungkan.

10.Kekuasaan dan pengaruh (power and influence). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh dalam organisasi atau individu di luar wewenang yang diturunkan dari jabatan.

3.3 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Miftah Thoha (2007: 49) menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Sedangkan menurut Tjiptono (200: 161) Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada pola dasar seperti : Mengarahkan yaitu Pemimpin membina dan mengarahkan para bawahan atas tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya, mendukung yaitu pemimpin mendukung kerja bawahan, berpartisipasi yaitu pemimpin bertanya dan menggunakan saran para bawahan. (Rivai, 2006:64)

(19)

Kurt Lewin (1939) mempelajari tiga gaya kepemimpinan (Robbins, 2010:179) : 1. Gaya Otokratis, pemimpin yang cenderung memusatkan wewenang,

mendiktekan metode kerja, membuat keputusan unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan. Mendiktekan metode kerja, memusatkan pengambilan keputusan dan membatasi partisipasi.

2. Gaya Demokratis, pemimpin yang cenderung melibatkan karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode dan sasaran kerja.

3. Gaya Laissez – Faire, pemimpin yang umumnya memberi kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap sesuai.

3.4 Fungsi Gaya Kepemimpinan

Fungsi Gaya Kepemimpinan memiliki hubungan langsung yang erat kaitanya dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam situasi tersebut. Menurut Veithzal Rivai (2004: 53-56) terdapat lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:

1. Fungsi Instruksi

Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. 2. Fungsi Konsultasi

(20)

Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

3. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pemimpin.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam kooordinasi yang efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

3.5 Dimensi dan Indikator Gaya Kepemimpinan

Berikut ini adalah dimensi dan indikator kepemimpinan yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini:

Gaya kepemimpinan Laissez Faire mendeskripsikan pemimpin yang secara keseluruhan memberikan karyawannya atas kelompok kebebasan dalam

(21)

pembuatan keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya paling sesuai (Robbins dan Coulter, 2002).

Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya (Riley, 2006). Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada bawahannya, tanpa petunjuk dari pimpinan. Kekuasaan dan tanggung jawab menjadi simpang siur diantara bawahannya. Dari dimensi di atas dapat diuraikan beberapa indikator yang akan menjadi penilaian mengenai bagaimana gaya kepemimpinan yang dijalankan di Departemen Property PT Total Bangun Persada Tbk.

Tabel 2.2

Dimensi dan Indikator Gaya Kepemimpinan

Dimensi Indikator

Gaya Kepemimpinan

Laissez Faire a. Delegasi Wewenang b. Tanggung Jawab Pekerjaan c. Kemampuan Kerja

Sumber :Kurt Lewin (1939) dalam Robbins (2010:179)

4. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri individu agar terarah untuk mencapai tujuan kerja. Menurut Wahjosumidjo (2002: 6) dalam dalam Eko Yuliawan (2011: Vol I No. 02), Motivasi merupakan daya dorong sebagai hasil proses interaksi antara sikap, kebutuhan, dan persepsi bawahan dari seseorang dengan lingkungan. Motivasi timbul diakibatkan oleh faktor dari dalam dirinya sendiri disebut faktor intrinsik, dan faktor yang dari luar diri seseorang disebut faktor ekstrinsik.

(22)

Motivasi kerja pegawai memegang peranan penting dalam keberhasilan organisasi, baik organisasi komersial maupun organisasi publik, karena motivasi dapat mempengaruhi tingkat produktivitas, kualitas kerja, komitmen pegawai pada organisasi dan budaya kerja. Menurut makalah yang ditulis oleh Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (2004 : 37) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1) Motivasi adalah suatu proses merupakan suatu proses dimana seseorang bertingkah laku mencapai suatu tujuan untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut Deassler (1993 : 5) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1), motivasi adalah keadaan dalam diri seseorang yang terdorong oleh keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi menurut Hiejrahman dan Husnan (1992 : 37) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1) adalah suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Kartono (1981 : 257) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1) mengatakan motivasi adalah sebab, alasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia. Morrison (1993) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1) memberikan pengertian motivasi sebagai kecenderungan seseorang melibatkan diri dalam kegiatan yang mengarah sasaran. Jika perilaku tersebut mengarah pada suatu obyek atau sasarannya maka dengan motivasi tersebut akan diperoleh pencapaian target atau sasaran yang sebesar-besarnya sehingga pelaksanaan tugas dapat dikerjakan dengan sebaik-baiknya, sehingga efektivitas kerja dapat tercapai.

(23)

Motivasi adalah salah satu karakteristik psikologis manusia yang memberikan kontribusi pada tingkat komitmen seseorang, termasuk didalamnya faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan menopang perilaku manusia pada sebuah arah tertentu yang dilakukan (Stoner, 1995) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No. 1). Motivasi sebagaimana didefinisikan Robbins (1998) dalam Suwardi dan Joko Utomo (2011: Vol 5 No.1) merupakan kemauan untuk menggunakan usaha tingkat tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan. Dalam definisi ini ada tiga elemen penting yaitu usaha, tujuan organisasi, dan kebutuhan.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja merupakan dorongan kerja yang timbul pada diri seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan tertentu, sehingga motivasi mempunyai peranan penting dalam organisasi. Motivasi kerja yang tepat akan mampu memajukan dan mengembangkan organisasi karena pegawai akan melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya atas dasar kesadaran.

4.1 Teori-Teori Tentang Motivasi

Ada beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut; (Sondang P. Siagian, 2011:287-294)

1. Teori Abraham H. Maslow menyebutkan bahwa motivasi terbentuk karena hierarki kebutuhan;

(24)

b) Kebutuhan keamanan, keamanan yang dimaksud bukan hanya keamanan secara fisik, tetapi juga secara psikologi dan intelektual; c) Kebutuhan sosial, pengakuan akan keberadaan dan pemberian

penghargaan atas harkat dan martabatnya;

d) Kebutuhan prestise, bahwa semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain.

e) Kebutuhan untuk aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

2. Teori Dua Faktor Herzberg

Herzberg mengklaim telah menemukan penjelasan dua faktor motivasi yaitu: (1) Hygiene Factor, yang meliputi gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja, hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (Eksternal). (2) Motivation Factors, yang dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan (Internal). Koontz, (1990, p.123)

3. Teori Kebutuhan ERG Alderfer

Teori ERG Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer. Teori Alderfer menemukan adanya 3 kebutuhan pokok manusia: (1) Existence Needs (Kebutuhan Keadaan) adalah suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi

(25)

kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman serta Hygiene Factors dari Herzberg. (2) Relatedness Needs (Kebutuhan Berhubungan), mencakup kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan afiliasi dari Maslow dan hygiene factors dari Herzberg. (3) Growth Needs (Kebutuhan Pertumbuhan) adalah kebutuhan yang mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan. Realisasi dari kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri dari Maslow dan motivation factors dari Herzberg. Koontz, (1990, p.121).

4. Teori Keadilan

Teori ini menyebutkan bahwa seseorang memiliki sifat untuk selalu menyetarakan antara usaha yang telah dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi dengan imbalan yang diterimanya. Jika imbalan yang diterima dirasakan kurang adil, maka kemungkinan mereka akan meminta imbalan yang lebih besar atau memberikan usaha yang lebih sedikit untuk organisasinya.

5. Teori Harapan

Teori ini dikemukakan oleh Victor H.Vroom dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation”. Teori ini menyebutkan bahwa jika seseorang memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu dan mengetahui ada jalan untuk mendapatkannya, maka motivasi untuk memenuhi harapan tersebut akan semakin tinggi.

(26)

Teori motivasi ini menyebutkan bahwa yang mempengaruhi motivasi seseorang bukan hanya karena kebutuhan, tetapi juga faktor-faktor dari luar dirinya. Manusia cenderung akan mengulangi hal yang dapat memberikan keuntungan bagi dirinya, dan menghindari hal yang dapat merugikan, dimana hal tersebut bisa jadi merubah perilaku asal dari individu tersebut.

7. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi

Teori ini sebenarnya adalah hasil dari penyempurnaan teori-teori sebelumnya oleh para ahli. Pada teori ini dihasilkan faktor-faktor eksternal dan internal yang apabila berinteraksi secara prositif maka akan menghasilkan motivasi kerja yang tinggi pada diri karyawan. Faktor eksternal tersebut antara lain; jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja dimana seseorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada umumnya, dan sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. Sedangkan faktor internal yang dimaksud antara lain; persepsi seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan. 8. Teori Motivasi “Tiga Kebutuhan”

David McClelland (1961) dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievement Motivation Theory atau teori motivasi prestasi McClelland akan digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan

(27)

dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.

Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achievement), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini ditemukan di berbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

Kebutuhan akan prestasi (Need of achievement) Orang yang memiliki kecenderungan nAch yang tinggi lebih tertarik untuk menemukan cara bagaimana ia mendapatkan sebuah prestasi tertentu. Orang-orang jenis ini umumnya lebih cenderung bekerja secara pribadi sehingga kurang cocok untuk bekerja dalam sebuah tim. Orang tipe ini cenderung lebih suka dengan persaingan. Dalam lingkungan kerja, orang-orang dengan nAch tinggi akan merasa puas jika mampu menduduki posisi tertentu sesuai dengan apa yang ia inginkan. Karena orienstasinya adalah pencapaian, orang dengan nAch tinggi lebih cocok berkarir sebagai wiraswasta atau pekerjaan dengan target tertentu.

Kebutuhan kekuasaan (Need of power) Berbeda dengan orang-orang nAch yang berorienstasi pada pencapaian, orang-orang yang meliki need of power yang tinggi akan merasa puas jika ia mampu memberikan pengaruh pada lingkungan sekitar. Orang-orang ber-nPow tinggi ingin menjadi

(28)

leader dalam lingkungannya. Mereka ingin setiap pandangan serta ide-ide yang ia miliki mendominasi di lingkungan dimana ia berada. Baik itu dalam lingkungan kerja maupun organisasi lain. Dengan demikian orang-orang seperti ini cenderung cocok untuk pekerjaan yang memiliki kekuasaan tertentu. Contohnya adalah manager.

Kebutuhan Afiliasi (Need of affiliation) memiliki arti bahwa setiap orang memiliki kebutuhan akan lingkungan yang bersahabat dan dapat bekerja sama dalam berorganisasi. Kebutuhan berafiliasi akan membuat seseorang cenderung menghilangkan suasana yang berpotensi menyebabkan persaingan, namun hal ini tentunya tidak akan menghambat keberhasilan seseorang dalam bekerja karena tentunya keterampilan dalam bekerja sama yang baik menjadi salah satu faktor seseorang dapat bekerja dengan baik. (Miftah Thoha, 2012:235)

4.2 Dimensi dan Indikator Motivasi

Dimensi yang dipakai sebagai panduan dalam penelitian ini adalah pendapat dari David McCleland (1961) yang menyatakan tentang Teori Tiga Kebutuhan yang mempengaruhi motivasi, yaitu kebutuhan berprestasi (Need of Achievement) (nAch), kebutuhan berkuasa (Need of Power) (nPo), kebutuhan berafiliasi (Need of Affilliation) (nAff). Maka dari ketiga dimensi tersebut didapatlah indikator-indikator motivasi kerja sebagai berikut:

(29)

Tabel 2.3

Dimensi dan Indikator Motivasi

Dimensi Indikator

1. Kebutuhan Prestasi (1) Hasrat untuk mengungguli orang lain (2) Hasrat untuk mencapai kesuksesan (3) Keinginan untuk mendapatkan pujian 2. Kebutuhan Kekuasaan (1) Hasrat untuk mempengaruhi orang lain (2) Mendorong pencapaian prestasi

(3) Hasrat untuk mengajarkan dan mementor

3. Kebutuhan Afiliasi (1) Jalinan kerjasama dengan orang lain (2) Jalinan keakraban dan keramahan dengan orang lain (3) Sikap kooperatif dan persahabatan dengan pihak lain Sumber : David McCleland (1961) dalamMiftah Thoha, (2012:235)

4.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Seperti kita ketahui bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola tingkah laku yang disukai pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinannya sendiri. Pemimpin dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik apabila pemimpin tersebut dapat menyesuaikan dengan situasi kerja yang dihadapinya.

Menurut Handoko (2000: 29) manajer yang baik adalah orang yang dapat memelihara keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara tepat kekuatan yang menentukan perilakunya yang benar-benar mampu bertindak demikian.

Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinannya yang efektif, dimana dengan kepemimpinannya itu dia mempengaruhi bawahnnya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi terhadap tujuan bersama. Seperti yang dikatakan Timple (2001: 31) pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan

(30)

produktivitas jika bekerjasama dengan orang, tugas, dan situasi agar dapat mencapai sasaran perusahaan.

Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang merupakan kunci untuk mengatur orang lain. Tugas pemimpin adalah mengidentifikasi dan memotivasi karyawan agar berprestasi dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Keadaan ini merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin untuk dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan yang tinggi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja karyawan.

4.4 Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan

Motivasi merupakan hasrat di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan. Seseorang sering melakukan tindakan untuk suatu hal mencapai tujuan. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan.

Motivasi seseorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini menandakan seberapa kuat dorongan, usaha, intensitas, dan kesediaannya untuk berkorban demi tercapainya tujuan. Dalam hal ini semakin kuat dorongan atau motivasi dan semangat akan semakin tinggi kinerjanya.

(31)

Sementara Malthis (2007) menyatakan kinerja yang dicari oleh perusahaan dari seseorang tergantung dari kemampuan, motivasi, dan dukungan individu yang diterima. Menurut Munandar (2001) ada hubungan positif antara motivasi dan kinerja dengan pencapaian prestasi, artinya karyawan yang mempunyai motivasi prestasi yang tinggi cenderung mempunyai kinerja tinggi, sebaliknya mereka yang mempunyai kinerja rendah dimungkinkan karena motivasinya rendah. Penelitian Suharto dan Budhi Cahyono (2005) juga menguji hubungan motivasi dengan kinerja karyawan, bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Motivasi seseorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan untuk bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Motivasi merupakan variabel penting, yang dimana motivasi perlu mendapat perhatian yang besar pula bagi organisasi dalam peningkatan kinerja pegawainya.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para peneliti untuk melihat pengaruh dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Hasil dari penelitian tersebut yang selanjutnya dijadikan landasan dalam penelitian dan menunjukan sudah sejauh mana penelitian mengenai kinerja karyawan dilakukan. Hasil dari penelitian-penelitian terdahulu ini kemudian akan menghasilkan kesimpulan sementara (hipotesis) bagi penelitian ini. Selain berpatokan kepada pendapat-pendapat para ahli mengenai variabel yang diteliti, untuk memperkuat

(32)

landasan dalam melakukan penelitian ini dan bisa menyimpulkan hipotesis, peneliti mengumpulkan beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian yang dikumpulan meneliti mengenai variabel gaya kepemimpinan, motivasi kerja, dan kinerja karyawan. Di bawah ini adalah resume dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli sebelumnya tentang kinerja karyawan dengan beberapa variabel lain yang mempengaruhinya selain kepemimpinan dan motivasi kerja anatara lain:

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Variabel Hipotesis Hasil Penelitian

1

Pengaruh Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Sub Dinas

Kebersihan dan Tata Kota DPU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar Suprayitno dan Sukir (2007) Disiplin Kerja (X1), Lingkungan Kerja (X2), Motivasi Kerja (X3), Kinerja Karyawan (Y) H1 : Diduga ada pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja, secara parsial maupun secara simultan terhadap kinerja karyawan H2: Variabel disiplin kerja merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja karyawan Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara disiplin kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan 2 Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan SPBU Yogyakarta (Studi Kasus pada SPBU Anak Cabang Perushaan RB. Group) Sarita Permata Dewi (2012) Pengendalian Internal (X1), Gaya Kepemimpinan, (X2) Kinerja Karyawan (Y). H1 : Pengendalian Internal berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. H2: Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan. H3: Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan

1. Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan 2. Pengendalian

Internal dan Gaya Kepemimpinan secara bersama-sama berpengaruh positif dan

(33)

secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. 3 Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Dan Komitmen Organisasional Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Setda Kabupaten Pati) Suwardi & Joko Utomo (2011) Motivasi (X1), Kepuasan Kerja (X2), Komitmen Organisasional (X3), Kinerja Pegawai (Y) H1: Motivasi Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai. H2: Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai. H3: Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Pegawai. H4: Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional berpengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama terhadap Kinerja Pegawai. 1. Variabel motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai 2. Variabel kepuasan kerja terbukti secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai 3. Variabel komitmen organisasional dengan dimensi terbukti secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. 4. Secara bersama-sama variabel motivasi, kepuasan, dan komitmen organisasional terbukti secara signifikan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pegawai 4 Analisis pengaruh gaya kepemimpinan Dan motivasi kerja Terhadap kinerja pegawai.

(studi pada pegawai badan kesatuan bangsa politik dan perlindungan Masyarakat provinsi jawa tengah) Rokhmaloka Habsoro Abdilah (2011) Gaya kepemimpinan (X1), Motivasi Kerja (X2), Kinerja Pegawai (Y). H1: Gaya Kepemimpinan Berpengaruh Secara Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai. H2: Motivasi Kerja Berpengaruh Secara Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai Variabel yang paling berpengaruhterhada p kinerja pegawai di Badan Kesbangpol dan Linmas Prov. Jateng adalah variabel gaya kepemimpinan, kemudian baru diikuti oleh variabel motivasi kerja.

(34)

5 The Effect of Leadership Style on Employee Satisfaction and Performance of Bank Employees in Bangkok Rochelle Joy Belonio (2012) Gaya kepemimpinan Transformasion al (X1) Gaya Kepemimpinan Transaksional (X2) Gaya Kepemimpinan Laissez Faire (X3) Kepuasan Kerja Karyawan (X4) Kinerja Karyawan (Y) H1 : Gaya Kepemimpinan Transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan H2: Gaya Kepemimpinan Transaksional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan H3 : Gaya Kepemimpinan Laissez Faire berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan H4 : Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Gaya kepemimpinan transformasional memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan, begitu juga dengan gaya kepemimpinan transaksional dan Laissez Faire. Kepuasan kerja karyawan memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan 6 The Effect of Motivation on Job Performance of State Government Employees in Malaysia 1. Fauzilah Saleh 2. Zaharah Dzulkifli 3. Wan Amalia Wan Abdullah 4. Nur Haizal Mat Yakoob (2011) Motivasi Prestasi (X1) Motivasi Kekuasaan (X2) Motivasi Afiliasi (X3) Kinerja Karyawan (Y) H1: Motivasi Prestasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan H2: Motivasi Kekuasaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan H3: Motivasi Afiliasi berpengaruh secarab signifikan terhadap kinerja karyawan Motivasi Afiliasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan

(35)

C. Rerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini analisis menggunakan tiga variabel utama. Penelitian ini mengukur kesesuaian antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel gaya kepemimpinan dan variabel motivasi akan menentukan variabel kinerja karyawan yang sesuai untuk diterapkan. Variabel-variabel yang akan dijelaskan oleh penulis adalah:

Variabel (X) adalah variabel Independen, yaitu yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah gaya kepemimpinan dan motivasi yang diterapkan Kepala Bagian Departemen Property PT TOTAL BANGUN PERSADA Tbk.

Variabel (Y) adalah variabel Dependen, yaitu yang menjelaskan sebagai pengaruh dari variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependennya adalah kinerja karyawan pada Departemen Property PT TOTAL BANGUN PERSADA Tbk.

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1sebagai berikut :

Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran

Kinerja Karyawan (Y) H1 H2 Gaya Kepemimpinan (X1) Motivasi (X2)

(36)

D. Hipotesis

Banyak penelitian yang dilakukan oleh para peneliti yang mengkaji hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Karyawan, salah satu nya dalam penelitian yang dilakukan oleh Sarita Permata Devi pada tahun 2012 dengan judul “Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan SPBU Yogyakarta (Studi Kasus pada SPBU Anak Cabang Perusahaan RB. Group) hasil penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Veithzal Rivai (2004: 64) Gaya kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai perilaku dan strategi sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Niken (2010) yang menyatakan bahwa Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap Kinerja Karyawan Dan penelitian Fahmi (2009) menunjukkan ada pengaruh positif antara variabel Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Karyawan. Semakin baik Gaya Kepemimpinan yang diterapkan maka akan mendorong karyawan tersebut untuk meningkatkan kinerjanya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disajikan sebuah hipotesis sebagai berikut

H1 :Gaya Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan

(37)

Hasil penelitian Linawati dan Suhaji (2012) yang berjudul “Pengaruh Motivasi, Kompetensi, Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT Herculon Carpet Semarang)” menemukan bahwa variabel motivasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disajikan sebuah hipotesis sebagai berikut

H2 :Motivasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan

Pada penelitian yang dilakukan oleh Setyo Ardhi Arasyd pada tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Suku Dinas Pelayanan Pajak Jakarta Selatan” diperoleh kesimpulan bahwa variabel gaya kepemimpinan dan motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disajikan sebuah hipotesis sebagai berikut

H3 : Gaya Kepemimpinan dan Motivasi berpengaruh secara positif

Gambar

Tabel 2.4  Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar disini dijelaskan admin akan mengelola data user/admin, data anggota, data buku, data kategori, data pengarang, data rak data penerbit, data

Adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk diberikan pelatihan mengolah tanaman enceng gondok menjadi kerajinan enceng gondok yang memiliki nilai jual tinggi,

urheilukulttuuria, niin seuroissa tapahtuvaa ruohonjuuritason toimintaa, huippu-urheilua kuin julkista keskusteluakin. Tämän hetkisen julkisen keskustelun luonne ja

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang

Adapun tujuan dasar menggunakan alat analisis ini (persamaan akuntansi dasar berbasis matematika) diharapkan para pembelajar akuntansi ( accounting scholarship ) bisa

Dari hasil Tabel 2.3 tentang jumlah penduduk per kecamatan adalah, bahwa sebagai ibukota Kota Pematangsiantar maka Kecamatan Siantar Utara merupakan kecamatan dengan jumlah

 Megaphyllus, yaitu paku yang mempunyai daun besar sehingga mudah dibedakan atas batang dan daun , misalnya pada Asplenium.  Macrophyllus, yaitu paku yang memiliki

Mengetahui solusi yang harus dilakukan dalam mengatasi kendala-kendala mengembangkan jiwa kemandirian kewirausahaan melalui gerakan pramuka di Racana Raden Mas Said